Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

INTENSIF TB PARU

JUMADI JAYA
NIM. 751440118079

POLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO


KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

A. KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Definisi Tuberkulosis Tuberkulosisi paru adalah suatu penyakitt

menular yang paling sering yaitui penyakit menular ini ditimbulkan oleh

infeksiusi bakteri Mycobacterium_tuberculosis. Infeksi mulanya biasa

terjadi dalam 2 hingga 10 minggu setelah pajanan. Lalu pasien bisa

terbentuk penyakit aktif karena responsistem imunnya yang makin turun

atau tidak adekuat (Susan, 2015).

Menurut Andra dan Yessie (2013) Tuberkulosis adalah suatu penyakit

infeksi, yang utama menyerbu, parenkin paru. Tuberculosis paru adalah

suatui sumber sakit menular timbul karena basil mycobacterium

tuberculosis yang disebut salah satu penyakit pada saluran pernafasan

bagian bawah yang sebagian. besar basil tuberculosis masuk kedalam

jejaringan paru-paru melewati airbone infection dan kemudian mengenai

focus primer dari ghon.

Sementara menurut Kemenkes RI mengemukakan bahwa tuberculosis

paru yaitu suatu penyakit menular yang diakibatkan oleh infeksius bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Awal mula penularannya yaitu pasien

tuberkulosis BTA positif melalui percikrenik secret yang .penderita

keluarkan. Tuberculosis BTA negatif juga masih dimungkinkan dapat

menularkani penyakit tuberculosis 7 meskipun ketingkatan angka menular


yang kecil. Beban penyakit yang ditimbulkan tuberculosis mampu diukurd

engan Case Notification Rate (CNR), prevalensi, dan mortalitas/kematian

(Kemenkes RI, 2016).

2. Etiologi Tuberkulosis

Menurut Andra dan Yessie (2013) Tuberkulosis paru adalah:

a. Agen infeksius utama, mycrobacetrium tuberculosis yaitu wujud batang

aerobic kuat terhadap asam, yang pertumbuhannya lambat, dan sensitive

pada panas dan sinar matahari.

b. Mycrobacetriumbovis dan mycrobacetriumavium pernah ada, tetapi

kerjadiannya jarang-jarang, ada kaitannyai dengan kejadian infeksius

tuberculosis.

3. Patofisiologi

Basil tuberkel yang mengenai atasnya alveolus biasa di inhalasi guna

suatu yunit yang jumlahnya dari 1 hingga 3 basil karenakan terdapat

gumpalan yang lebih besar mengarah akan berhenti dirongga hidung

penderita dan tidak mengakibatkan penyakit (danneberg, 1981 dikutib dari

Andra dan Yessie, 2013). Setelah berada dirongga alveolus, ini (biasa

berada pada bagian bawahnya lubus dan pada bagian lobus bawah) basil

tuberculosis ini menimbulkan suatu reaksi peradangan. Leokosit

polimorfonukler, yang nampak pada tempat tersebut dan mefagosit akan

tetapi bakteri tidak membunuh oganisme itu. Setelah hari pertama

makalokosittergantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang tersebut akan

terjadi konsolidasi dan timbul gejala peneumonia akut. Peneumonia seluler


ini mampu pulih dengan sendirinya tanpa memunculkan kerusakan pada

jaringan paru-paru atau proses akan berjalan menerus dan bakteri terus

difogasi atau 8 berkembangbiak didalam sel. Basil akan berkembang

melewati kelenjar limfe regional.

Makrofag yang menggalami infiltrasimen jadi lebih panjang juga

salah satunya akan menyatu dan kemudian terbentuklah sel

tuberkelepiteloid dan limfosit akan mengelilinginya, reaksi tersebut biasa

mampu berlangsung dalam waktu 10-20 hari. Nekrosis sebagian sentrallesi

menyalurkan bayangan relative padat menyerupai keju, lesi nekrosis ini

disebut nekrosis kaseosaa. Daerah yang mungkin terjadi nekrosis kaseosa

dan jariringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari selepiteloid dan

fibrosa mengakibatkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi jaringan

berbentuk kapsul yang mengelilingi tuberkel (Andra dan Yessi, 2013).

Mereka juga menambahkan bahwa lasi primer paru-paru juga dinamakan

fokusghon dan sekumpulan kelenjar limfe iregional yang terseranf dan lesi

primer diberi nama kompleksi ghon yang terjadi perkapuran ini dapat dilihat

dari orang sehat yang kebetulan mengalami pemeriksaan radiogram secara

rutin. Respon lainya ditentukan didalam bronkus dan menyebabkan kavitas.

Meteri tuberkel yang dibebaskan dari dinding kavitasi dan akan masuk

kepercabangan trankeobronkial.

Tahap ini mampu berulang lagi dibagian lain berasal dari paru-paru

atau basil akan terbawa kelaring, telingga tengah dan usus. Kavitasi kecil

bisa menutupi bahkan tanpa diberikan obat, dan menyisakan suatu jaringan
parut yamg dinamakan fibrosa. Jika peradangan sudah reda lumesbronkus

tersebut akan mengalami penyempitan lalu menutup oleh jejaringan seperti

parut yang ada didekat perbatasan dibronkus. Bahan perkejuan ini akan

mengalami pengentalan sehingga tidak bisa mengalir melewati saluran yang

ada dan lesi ini mirip dengan 9 lesi yang berkapsul tidak dapat terlepas.

Kondisi ini tidak dapat menimbulkannya gejala dalam jangka waktu lama

atau akan membentuk hubungan dengan bronkus, dan menjadi tempat

proses meradang aktif.

Penyebab hematogen yaitu fenomena berat biasa menimbulkan

tuberculosis milier. Akan terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembulu

darah kemudian akan banyaknya organism yang masuk kedalam system

vaskuler dan menyebar kedalam system vaskuler kedalam organ tubuh

lainnya (Andra dan Yessie, 2013).

4. Klasifikasi

Tuberkulosis Menurut Andra & Yessie (2013) klasifikasi tuberculosis

paru disusun berlandaskan gejala klinis, bakteriologik radiologic dan

riwayat sebelum penyembuhan. Klasifikasi tesebut penting dikarenakan

termasuk sebagian faktor menonjol guna menetrapkan rencana pengobatan.

Menurut rogram Gerdunas P2TB klasifikasi Tuberkulosis Paru terbagi

menjadi berikut:

a. TBC Paru BTA Positif berkriteria:

1) Memakai atau tidak adanya gejala klinis


2) BTA Positip: microskopik positip 2 kali, mikroskopik positip 1 kali

disokongkan positif 1 kali atau disokongkan radiologic positif 1 kali.

b. TBC Paru BTA Negatif berkriteria:

1) Gejala klinis. dan penggambaran radiologic berdasarkan TB Paru

aktip.

2) BTA negatif biarkan negatife tapi radiologic positip.

c. Bekas TB Paru dengan kreteria:

1) Bateriologik (mikroskopic, dan biarkan) negatip.

2) Gejala klinis tidak ada atau ada gejala tersisa karena kelainan paru.

3) Radiologic.memperlihatkan bayangan. dari lesi TB inaktif,

menunjukan serial photo yang tidak berubah.

4) Adanya riwayat penyembuhan obat OAT yang relevan (lebih

mendukung)

5. Manifestasi Klinis

Tuberkulosis dikenal dengan julukan “the great imitator” adalah

sumber sakit yang memiliki banyak miripnya dengan sumner sakit lainnya

yang juga menimbulkan gejala umum seperi lemah juga demam.

Berdasarkan hasil penelitian Andra dan Yessie (2013) penggambaran

klinis Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi dua golongan, gejala

raspiratorik dan gejala juga sistemik:

a. Gejala respiratorik ini meliputi:


1) Batuk : Gejala awalnya seperti batuk yaituhambatan yang paling

sering dikeluhkan, oleh klien. Awal mulasifatnya non prokduktif lalu

muncul dahak bahkan tercampur darah apabila telah ada rusaknya

pada jjaringan.

2) Batuk darah : Darah keluar dengan secret juga banyak jenisnya,

mungkin nampak seperti garis-garis atau percikan darah,

menggumpal. atau darah segar dalam total banyak sekali. Batuk darah

dapat terjadi dikarenakan pembulu darah yang pecah. Berat ringan

dari batuk darah juga bergantung dari kecil atau besar dari pembuluh

darah yang mengalami kerusakan.

3) Sesak napas : Gejala tersebut muncul jika kerusakan parenkin paru

telah luas atau dikarenakanterdapat hal-hal yang mengikutiyaitu efusi

pleura, pnemothorax, anemia,dll.

4) Nyeri pada dada : rasa nyeri pada dada yang dirasakan oleh penerita

TB paru seperti nyeri pleuritik ringan. Gejala yg dirasakan timbul jika

system persyarafan di pleura sudah terkena.

b. Gelaja sistemik, meliputi:

1) Demam : yaitu suatu gejala yang sering kali ditemukan biasa muncul

pada sore hari dan malam, mirip dengan bakteri influenza, dirasakan

hilang timbul juga makin lama malah makin panjang daripada

serangan beban yang malah makin pendek.

2) Gejala sistemik lainnya : Gejala sistemik lainya yaitu muncul keringat

hanya pada malam hari.


3) Anoreksia, yaitu terjadinya penurunan BB juga malaise 17 gejala ini

timbul biasanya dari proses grandual dalam waktu beberapa mingguan

hingga bulan tetapi menimbulkan batuk,panas, nafas sesak, walaupun

jarang sekali muncul suatu gejala yang sama seperti gejala pneumonia.

Dikutip dalam buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan

system pernafasan, Arif muttaqim (2014) menyatakan bahwa pada batuk.

darah, gejala baru awal biasa muncul rasa gatal pada tenggorokan atau

adanya keingginan batuk dan kemudian darah dibatukan keluar, darah yang

warnanya merah terang dan berbuih, dapat tercampur spuntum dan sifatnya

alkali.

TB paru masuk pada jenis insidious. Besar kemungkinan pasien ini

akan menunjukkan adanya demamuberkulosis paru termasuk

insidius.Sebagian besar pasien menunjukkan demam dengan tingkan rendah,

mudah letih, anoreksia, BB mengalami penurunan, malam hari muncul

keringat, nyeri dirasakan dibagian dada, dan batuk permanen. Awalnya

batuk mungkin masih non produktif, akan tetapi mampu menyebar kearah

pem atau ketingkat lebih rendah, pembentukan sputum mukopurelen

dengan.hemoptitis.

6. Komplikasi

Menurut Wahid dan Imam (2013), dampak masalah yang sering

terjadi pada TB paru adalah :


a. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

c. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

e. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal,

dan sebagainya.

f. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).

7. Penatalaksanaan

Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi

tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).

a. pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul

erat dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes

tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka

pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan

mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,

berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan

kemoprofilaksis.

b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap

kelompokkelompok populasi tertentu misalnya:


1) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.

2) Penghuni rumah tahanan.

c. Vaksinasi BCG Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi

anak yang berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat

mengurangi makna pada tes tuberkulin. Dilakukan pemeriksaan dan

pengawasan pada pasien yang dicurigai menderita tuberkulosis, yakni:

1) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan

pernah berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum positif

harus diawasi.

2) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya

positif dan pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.

3) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai

kemungkinan terkena.

4) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8
minggu dan ila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila

tuberkulin sudah mengalami konversi, maka pengobatan harus

diberikan.

d. Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12

bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri

yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah

bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan

kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:


1) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena

resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB,

2) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin


positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,

3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif


menjadi positif,

4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

immunosupresif jangka panjang,

5) Penderita diabetes melitus.

e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis


kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit

oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan

Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif,

2012)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah,

jumlah keluarga.

b. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.

c. Riwayat penyakit sekarang

d. Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-

tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.


e. Riwayat penyakit dahulu

f. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.

g. Riwayat keluarga.

Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.

1) Aspek psikososial.

Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,

menarik diri.

2) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.

Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk

sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak

bersemangat dan putus harapan.

3) Lingkungan

Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang

padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,

daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah

anggota keluarga yang banyak.

h. Pola fungsi kesehatan.

1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.

Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah

anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela

jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi

minim menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita

keluarga tidak dibiasakan imunisasi.


2) Pola nutrisi - metabolik.

Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit

jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit

menelan.

3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada

kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri

atas dan splenomegali.

4) Pola aktifitas – latihan

Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan

karena sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan

aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).

5) Pola tidur dan istirahat

sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering

berkeringat pada malam hari.

6) Pola kognitif – perceptual

Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang

umum, sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan,

rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya

gangguan.

7) Pola persepsi diri

Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu

Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru


dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang

akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya

dan tak ada harapan

8) Pola peran – hubungan

Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan

dalam hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi

untuk menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.

9) Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan

berubah karena kelemahan dan nyeri dada.

10) Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan

mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan

penolakan terhadap pengobatan.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan

terganggunya aktifitas ibadah klien.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Berdasarkan sistem – sistem tubuh

a. Sistem integument

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun

b. Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai


1) Inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,

pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.

2) Palpasi : Fremitus suara meningkat.

3) Perkusi: Suara ketok redup.

4) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar

dan yang nyaring.

c. Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan

1) Sistem kordiovaskuler

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.

2) Sistem gastrointestinal

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

3) Sistem musculoskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan

keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.

4) Sistem neurologis

Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456

5) Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan anoreksia

c. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi


4. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA LUARAN INTERVENS

O KEPERAWAT I

AN
1. Bersihan jalan Setelah Latihan
nafas tidak Batuk Efektif
dilakukan
efektif :
Kategori : intervensi
Fisiologis Observasi :
keperawatan,
Subkategori : - Identif
respirasi maka bersihan
ikasi
D.0001
jalan nafas
kemampuan
Definisi : meningkat,
batuk
ketidakmampua
dengan kriteria
n membersihkan - Monit
sekret atau hasil :
or adanya
obstruksi jalan
napas untuk retensi
mempertahanka - Batuk
sputum
n jalan napas
efektif
tetap paten - Monit
meningkat
or tanda dan
- Produksi
gejala infeksi
sputum
saluran napas
menurun
- Frekuen
Terapeutik:
si napas
- Atur
membaik
posisi semi-
- Pola
Fowler atau
napas membaik
fowler
- Pasang
perlak dan
bengkok di
pangkuan
pasien
- Buang
secret pada
tempat
sputum

Edukasi :
- Jelask
an tujuan dan
prosedur
batuk efektif
- Anjurk
an tarik napas
dalam melalui
hidung selama
4 detik, di
tahan selama
8 detik
- Anjurk
an
mengulangi
tarik napas
dalam hingga
3 kali
- Anjurk
an batuk
dengan kuat
langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi :
Kolaborasi

pemberian

mukolitik atau

ekspektoran,

jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah Manajemen
(D.0019) dilakukan Nutrisi
kategori : tindakan
Fisiologis keperawatan Observasi :
sub kategori : maka status 1. Identif
Nutrisi dan nutrisi membaik ikasi status
cairan dengan nutrisi
2. Identif
Definisi Kriteria hasil : ikasi makanan
Asupan nutrisi - Berat badan yang disukai
tidak cukup membaik dengan 3. Identif
untuk memenuhi nilai ikasi
kebutuhan - Nafsu makan kabutuhan
metabolisme. membaik dengan kalori dan
nilai jenis nutrien
4. Monit
or asupan
makanan
5. Monit
or berat badan
Terapeutik
1. Lakuk
an oral
hygiene
sebelum
makan, jika
perlu
2. Sajika
n makanan
secara
menarik dan
suhu yang
sesuai
3. Berika
n makanan
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
4. Berika
n makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein
5. Berika
n suplemen
makanan, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurk
an diet yang
diperlukan.
Kolaborasi
Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis jenis
nutrient yang
dibutuhkan,
jika perlu
3. Hipertermi Setelah Manajemen
(D.0130) Hipertermi :
dilakukan
Kategori :
Lingkungan intervensi Observasi :
Subkategori : - Identif
keperawatan
Keamanan dan
ikasi
Proteksi maka
penyebab
termoregulasi
Definisi : Suhu
hipertermi
tubuh meningkat membaik,
di atas rentang ( mis,
dengan criteria
normal tubuh.
dehidrasi,
hasil :
terpapar
lingkungan
- Menggi
panas,
gil menurun
penggunaan
- Suhu
incubator )
tubuh membaik
- Monit
- Suhu
or suhu tubuh
kulit membaik - Monit
or komplikasi
akibat
hipertermia

Terapeutik :
- Sediak
an lingkungan
yang dingin
- Longg
arkan atau
lepaskan
pakaian
- Basahi
dan kipasi
permukaan
tubuh
- Berika
n cairan oral
- Ganti
linen setiap
hari atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis (
keringat
berlebih )
- Lakuk
an
pendinginan
eksternal
( mis, selimut
hipotermia
atau kompres
dingin pada
dahi, leher,
dada,
abdomen,
aksila )

Edukasi :
- Ajurka
n tirah baring

Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektorlit
intravena, jika
perlu.
5. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi

untuk mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi membantu pasien

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan yang mencakup kesehatan.

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menilai diagnosis

keperawatan yang teratasi, teratasi sebagian, muncul masalah baru.

Melalui kegiatan evaluasi, perawat dapat menilai pencapaian tujuan yang

diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, H. W. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami TB

Paru Dengan Masalah Ketidakefektifan jalan nafas. 1-78.

Rahmaniar, D. S. (2017). asuhan keperawatan pada pasien dengan TB paru . 1-

113.

Anda mungkin juga menyukai