Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN

TB PARU

Nama : Gesty Mediana


NIM: 190324033
PRODI : D3 Keperawatan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
A. Tuberkulosis Paru

1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian
bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui udara
dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya,
2013).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim paru, yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB dapat mengenai hampir kesemua
bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya
terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah ajanan (Smeltzer & Bare, 2015).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis yanng hampir


seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru.
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis
dengan gejala yang sangat bervariasi (Padila, 2013).

Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru – paru khususnya
bagian parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis
yang terhirup oleh manusia melalui udara. Namun tidak hanya paru – paru, bagian tubuh
lainnya juga dapat terserang penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan lain sebagainya.
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang
tepat dan teratur.

2. Anatomi Fisiologi

Pulmo atau paru adalah organ sistem pernaasan yang berada dalam kantong bentukan pleura
parietalis dan pleura viselaris. Paru-paru sangat lunak, elastis, dan berada pada rongga torak.
Paru-paru memiliki sifat ringan dan mampu terapung dalam air, berwarna biru keabu-abuan
dengan bintik. Paru-paru kanan terdiri dari tiga gelambir (lobus), yaitu : lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferir. Paru – paru kiri terdiri dari dua lobus, yaitu : lobus superior dan
lobus inferior. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru yang disebut pleura. Pleura
terdiri dari atas dua lapisan, yaitu: lapisan permukaan (parietalis), yakni lapisan yang
langsung berhubungan dengan paru-paru dan memisahkan lobus dengan paru – paru. Lapisan
daam pleura (viseralis), yakni pleura yang berhubungan dengan fasia endotorasika, yaitu
permukaan dalam dari dinding toraks (Kirnanoro, 2017)
3. Patofisiologi

Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja
percikan dahak yang mengandung kuman atau bakteri jatuh ke tanah, lantai, atau tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, percikan dahak tadi
menguap ke udara. Dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam dahak tadi terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat
maka orang itu berrisiko terkena infeksi bakteri tuberkulosis (Muttaqin, 2008).

4.Penyebab

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang


dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3- 0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri
atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan.Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam
sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
tuberkulosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis
(Setiati, 2014).

5.Tanda dan gejala

Gejala – gejala Klinik Keluhan yang timbul pada penderita TB Paru bermacam-macam pada
setiap orang. Namun menurut Setiati (2014) yang sering timbul adalah gejala sebagai berikut:

a. Demam
biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40 - 410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga klien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh klien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk/batuk berdarah
gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini di perlukan untuk membuang produk – produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau
berbulan – bulan peradanngan bermula. Sifat batuk bermula dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak napas
pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
gejala ini agak jarang yang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu klien mmenarik / melepaskan napasnya.
e. Malaise
penyakit tuberkulosi bersifat radamg yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

6.Komplikasi

Apabila TB Paru tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan komplikasi. Ada dua
komplikasi, yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut :

a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus, poncet’s


orthropathy
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier
dan kavitas TB (Setiati, 2014).

7.Pemeriksaan penunjang

Menurut Mansjoer, dkk (1999: 437), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
dengan Tuberkulosis paru, yaitu :

a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.

b. Pemeriksaan sputum BTA : hanya 30 – 70 % klien yang dapat didiagnosa dengan


pemeriksaan ini.

c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : uji serologi imunoperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB.

d. Tes Mantoux / Tuberkulin : suatu cara untuk mendiagnosis TBC.


e. Tehnik Polymerase Chain Reaction : deteksi DNA kuman secra spesifik melalu amplifikasi
dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.

f. Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): deteksi growth indeks


berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium
Tuberkulosis.

g. MYCODOT : deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada


suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian di celupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.

h. Pemeriksaan Radiology : rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang
menunjang diagnosis TB, yaitu :

1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah.

2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).

3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.

4) Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.

5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

6) Bayangan millie (Nurarif, 2015).

8.Penatalaksanan

Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga bagian,
pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).

1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis.
Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12
bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi
konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi


tertentu misalnya:

a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.

b) Penghuni rumah tahanan.

3) Vaksinasi BCG Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur
kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin.
Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai menderita tuberkulosis,
yakni:

a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah berkontak
dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.

b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan pernah
berkontak dengan pasien penyakit paru.

c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai kemungkinan terkena.

d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan ila tetap
negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami konversi, maka
pengobatan harus diberikan.

4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan


tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:

a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB
milier dan meningitis TB,

b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang bergaul
erat dengan penderita TB yang menular,

c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,

d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat immunosupresif jangka panjang,

e) Penderita diabetes melitus.

5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada


masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah
maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-
PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012)

9.Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data mengenai biodata klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pekerjaan
dan kebiasaan dan pemeriksaan fisik.

a. Biodata klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan) Umur klien dapat menunjukan tahap
perkembangan klien baik secara fisik maupun psikologi, jenis kelamin dan pekerjaan juga
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien
terhadap penyakit yang dideritannya.
b. Keluhan utama Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien. Keluhan
utama digunakan untuk menentkan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien
terhadap penyakitnya. Keluhan utama yang biasa timbul ialah :

1) Batuk : batuk bisa menunjukkan adanya penyakit paru yang serius. Tipe batuk juga sangat
penting untuk diketahui. Batuk yang kering, iritatif menandakan infeksi saluran napas atas
menyebabkan batuk dengan puncak bunyi kering, hacking, brassy, mengi, ringan, berat dan
waktu batuk dicatat. Perawat harus menanyakan apakah batuk bersifat produktif /
nonproduktif, jika produktif apakah sputum bercampur darah.

2) Peningkatan produksi sputum Sputum adalah substansi yang keluar bersama dengan batuk
atau bersihan tenggorok. Tetapi produksi sputum dikarenakan oleh batuk adalah tidak
normal. Tanyakan klien tentan warna dari sputum yang dikeluarkannya (jernih, kuning, hijau,
kemerahan), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh,
sendok makan, cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien
berbaring.

3) Dispnea Adalah suatu persepsi kesulitan bernafas / nafas pendek dan merupakan perasaan
subjektif klien. Perawat melakukan pengkajian tentang bagaimana kemampuan klien dalam
melakukan aktifitas. Menurut Muttaqin (2008) hal yang perlu dikaji adalah apa faktor
penyebab dipsnea, seperti apa rasanya saat terjadi dipsnea, dibagian mana yang dirasakan
berat saat bernafas, seberapa jauh rasa sesak yang di rasakan dan berapa lama dipsnea di
rasakan.

4) Hemoptysis Adalah batuk yang bercampur darah. Perawat mengkaji apakah dari berasal
dari paru, perdarahan hidung atau perut. Darah dari paru biasanya berwarna merah terang .
lakukan juga pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah dan warna.

5) Mengi Ini terjadi karena udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau
menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi hanya terdengar menggunakan stetoskop.
Identifikasi kapan mengi terjadi dan apakah mengi hilang sendiri atau hilang dengan obat –
obatan.

c. Riwayat kesehatan saat ini Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat
menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa ke
rumah sakit, seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan
dirasakan, bagamana sifat dan hebatnya keluhan yang dirasakan, dimana pertama kali
keluhan di rasakan, apa yang dilakukan ketika keluhan tersebut timbul, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, usaha apa yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan tersebut apakah usaha yang dilakukan berhasil.

d. Riwayat kesehatan masa lalu Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan
sebelumnya. Kaji pula kapan kapan penyakit terjadi dan waktu perawatannya. Tanyakan
apakah klien pernah melakukan pemeriksaan rongten dan kapan terakhir dilakukan.

e. Riwayat kesehatan keluarga Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor
predisposisi seperti adanya riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari anggota
keluarga yang lain. Adanya penyakit darah tinggi dan kencing manis dapat memperberat
keluhan penderita.

f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan Perawat harus menanyakan bagaimana lingkungan kerja
klien dan juga kebiasaan sosial yang dilakukannya. Seperti menanyakan kebiasaan merokok,
menanyakan apakah pekerjaan penuh stress, apakah lingkungan dipenuhi dengan polusi udara
dan lain sebagainya (Andarmoyo, 2012).

g.Pemeriksaan fisik

Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada penderita TB Paru meliputi :

1) Keadaan umum dan tanda – tanda vital Kesadaran klien perlu dinilai apakah klien dalam
keadaan compos metis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat
juga harus mempunyai pengetahuan untuk menilai keadaan umum klien, kesadaran dan
pengukuran GCS. Untuk tanda – tanda vital seperti peningkatan suhu tubuh yang signifikan,
frekuensi nafas meningkat disertai sesak nafas, denyut nadi meningkat atau melemah,
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyerta seperti hipertensi.

2) B1 (Breathing)

(a) Inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernafasan. Tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral, adanya ketidakseimbangan rongga dada, pelebaran intercostal space karena adanya
efusi pleura masif atau penyempitan intercostal space karen atelektasis paru. Mengalami
sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, menggunakan otot bantu nafas dan juga gerakan
pernafasan menjadi tidak simetris.

(b) Palpasi : adanya pergeseran trakhea, adanya penurunan gerakan dinding pernafasan,
adanya penurunan taktif fremitus pada klien dengan TB paru, biasanya ditemukan pada klien
yang disertai komplikasi efusi pleura masif.

(c) Perkusi : TB paru tanpa komplikasi ditemukan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru, sedangkan TB paru dengan komplikasi didapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sakit. Dan apabila disertai pneumotoraks didapatkan bunyi hiperresonan

(d) Auskultasi : akan didapatkan bunyi paru tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Apabila
dengan komplikasi akan ditemukan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.

3) B2 (Blood) Pada klien dengan TB Paru akan didapatkan :

(a) Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut (menandakan bahwa klien pernah menjalani
operasi jantung sebelumnya) dan keluhan kelemahan fisik.

(b) Palpasi : denyut nadi melemah.

(c) Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masif
mendorong kesisi sehat.
(d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Tidak di dapatkan bunyi jantung tambahan.

4) B3 (Brain) Pada penderita TB paru biasanya ditemui kesadaran composmentis, adanya


sianosis perifer apabila klien mengalami gangguan perfusi jaringan yang berat. Klien
biasanya tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, merengang dan mengeliat.
Pada mata biasanya nampak konjungtiva anemis pada penderita dengan hemoptoe masif dan
kronis, sklera ikterik apabila klien mengalami gangguan fungsi hati.

5) B4 (Bladder) Perawat perlu mengkaji adanya oliguria karena ini bisa berhubungan dengan
tanda syok. Urine klien akan berwarna jingga pekat dan berbau karena meminum OAT
terutama Rifampisin.

6) B5 (Bowel) Klien mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.

7) B6 (Bone) Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul biasanya kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tidak teratur.

10.Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam jumlah


berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan, keletihan otot


pernapasan

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler

11.Rencana Keperawatan

A. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam jumlah


berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi

Kriteria hasil : Frekuensi pernafasan tidak ada deviasi dari kisaran normal,Irama pernafasan
tidak ada deviasi dari kisaran normal,Kemampuan untuk mengeluarkan secret tidak ada
deviasi dari kisaran normal,Suara nafas tambahan tidak ada.

Intervensi :

a) Bersihkan jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust sebagai mana mestinya

b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan


nafas
d) Lakukan fisioterapi dada sebagai mana mestinya

e) Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender

B. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan, keletihan


otot pernapasan

Kritera hasil : a) Frekuensi pernafasan tidak ada deviasi dari kisaran normal,Irama pernafasan
tidak ada deviasi dari kisaran normal,Suara perkusi nafas tidak ada deviasi dari kisaran
normal,Kapasitas vital tidak ada deviasi dari dari kisaran normal.

Intervensi :

a) Bersihkan jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust sebagai mana mestinya

b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan


nafas

d) Lakukan fisioterapi dada sebagai mana mestinya

e) Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender

f) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif

g) Auskultasi suara nafas

h) Posisikan untuk meringankan sesak nafas

C. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-


kapiler

Kriteria hasil : Tekanan parsal oksigen di darah arteri (PaO2) tidak ada deviasi dari kisaran
normal,Tekanan parsial karbondioksisa di darah arteri (PaCO2) tidak ada deviasi dari kisaran
normal,Saturasi oksigen tidak ada deviasi dari kisaran normal,Keseimbangan ventilasi dan
perfusi tidak ada deviasi dari kisaran normal

Intervensi :

a) Pertahankan kepatenan jalan nafas

b) Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier

c) Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan

d) Monitor aliran oksigen

e) Monitor efektifitas terapi oksigen


DAFTAR PUSTAKA

https://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI_FIX_SARAH_1_(3).pdf

Anda mungkin juga menyukai