Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULAN

TB PARU
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
TIRTA RATNA SAKTI
2021207209204

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru
melalui udara dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari
ghon (Wijaya, 2013).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim paru, yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB dapat mengenai hampir
kesemua bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah ajanan (Smeltzer & Bare, 2015).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis yanng
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-
paru. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Padila, 2013).
Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru – paru
khususnya bagian parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tuberkulosis yang terhirup oleh manusia melalui udara. Namun tidak hanya paru – paru,
bagian tubuh lainnya juga dapat terserang penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan
lain sebagainya. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan
dengan pengobatan yang tepat dan teratur.
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3- 0,6/um. Sebagian besar
dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Sifat lain
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. 9 Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Setiati, 2014).
3. Patofisiologi
Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak
sengaja percikan dahak yang mengandung kuman atau bakteri jatuh ke tanah, lantai, atau
tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, percikan dahak
tadi menguap ke udara. Dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis
yang terkandung dalam dahak tadi terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh
orang sehat maka orang itu berrisiko terkena infeksi bakteri tuberkulosis (Muttaqin, 2008).
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia
kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer
ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka
terjadilah efusi pleura (Setiati, 2014).
Bakteri yang masuk ke paru – paru dapat bertahan hidup dan menyebar ke limfe serta
aliran darah sehingga dapat 10 menyebabkan seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,
tulang terinfeksi oleh bakteri ini (Nurarif, 2015). Sistem imun tubuh berespon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;
limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan
(Sudoyo, 2013). Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroskopis dan karenanya
tidak tampak pada foto rongten. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses
degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang menyebabkan pembentukan
rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati,
dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya, material ini mencair dan dapat mengalir ke
dalam percabangan trakeobronkial dan di batukkan (Asih, 2004).
Produksi sputum merupakan gejala yang tidak khas pada banyak penyakit paru.
Umumnya, sputum merupakan produk peradangan atau infeksi saluran pernapasan, namun
dapat juga berasal dari alveolus. Akibat sekresi mukus yang berlebihan meliputi batuk,
sumbatan saluran pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan (Ringel, 2012). Saluran
perapasan mempunyai beberapa alat untuk mengekspresikan ketidaksenangannya atau
iritasinya. Saluran pernapasan dan parenkim paru mempunyai beberapa reseptor, tetapi
batuk merupakan respon utama paru 11 terhadap rangsangan bahaya. Reseptor iritan di
seluruh saluran pernapasan dapat memicu batuk sebagai suatu usaha untuk membersihkan
materimateri bahaya. Jenis batuk pembersih tenggorokan lebih sering berkaitan dengan
iritasi saluran pernapasan atas. Adanya sputum menunjukan adanya infeksi, peradangan
saluran pernapasan (Ringel,2012).
Dahak manusia merupakan sumber infeksi yang paling penting. Saat penderita batuk,
bersin maupun berbicara maka akan terjadi percikan dahak yang sangat kecil yang
mengandung kuman atau bakteri TB yang melayang-layang diudara. Sehingga dengan
mudah akan terhirup oleh manusia yang sehat dan menyebabkan orang sehat tersebut
tertular penyakit TB Paru karena ketidaktahuannya dalam mencegah penularan (Crofton,
2002).
4. Manifestasi Klinis
Keluhan yang timbul pada penderita TB Paru bermacam-macam pada setiap orang.
Namun menurut Setiati (2014) yang sering timbul adalah gejala sebagai berikut :
a. Demam : biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40 - 410C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga klien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
klien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk/batuk berdarah : gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini di perlukan untuk membuang produk – produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu – minggu atau berbulan – bulan peradanngan bermula. Sifat batuk bermula
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif 16 (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas : pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada : gejala ini agak jarang yang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu klien mmenarik / melepaskan napasnya.
e. Malaise : penyakit tuberkulosi bersifat radamg yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, dkk (1999), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
dengan Tuberkulosis paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : hanya 30 – 70 % klien yang dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : uji serologi imunoperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux / Tuberkulin : suatu cara untuk mendiagnosis TBC.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction : deteksi DNA kuman secra spesifik melalu
amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat
mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): deteksi growth indeks
berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium
Tuberkulosis.
g. MYCODOT : deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian di celupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah.
h. Pemeriksaan Radiology : rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang
menunjang diagnosis TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.
5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
6) Bayangan millie (Nurarif, 2015).
6. Komplikasi
Apabila TB Paru tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan komplikasi.
Ada dua komplikasi, yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus, poncet’s
orthropathy
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier
dan kavitas TB (Setiati, 2014).
7. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2011) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan
radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.
Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi
tertentu misalnya:
1) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.
2) Penghuni rumah tahanan.
c. Vaksinasi BCG Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang
berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada
tes tuberkulin. Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai
menderita tuberkulosis, yakni:
1) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah
berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.
2) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan
pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.
3) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai kemungkinan terkena.
4) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan
bila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudah
mengalami konversi, maka pengobatan harus diberikan.
d. Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
1) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB,
2) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi
positif,
4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat immunosupresif jangka
panjang,
5) Penderita diabetes melitus.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012)
Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain
mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta
memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru,
berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-
Tuberkulosis (OAT)
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan Isoniazid.
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid.
Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap
bakteri tahan asam.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino
salistik (PAS), dan sikloserine.
2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan
telah terjadi resistensi sekunder. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase
yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang
digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan
sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course (DOTSC). DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima
komponen, yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB paru.
b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan
pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. Pencatatan
dan pelaporan yang baku

B. Konsep Proses Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pengumpulan data mengenai biodata klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
pekerjaan dan kebiasaan dan pemeriksaan fisik.
a. Biodata klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur klien dapat menunjukan tahap perkembangan klien baik secara fisik maupun
psikologi, jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien terhadap penyakit yang
dideritannya.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien. Keluhan utama digunakan
untuk menentkan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien terhadap
penyakitnya. Keluhan utama yang biasa timbul ialah :
1) Batuk : batuk bisa menunjukkan adanya penyakit paru yang serius. Tipe batuk juga
sangat penting untuk diketahui. Batuk yang kering, iritatif menandakan infeksi
saluran napas atas menyebabkan batuk dengan puncak bunyi kering, hacking,
brassy, mengi, ringan, berat dan waktu batuk dicatat. Perawat harus menanyakan
apakah batuk bersifat produktif / nonproduktif, jika produktif apakah sputum
bercampur darah.
2) Peningkatan produksi sputum
Sputum adalah substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan
tenggorok. Tetapi produksi sputum dikarenakan oleh batuk adalah tidak normal.
Tanyakan klien tentan warna dari sputum yang dikeluarkannya (jernih, kuning,
hijau, kemerahan), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas
(sendok teh, sendok makan, cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya
dibentuk setelah klien berbaring.
3) Dispnea
Adalah suatu persepsi kesulitan bernafas / nafas pendek dan merupakan perasaan
subjektif klien. Perawat melakukan pengkajian tentang bagaimana kemampuan
klien dalam melakukan aktifitas. Menurut Muttaqin (2008) hal yang perlu dikaji
adalah apa faktor penyebab dipsnea, seperti apa rasanya saat terjadi dipsnea,
dibagian mana yang dirasakan berat saat bernafas, seberapa jauh rasa sesak yang di
rasakan dan berapa lama dipsnea di rasakan.
4) Hemoptysis
Adalah batuk yang bercampur darah. Perawat mengkaji apakah dari berasal dari
paru, perdarahan hidung atau perut. Darah dari paru biasanya berwarna merah
terang . lakukan juga pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah dan warna.
5) Mengi
Ini terjadi karena udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau
menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi hanya terdengar menggunakan
stetoskop. Identifikasi kapan mengi terjadi dan apakah mengi hilang sendiri atau
hilang dengan obat – obatan.
6) Chest pain
Yang perlu dikaji ialah informasi tentang lokasi, durasi dan intensitas nyeri .
c. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan tentang perjalanan
penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa ke rumah sakit, seperti sejak
kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan dirasakan, bagamana
sifat dan hebatnya keluhan yang dirasakan, dimana pertama kali keluhan di rasakan,
apa yang dilakukan ketika keluhan tersebut timbul, keadaan apa yang memperberat
atau memperingan keluhan, usaha apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
tersebut apakah usaha yang dilakukan berhasil.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Kaji pula kapan
kapan penyakit terjadi dan waktu perawatannya. Tanyakan apakah klien pernah
melakukan pemeriksaan rongten dan kapan terakhir dilakukan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor predisposisi seperti adanya
riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari anggota keluarga yang lain. Adanya
penyakit darah tinggi dan kencing manis dapat memperberat keluhan penderita.
f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat harus menanyakan bagaimana lingkungan kerja klien dan juga kebiasaan
sosial yang dilakukannya. Seperti menanyakan kebiasaan merokok, menanyakan
apakah pekerjaan penuh stress, apakah lingkungan dipenuhi dengan polusi udara dan
lain sebagainya (Andarmoyo, 2012).
g. Pengkajian Berdasarkan 11 Pola Fungsional Gordon (Potter & Perry, 2010)
1) Pola persepsi-menejemen kesehatan Mengambarkan penjelasan pribadi klien
mengenai kesehatan dan kesejahteraan ; bagaimana klien mengelola kesehatannya
( seperti frekuensi kunjungan ke penyedia layanan kesehatan dan kepatuhan terapi
di rumah ); pengetahuan tentang praktik pencegahan
2) Pola metabolisme- nutrisi Mengambarkan bagaiman pola makan dan minum klien
seperti nafsu makan, porsi, pilihan makanan, diet tertentu, hilang atau
bertambahnya berat badan.
3) Pola eliminasi Mengambarkan bagaimana pola BAB dan BAK klien, seperti
frekuensi sehari, banyaknya, warna, bau dan lain sebagainya.
4) Pola aktivitas-latihan Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi;
kemampuan untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.
5) Pola istirahat – tidur Menggambarkan bagaiman pola tidur klien, istirahat dan juga
relaksasi.
6) Pola kognitif-persepsi Mengambarkan pola persepsi sensorik; kemampuan
berbahasa, ingatan dan pembuatan keputusan.
7) Pola persepsi diri – konsep diri Menggambarkan pola konsep dan persepsi diri
klien (seperti konsep diri / penghargaan, pola emosional, gambaran diri).
8) Pola aturan – hubungan Mengambarkan pola klien yang berhubungan dengan
ikatan atau hubungan
9) Pola seksual-reproduksi Mengambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual
klien; pola reproduksi klien; masalah pre dan postmenoupause.
10) Pola koping – toleransi Mengambarkan pola koping klien dalam menangani stress,
sumber dukungan, efektivitas pola koping yang klien miliki dalam menoleransi
stress
11) Pola nilai kepercayaan Mengambarkan pola nilai, kepercayaan dan tujuan yang
mempengaruhi pilihan dan keputusan klien.
h. Pemeriksaan fisik
Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada penderita TB Paru meliputi
1) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Kesadaran klien perlu dinilai apakah klien dalam keadaan compos metis, apatis,
somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat juga harus mempunyai
pengetahuan untuk menilai keadaan umum klien, kesadaran dan pengukuran GCS.
Untuk tanda – tanda vital seperti peningkatan suhu tubuh yang signifikan,
frekuensi nafas meningkat disertai sesak nafas, denyut nadi meningkat atau
melemah, tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyerta seperti
hipertensi.
2) B1 (Breathing)
(a) Inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernafasan.
Tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral, adanya
ketidakseimbangan rongga dada, pelebaran intercostal space karena adanya efusi
pleura masif atau penyempitan intercostal space karen atelektasis paru. Mengalami
sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, menggunakan otot bantu nafas dan juga
gerakan pernafasan menjadi tidak simetris. (b) Palpasi : adanya pergeseran
trakhea, adanya penurunan gerakan dinding pernafasan, adanya penurunan 34
taktif fremitus pada klien dengan TB paru, biasanya ditemukan pada klien yang
disertai komplikasi efusi pleura masif. (c) Perkusi : TB paru tanpa komplikasi
ditemukan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru, sedangkan TB paru
dengan komplikasi didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit. Dan
apabila disertai pneumotoraks didapatkan bunyi hiperresonan . (d) Auskultasi :
akan didapatkan bunyi paru tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Apabila
dengan komplikasi akan ditemukan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.
3) B2 (Blood)
Pada klien dengan TB Paru akan didapatkan : (a) Inspeksi : inspeksi tentang
adanya parut (menandakan bahwa klien pernah menjalani operasi jantung
sebelumnya) dan keluhan kelemahan fisik. (b) Palpasi : denyut nadi melemah. (c)
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura
masif mendorong kesisi sehat. (d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal.
Tidak di dapatkan bunyi jantung tambahan.
4) B3 (Brain)
Pada penderita TB paru biasanya ditemui kesadaran composmentis, adanya
sianosis perifer apabila klien mengalami gangguan perfusi 35 jaringan yang berat.
Klien biasanya tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, merengang
dan mengeliat. Pada mata biasanya nampak konjungtiva anemis pada penderita
dengan hemoptoe masif dan kronis, sklera ikterik apabila klien mengalami
gangguan fungsi hati.
5) B4 (Bladder)
Perawat perlu mengkaji adanya oliguria karena ini bisa berhubungan dengan tanda
syok. Urine klien akan berwarna jingga pekat dan berbau karena meminum OAT
terutama Rifampisin.
6) B5 (Bowel)
Klien mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.
7) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul biasanya kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga menjadi tidak teratur.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam jumlah
berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan, keletihan
otot pernapasan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
f. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
g. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
i. Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kewaspadaan
perdarahan
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
k. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan TB paru adalah
sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
napas berhubungan dengan keperawatan diharapakan 1. Bersihkan jalan nafas dengan
mokus dalam jumlah Status pernafasan : kepatenan teknik chin lift atau jaw thrust
berlebihan, eksudat dalam jalan jalan nafas dengan kriteria hasil : sebagai mana mestinya
alveoli, sekresi bertahan/sisa 1. Frekuensi pernafasan tidak ada 2. Posisikan pasien untuk
sekresi Definisi : deviasi dari kisaran normal memaksimalkan ventilasi
Ketidakmampuan 2. Irama pernafasan tidak ada 3. Identifikasi kebutuhan
membersihkan sekresi atau deviasi dari kisaran normal aktual/potensial pasien untuk
obstruksi dari saluran nafas 3. Kemampuan untuk memasukkan alat membuka
untuk mempertahankan mengeluarkan secret tidak ada jalan nafas
bersihan jalan nafas Batasan deviasi dari kisaran normal 4. Lakukan fisioterapi dada
karakteristik : 4. Suara nafas tambahan tidak ada sebagai mana mestinya
1. Batuk yang tidak efektif 5. Dispnea dengan aktifitas ringan 5. Buang secret dengan
2. Dyspnea tidak ada memotivasi pasien untuk
3. Gelisah 6. Penggunaan otot bantu melakukan batuk atau
4. Kesulitan verbalisasi pernafasan tidak ada menyedot lender
5. Penurunan bunyi nafas Status pernafasan : ventilasi 6. Instruksikan bagaimana agar
6. Perubahan frekensi nafas dengan kriteria hasil : bias melakukan batuk efektif g)
7. Perubahan pola nafas 1. Frekuensi pernafasan tidak ada Auskultasi suara nafas
8. Sputum dalam jumlah yang deviasi dari kisaran normal 7. Posisikan untuk meringankan
berlebihan 2. Irama pernafasan tidak ada sesak nafas
9. Suara nafas tambahan deviasi dari kisaran normal Monitor pernafasan
3. Suara perkusi nafas tidak ada 1. Monitor kecepatan, irama,
Faktor yang berhubungan deviasi dari kisaran normal kedalaman dan kesulitan
1. Lingkungan 4. Kapasitas vital tidak ada bernafas
a. Perokok deviasi dari dari kisaran normal 2. Catat pergerakan dada, catat
b. Perokok pasif ketidaksimetrisan, penggunaan
c. Terpajan asap otot bantu pernafasan dan
2. Obstruksi jalan nafas retraksi otot
a. Adanya jalan nafas 3. Monitor suara nafas tambahan
buatan 4. Monitor pola nafas
b. Benda asing dalam jalan 5. Auskultasi suara nafas, catat
nafas area dimana terjadi penurunan
c. Eksudat dalam alveoli atau tidak adanya ventilasi dan
d. Hyperplasia pada keberadaan suara nafas
dinding bronkus tambahan
e. Mucus berlebihan 6. Kaji perlunya penyedotan pada
f. Spasme jalan nafas jalan nafas dengan auskultasi
3. Fisiologis suara nafas ronki di paru
a. Disfungsi neuromuscular 7. Monitor kemampuan batuk
b. Infeksi efektif pasien
8. Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya
nebulizer)
Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan keperawatan diharapkan 1. Bersihkan jalan nafas dengan
hiperventilasi status pernafasan : ventilasi teknik chin lift atau jaw thrust
Definisi : Batasan karakteristik dengan kriteria hasil : sebagai mana mestinya
1. Bradipnea 1. Frekuensi pernafasan tidak 2. Posisikan pasien untuk
2. Dyspnea ada deviasi dari kisaran memaksimalkan ventilasi
3. Penggunaan otot bantu normal 3. Identifikasi kebutuhan
pernafasan 2. Irama pernafasan tidak ada aktual/potensial pasien untuk
4. Penurunan kapasitas deviasi dari kisaran normal memasukkan alat membuka
kapasitas vital 3. Suara perkusi nafas tidak ada jalan nafas
5. Penurunan tekanan deviasi dari kisaran normal 4. Lakukan fisioterapi dada
ekspirasi 4. Kapasitas vital tidak ada sebagai mana mestinya
6. Penurunan tekanan inspirasi deviasi dari dari kisaran 5. Buang secret dengan
7. Pernafasan bibir normal memotivasi pasien untuk
8. Pernafasan cuping hidung melakukan batuk atau
9. Takipnea menyedot lender
6. Instruksikan bagaimana agar
Factor yang berhubungan bias melakukan batuk efektif
1. Ansietas 7. Auskultasi suara nafas
2. Cedera medulla spinalis 8. Posisikan untuk meringankan
3. Hiperventilasi sesak nafas
4. Keletihan
5. Keletihan otot pernafasan Terapi oksigen
6. Nyeri 1. Pertahankan kepatenan jalan
7. Obesitas nafas
8. Posisi tubuh yang 2. Siapkan peralatan oksigen
menghambat ekspansi paru dan berikan melalui system
humidifier
3. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
4. Monitor aliran oksigen
5. Monitor efektifitas terapi
oksigen
6. Amati tanda-tanda
hipoventialsi induksi oksigen
7. Konsultasi dengan tenaga
kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen
tambahan selama kegiatan
dan atau tidur
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen
berhubungan dengan perubahan keperawatan diharapakan 1. Pertahankan kepatenan jalan
membran alveolar-kapiler status pernafasan : pertukaran nafas
Definisi : Kelebihan atau deficit gas dengan kriteria hasil : 2. Siapkan peralatan oksigen
oksigenasi dan/atau eliminasi 1. Tekanan parsal oksigen di dan berikan melalui system
karbondioksida pada membrane darah arteri (PaO2) tidak ada humidifier
alveolarkapile deviasi dari kisaran normal 3. Berikan oksigen tambahan
2. Tekanan parsial seperti yang diperintahkan
Batasan karakteristik karbondioksisa di darah arteri 4. Monitor aliran oksigen
1. Diaphoresis (PaCO2) tidak ada deviasi 5. Monitor efektifitas terapi
2. Dyspnea dari kisaran normal oksigen
3. Gangguan penglihatan 3. Saturasi oksigen tidak ada 6. Amati tanda-tanda
4. Gas darah arteri abnormal deviasi dari kisaran normal hipoventialsi induksi oksigen
5. Gelisah 4. Keseimbangan ventilasi dan 7. Konsultasi dengan tenaga
6. Hiperkapnia perfusi tidak ada deviasi dari kesehatan lain mengenai
7. Hipoksemia kisaran normal penggunaan oksigen
8. Hipoksia tambahan selama kegiatan
9. pH arteri abnormal Tanda-tanda vital dengan dan atau tidur
10. pola pernafasan abnormal kriteria hasil :
11. sianosis 1. Suhu tubuh tidak ada deviasi Monitor tanda-tanda vital
dari kisaran normal 1. Monitor tekanan darah, nadi,
factor berhubungan 2. Denyut nadi radial tidak ada suhu dan status pernafasan
1. ketidakseimbangan deviasi dari kisaran normal dengan tepat
ventilasi-perfusi 3. Tingkat pernafasan tidak ada 2. Monitor tekanan darah saat
2. perubahan membrane deviasi dari kisaran normal pasien berbaring, duduk dan
alveolar-kapiler 4. Irama pernafasan tidak ada berdiri
deviasi dari kisaran normal 3. sebelum dan setelah
5. Tekanan darah sistolik tidak perubahan posisi
ada deviasi dari kisaran 4. Monitor dan laporkan tanda
normal dan gejala hipotermia dan
6. Tekanan darah diastolik tidak hipertermia
ada deviasi dari kisaran 5. Monitor keberadaan nadi dan
normal kualitas nadi
6. Monitor irama dan tekanan
jantung
7. Monitor suara paruparu
8. Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Nugraheni, Raharju. SOP cuci tangan
(online). https://imgv2-1- f.scribdassecs.com/img/document/286409809/ original
diakses 09 Maret 2022
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta : Medication
Bulechek, Gloria M, dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia :
Elsevier Chandra, Budiman. (2013). Kontrol Penyakit Menular pada Manusia. Jakarta : EGC
Crofton, John, dkk. (2002). Tuberkulosis Klinis. Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai