Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

“TB PARU”

AGUNG PRABOWO
NIM : PO7120320001

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

POLTEKKES KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
D-IV KEPERAWATA
I. PENGERTIAN
Tuberkulosi yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular yang selanjutnya
disingkat TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang
dapat menyerang paru dan organ lainnya (Permenkes RI, 2016).
Tb paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh bacil Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan suatu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Sebagian besar
bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer (Wijaya & Putri, 2013).

II. ETIOLOGI
Penyakit Tuberculosa Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Agen infeksius utama, M. tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sentive terhadap panas dan sinar matahari. M. Bovis dan M. Avium adalah
kejadian yang jarang yang berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberculosis (Wijaya & Putri,
2013).
M. tuberculosis termasuk family Mycobacteriaceace yang mempunyai berbagai genus,
salah satunya adalah Mycobacterium dan salah satu spesiesnya adalah M. tuberculosis. Bakteri
ini berbahaya bagi manusia dan mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Bakteri ini
memerlukan waktu untuk mitosis 12-24 jam. M. tuberculosis sangat rentan terhadap sinar
matahari dan sinar ultraviolet sehingga dalam beberapa menit akan mati. Bakteri ini juga rentan
terhadap panas-basah sehingga dalam waktu 2 menit yang berada dalam lingkungan basah sudah
mati bila terkena air bersuhu 1000 C. Bakteri ini juga akan mati dalam beberapa menit bila
terkena alcohol 70% atau Lysol 5% (Danusantoso, 2012).

III. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak nafas,
batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu gejala
sistemik dan respiratorik (Padila,2013).

1. Gejala sistemik yaitu

a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul gejala demam.
Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan menempel pada
bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi

b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal, penurunan
berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :

a. Batuk

Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul peradangan menjadi
produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3 minggu
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).

b. Batuk darah

Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari pecahnya
pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau bercak
darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang banyak.
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).

c. Sesak nafas

Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika penyakit
berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya hal lain seperti
efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013)

d. Nyeri dada

Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada pada
tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti leher,abdomen
dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura
parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).

IV. PATOFISIOLOGI

Setelah seseorang menghirup Mycobakterium Tuberkolosis, kemudiam masuk melalui


mukosiliar saluran pernafasan, akhirnya basil TBC sampai ke alveoli (paru), kuman mengalami
multiplikasi di dalam paru-paru disebut dengan Focus Ghon, melalui kelenjar limfe basil
mencapai kelenjar limfe hilus. Focus Ghon dan limfe denopati hilus membentuk Kompleks
Primer. Melalui kompleks Primer inilah basil dapat menyebar melalui pembuluh darah sampai
keseluruh tubuh.

Mycobakterium Tuberkolosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi


sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang
alveolus di bagian bawah lobus atau bagian atas lobus bakteri Mycobakterium Tuberkolosis ini
membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tadi dan
memfagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut.

Sesudah hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala – gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau biasa dikatakan
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Bakteri juga menyebar melalui kelenjar limfe regional.

Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung
10 – 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari epilteloid dan fibroblast menimbulkan respon
yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru – paru disebut focus ghon dan gabungan terserang kelenjar limfe regional
dan lesi primer dinamakan komplek ghon. Komplek ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang mengalami pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan di mana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.

Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan
treakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau bakteri
Mycobakterium Tuberkolosis dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil
dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
tedapat dekat dengan perbatasan bronkus.

Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak mengalir melalui saluran yang ada dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini tidak dapat menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
( limfohematogen ).

Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah lebih
kecil yang kadang – kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain ( ekstrapulmoner).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Hal ini terjadi bila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ –
organ tubuh (Wijaya & Putri, 2013).

V. PATHWAY (Brunner & Suddarth, 1996)


VI. PENATALAKSANAAN

Cara pengobatan terdiri dari 2 fase:

1. Fase initial/fase intensif (2 bulan) : Fase ini membunuh kuman dengan cepat, dalam waktu 2
minggu pasien infeksius menjadi tidak infeksi dan gejala klinis membaik BTA positip akam
menjadi negatip dalam waktu 2 bulan

2. Fase Lanjutan (4-6 bulan) : Fase ini membunuh kuman persisten dan mencegah relaps. Pada
pengobatan ini (fase I dan II) membutuhkan pengawas minum obat (PMO)

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah


kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.

Obat yang digunakan sebagai obat anti tuberkulosis diantaranya:

1. Rifampicin

2. Pirazinamid

3. INH (isoniazid)

4. Ethambutol

5. Streptomycin

Obat Antituberkulosis bentuk kombinasi tetap terdiri dari dua macam, yaitu :

1. OAT-KDT berisi 4 macam obat (4KDT ):

Isoniazid, rifampicin, pirazinamid, dan ethambutol. Obat 4KDT ini digunakan pada fase
intensif

2. OAT-KDT berisi 2 macam obat (2KDT ):

Rifampicin dan isoniazid. Obat 2KDT ini digunakan pada fase lanjutan.

VII. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan pada pasien TBC adalah :

1. Bakteriologis dengan specimen dahak, cairan pleura, cairan serebrospinalis.


2. Dahak untuk menentukan BTA, specimen dahak SPS (sewaktu, Pagi, sewaktu). Dinyatakan
positip bila 2 dari 3 pemeriksaan tersebut ditemukan BTApositip.

3. Foto thorax : Bila ditemukan 1 pemeriksaan BTA positip, maka perlu dilakukan foto thorax
atau SPS ulang, bila foto thorax dinyatakan positip maka dinyatakan seseorang tersebut
dinyatakan BTA positip, bila foto thorax tidak mendukung maka dilakukan SPS ulang, bila
hasilnya negatip berarti bukan TB paru.

4. Uji Tuberkulin yaitu periksaan guna menunjukan reaksi imunitas seluler yang timbul setelah
4 – 6 minggu pasien mengalami infeksi pertama dengan basil BTA. Uji ini 23 sering dengan
menggunakan cara Mantoux test. Bahan yang dipakai adalah OT (old tuberculin), PPD
(purified protein derivate of tuberculin). Cara pemberian, Intra Cutan (IC), pada 1/3 atas
lengan bawah kiri, pembacaan hasil dilakukan setelah 6-8 jam penyuntikan, hasil positip, bila
diameter indurasi lebih dari 10 mm, negatip bila kurang dari 5 mm, meragukan bila indurasi
5-10 mm.

VIII. PENGKAJIAN FOCUS


Riwayat kesehatan :
Keluhan yang sering muncul antara lain :

1. Demam: subfebris, febris (40-41°c) hilang timbul

2. Batuk: terjadi karna adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang di mulai dari batuk kering sampai dengan
batuk purulen (menghasilkan sputum).

3. Sesak napas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-paru

4. Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis

5. Sianosis: sesak napas, dan kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak
bergerak pada saat bernapas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto thoraks,
pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol keatas.

6. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal: karena biasanya penyakit ini muncul bukan
karena sebagai penyakit infeksi menular.
Pemeriksaan fisik

1. Pada tahap dini sulit ketahui

2. Ronchi basah

3. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara
umforik

4. Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal, dan fibrosis.

5. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).
Ronkhi basah : Terputus-putus, dibedakan atas:

1. Kasar: di saluran pernapasan, karena gelembung udara besar yang pecah (kesadaran
menurun)

2. Sedang: disaluran pernapasan kecil/sedang, karena gelembung udara kecil yang pecah
(bronkiektasis,bronkopneumoni)
Ronkhi kering : Suara tidak terputus

1. Sonorous, nada rendah: obstruksi parsial saluran pernpasan besar, mengerang

2. Sibilant (wheez), nada tinggi: obstruksi saluran pernapasan kecil, mencicit (squeaking), pada
asma.
Stridor

1. Terdengar suara wheezing

2. Obstruksi laring, trakea

3. Diphteri

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan TB paru sebagai berikut.

Menurut nomenklatur masalah keperawatan mengikuti Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi


3. Defisit pengetahuan tentang manajemen proses penyakit berhubungan dengan kurang
terpapar informasi

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

5. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna


makanan

X. PERENCANAAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
Tujuan : Bersihan jalan napas meningkat
Kriteria hasil :
a. Batuk efektif meningkat
b. Produksi sputum menurun
c. Mengi menurun
d. Mekonium (pada neonates) menurun
e. Dispnea menurun
f. Ortopnea menurun
g. Sulit bicara menurun
h. Sianosis menurun
i. Gelisah menurun
j. Frekuensi napas membaik
k. Pola napas membaik
Intervensi : Latihan batuk efektif
Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
- Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
Tujuan : Tingkat nyeri berkurang
Kriteria hasil :
a. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
b. Keluhan nyeri menurun
c. Meringis menurun
d. Sikap prtektif menurun
e. Gelisah menurun
f. Menarik diri menurun
g. Berfokus pada diri sendiri menurun
h. Diaforesis menurun
i. Perasaan depresi (tertekan) menurun
j. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
k. Anoreksia menurun
l. Perineum terasa tertekan menurun
m. Uterus teraba membulat menurun
n. Ketegangan otot menurun
o. Pupil dilatasi menurun
p. Muntah menurun
q. Mual menurun
r. Frekuensi nadi membaik
s. Pola napas membaik
t. Tekanan darah membaik
u. Proses berpikir membaik
v. Fokus membaik
w. Fungsi berkemih membaik
x. Perilaku membaik
y. Nafsu makan membaik
z. Pola tidur membaik
Intervensi :
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Defisit pengetahuan tentang manajemen proses penyakit berhubungan dengan kurang
terpapar informasi
Tujuan: Tingkat pengetahuan membaik
Kriteria hasil :
a. Perilaku sesuai anjuran meningkat
b. Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
d. Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topic
meningkat
e. Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
f. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
g. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
h. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
i. Perilaku membaik

Intervensi :
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuanmenerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat;
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan: Toleransi aktivitas meningkat
Kriteria Hasil :
a. Frekuensi nadi meningkat
b. Saturasi oksigen meningkat
c. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
d. Kecepatan berjalan meningkat
e. Jarak berjalan meningkat
f. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
g. Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
h. Toleransi dalam menaiki tangga meningkat
i. Keluhan lelah menurun
j. Dispnea saat aktivitas menurun
k. Dispnea setelah aktivitas menurun
l. Perasaan lemah menurun
m. Aritmia saat aktivitas menurun
n. Aritmia setelah aktivitas menurun
o. Sianosis menurun
p. Warna kulit membaik
q. Tekanan darah membaik
r. Frekuensi napas membaik
s. EKG iskemia membaik

Intervensi:
Observasi
- Indentifikasi gangguan tubuh yang menyebabkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak dan atau aktif
- Berikan aktivitas distrak yang menyenangkan
- Fasilitasi duduk disamping tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

5. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan


mencerna makanan
Tujuan: Status nutrisi membaik
Kriteria Hasil:
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Kekuatan otot pengunyah meningkat
c. Kekuatan otot menelan meningkat
d. Serum albumin meningkat
e. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
f. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
g. Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat
h. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
i. Penyiapan dari penyimpanan makanan yang aman meningkat
j. Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat
k. Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat
l. Perasaan cepat kenyang menurun
m. Nyeri abdomen menurun
n. Sariawan menurun
o. Rambut rontok menurun
p. Diare menurun
q. Berat badam membaik
r. Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik
s. Frekuensi makan membaik
t. Nafsu makan membaik
u. Bising usus membaik
v. Tebal lipatan kulit trisep membaik
w. Membran mukosa membaik
Intervensi:
Observasi

- Identifikasi status nutrisi


- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah kostipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antlemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.

XI. Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Tujuan implementasi ini untuk membantu pasien
dalam meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping.
XII. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dimana kegiatan yang disengaja
dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
(Padila, 2012).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Daftar Pustaka

Fitriani & Rita. 2020. Buku Ajar TBC, ASKEP dan pengawasan minum obat Dengan
Media Telepon. Pamulang: STIkes Widya Dharma Husada Tanggerang.
Brunner & Suddarth. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai