Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

TBC (Tuberkulosis)

Untuk Memenuhi Tugas Praktika Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Werdi Sungging Ayomi P1337420520073


Eka Rizki Navyyanti P1337420520074
Kurnia Putri Yunita P1337420520075
Desi Fitriasari P1337420520076
Apriliana Pratiwi Jasmin P1337420520077
Mita Widya Pangestika P1337420520078

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MAGELANG PROGRAM D III


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman

Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh

lainnya. Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu

tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil

Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun

dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin,

2012).

B. Etiologi

Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang

berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar

komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman

mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik.

Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai daerah yang banyak

oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-

paru yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Daerah tersebut

menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008).

Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat

tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari

tidurnya dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru

merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil mikrobakterium

tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyerang

kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke),

keduanya ini dinamakan tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian

besar akan mengalami penyembuhan. Tuberculosis paru primer, peradangan

terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil

mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.

Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan

jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh

terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).

C. Patoisiologi

Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari

penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian, penularan

penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang

yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang

kerja yang sama. Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui

bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang mengandung basil

tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang

lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar matahari serta kualitas

ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman

dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika droplet terhirup

oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan masuk ke system pernapasan dan

terdampar pada dinding system pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada

saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam

alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil.

Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk suatu focus


infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh

penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan

menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase yaitu

akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, sehingga berkurang

atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi

dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini berhasil

dan macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya

akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu maka

kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paruparu dengan membentuk

tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan

bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul

perkejuan di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut

dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah,

maka klien akan batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto, 2014).

D. Tanda dan Gejala

Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik :

a. Gejala Respiratorik, meliputi :

1) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan.

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan

untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari

batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan

kemudian menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3


minggu. Keadaan yang selanjutnya adalah batuk darah (hemoptoe) karena

terdapat pembuluh darah yang pecah.

2) Batuk darah

Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,

mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah

atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena

pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari

besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan

apabila terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal

yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada

Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang

ringan. Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura

terkena.

b. Gejala Sistemik, meliputi :

1) Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun kadang-

kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi

kuman tuberculosis yang masuk. Demam merupakan gejala yang sering

dijumpai biasanya timbul pada sore hari dan malam hari mirip dengan
deman influenza, hilang timbul dan semakin lama semakin panjang

serangannya sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.

2) Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia, penurunan

berat badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa : tidak

nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini

biasanya berangsurangsur dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,

tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang

dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia (naga, S , 2012).

E. Penatalaksanaan

1) Tujuan Pengobatan Tuberkulosis

Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru selain untuk


menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.

Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk


paket yaitu dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket obat untuk
satu pasien dalam satu masa pengobatan. Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB yaitu (Departemen
Kesehatan, 2011):

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin


efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko


terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep.
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

2) Obat-obat anti Tuberkulois

Obat-obat primer

Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi dapat
menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal.
Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan dengan kombinasi dari 2-4
macam obat untuk kuman tuberculosis yang sensitif. Berikut obat anti
tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), 2017) :

(1) Isoniazid

Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat


untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium
tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil
yang tumbuh pesat. Efek samping dari isoniazid adalah mual, muntah,
demam, hiperglikemia, dan neuritis optic.

(2) Rifampisin

Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak


dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat
sistesis protein terutama pada tahap transkripsi. Efek samping dari
rifampisin adalah gangguang saluran cerna, terjadi gangguan sindrim
influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan pada urine, dan udem.

(3) Pirazinamid

Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati


infeksi bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulsis
dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping dari pirazinamid
adalah anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah, dan gagal hati.
(4) Etambutol

Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah pertumbuhan


bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah
tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping
penurunan tajam penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap
kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 6 Juni 2022
Ruang/RS : Candi Selogriyo 4B/ RSUD Merah Putih Kabupaten
Magelang

a. Demografi
1. Identitas Pasien

Nama : Tn. R
Umur : 72 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Kawin
Alamat       : Kp. Mariuk RT 03 RW 01, Kel. Cidadap, Kec.
Simpenan, Kab. Sukabumi, Jawa Barat

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. S
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ds. Dampit RT 06 RW 02 Mertoyudan
Status : Anak kandung

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan sesak napas


2. Alasan pasien masuk rumah sakit : Pasien datang dengan keluhan sesak
dan lemas
3. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien merasa sesak napas disertai
demam, tubuh merasa lemas, BAB cair
2x berwarna hitam, hal tersebut sudah
diderita selama 1 minggu.
4. Penyakit yang pernah diderita : Pasien memiliki riwayat pneumonia 5
tahun yang lalu
5. Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki alergi
6. Kebiasaan Merokok : Pasien tidak merokok
7. Minuman keras/narkoba : Pasien tidak mengonsumsi minuman
keras/narkoba
8. Riwayat Kesehatan Keluarga : Pasien mengatakan keluarganya tidak
ada yang mengidap penyakit seperti
pasien.
9. Riwayat Sosial : Pasien tidak ada riwayat sosial

c. Pengkajian Fungsional Gordon


1. Pola persepsi menejemen kesehatan
 Keluarga pasien mengatakan supaya segera sembuh dari penyakit
yang dideritanya
 Terdapat kemauan dari keluarga dan pasien untuk mencapai
kesembuhan.
2. Pola metabolik nutrisi
 Pasien mengatakan merasa mual, tidak enak di perut
 Sebelum sakit : pasien makan 3 kali porsi habis,
 Saat sakit : porsi makan 3 kali sehari dengan porsi makan
tidak habis
3. Pola eliminasi
 Sebelum sakit : pola BAB cair dan BAK normal
 Saat sakit : pola BAB lembek dan BAK normal
4. Pola aktivitas latihan
 Pasien perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi masih
dapat mengerjakan sendiri kegiatan yang lain.
 Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas
berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5. Pola istirahat tidur
 Pasien sulit tidur, frekuensi tidur berkurang
6. Pola presepsi-kognitif
 Pasien dapat melihat, mendengar, dan menelan dengan baik.
 Indra pasien berfungsi normal dan tidak menggunakan alat bantu.
7. Pola hubungan peran
 Pasien dalam keluarga berperan sebagai seorang anak.
 Selama sakit pasien tidak dapat bertemu dengan keluarganya
karena adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap
anggota keluarga yang lain.
8. Pola konsep diri-persespsi diri
 Muncul rasa takut dan cemas akan penyakitnya
 Mengetahui potensi diri sendiri (kelebihan dan kekurangan)
9. Pola reproduksi dan seksualitas
 Pada pola reproduksi dan seksual tidak ada kelainan
 Pasien memiliki 2 anak
10. Pola toleransi terhadap stress-koping
 Pasien mengatakan merasa stress saat di rumah sakit dikarenakan
merindukan suasana rumah.
11. Pola keyakinan nilai
 Keluarga pasien senantiasa berdoa demi kesembuhan pasien.
 Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.

d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: sedang
2. Kesadaran : CM (Compos Mentis)
GCS : E4 M6 V5
3. TTV
TD : 93/59 mmHg SPO2 : 94% dengan NK 5 lpm
N : 74 x/menit S : 38 ºC
RR : 24 x/menit
4. BB : 60 kg
TB : 162 cm
1) Kepala : simetris, tidak ada benjolan, rambut bersih
2) Mata : simetris, terdapat glukoma
3) Hidung : simetris, sedikit secret, tidak ada polip,
4) Telinga : simetris, tidak ada serumen
5) Mulut : mukosa bibir kering, tidak ada sianosis
6) Leher : tidak ada bekas luka dibagian leher, tidak ada
pembesaran limfe dan tyroid
7) Kulit : pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, turgor
kulit menurun
8) Dada dan mamae
Inspeksi : adanya tanda-tanda penarikan paru dan diafragma
Perkusi : suara ketok redup
Palpasi : fremitus suara meningkat
Auskultasi : mengi, wheezing dan/atau rokhi kering
9) Abdomen
Inspeksi : pergerakan dinding abdomen normal, tidak terdapat
benjolan
Perkusi : tidak terdapat pembesaran organ
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Auskultasi : tidak terdapat bising usus
10) Genetalia : klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
11) Ekstremitas : terpasang infus, tidak terdapat edema, akral hangat

e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium

Nilai
Nama Test Flag Hasil Satuan
Rujukan
FAAL HATI
SGOTt / AST H 60 μL 0 – 35
SGPT / ALT 28 μL 4 – 36
FAAL GINJAL
Creatinine 0,87 mg/dL 0.7 – 1.3
Asam urat 3,6 mg/dL 3.4 – 7.0
Blood Urea Nit (BUN) L 7,76 mg/dL 10 – 20
Hematologi Rutin :
Eritrosit 4.95 10^6 / μL 4.2 – 6
Hemoglobin 16.5 g/Dl 13.5 – 18
Hematokrit 49.9 % 40 – 54
MCV H 100.6 fL 80 – 100
MCH 33.3 pg 26 – 34
MCHC 33.1 g/dL 32 – 36
Trombosit 270 10^3 / μL 150 – 450
Leukosit 12.07 10^3 / μL 3.6 – 10.6
Hitung Jenis Leukosit :
Neutrophil H 70.9 % 50 – 70
Limfosit L 20.1 % 25 – 40
Monosit H 8.3 % 2–8
Eosinophil L 0.4 % 2–4
Basophil 0.3 % 0–1
Limfosit Absolut 1.82 10^3μL 1.0 – 3.2
Glukosa
Glukosa Sewaktu 150 mg/dL 65 – 199
Imunologi
Rapid Test Antigen Covid- Negat Negative
19 ive
Elektrolit
Natrium 139.8 mmol/L 136 – 145
Kalium 3 mmol/L 3.5 – 5.0
Chloride 3.83 mmol/L 98 – 106
Calcium Ion 104.1 mmol/L 1.05 – 1.30
1.12

2) Hasil Rontgen Thorax


- Opasitas inhomogen pada upper et middle zone bilateral, central
subpleural disertai gambaran garis fibrotic masih mungkin suatu
TB
- Besar cor normal
3) Hasil TCM
“Positif”

f. Program Terapi
1) Pemberian O2 NK 5 lpm
2) Pemberian terapi farmakologis :
 Pemberian infus RL 500 cc 20 tpm
 Pemberian infus NS 20 tpm
3) Pemberian obat
 Sucralfate syr 3x15 ml
 OAT 1x3 tablet diminum shubuh sebelum makan
 Injeksi OMZ 1 vial/24 jam IV
 Ineksi Metoclopramide 10 mg/8 jam IV
 Injeksi Asam Tranexamat 500 mg/8 jam IV

g. Analisis Data

Tgl/jam Data focus Penyebab Masalah

6/6/22 DS : Pasien mengatakan Spasme jalan Bersihan jalan


sesak napas napas napas tidak
07.30 DO : efektif
 Mengi, wheezing
dan/atau rokhi kering
 Sputum berlebih
 RR : 24 x/menit
 SpO2 : 94 %
6/6/22 DS : Pasien mengatakan Proses infeksi Hipertermia
07.30 demam
DO :
 Suhu tubuh di atas
normal
 KU, sedang CM
 TD : 93/59 mmHg
 N : 74 x/menit
 S : 38 oC

B. DIAGNOSA DATA

1. (D.0149) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d
dispnea
P : Bersihan jalan napas tidak efektif
E : Spasme jalan napas
S : Dispnea
2. (D.0130) Hipertermia b.d proses infeksi d.d demam
P : Hipertermia
E : Proses infeksi
S : Demam
C. RENCANA KEPERAWATAN

Tgl/ Tujuan dan Intervensi Rasional


jam kriteria hasil

6/6/22 Setelah dilakukan - Anjurkan - Menurunkan


tindakan melakukan napas sesak napas
08.00 keperawatan dalam - Mengatasi
selama 2x24 jam - Posisikan semi- permsalahan yang
diharapkan fowler atau fowler berhubungan dengan
masalah teratasi - Lakukan fisioterapi saluran pernapsan
dengan kriteria dada - Membersihkan
hasil: - Ajarkan teknik jalan napas dengan
batuk efektif mengeluarkan secret
- Produksi - Memberikan terapi - Mengatasi
sputum inhalasi nebul keluhan sesak napas
menurun
- Mengi,
wheezing
dan/atau rokhi
kering menurun
- Dispnea
menurun

6/6/22 Setelah dilakukan - Monitor TTV - Memantau TTV


tindakan - Ajarkan kompres - Mempercepat proses
08.00 keperawatan hangat bila demam kesembuhan
selama 2x24 jam - Motivasi banyak - Memotivasi supaya
diharapkan minum kebutuhan cairan
masalah teratasi terpenuhi
dengan kriteria
hasil :
- Suhu tubuh
normal
- TTV dbn
- Menggigil
menurun
- Pucat menurun
- Suhu kulit
membai

D. CATATAN KEPERAWATAN

Tgl/jam No. Implementasi Respon TTD


Dx

6/6/22 1  Menganjurkan pasien S : pasien bersedia melakukan Yumna


untuk melakukan prosedur napas dalam
08.30 napas dalam
O : pasien merasa nyaman
setelah melakukan napas
dalam

 Memposisikan semi- S : pasien bersedia


fowler atau fowler memposisikan tubuhnya
dalam semi-fowler atau
fowler
O : pasien terlihat nyaman
ketika diposisikan semi-
fowler atau fowler

 Melakukan fisioterapi S : pasien bersedia melakukan


dada fisioterapi dada
O : pasien merasa nyaman,
sudah tidak merasa sesak

 Mengajarkan teknik S : pasien merasa enakan


batuk efektif ketika mengeluarkan sekret
O : pasien sudah berkurang
sesaknya

6/6/22 2  Memonitor TTV S: Pasien mengatakan masih


demam
09.30
O: pasien masih merasa
demam
- KU sedang, CM
- TD : 132/73 mmHg
- N : 77 x/menit
- S : 37,9 oC
- RR : 20 x/menit
- SpO2 : 98%

 Mengajarkan kompres S : Pasien mampu melakukan


hangat bila demam kompres hangat secara
mandiri
O : Pasien terlihat nyaman
ketika dikompres dengan air
hangat

 Memotivasi banyak S: pasien mengatakan sudah


minum minum sebanyak 1 gelas
O: pasien terlihat tidak lemas
karena sudah terpenuhi
kebutuhan cairannya

7/6/22 1  Menganjurkan pasien S : pasien bersedia melakukan


untuk melakukan prosedur napas dalam
08.30 napas dalam O : pasien merasa nyaman
setelah melakukan napas
dalam

 Memberikan terapi S : pasien bersedia melakukan


inhalasi nebul teraoi inhalasi nebul
O : pasien merasa nyaman,
tidak merasa sesak

 Mengajarkan teknik S : pasien dapat


batuk efektif mengeluarkan sekret secara
mandiri
O : pasien sudah merasa
enakan

7/6/22 2  Memonitor TTV S : pasien sudah tidak demam

09.30 O : pasien merasa lebih baik


dari hari sebelumnya

 Memotivasi banyak S : pasien mengatakan sudah


minum minum sebanyak 3 gelas

E. CATATAN PERKEMBANGAN

Tgl/jam No. Subjektif, Objektif, Assesment, Planning TTD


Dx
SOAP
7/6/22 1 S : pasien mengatakn sudah tidak sesak
13.55 O : pasien sudah terlihat lebih enakan
RR : 20 x/menit
SpO2 : 97%
Tanpa terpasang oksigen
A : masalah bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan spasme jalan napas Sebagian
teratasi
P : intervensi dihentikan

2. S: pasien mengatakan sudah tidak demam

O: pasien terlihat sudah enakan


KU sedang, CM
TD: 147/87 mmHg
N: 68 x/menit
S: 36,5 oC
A: masalah hipertermia berhubungan dengan
proses infeksi sebagian teratasi

P: intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai