Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. (Depkes, 2007)
Kuman Tuberkulosis
Kuman TB cepat mati dengan sinar mataari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama
beberapa tahun. (Depkes, 2007)
Pada jaringan tubuh kuman tuberkulosis berbentuk batang halus berukuran 3 x 0,5 µm,
dapat juga terlihat seperti biji-biji. Biasanya terdapat tunggal atau berkelompok. Tidak bergerak dan
tidak membentuk spora atau kapsul. Kuman bergolongan Mycobacterium agak sulit untuk diwarnai,
sulit untuk dihapus dengan zat asam. Oleh karena itu, disebut juga batang tahan asam (BTA). Sifat
tahan asam Mycobacterium adalah karena dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan
lemak yang terdiri dari asam lemak mikolat. Pemeriksaan mikroskopik untuk diagnosis
Mycobacterium adalah dengan membuat sediaan yang diwarnai dengan cara Ziehl Nellsen.
Cara pewarnaan:
1. Letakkan sediaan dahak yang telah difiksasi pada rak dengan hapusan dahak menghadap ke
atas.
2. Teteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3 % padahapusan dahak sampai menutupi seluruh
permukaan sediaan dahak.
3. Panaskan dengan nyala api spirtus sampai keluar uap selama 3 – 5 menit.
Zat warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering maka carbol
fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat seperti kuman TBC.
5. Bilas sediaan dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas terbuang.
6. Teteskan sediaan dengan asam alkohol (HCL Alkohol 3 %) sampai warna merah fuchsin
hilang.
8. Teteskan larutan Methylen Blue 0,3 % pada sediaan sampai menutupi seluruh permukaan.
11. Keringkan sediaan di atas rak pengering di udara terbuka (jangan di bawah sinar matahari
langsung). (Syahrurachman dkk, 1994; Depkes, 2002)
Gejala-Gejala Tuberkulosis
Gejala Utama
Gejala Tambahan
Batuk darah
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Berat badan turun selam 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam
11 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran
nafas akut, dapat disertai dengan keringat malam.
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah leher, ketiak
dan lipatan paha.
Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain
dari batuk),tanda cairan di dada dan nyeri dada.
Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan
diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen. (Depkes,
2002)
Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer. Infeksi primer terjadi
saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran
pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB
yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan
tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan
jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persisten” atau “dormant”,
sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman, akibatnya yang
bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam beberapa bulan.
Seseorang yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB.
Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko.
Risiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko external, terutama dalah faktor
lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko menjadi
sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi,
infeksi HIV/AIDS, pengobatab dalam immunosupresan dan lain sebagainya. (Depkes, 2007)
3. Pemeriksaan BTA
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila
sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) BTA hasilnya positif.
(Mansjoer, 2001)
Mansjoer, Arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Protein
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18842/.../Chapter%20II.pdf
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe
humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal
0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-
paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk
kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer
(ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan
ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh
individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei.
Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih
lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab
dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu
baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995
melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah
dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada
sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang
tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta
orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara
berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan
kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan
nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi
saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO
memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara
kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA
positif.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan
keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya
campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer
dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek
yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan
sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara
dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-
an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap
kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis
(tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan
perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak
dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka
terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan
basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian
atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi
oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan
penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala
yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non
produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleura terkena.
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan
radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi
terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang
jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat
ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di
samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang
lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki
sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap
hari.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah
sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah
paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas
atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan
perawatannya.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti
awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan,
upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,
Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi
silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi,
Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering,
adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang
menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya
pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan
sebagai berikut:
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan
membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang
memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan
sekret agar mudah dikeluarkan
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada
dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari
bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan
gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran
mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya
atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau
menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah
komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu
perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme,
malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus,
kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan
menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan,
adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi
frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake
nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi,
lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung
pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam,
kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan
dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama.
Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan
tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran
logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk
memperbaiki kesehatan.
Referensi:
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI
http://www.medicastore.com/tbc/
http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html
13
13
13
13
13
13
13
13
13
1
No related posts.