PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Tuberkolusis dan bagaimana klasifikasi
serta jenis-jenisnya?
2. Apakah penyebab atau etiologi terjadinya Tuberkolusis?
3. Bagaimana gejala atau manifestasi klinis dari Tuberkolusis?
4. Bagaimana gambaran patofisiologi dari Tuberkolusis?
5. Bagaimana penatalaksanaan tuberculosis secara farmakologi dan non
farmakologisfarmakologi
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari TB?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Tuberkolusis?
1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan definisi atau pengertian tentang Tuberkolusis beserta
klasisfikasinya dan jenis-jenisnya
2. Menjelaskan penyebab – penyebab terjadinya Tuberkolusis
3. Menyebutkan manifestasi klinik dari Tuberkolusis
4. Menggambarkan konsep patofisiologi dari Tuberkolusis
5. Menjelaskan penatalaksanaan tuberculosis secara farmakologi dan non
farmakologis
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik TB
7. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan dari Tuberkolusis
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
3
2.2 KLASIFIKASI TUBERCULOSIS
1. Tuberkolusis paru
2. Bekas tuberkolusis paru
3. Tuberkolusis paru tersangka yang terbagi dalam ;
a. TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain
positif.
b. TB tersangka yang tidka terobati : sputum BTA negatif dan tanda-
tanda lain juga meragukan.
Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu (Sudoyo Aru)
4
2.3 JENIS-JENIS TUBERCULOSIS
1. Tuberkulosis paru
2. Tuberculosis tulang
3. Tuberculosis Kelenjar
Tuberculosis Kelenjar akan menyerang area kelenjar getah
bening pada tubuh dan bagian tubuh seperti pada leher, ketiak, atau
lipatan paha. Meskipun secara umum gejala penyakit TBC kelenjar sama
seperti batuk dan berkeringat dingin, tipe Tuberkulosis kelenjar ini akan
menimbulkan benjolan pada daerah-daerah yang rawan terkena TBC.
Benjolan awalnya berukuran kecil; namun, jika dibiarkan akan terus
membesar.
5
2.4 ETIOLOGI
6
6. Pada anak
a. Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
c. Batuk kronik lebih dari 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
d. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
2.6 PATOFISIOLOGI
Mikrobacterium tuberkulosa
hipertermi
7
Komplek
Menyebar ke organ lain (paru lain, primer
saluran pencernaan, Limfagnitis
tulang) melalui
Lokal
media (brochogen
SembuhLimfadinitis
sendiri
percentinuitum,
tanpa pengobatan
regional Sembuh
hematogen den
limfog
8
Batuk berat
Doplet infection
Distensi abdomen
Mual, muntah
mua
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko infeksi
Intake nutisi kurang
mua
2.7 A. FARMAKOLOGI
b.Rifampisin
Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah
satu anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut
rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan oleh streptomyces
mediterranei, obat ini merupakan ion zwiter, larut dalam
pelarut organik dan air yang pH nya asam.
c.Etambutol
9
Etambutol tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini tetap
menekan pertumbuhan kuman tuberkolusis yang telah resisten
terhadap isoniazid dan streptomisin. Kerjanya menghambat
sintesis metabolik sel sehingga metabolisme sel terhambat dan
sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang
bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
d.Streptomisin
Penggunaan streptomisin pada tuberkolusis ialah
antituberkolusis pertama yang secara klinik dinilai efektif.
Namun sebagai obat tunggal, bukan obat yang ideal.
e.Pirazinamid
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat
sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air.
Lini-kedua :
f. Antibiotik golongan fluorokuinolon (spirfloksasin, ofloksasin,
leofloksasin)
Golongan fluorokuinolon aktivitasnya terhadap berbagai
bakteria gram-positif dan gram-negatif spirofloksasin,
ofloksasin, leofloksasin terbukti mempunyai aktivitas yang
cukup baik terhadap M.tubercolusis, sehingga digunakan untuk
pengobatan tuberkolusis sebagi obat lini kedua.
g.Sikloserin
Merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh streptomyces
orchidaceus, dan sekarang dapat dibuat secara sintetik.
h.Etionamid
Etionamid merupakan turunan tioisonnikotinamid. Zat ini
berwarna kuning dan tidak larut dalam air.
10
i.Amikasin
Amikasin adalah semi sintetik kanamisin, dan lebih resisten
terhadap berbagi enzim yang dapat merusak aminoglikosida
lain. Peran amikasin sebagai antituberkolusis lini kedua
meningkat dengan bertambahnya kejadian dan prevalensi
timbulnya tuberkolosis yang multidrug-presisten.
h.Kanamisin
Kanamisin telah lama digunakan sebagai antituberkolusis lini
kedua untuk pengobatan tuberkolusis yang disebabkan oleh
bakteri yang sudah resisten terhadap streptomisin, tetapi sejak
ditemukan amikasin yang relatif kurang toksik maka kini telah
ditinggalkan.
h. Kapreomisin
Kapromisin adalah suatu anti tuberkolusis polipeptida yang
dihasilkan juga oleh streptomyces sp. Obat ini terutama
digunakan pda infeksi paru oleh M.tubercolusis yang resisten
terhadap anti tuberkolusis primer. Dibandingkan dengan
kanamisin, kapreomisin kurang toksik dan efek bakteri
ostatiknya lebih besar.
B. NON FARMAKOLOGI
1. Memakan makanan sehat dan bergizi. Beberapa saran nutrisi untuk pasien
TBC:
a. Konsumsi multivitamin yang disarankan dokter
b. Konsumsi buah, sayur, dan minuman protein berkalori tinggi
c. Hindari makanan siap saji dan memilih daging yang bebas lemak.
2. Berolahraga teratur Olahraga yang disarankan:
a. Berjalan di sekitar rumah dengan teratur
b. Melakukan pemanasan sebelum memulai latihan dan melakukan
pendinginan sesudah latihan.
11
3. Mengatur pola hidup sehat, meliputi:
12
4. Pemeriksaan Penunjang Lain : Seperti analisa cairan pleura dan
histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya
meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik
pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin
sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa.
Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan
yang didapat besar sekali.
UJI TUBERCULIN
Untuk menginterpretasikan uji tuberkulin dengan tepat, harus
mengetahui sensitiviti dan spesivisiti juga uji ramal positif dan uji ramal
negatif. Seperti pada uji diagnostik lain, uji tuberkulin mempunyai
sensitiviti 100% dan spesivisiti 100%. Uji tuberkulin dilaporkan
mempunyai uji ramal positif dan negatif 10-25% seperti tampak pada
tabel .
Faktor yang berhubungan dengan orang yang dilakukan pemeriksaan
Infeksi virus, bakteri, jamur
Vaksinasi virus hidup
Ketidakseimbangan metabolik seperti CRF
Rendahnya status protein
Penyakit yang mempengaruhi organ limfoid
Obat
Usia
Stress
Faktor yang berhubungan dengan tuberkulin yang digunakan
Terkontaminasi
Faktor yang berhubungan dengan metode penyuntikan
Injeksi subcutan
Penyuntikan yang lambat setelah jarum masuk inradermal
Tempat injeksi tertutup dengan skin test lain
Injeksi bersamaan dengan antigen lain
Faktor yang berhubungan dengan pencatatan hasil dan pembacaan
Pembaca yang tidak handal
13
Bias
Kesalahan dalam membaca
14
Indurasi ≥5 mm
a. Close contacdgn individu yang diketahui/ suspek TB dalam waktu 2
tahun.
b. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
c. Terinfeksi HIV.
d. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
e. Close contacdgn individu yang diketahui/ suspek TB dalam waktu 2
tahun.
f. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
g. Terinfeksi HIV.
h. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
i. Individu yang transplantasi organ danimuncompromised.
Indurasi ≥10 mm
a. Datang dari daerah dengan prevalensi tinggi TB.
b. Individu dengan HIV negatip tetapi pengguna napza.
c. Konversi uji tuberkulin menjadi 10 mm dalam 2 tahun
d. Individu dengan kondisi klinis yang merupakan resiko tinggi TB :
DM
Malabsorbsi
CRF
Tumor di leher dan kepala
Leukemia, lymphoma
Penurunan BB > 10%
Silikosis
Indurasi ≥15 mm
a. Bukan resiko tinggi tertular TB
b. Konversi uji tuberkulin menjadi > 15 mm setelah 2 tahun
15
2.9 ASUHAN KEBERAWATAN TUBERKOLUSIS
1. PENGKAJIAN
I. POLA PERSEPSI KESEHATAN– MANAJEMEN KESEHATAN
Kajian dan riwayat Tuberkulosis Paru pada pasien, penggunaan
obat-obatan tertentu, tinggal serumah dengan penderita Tuberkulosis
Paru, sesak nafas.
II. POLA NUTRISI METABOLIK
Kehilangan nafsu makan, kesulitan mencerna, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, / kering, bersisik, kehilangan otot / lemak
subkutan, demam.
III. POLA ELIMINASI CAIRAN
Kajian dan diaporesis, muntah
IV. POLA AKTIVITAS LATIHAN
Kajianya kelelahan umum dan kelemahan, dispnea saat bekerja,
kelemahan otot, sesak nafas, batuk produktif, atau tidak produktif,
peningkatan frekwensi pernafasan, tidak simetris, karakteristik sputum
hijau, kuning, atau berbercak darah.
V. POLA ISTIRAHAT TIDUR
Kajiannya kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam
hari, menggigil, berkeringat, sesak nafas.
VI. PERSEPSI KOGNITIF
Adanya factor ( stress ) lama, perasaan tidak berdaya, ketakutan,
ansietas, iritabel.
VII. POLA PERSEPSI KONSEP DIRI
Penyangkalan tehadap penyakitnya, pandangan terhadap
tubuhnya, harapan akan kesembuhan, perubahan pola biasa dan tanggung
jawab / perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.
VIII. POLA HUBUNGAN SOSIAL
Bagaimana interaksi dengan masyarakat sekitar, penolakan
terhadap masyarakat sekitar, hubungan dengan keluarga.
IX. POLA HUBUNGAN SEKSUAL
Merasa kurang percaya diri terhadap pasangan.
16
X. POLA KOPING TOLERANSI STRESS
Bercerita tentang penyakitnya, memerlukan bantuan dalam
perawatan.
XI. POLA SPIRITUAL
Kepercayaan terhadap penyakit adalah suatu cobaan dari tuhan,
kepercayaan yang dianut oleh pasien, pengobatan dan perawatan yang
berhubungan dengan kepercayanan yang dianut oleh pasien.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
2. Resiko terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru.
3. Hipertermi, perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi
dan reaksi inflamasi.
4. Perubahan nuitrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemejanan kuman patogen.
3. PERENCANAAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi secret, adalah ketidakmampuan untuk membersihkan
secret atau obstruksi saluran napas guna mempertahankan jalan
napas yang bersih
Rencana tujuan :mempertahankan jalan nafas pasien, mengeluarkan
secret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk mempertahankan /
memperbaiki bersihan jalan nafas.
Rencana tindakan :
1) Kaji fungsi pernafasan, contoh :bunyi nafas, kecepatan irama,
kedalaman dan pengguanan otot asesori.
17
Rasional :adanya ronchi, mengidapat menunjukkan adanya
akumulasi sekret / ketidakmampuan membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan pengguanaan otot asesori pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa atau batuk efektif,
catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
3) Rasional :pengeluaran akan sulit bila secret sangat tebal, adanya
sputum atau batuk darah disebabkan oleh kerusakan paru atau
brokeal yang memerlukan evaluasi / intervensi lebih lanjut.
4) Berikan posisi semi fowl tertinggi, bantu pasien untuk batuk dan
latihan nafas dalam.
Rasional :nafas dalam akan meningkatkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan dan membantu mengeluarkan
sekret.
5) Bersihkan mulut dari secret dan trakea sesuai indikasi.
Rasional :mencegah obstruksi / aspirasi.
6) Pertahankan masuknya cairan sedikitnya 2500 cc / hari kecuali
kontra indikasi.
Rasional :membantu mengencerkan sekret.
7) Berikan obat – obatan sesuai indikasi :mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid.
Rasional :agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret,
kortikostertoid berperan menurunkan reaksi inflamasi,
bronkodilator mengurangi tahan aliran udara.
2. Risiko terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru merupakan bahaya yang dapat
terjadi akibat pertukaran gas dengan penurunan permukaan efektif
paru.
Rencana tujuan :melaporkan tidak ada / penurunan dispnoe,
menunjukkan perbaikan ventilasi oksigenasi jaringan adekuat.
Rencana tindakan :
18
1) Kaji disponoe, takipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan terbatasnya ekspansi dinding dada
dan kelemahan.
Rasional :mengkaji lebih jauh efek Tuberkulosis Paru terhadap
pernafasan.
2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, sianosis dan perubahan
pada warna kulit termasuk membrane mukosa dan kuku.
Rasional :pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi
organ vital dan jaringan.
3) Dorong / tunjukkan bernafas bibir selama ekshalasi.
Rasional :mencegah kolap/ penyempitan jalan nafas, membantu
menyebarkan udara dalam paru dan membantu menurunkan nafas
pendek
4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional :menurunkan konsumsi udara dan menurunkan beratnya
gejala.
5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional :dapat memperbaiki hipoksemia akibat penurunan
ventilasi.
3. Hipertermi, perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi
dan reaksi inflamasi adalah adalah peningkatan suhu inti tubuh
manusia yang biasanya terjadi karena infeksi.
Rencana tujuan :mempertahankan suhu normal.
Rencana tindakan :
1) Pertahankan masukan cairan yang adekuwat( sedikitnya 2500 ml
Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang akibat peningkatan
suhu tubuh.
2) Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang tipis dan
menyerap keringat.
Rasional :memberikan rasa nyaman padapasien.
3) Berikan kompres dingin.
19
Rasional :bias membantu menurunkan suhu tubuh dengan efek
vasokontriksi.
4) Kolaborasi antipiretik
Rasional :menurunkan suhu tubuh dengan agen farmakologi.
20
2) Identifikasi factor resiko individu terhadap pengaktivan berulang
Tuberkulosis Paru.
Rasional :pengetahuan tentang factor ini membantu klien untuk
mengubah pola hidup dan menghindari / menurunkan insiden eksa
serbasi.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tuberkolusis atau TBC merupakan salah satu penyakit yang sangat
menakutkan di Indonesia.Untuk itu, upaya pencegahan sejak dini telah
dilakukan, yaitu denagn paket imunisasi BCG pada balita.
3.2 SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Syarif, Amir, Dra. Ari Estuningtyas. 2007. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI
5. Jakarta.Balai Penerbit FKUI.
23