Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tuberkolusis atau TBC merupakan salah satu penyakit yang sangat


menakutkan di Indonesia. Penyakit ini mudah menular, seperti halnya flu
biasa, dan cepat menyebar pada orang-orang yang hidup bersama penderita.
Untuk itu, upaya pencegahan sejak dini telah dilakukan, yaitu denagn paket
imunisasi BCG pada balita. Walau demikian, Indonesia belum terbebas 100%
dari penyakit ini.
TBC disebabkan oleh bakteri mycobacterium tubercolusis. Kuman ini
berbentuk batang yang mengelompok atau disebut berkoloni. Meskipun
kuman TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia, kuman ini
paling sering menyerang organ pernafasan atau paru.
Kuman yang bertebaran di udara terhisap melaui slauran pernafasan,
masuk ke paru, kemudian masuk lagi ke saluran limfe paru. Dari limfe inilah
menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Melalui aliran darah, kuman
menyebar ke berbagai organ tubuh. Sering dijumpai penderita penyakit ini dari
kalangan penduduk dengan kondisi sosial ekonomi lemah dan menyerang
golongan usia produktif. Saat ini, penyakit TB merupakan penyebab kematian
yang cukup besar.
Bakteri mycobacterium tubercolosa, bakteri ini dapat menular. Jika
penderita bersin atau batuk, bakteri tubercolusis akan bertebaran di udara.
Infeksi awal yang terjadi pada anak-anak umumnya akan menghilang dengan
sendirinya jika anak-anak telah mengembangkan imunitasnya sendiri selama
periode 6-10 minggu. Tetapi banyak juga terjadi dalam berbagai kasus, infeksi
awal tersebut malah berkembang menjadi progresif tuberkolusis yang
menjangkiti organ paru dan organ tubuh lainnya. Jika sudah terken infeksi
yang progresif ini, gejala yang terlihat adalah demam, berat badan turun, rasa
lelah, kehilangan nafsu makan, dan batuk-batuk.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Tuberkolusis dan bagaimana klasifikasi
serta jenis-jenisnya?
2. Apakah penyebab atau etiologi terjadinya Tuberkolusis?
3. Bagaimana gejala atau manifestasi klinis dari Tuberkolusis?
4. Bagaimana gambaran patofisiologi dari Tuberkolusis?
5. Bagaimana penatalaksanaan tuberculosis secara farmakologi dan non
farmakologisfarmakologi
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari TB?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Tuberkolusis?
1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan definisi atau pengertian tentang Tuberkolusis beserta
klasisfikasinya dan jenis-jenisnya
2. Menjelaskan penyebab – penyebab terjadinya Tuberkolusis
3. Menyebutkan manifestasi klinik dari Tuberkolusis
4. Menggambarkan konsep patofisiologi dari Tuberkolusis
5. Menjelaskan penatalaksanaan tuberculosis secara farmakologi dan non
farmakologis
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik TB
7. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan dari Tuberkolusis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tuberkolusis atau TBC merupakan salah satu penyakit yang sangat


menakutkan di Indonesia. Penyakit ini mudah menular, seperti halnya flu biasa,
dan cepat menyebar pada orang-orang yang hidup bersama penderita. Untuk itu,
upaya pencegahan sejak dini telah dilakukan, yaitu dengan paket imunisasi BCG
pada balita. Walau demikian, Indonesia belum terbebas 100%. dari penyakit ini
Menurut Manaf, Abdul, dkk Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Menurut
Smeltzer dan Bare Tuberculosis adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. Menurut Amiruddin, Jaurana Tuberculosis merupakan
penyakit menular yang berbahaya. Menurut Sylvia A. Price Tuberculosis adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan mycobacterium tuberculosi yang
menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat
masuk melalui seluruh pernafasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang
yang terinfeksi bakteri tersebut.

3
2.2 KLASIFIKASI TUBERCULOSIS

Klasifikasi menurut American Thoracic Society.

1. Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak


negatif, tes tuberculin negatif.
2. Kategori 1 : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disisni
riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.
3. Kategori 2 : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin
positif, radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori 3 : terinfeksi tuberkolusis dan sakit.

Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan


makrobiologis :

1. Tuberkolusis paru
2. Bekas tuberkolusis paru
3. Tuberkolusis paru tersangka yang terbagi dalam ;
a. TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain
positif.
b. TB tersangka yang tidka terobati : sputum BTA negatif dan tanda-
tanda lain juga meragukan.

Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu (Sudoyo Aru)

1. Kategori 1, ditunjukkan terhadap :


a. Kasus baru dengan sputum positif
b. Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2 ditunjukkan terhadap
a. Kasus kambuh
b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3 ditunjukkan terhadap
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4, ditunjukkan terhadap : TB kronik

4
2.3 JENIS-JENIS TUBERCULOSIS

1. Tuberkulosis paru

Tb paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang


penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara,
waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara

2. Tuberculosis tulang

 Tuberculosis tulang  memiliki ciri khusus/khas selain ciri umum


penyakit TBC; penderita penyakit TBC tulang biasanya akan merasakan
pegal-pegal dan nyeri pada tulang. Sendi-sendi yang sakit terlihat
bengkak dan penderita TBC tulang merasa sulit bergerak. Selain itu,
daerah kulit di mana tulang diserang akan terlihat berwarna merah
kebiruan seperti terdapat memar. Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi
yang disebabkan oleh penyakit TBC tulang ini dapat berakibat
kelumpuhan.

3. Tuberculosis Kelenjar
Tuberculosis Kelenjar akan menyerang area kelenjar getah
bening pada tubuh dan bagian tubuh seperti pada leher, ketiak, atau
lipatan paha. Meskipun secara umum gejala penyakit TBC kelenjar sama
seperti batuk dan berkeringat dingin, tipe Tuberkulosis kelenjar ini akan
menimbulkan benjolan pada daerah-daerah yang rawan terkena TBC.
Benjolan awalnya berukuran kecil; namun, jika dibiarkan akan terus
membesar.

5
2.4 ETIOLOGI

Penyebab tuberkolusis adalah bakteri mycobacterium tuberculosis. Basil


ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari,
dan sinar ultraviolet. Ada 2 macam mycobacteria tubercolusis yaitu tipe human
dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada pada susu sapi yang menderita mastitis
tuberkolusis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah(droplet) dan
diudara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi
bila menghirupnya. (Wim de jong)

Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan


hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah
ini dapat menyebebkan TB pada ornag lain, dimana infeksi laten dapat bertahan
sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey)

Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase : (Wim de jong)

1. Fase 1 (fase tuberkolusis primer)


Masuk ke dalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (fase laten) : fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun
atau seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan
keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di tulang panjang,
vertebrata, tuba fallopi, otak, kelenjar limfhilus, leher dan ginjal.
4. Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat
menyebar ke orang yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

1.Demam 40-41oC, serta ada batuk atau batuk darah


2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

6
6. Pada anak
a. Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
c. Batuk kronik lebih dari 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
d. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

2.6 PATOFISIOLOGI

Mikrobacterium tuberkulosa

Droplet infection Terjadi proses


Masukperadangan
lewat jalan nafas

Ssarang primer/afek primer (fokus ghon)

Dibersihkan oleh makrofag


Keluar dari tracheobionchial bersama sekret Menempel dijaringan paru
Menempel pada Paru

Pengeluaran zat pirogen Tumbuh dan kembang dinsitoplasmamakrofa


Mempengaruhi hipothalamus

Mikrobacterium tuberkulosa Mempengaruhi sel point

hipertermi

7
Komplek
Menyebar ke organ lain (paru lain, primer
saluran pencernaan, Limfagnitis
tulang) melalui
Lokal
media (brochogen
SembuhLimfadinitis
sendiri
percentinuitum,
tanpa pengobatan
regional Sembuh
hematogen den
limfog

Radang tahunan dibronkus Pertahanan prime tidak adekuat

Berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar


Kerusakan
Pembentukan tuberkel

Pembentukan sputum berlebihan


Menurunnya
Bagian tengah nekrosis

Membentuk jaringan kejuKetidak efektif bersihan jalan nafas


A

Sekret keluar saat batuk Alveolus mengala

Batuk produktif (terus menerus) Gangguan

8
Batuk berat
Doplet infection

Distensi abdomen

Terhirup orang sehat

Mual, muntah
mua
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko infeksi
Intake nutisi kurang
mua

2.7 A. FARMAKOLOGI

Obat yang digunakan untuk tuberkolusis digolongkan atas 2 kelompok


yaitu kelompok obat lini-pertama dan obat lini-kedua.
Lini-pertama :
a. Isoniazid
Isoniazid sering disingkat dengan INH, hanya satu derivatnya
yang diketahui menghambat pembelahan kuman tuberkolusis,
yakni iproniazid, tetapi obat ini terlalu toksik untuk manusia

b.Rifampisin
Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah
satu anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut
rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan oleh streptomyces
mediterranei, obat ini merupakan ion zwiter, larut dalam
pelarut organik dan air yang pH nya asam.

c.Etambutol

9
Etambutol tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini tetap
menekan pertumbuhan kuman tuberkolusis yang telah resisten
terhadap isoniazid dan streptomisin. Kerjanya menghambat
sintesis metabolik sel sehingga metabolisme sel terhambat dan
sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang
bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.

d.Streptomisin
Penggunaan streptomisin pada tuberkolusis ialah
antituberkolusis pertama yang secara klinik dinilai efektif.
Namun sebagai obat tunggal, bukan obat yang ideal.

e.Pirazinamid
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat
sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air.

Lini-kedua :
f. Antibiotik golongan fluorokuinolon (spirfloksasin, ofloksasin,
leofloksasin)
Golongan fluorokuinolon aktivitasnya terhadap berbagai
bakteria gram-positif dan gram-negatif spirofloksasin,
ofloksasin, leofloksasin terbukti mempunyai aktivitas yang
cukup baik terhadap M.tubercolusis, sehingga digunakan untuk
pengobatan tuberkolusis sebagi obat lini kedua.

g.Sikloserin
Merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh streptomyces
orchidaceus, dan sekarang dapat dibuat secara sintetik.

h.Etionamid
Etionamid merupakan turunan tioisonnikotinamid. Zat ini
berwarna kuning dan tidak larut dalam air.

10
i.Amikasin
Amikasin adalah semi sintetik kanamisin, dan lebih resisten
terhadap berbagi enzim yang dapat merusak aminoglikosida
lain. Peran amikasin sebagai antituberkolusis lini kedua
meningkat dengan bertambahnya kejadian dan prevalensi
timbulnya tuberkolosis yang multidrug-presisten.

h.Kanamisin
Kanamisin telah lama digunakan sebagai antituberkolusis lini
kedua untuk pengobatan tuberkolusis yang disebabkan oleh
bakteri yang sudah resisten terhadap streptomisin, tetapi sejak
ditemukan amikasin yang relatif kurang toksik maka kini telah
ditinggalkan.

h. Kapreomisin
Kapromisin adalah suatu anti tuberkolusis polipeptida yang
dihasilkan juga oleh streptomyces sp. Obat ini terutama
digunakan pda infeksi paru oleh M.tubercolusis yang resisten
terhadap anti tuberkolusis primer. Dibandingkan dengan
kanamisin, kapreomisin kurang toksik dan efek bakteri
ostatiknya lebih besar.

B. NON FARMAKOLOGI
1. Memakan makanan sehat dan bergizi. Beberapa saran nutrisi untuk pasien
TBC:
a. Konsumsi multivitamin yang disarankan dokter
b.  Konsumsi buah, sayur, dan minuman protein berkalori tinggi
c. Hindari makanan siap saji dan memilih daging yang bebas lemak.
2. Berolahraga teratur Olahraga yang disarankan:
a. Berjalan di sekitar rumah dengan teratur
b. Melakukan pemanasan sebelum memulai latihan dan melakukan
pendinginan sesudah latihan.

11
3. Mengatur pola hidup sehat, meliputi:

a. Menghindari dekat dengan orang sakit karena pasien TBC lebih


mudah tertular penyakit.

b.      Menjaga sirkulasi udara di rumah, misalnya dengan membuka


jendela di saat cuaca bagus.

c.       Menjaga kondisi rumah tetap bersih dan bebas debu. Pasien


yang tidak dapat melakukan pembersihan sendiri dapat meminta
bantuan orang lain.

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TUBORCULOSIS


1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi
seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan
gambaran bermacammacam pada foto toraks.
3. Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat
mendeteksi kuman TB seperti :
a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang
dihasilkan dari metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi
growth indexnya.
b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini
adalah kemungkinan kontaminasi.
c. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot

12
4. Pemeriksaan Penunjang Lain : Seperti analisa cairan pleura dan
histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya
meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik
pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin
sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa.
Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan
yang didapat besar sekali.
UJI TUBERCULIN
Untuk menginterpretasikan uji tuberkulin dengan tepat, harus
mengetahui sensitiviti dan spesivisiti juga uji ramal positif dan uji ramal
negatif. Seperti pada uji diagnostik lain, uji tuberkulin mempunyai
sensitiviti 100% dan spesivisiti 100%. Uji tuberkulin dilaporkan
mempunyai uji ramal positif dan negatif 10-25% seperti tampak pada
tabel .
 Faktor yang berhubungan dengan orang yang dilakukan pemeriksaan
 Infeksi virus, bakteri, jamur
 Vaksinasi virus hidup
 Ketidakseimbangan metabolik seperti CRF
 Rendahnya status protein
 Penyakit yang mempengaruhi organ limfoid
 Obat
 Usia
 Stress
 Faktor yang berhubungan dengan tuberkulin yang digunakan
 Terkontaminasi
 Faktor yang berhubungan dengan metode penyuntikan
 Injeksi subcutan
 Penyuntikan yang lambat setelah jarum masuk inradermal
 Tempat injeksi tertutup dengan skin test lain
 Injeksi bersamaan dengan antigen lain
 Faktor yang berhubungan dengan pencatatan hasil dan pembacaan
 Pembaca yang tidak handal

13
 Bias
 Kesalahan dalam membaca

Hasil uji tuberkulin negatif dapat diartikan sebagai seseorang


tersebut tidak terinfeksi dengan basil TB. Selain itu dapat juga oleh
karena terjadi pada saat kurang dari 10 minggu sebelum imunologi
seseorang terhadap basil TB terbentuk. Jika terjadi hasil yang negatif
maka uji tuberkulin dapat diulang 3 bulan setelah suntikan pertama.
Hasil uji tuberkulin yang positif dapat diartikan sebagai
seseorang tersebut sedang terinfeksi basil TB. Terpenting disini adalah
jika seseorang sedang terinfeksi M.tb apakah sedang terinfeksi atau sakit
TB. Sehingga guideline ACHA menyebutkan jika hasil uji tuberkulin
positif maka harus ikonfirmasikan dengan pemeriksaan foto toraks dan
pemeriksaan dahak. Jika hasil foto toraks tersebut normal maka dapat
dilakukan pemberian terapi TB laten, tetapi jika hasil foto toraks terjadi
kelainan dan menunjukkan ke arah TB maka dapat dimasukkan dalam
M.tb aktif.
Spesivisiti uji tuberkulin dapat berubah menjadi 95-99%
tergantung dari prevalensi infeksi bukan TB pada suatu populasi. Jika
spesivisiti turun akan meningkatkan resiko cross-reaction. Curley
mendapatkan spesivisiti uji tuberkulin meningkat dengan meningkatnya
cut off point dengan 15 mm. Manuhutu mendapatkan cut off point antara
reactor dan non-reactor 12 mm. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan
dalam waktu 48-72 jam, tetapi dianjurkan untuk 72 jam. Hasil yang
dilaporkan adalah indurasi lokal (bukan kemerahan) dengan palpasi,
diameter transversal dan dicatat dalam millimeter. nterpretasi ukuran
diameter uji tuberkulin seperti pada tabel Dengan dasar sensitiviti dan
spesivisiti, prevalensi TB masing-masing kelompok dapat
dibedakan.Terdapat 3 cut-off point yang direkomendasikan untuk
mengartikan reaksi uji tuberkulin seperti tampak pada tabel 4

14
 Indurasi ≥5 mm
a. Close contacdgn individu yang diketahui/ suspek TB dalam waktu 2
tahun.
b. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
c. Terinfeksi HIV.
d. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
e. Close contacdgn individu yang diketahui/ suspek TB dalam waktu 2
tahun.
f. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
g. Terinfeksi HIV.
h. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
i. Individu yang transplantasi organ danimuncompromised.

 Indurasi ≥10 mm
a. Datang dari daerah dengan prevalensi tinggi TB.
b. Individu dengan HIV negatip tetapi pengguna napza.
c. Konversi uji tuberkulin menjadi 10 mm dalam 2 tahun
d. Individu dengan kondisi klinis yang merupakan resiko tinggi TB :
 DM
 Malabsorbsi
 CRF
 Tumor di leher dan kepala
 Leukemia, lymphoma
 Penurunan BB > 10%
 Silikosis
 Indurasi ≥15 mm
a. Bukan resiko tinggi tertular TB
b. Konversi uji tuberkulin menjadi > 15 mm setelah 2 tahun

15
2.9 ASUHAN KEBERAWATAN TUBERKOLUSIS
1. PENGKAJIAN
I. POLA PERSEPSI KESEHATAN– MANAJEMEN KESEHATAN
Kajian dan riwayat Tuberkulosis Paru pada pasien, penggunaan
obat-obatan tertentu, tinggal serumah dengan penderita Tuberkulosis
Paru, sesak nafas.
II. POLA NUTRISI METABOLIK
Kehilangan nafsu makan, kesulitan mencerna, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, / kering, bersisik, kehilangan otot / lemak
subkutan, demam.
III. POLA ELIMINASI CAIRAN
Kajian dan diaporesis, muntah
IV. POLA AKTIVITAS LATIHAN
Kajianya kelelahan umum dan kelemahan, dispnea saat bekerja,
kelemahan otot, sesak nafas, batuk produktif, atau tidak produktif,
peningkatan frekwensi pernafasan, tidak simetris, karakteristik sputum
hijau, kuning, atau berbercak darah.
V. POLA ISTIRAHAT TIDUR
Kajiannya kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam
hari, menggigil, berkeringat, sesak nafas.
VI. PERSEPSI KOGNITIF
Adanya factor ( stress ) lama, perasaan tidak berdaya, ketakutan,
ansietas, iritabel.
VII. POLA PERSEPSI KONSEP DIRI
Penyangkalan tehadap penyakitnya, pandangan terhadap
tubuhnya, harapan akan kesembuhan, perubahan pola biasa dan tanggung
jawab / perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.
VIII. POLA HUBUNGAN SOSIAL
Bagaimana interaksi dengan masyarakat sekitar, penolakan
terhadap masyarakat sekitar, hubungan dengan keluarga.
IX. POLA HUBUNGAN SEKSUAL
Merasa kurang percaya diri terhadap pasangan.

16
X. POLA KOPING TOLERANSI STRESS
Bercerita tentang penyakitnya, memerlukan bantuan dalam
perawatan.
XI. POLA SPIRITUAL
Kepercayaan terhadap penyakit adalah suatu cobaan dari tuhan,
kepercayaan yang dianut oleh pasien, pengobatan dan perawatan yang
berhubungan dengan kepercayanan yang dianut oleh pasien.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
2. Resiko terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru.
3. Hipertermi, perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi
dan reaksi inflamasi.
4. Perubahan nuitrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemejanan kuman patogen.

3. PERENCANAAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi secret, adalah ketidakmampuan untuk membersihkan
secret atau obstruksi saluran napas guna mempertahankan jalan
napas yang bersih
Rencana tujuan :mempertahankan jalan nafas pasien, mengeluarkan
secret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk mempertahankan /
memperbaiki bersihan jalan nafas.
Rencana tindakan :
1) Kaji fungsi pernafasan, contoh :bunyi nafas, kecepatan irama,
kedalaman dan pengguanan otot asesori.

17
Rasional :adanya ronchi, mengidapat menunjukkan adanya
akumulasi sekret / ketidakmampuan membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan pengguanaan otot asesori pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa atau batuk efektif,
catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
3) Rasional :pengeluaran akan sulit bila secret sangat tebal, adanya
sputum atau batuk darah disebabkan oleh kerusakan paru atau
brokeal yang memerlukan evaluasi / intervensi lebih lanjut.
4) Berikan posisi semi fowl tertinggi, bantu pasien untuk batuk dan
latihan nafas dalam.
Rasional :nafas dalam akan meningkatkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan dan membantu mengeluarkan
sekret.
5) Bersihkan mulut dari secret dan trakea sesuai indikasi.
Rasional :mencegah obstruksi / aspirasi.
6) Pertahankan masuknya cairan sedikitnya 2500 cc / hari kecuali
kontra indikasi.
Rasional :membantu mengencerkan sekret.
7) Berikan obat – obatan sesuai indikasi :mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid.
Rasional :agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret,
kortikostertoid berperan menurunkan reaksi inflamasi,
bronkodilator mengurangi tahan aliran udara.
2. Risiko terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru merupakan bahaya yang dapat
terjadi akibat pertukaran gas dengan penurunan permukaan efektif
paru.
Rencana tujuan :melaporkan tidak ada / penurunan dispnoe,
menunjukkan perbaikan ventilasi oksigenasi jaringan adekuat.
Rencana tindakan :

18
1) Kaji disponoe, takipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan terbatasnya ekspansi dinding dada
dan kelemahan.
Rasional :mengkaji lebih jauh efek Tuberkulosis Paru terhadap
pernafasan.
2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, sianosis dan perubahan
pada warna kulit termasuk membrane mukosa dan kuku.
Rasional :pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi
organ vital dan jaringan.
3) Dorong / tunjukkan bernafas bibir selama ekshalasi.
Rasional :mencegah kolap/ penyempitan jalan nafas, membantu
menyebarkan udara dalam paru dan membantu menurunkan nafas
pendek
4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional :menurunkan konsumsi udara dan menurunkan beratnya
gejala.
5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional :dapat memperbaiki hipoksemia akibat penurunan
ventilasi.
3. Hipertermi, perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi
dan reaksi inflamasi adalah adalah peningkatan suhu inti tubuh
manusia yang biasanya terjadi karena infeksi.
Rencana tujuan :mempertahankan suhu normal.
Rencana tindakan :
1) Pertahankan masukan cairan yang adekuwat( sedikitnya 2500 ml
Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang akibat peningkatan
suhu tubuh.
2) Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang tipis dan
menyerap keringat.
Rasional :memberikan rasa nyaman padapasien.
3) Berikan kompres dingin.

19
Rasional :bias membantu menurunkan suhu tubuh dengan efek
vasokontriksi.
4) Kolaborasi antipiretik
Rasional :menurunkan suhu tubuh dengan agen farmakologi.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia merupakan keinginan klien merubah bentuk
tubuh(langsing/kurus) yang mengakibatkan kebutuhan nutrisinya
berkurang
Rencana tujuan :menunjukkan berat badan yang meningkat, mau
menghabiskan porsi makan.
Rencana tindakan :
1) Catat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan mual, muntah.
Rasional :berguna dalam menentukan intervensi yang tepat.
2) Awasi masukan dan pengeluaran serta berat badan secara periodik.
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
3) Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan diitTinggi
kalori tinggi protetin.
Rasional :memaksimalkan masukan nutrisi dengan makanan yang
mengurangi iritasi gaster.
4) Lakukan oral higiene.
Rasional :mengurangi rasa tidakenakdimulut.
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemejanan kuman patogen.
Rencana tujuan :menurunkan resiko penyebaran infeksi, menunjukkan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan linngkungan yang aman.
Rencanat indakan :
1) Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada tissue dan menghindari
meludah.
Rasional :perilaku yang diharapkan untuk mencegah penyebaran
infeksi.

20
2) Identifikasi factor resiko individu terhadap pengaktivan berulang
Tuberkulosis Paru.
Rasional :pengetahuan tentang factor ini membantu klien untuk
mengubah pola hidup dan menghindari / menurunkan insiden eksa
serbasi.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Tuberkolusis atau TBC merupakan salah satu penyakit yang sangat
menakutkan di Indonesia.Untuk itu, upaya pencegahan sejak dini telah
dilakukan, yaitu denagn paket imunisasi BCG pada balita.

Tuberculosis adalah penykit infeksi menular yang disebabkan


mycobacterium tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui seluruh pernafasan dan
saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak
melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut. Ada 2 macam mycobacteria tubercolusis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada pada susu sapi yang menderita mastitis
tuberkolusis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah(droplet) dan
diudara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan
terinfeksi bila menghirupnya.

3.2 SARAN

Diharapkan agar para pembaca khususnya mahasiswa keperawatan


mampu memahami tentang penyakit Tuberkolusis baik pengertian, penyebab,
gejala, pengobatan dan bagaimana penanganannya. Serta sebagai referensi
untuk memberikan asuhan keperawatan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta. MediaAction.

Syarif, Amir, Dra. Ari Estuningtyas. 2007. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI
5. Jakarta.Balai Penerbit FKUI.

Widjadja, Rafelina.2009. PENYAKIT KRONIS Tindakan, Pencegahan,


Pengobatan Secara MEDIS Maupun TRADISIONAL. Jakarta. Bee Media
Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai