Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang dapat menyebabkan ibu
hamil dan bayi menjadi sakit atau meninggal sebelum kelahiran berlangsung
(Indrawati, 2016). Karakteristik ibu hamil diketahui bahwa faktor penting
penyebab resiko tinggi pada kehamilan terjadi pada kelompok usia <20 tahun dan
usia >35 tahun dikatakan usia tidak aman karena saat bereproduksi pada usia <20
tahun dimana organ reproduks belum matang sempurna dan umur >35 tahun
dimana kondisi organ reproduksi wanita sudah mengalami penurunan kemampuan
untuk bereproduksi, tinggi badan kurang dari 145 cm, berat badan kurang dari 45
kg, jarak anak terakhir dengan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun, jumlah
anak lebih dari 4 (Hapsari, 2014).
Faktor-faktor penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah
perdarahan ekslampsia, aborsi tidak aman, partus lama, infeksi dan lain-lain.
Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu yaitu rendahnya tingkat
pendidikan ibu, keadaan sosial ekonomi yang rendah, sosial budaya yang tidak
mendukung selain itu disebabkan karena terbatasnya akses ibu yang tinggal di
pedesaan memperoleh pelayanan kesehatan (Aeni, 2013). Seringnya terjadi
kematian pada saat persalinan, disebabkan karena perdarahan, terlalu muda, terlalu
tua, terlalu dekat dan terlalu banyak. Kondisi ini kemudian didukung oleh adanya
terlambat mengenali tanda- tanda, terlambat mencapai tempat pelayanan dan
terlambat mendapat pertolongan (Hapsari, 2014). maka perlu dilakukan upaya
optimal untuk mencegah atau menurunkan frekuensi ibu hamil yang beresiko
tinggi dan penanganannya perlu segera dilakukan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan anak (Qudriani, 2014) .
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2015
mengatakan bahwa angka kematian ibu (AKI) di Negara-negara ASEAN masih
jauh lebih tinggi yaitu Indonesia 98%, Vietnam 62%, Thailand 227%, Brunei
166% dan Malaysia 256%. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih
tinggi jika dibandingkan dengan Negara- Negara tetangga. Dari data tersebut jika
angka kehamilan beresiko tinggi hanya di fokuskan di wilayah pulau jawa, maka
angka kejadian kehamilan resiko tinggi tertinggi adalah provinsi jawa timur dan
jawa barat (33,0%) dan diikuti jawa tengah (31,0%) Riskesdas(2017). Berdasarkan
data Profil Kesehatan Provinsi Jawa tengah tahun 2016 menunjukkan bahwa ibu
yang hamil beresiko tinggi 79,3%. Kabupaten/ kota dengan Boyolali menempati
urutan ke 5 dengan kasus kematian ibu sebanyak 21 kasus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kehamilan Risiko Tinggi

Kehamilan berisiko adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar, baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang dikandungnya
selama masa kehamilan, melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan
persalinan dan nifas normal (Haryati N., 2012).
Kehamilan risiko tinggi adalah suatu proses kehamilan yang kehamilannya
mempunyai risiko lebih tinggi dan lebih besar dari normal umumnya kehamilan (baik itu
bagi sang ibu maupun sang bayinya) dengan adanya risiko terjadinya penyakit atau kematian
sebelum atau pun sesudah proses persalinanya kelak Kehamilan risiko tinggi adalah
kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik
terhadap ibu maupun terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, persalinan,
ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan persalinan dan nifas normal.

2.2. Prevalensi
Pada penelitian yang dilakukan di RSU Prof. Dr. R. D diperoleh jumlah persalinan tahun
2011 yaitu sebanyak 4155 kasus persalinan. Pada usia >35 tahun diperoleh 846 kasus (20,36%).
Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar ±2 kali lipat jika dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan pada tahun 2010 di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan RSUP Dr. M.
Jamil Padang. Pada penelitian yang dilakukan di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado jumlah
persalinan tahun 2010 adalah sebanyak 2612 kasus persalinan Dan pada penelitian yang
dilakukan di RSUP Dr. M. Jamil Padang diperoleh sebanyak 346 kasus persalinan (12,3%) pada
usia > 35 tahun dari total 2810 kasus persalinan

Dari segi paritas, dapat dilihat bahwa pada usia > 35 tahun yang terbanyak adalah pada
paritas 1-3, yaitu sebanyak 642 kasus (75,89%) dan paling sedikit pada paritas 0 (nol), yaitu
sebanyak 88 kasus (10,40%).
Kelompok usia kehamilan yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah
kelompok dengan usia kehamilan 37 – 40 minggu, yaitu 681 kasus (80,50%) dan yang paling
sedikit pada kelompok dengan usia kehamilan < 36 minggu 74 kasus (8,75%). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan wanita yang bersalin pada usia > 35 tahun
berada dalam rentang waktu kehamilan yang normal, yaitu 37 – 40 minggu.
Presentasi janin yang paling banyak ditemukan pada persalinan dengan usia > 35 tahun,
yaitu janin dengan letak kepala 534 kasus (61,74%) dan yang paling sedikit yaitu janin dengan
letak lintang 68 kasus (7,86%). Pada penelitian primigravida tua yang bersalin di RSU Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado tahun 1997-2001 juga didapatkan bahwa janin umumnya letak
kepala (90%), sungsang (14%), letak lintang (2%)

Terdapat 5 jenis persalinan, yaitu spontan, seksio sesarea, ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, dan ekstraksi parsial. Dan dari tabel tersebut diperoleh jenis persalinan yang paling
sering dilakukan tahun 2011 pada persalinan dengan usia> 35 tahun adalah jenis persalinan
dengan cara spontan, yakni sebanyak 413 kasus (48,82%), sedangkan jenis persalinan lainnya
seperti seperti seksio sesarea sebanyak 396 kasus (46,81%), ekstraksi vakum sebanyak 27 kasus
(3,19%), ekstraksi forcep sebanyak 2 kasus (0,24%), dan ekstraksi parsial sebanyak 8 kasus
(0,94%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP dr. M. Jamil Padang tahun 2010,
didapatkan hasil yang serupa dimana persalinan pada usia> 35 tahun paling banyak
menggunakan jenis persalinan dengan cara spontan, yaitu sebanyak 205 kasus (59,2%)
sedangkan jenis persalinan dengan tindakan sebanyak kasus (40,8%)
Menurut Sarwono, sampai sekarang etiologi berat badan lahir rendah belum cukup
memuaskan, menurut besarnya penyebab kelahiran bayi dengan berat lahir rendah dapat dilihat
dari faktor janin dan faktor ibu. Faktor janin meliputi kehamilan ganda dan hidramnion dimana
keadaan air ketuban melebihi jumlah normal (2 liter). Sedangkan faktor ibu meliputi umur ibu,
usia kehamilan, paritas, pemeriksaan kehamilan, status nutrisi dan penyakit yang diderita ibu.
Setyowati juga mengatakan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah banyak terjadi pada
ibu-ibu yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.dapat dilihat berat badan
lahir yang paling banyak ditemukan pada persalinan dengan usia> 35 tahun adalah pada bayi
dengan kelompok berat 2500 - <4000 gram yaitu sebanyak 704 kasus (81,39%) sedangkan yang
paling sedikit didapatkan pada bayi dengan kelompok berat≥ 4000 gram 53 kasus (6,13%).
Namun, jumlah kasus berat badan lahir rendah ( < 2500 gram) pada penelitian ini juga banyak,
yaitu 108 kasus (12,48%).

Angka kematian perinatal pada tahun 2011 adalah sebanyak 64 kasus (15,97o/ oo), yang

terdiri dari 48 kasus lahir mati dan 16 kasus kematian neonatal dini (KND). Usia ibu > 35 tahun
berpengaruh terhadap kejadian kematian perinatal. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa kehamilan diatas 35 tahun merupakan salah satu faktor risiko kematian perinatal karena
kehamilan pada usia > 35 tahun lebih memungkinkan terjadinya keguguran, bayi lahir mati atau
cacat, dan kematian ibu. Penelitian-penelitian sebelumnya juga memperlihatkan risiko untuk
terjadi kematian neonatal pada ibu yang berusia < 20 tahun atau > 35 tahun, 1,5 kali lebih besar
daripada ibu yang berusia 20-34 tahun.
Jumlah kematian maternal pada usia > 35 tahun di tahun 2011 sebanyak 1 kasus (0,11%).
Kematian maternal meningkat seiring dengan bertambahnya usia ibu Berdasarkan data/
informasi kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, pada tahun 2007 terdapat 59 kasus kematian
maternal, tahun 2008 menurun menjadi 50 kasus. Namun, kejadian ini meningkat pada tahun
2010 dimana terdapat 69 kasus kematian maternal
Penelitian ini memiliki kekurangan, dimana terdapat beberapa data yang tidak diketahui
dikarenakan catatan rekam medik yang tidak lengkap. Kami pun tidak dapat memperoleh data
dari petugas kesehatan yang terlibat dalam persalinan, dikarenakan penelitian ini bersifat
retrospektif.
2.3.Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi

Sebagian besar kematian ibu hamil dapat dicegah apabila mendapat penanganan
yang adekuat difasilitas kesehatan. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat dicegah bila
gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
menurut Kusmiyati (2011), antara lain:

1. Sering memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur, minimal 4x kunjungan


selama masa kehamilan yaitu:
a. Satu kali kunjungan pada triwulan pertama (tiga bulan pertama).
b. Satu kali kunjungan pada triwulan kedua (antara bulan keempat sampai bulan
keenam).
c. Dua kali kunjungan pada triwulan ketiga (bulan ketujuh sampai bulan
kesembilan).
2. Imunisasi TT yaitu imunisasi anti tetanus 2 (dua) kali selama kehamilan
dengan jarak satu bulan, untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir.
3. Bila ditemukan risiko tinggi, pemeriksaan kehamilan harus lebih sering dan
intensif
4. Makan makanan yang bergizi Asupan gizi seimbang pada ibu hamil dapat
meningkatkan kesehatan ibu dan menghindarinya dari penyakit- penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan zat gizi.
5. Menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil:
a. Berdekatan dengan penderita penyakit menular.
b. Asap rokok dan jangan merokok.
c. Makanan dan minuman beralkohol.
d. Pekerjaan berat.
e. Penggunaan obat-obatan tanpa petunjuk dokter/bidan.
f. Pemijatan/urut perut selama hamil.
g . Berpantang makanan yang dibutuhkan pada ibu hamil.
6. Mengenal tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi dan mewaspadai
penyakit apa saja pada ibu hamil.
7. Segera periksa bila ditemukan tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi.
Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes/bidan. desa,
Puskesmas/Puskesmas pembantu, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah atau
swasta.

Cara mencegah kehamilan risiko tinggi yaitu tidak melahirkan pada umur
kurang dari 20 tahun / lebih dari 35 tahun, Hindari jarak kelahiran terlalu dekat / kurang
dari 2 tahun, rencanakan jumlah anak 2 orang saja, memeriksa kehamilan secara teratur
pada tenaga kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, memakan makanan
yang bergizi.
2.4.Penanganan / Penatalaksanaan Kehamilan Berisiko tinggi

a. Lebih banyak mengunjungi dokter dibandingkan dengan mereka yang tidak


memiliki risiko tinggi. Tekanan darah anda akan diperiksa secara teratur, dan
urin anda akan dites untuk melihat kandungan protein dalam urin (tanda
preeclampsia) dan infeksi pada saluran kencing.

b. Tes genetik mungkin dilakukan bila anda berusia diatas 35 tahun atau pernah
memiliki masalah genetik pada kehamilan sebelumnya. Dokter akan
meresepkan obat-obatan yang mungkin anda butuhkan, seperti obat diabetes,
asma, atau tekanan darah tinggi.

c. Kunjungi dokter secara rutin

d. Makan makanan sehat yang mengandung protein, susu dan produk olahannya,
buah-buahan, dan sayur-sayuran.

e. Minum obat-obatan, zat besi, atau vitamin yang diresepkan dokter. Jangan
minum obat-obatan yang dijual bebas tanpa resep dokter.

f. Minum asam folat setiap hari. Minum asam folat sebelum dan selama masa
awal kehamilan mengurangi kemungkinan anda melahirkan bayi dengan
gangguang saraf/otak maupun cacat bawaan lainnya.

g. Ikuti instruksi dokter anda dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

h. Berhenti merokok dan jauhkan diri dari asap rokok


i. Berhenti minum alkohol

j. Menjaga jarak dari orang-orang yang sedang terkena flu atau infeksi lainnya
(Wulandari, 2011)
2.5.Peran keluarga
1. Keluarga diharapkan berperan sebagai support system terdekat bagi ibu hamil
karena didalam keluarga terdapat ikatan emosional yang kuat, sehingga ibu hamil
akan lebih merasa percaya diri, lebih bahagia dan siap menjalani kehamilan,
persalinan dan masa nifas ( Fauzi,2003).
2. keluarga memainkan peran yang bersifat mendukung selama penyembuhan dan
pemulihan anggota keluarga (Friedman, 1998).
3. Keluarga memiliki fungsi suportif yaitu melalui dekungan informasional, keluarga
berfungsi memberikan bimbingan dan menyebarkan informasi kepada anggota
keluarga lain,keluarga wanita yang sedang hamil >35 tahun harus mempunyai
pengertian dan pengetahuan yang cukup tentang proses atau perubahan yang dialami
oleh wanita hamil sehingga dapat dihindari atau mengatasi kemungkinan bahaya pada
kehamilan (Friedman, 1998)

2.6.Komplikasi Kehamilan Risiko Tinggi


1. Keguguran.

Keguguran dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut,

cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non

profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti

tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat

menimbulkan kemandulan.

2. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.

Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi

terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir

rendah (BBLR) juga dipengaruhi oleh kurangnya gizi saat hamil dan juga umur ibu

yang belum 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu

tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi sangat rendah, pemeriksaan

kehamilan (ANC) yang kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. Selain itu cacat
bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang

gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat

dan memijat perutnya sendiri.

Pengetahuan ibu hamil akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat

kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan

mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat

bawaan.

3. Mudah terjadi infeksi.

Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan

terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.

4. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.

Penyebab anemia pada saat hamil disebabkan kurang pengetahuan akan

pentingnya gizi pada saat hamil karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu

mengalami anemia. Tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan

jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Lama

kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.

5. Keracunan Kehamilan (Gestosis).

Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin

meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia.

Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan

kematian.

6. Kematian ibu yang tinggi.

Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan

infeksi (Rochyati, P., 2011)


Daftar Pustaka

Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 1, Maret 2013, hlm. 484-489

Anda mungkin juga menyukai