Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tuberculosis

1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

mycobacterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru dan hampir

seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran

pernapasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling

banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi

bakteri tersebut. (Nurarif dan kusuma, 2016, p.316)

2. Etiologi

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan

oleh basil mycobacterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman

berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. struktur

kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan

terhadap asam, serta dari berbagai gangguan kimia dan fisik. Kuman ini

juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin (misalnya di dalam

lemari es) karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali

menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini juga bersifat aerob.

Tuberkulosis Paru merupakan infeksi pada saluran pernapasan.

Basil mycobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas

63
64

(droplet infection) sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer (Ghon).

Kemudian, dikelenjar getah bening terjadilah primer kompleks yang

disebut tuberkulosis primer. Dalam sebagian besar kasus, bagian yang

terinfeksi ini dapat mengalami penyembuhan. Peradangan terjadi sebelum

tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mycobacterium pada

usia 1-3 tahun. Sedangkan post primer tuberculosis (reinfection) adalah

peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh

penularan ulang. (Ardiansyah, 2012, p.300)

3. Manifestasi klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit

yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga

memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah

penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang

- kadang asimtomatik.

Menurut Andra Saferi W dan Yessie Mariza P, 2013 gejala dibagi menjadi

dua golongan yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik:

a. Gejala respiratorik, meliputi:

1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan

yang paling sering dikeluhkan. Mula - mula bersifat non produktif

kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada

kerusakan jaringan.
65

2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,

mungkin tampak berupa garis atau bercak - bercak darah,

gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat

ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnnya pembuluh

darah yang pecah.

3) Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru

sudah luas atau karena ada hal - hal yang menyertai seperti efusi

pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada : nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri

pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di

pleura terkena.

b. Gejala sistematik:

1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul

pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan

makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas

serangan makin pendek.

2) Gejala sistemik lain : gejala sistemik lain adalah keringat malam,

anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala

biasanya gradual dalam beberapa minggu - bulan, akan tetapi

penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang

dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

4. Klasifikasi
66

Menurut Siti Setiati dan Idrus Alwi (2013) Klasifikasi Kesehatan

Masyarakat (American Thoracic Society, 1974):

a. Kategori 0 : Tidak pernah terpapar/terinfeksi, riwayat kontak negatif ,

tes tuberkulin negatif.

b. Katergori I : Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi,

riwayat/kontak negatif.

c. Kategori II : Terinfeksi TB tapi tidak sakit, tes tuberkulin positif,

radiologis dan sputum negatif.

d. Kategori III : Terinfeksi Tuberkulosis dan sakit.

Tabel 2.1 Klasifikasi TB menurut (American Thoracic Society, 1974)

Riwayat/
Terpapar Terinfeksi Tes TB Radiologi
Kontak

1 2 3 4 5 6

Kategori I + - - - -

Kategori II - + - + -

Kategori III + + + + +

Keterangan :

Terpapar +/- = pernah terpapar atau tidak

Terinfeksi +/- = pernah terinfeksi atau tidak

Riwaya/kontak +/- = pernah ada Riwaya/kontak atau tidak


67

Tes TB +/- = hasil tes positif atau negatif

Radiologis +/- = hasil radiologis positif atau negative

Siti Setiati dan Idrus Alwi (2014) menyatakan di Indonesia

klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,

radiologis, dan mikro biologis.

a. Tuberkulosis Paru

b. Bekas Tuberkulosis Paru

c. Tuberkulosis Paru tersangka, yang terbagi dalam :

1) Tuberkulosis Paru tersangka yang diobati. Sputum BTA negatif,

tetapi tanda-tanda lain positif.

2) Tuberkulosis Paru tersangka yang tidak diobati. Sputum BTA

negatif dan tanda-tanda lain meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus di pastikan apakah

termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini

perlu dicantumkan:

a) Status bakteorologi

b) Mikroskopik sputum BTA (langsung)

c) Biakan sputum BTA

d) Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru.

e) Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan OAT.


68

5. Patofisiologi

Menurut Arif Muttaqin (2014), Ketika klien TB paru batuk atau berbicara,

maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai,

atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang

panas, droplet nuclei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara

dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang

terkandung dalam droplet nuclei terbang ke udara.

Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi

terkena infeksi bakteri tuberkulosis. Penularan bakteri lewat udara disebut

dengan istilah air bone infection. Bakteri yang terisap akan melewati

pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada

titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan

diri (multiplaying). Bakteri dari fokus ini disebut fokus primer atau lesi

primer atau fokus ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional

yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer.

Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi

sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri Tuberkulosis dan bereaksi

positif terhadap tes tuberculin atau tes mantoux.

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.

Fagosit menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis

mengahancurkan bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini

mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli yang dapat

menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya dua sampai


69

sepuluh minggu setelah pemajaman. Massa jaringan baru yang disebut

granuloma merupakan penumukan basil yang masih hidup dan sudah mati

dikelilingi oleh makrofag dan membentuk, dinding protektif granuloma

diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari fibrosa ini disebut

tuberkel. Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti

keju. (Santa Manurung dkk, 2013, p.106)

Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis, tetapi

penyembuhannya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman

TB paru dapat menetap dan hidup bertahun-tahun di kelenjar ini. Fokus

primer di paru-paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau

pleuritis lokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah

lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan

rongga di jaringan paru yang disebut kavitas. Bronkus dapat terganggu,

obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat

menyebabkan atelektaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan

nekrosis perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi pada dinding

bronkus bahkan hingga terjadi kerusakan parenkim paru. Kerusakan itu

mengakibatkan edema trakeal/faringeal, pecahnya pembuluh darah yang

menjadi penyebab batuk darah, dan juga peningkatan produksi sekret akan

mengakibatkan batuk produktif sehingga sekret menyumbat saluran napas

dan kebersihan jalan napas menjadi tidak efektif.


70

6. Pathway

Invasi bakteri
Penyebaran bakteri secara
tuberkulosis via inhalasi
bronkogen, limfogen, dan
hematogen Sembuh

Infeksi Primer

Sembuh
Sembuh dengan fokus Ghon dengan
fibrotik
Infeksi pasca-
Bakteri dorman
primer

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi Membentuk
Merusak parenim paru
infeksi/inflam kavitas

 Peningkatan produksi secret


 Pecahnya pembuluh darah jalan nafas

 Batuk produktif
 Batuk darah
 Sesak napas
 Penurunan kemampuan batuk

Ketidakefektifan bersihan jalan


napas
Gambar 2.1

Keterangan :

: Fokus Keperawatan

Sumber : Pathway Tuberkulosis Paru Arif Muttaqin (2014)


71

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ada dua terdiri dari pencegahan dan pengobatan,

pengertiannya sendiri yaitu :

a. Pencegahan pada pasien Tuberkulosis paru menurut (Arif

Muttaqin,2014,p.79) terdiri dari :

1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan tehadap individu yang

bergaul erat dengan penderita Tuberkulosis Paru Bakteri Tahan

Asam (BTA) positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis,

dan radiologis. Bila tes tuberklulin positif maka pemeriksaan

radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang.

Bila masih negaif, diberikan Bacille Calmette Guerin (BCG)

vaksinasi. Bila positif berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin

dan diberikan kemoprofilaksis.

2) Mass chest X-ray , yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok -

kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit /

puskesmas / balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, siswa

siswi pesantren.

3) Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin yang

diberikan untuk melindungi diri terhadap tuberkulosis, yaitu

penyakit infeksi yang terutama menyerang paru - paru.

4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 -

12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi

bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau


72

utama ialah bayi yang menyusun pada ibunya dengan BTA positif,

sedangkan kemoprofilaksis sekunder sendiri juga diperlukan bagi

beberapa kelompok berikut :

a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif

karena resiko timbulnya tuberkulosis milier dan tuberkulosis

meningitis.

b) Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin

positif yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis yang

menular.

c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari

negatif menjadi positif.

d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

imunosupresif jangka panjang.

5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit

tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun

ditingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) (misalnya perkumpulan

pemberantasan tuberkulosis paru Indonesia - PPTI).

b. Pengobatan tuberkulosis menurut (Amin Huda,Hardhi Kusuma,2016)

terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2 - 3 bulan) dan fase lanjutan

4 - 7 bulan.

Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan

tambahan.
73

1) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) menurut (Amin Huda, Hardhi

Kusuma, 2016).

a) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

(1) Rifampicin

Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2 - 3x/minggu atau

BB > 60 kg : 600 mg

BB 40 - 60 kg : 450 mg

BB < 40 kg : 3000 mg

Dosis intermiten 600 mg/kali.

(2) Isoniazid (INH)

Dosis 5 mg/kg BB,maksimal 300 mg, 10 mg/kgBB 3 kali

seminggu, 15 mg/kgBB 2 kali seminggu atau 300 mg/hr.

Untuk dewasa Intermiten 600 mg/kali.

(3) Pirazinamid

Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/k BB 3 kali

seminggu, 50 mg/kg BB 2 kali seminggu atau

BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40 – 60 kg : 1000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

(4) Streptomisin

Dosis 15 mg/kg BB atau

BB > 60 kg : 1000 mg

BB 40 - 60 kg : 750 mg
74

BB < 40kg : sesuai BB

(5) Etambutol

Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg

BB, 30 mg/kg BB 3x seminggu,45 mg/kg BB 2x seminggu

atau

BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40 - 60 kg : 1000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali

2) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination), menurut (Amin

Huda, Hardhi Kusuma, 2016) kombinasi dosis tetap ini terdiri dari:

a) Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu

Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamdi 400 mg, dan

Etambutol 275 mg.

b) Tiga obat anti Tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu Rifampisin

150 mg, Isoniazid 75 mg, dan Pirazinamid 400 mg.

c) Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk

kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3 - 4 tablet

sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat

mengggunakan kombinasi dosis dua obat anti tuberkulosis

seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman

pengobatan.
75

3) Jenis obat tambahan (lini 2) menurut (Amin Huda, Hardhi

Kusuma,2016) lainnya adalah:

a) Kanamisin

b) Kuinolon

c) Obat lain masih dalam penelitian : Makrolid, Amoksilin +

Asam Klavunalat.

d) Derivat Rifampisin dan INH

Sebagian besar penderita Tuberkulosis dapat menyelesaikan

pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat

mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

selama pengobatan. Efek samping yang terjadi sangat ringan

atau berat, bila efek samping ringan dapat diatasi dengan obat

simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

B. Konsep Bersihan Jalan Nafas pada Tuberculosis Paru

1. Definisi

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif adalah suatu keadaan ketika

individu mengalami suatu ancaman nyata atau potensial pada status

pernapasan karena ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif.

Diagnosis ini ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa

ketidakmampuan untuk batuk atau kurangnya batuk, atau

ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari jalan napas. Tanda

minor yang mungkin ditemukan untuk menegakkan diagnosis ini adalah


76

bunyi napas abnormal, stridor, dan perubahan frekuensi, irama, dan

kedalaman napas (Anas Tamsuri, 2008, p.51).

2. Etiologi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif menurut (Nurarif, 2016,

p.387)

a. Lingkungan

1) Perokok pasif

2) Menghisap asap

3) Merokok

b. Obstruksi Jalan Napas

1) Spasme jalan napas

2) Mukus dalam jumlah berlebihan

3) Eksudat dalam jalan alveoli

4) Materi asing dalam jalan napas

5) Sekresi bertahan/sisa sekresi

6) Sekresi dalam bronkiolus

c. Fisiologis

1) Jalan napas alergik

2) Asma

3) Penyakit paru obstruktif kronik

4) Hiperplasi dinding bronkial

5) Infeksi
77

3. Batas Karakteristik Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif menurut (Nurarif,

2016, p.387) :

a. Tidak ada batuk

b. Suara nafas tambahan

c. Perubahan frekuensi napas

d. Perubahan irama napas

e. Sianosis

f. Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara

g. Penurunan bunyi napas

h. Dipsnea

i. Sputum dalam jumlah yang berlebihan

j. Batuk yang tidak efektif

k. Orthopneu

l. Gelisah

m. Mata terbuka lebar

C. Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada Tuberkulosis

Paru

Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif antara lain :

1. Inhalasi Oksigen

Pemberian oksigen bisa dilakukan dengan menggunakan alat diantaranya

adalah :

a. Nasal Kanul
78

Alatnya sederhana dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6

liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 24-44%.

b. Sungkup Muka Sederhana

Aliran oksigen yang diberikan melalui alat ini sekitar 5 liter/menit

dengan konsentrasi 40-60%.

c. Sungkup Muka dengan Kantong rebreathing

Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari sungkup muka

sederhana yaitu 60-80% dengan aliran oksigen 8-12 liter/menit.

d. Sungkup Muka dengan Kantong nonrebreathing

Memberikan oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada

kantong rebreathing. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak tercampur

dengan ekspirasi.

2. Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan terdiri

dari perkusi, vibrasi dan postural drainage :

a. Perkusi

Perkusi disebut juga dengan clapping adalah pukulan kuat, bukan

berarti sekuat-kuatnya pada dinding dada dan punggung dengan tangan

dibentuk seperti mangkuk. Tujuan perkusi secara mekanik dapat

melepaskan secret yang melekat pada dinding brokhus.

b. Vibrasi

Vibrasi adalah gerakan kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan

perawat yang diletakan datar pada dinding dada klien.Tujuannya


79

digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara

ekspirasi dan melepaskan mukus kental.

c. Postural Drainage

Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan

sekresi dari berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan gaya

gravitasi.

d. Napas Dalam dan Batuk Efektif

Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan

abdominal (diafragma) dan purse lips breathing. Sedangkan batuk

efektif yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.

e. Suction (Penghisapan Lendir)

Sucion adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang berlebihan

pada jalan napas. Suction dapat diterapkan pada oral, nasofaringeal,

trakheal, serta endotrakheal atau trakheostomi tube.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Tuberkulosis paru Dengan Fokus

Studi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

1. Pengkajian

Untuk mendapatkan diagnosa yang tepat, harus diperoleh data yang tepat

dan akurat untuk menentukan diagnosa keperawatan yaitu dengan

melakukan pengkajian. Menurut Muhammad Ardiansyah (2012)

pengkajian pada pasien Tuberkulosis paru adalah :

a. Identitas pasien
80

Identitas pasien berupa nama, tempat tanggal lahir, usia, alamat, suku

bangsa, agama, status, nomor rekam medik, dan tanggal masuk RS.

b. Keluhan utama

Batuk yang bersifat nonproduktif, produktif, atau sputum bercampur

darah, sesak napas dan nyeri dada, batuk darah.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Batuk

(lebih dari 3 minggu) tanpa dahak kemudian berdahak, hingga

bercampur darah, batuk darah, dan sesak napas.

d. Riwayat penyakit dahulu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah menderita TB paru, waktu

kecil pernah mengalami keluhan batuk dalam waktu lama.

e. Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga

lainnya, sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.

f. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan Keadaan umum : dapat dilihat secara selintas dengan

menilai keadaan fisik yang melemah

2) GCS : pemeriksaan ini diperlukan apabila kesadaran pasien

menurun.

3) Tanda-tanda vital : suhu tubuh meningkat lebih dari normal,

frekuensi napas meningkat dan sesak napas, denyut nadi


81

meningkat, hasil pemeriksaaan tekanan darah biasanya sesuai

dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.

4) Berat Badan : pada klien TB paru biasanya mengalami penurunan

berat badan.

5) Mata : Pada klien TB paru biasanya pada bagian mata mengalami

konjungtiva anemis.

6) Hidung : Pada klien TB paru biasanya terdapat cuping hidung.

Menurut Andri Setya Wahyudi dan Abd. Wahid (2016)

pemeriksaan paru-paru meliputi :

7) Thoraks

Paru-paru

I : pergerakan dada (apakah simestris atau ada flail chest), pola

napas apakah normal, eupnea, tachipnea, atau bradipnea, atau

menggunakan otot bantu pernapasan.

P : teraba getaran atau frekuensi vocal fremitus.

P : mendengar bunyi sonor atau dullness/redup.

A : normal, vesikuler, atau ada suara napas tambahan ronchi, rales,

wheezing).

g. Pengkajian pola fungsional menurut Gordon :

1) Pola Persepsi Kesehatan

Ketidaktahuan klien tentang informasi dari penyakit yang

dideritanya seperti penyebab dan factor-faktor terjadinya

pneumonia.
82

2) Pola Nutrisi/Metabolik

Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan,

dan penurunan berat badan.

3) Pola Eliminasi

Pengukuran volume output urine dapat dilakukan untuk

mengetahui status hidrasi. Adanya peningkatan suhu, anoreksia,

dan muntahdapat terjadi pada klien pneumonia.

4) Pola Aktivitas dan Latihan

Klien akan mengalami kelemahan karena kekurangan oksigen.

Klien mudah lelah bahkan untuk beraktivitas seperti biasa.

5) Pola Istirahat-Tidur

Pola tidur akan terganggu yang disebabkan oleh kesukaran

bernapas.

6) Pola Kognitif-Persepsi

Klien akan mengalami latergi, dan mengalami penurunan toleransi

terhadap aktivitas.

7) Pola Persepsi Diri-Konsep Diri

Pada kondisi klinis, klien dengan pneumonia sering mengalami

kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.

8) Pola Peran-Hubungan

Hal yang perlu dikaji meliputi status perkawinan, pekerjaan,

kualitas dan kuantitas pekerjaan, dan sistem dukungan dari

keluarga selama sakit.


83

9) Seksualitas

Pengkajian ini meliputi masalah kesehatan reproduksi.

10) Koping Pola Toleransi Stress

Mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik.

11) Pola Nilai Keyakinan

Klien memiliki keyakinan terhadap kepada Tuhan akan

kesembuhan dari penyakitnya.

h. Pemeriksaan penunjang

Untuk memperkuat pengkajian harus didukung dengan pemeriksaan

penunjang dengan malukan pemeriksaan penunjang laboratorium dan

radiologi. Menurut Santa Manurung dkk (2013) pemeriksaan

laboratorium meliputi :

1) Darah

Pada TB paru aktif biasanya diketahui peningkatan leukosit dan

laju endap darah (LED).

2) Sputum BTA

Pemeriksaan bekteorologik dilakukan untuk menemukan kuman

tuberkulosis. Dilakukan tiga kali berturut-turut dan biakan/kultur

BTA selama 4-8 minggu

Menurut Muhammad Ardiansyah (2012) selain pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan radiologi juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

rontgen thoraks, pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering

didapatkan adanya suatu lesi yang terbentuk bayangan hitam.


84

2. Diagnosa Keperawatan

Masalah diagnosa pada Tuberkulosis paru yang penulis angkat pada karya

tulis ini adalah :.

D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif

1) Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas

untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

2) Penyebab

Situasional: Merokok aktif, merokok pasif, terpajan polutan.

3) Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif: -

b) Objektif: Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum

berlebih, mengi, ronkhi kering.

4) Gejala dan tanda minor

a) Subjektif: Dispnea, sulit bicara, ortopnea.

b) Objektif: Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi

napas berubah, pola napas berubah.

5) Kondisi klinis terkait

Infeksi saluran napas

3. Intervensi Keperawatan

Menurut Muhammad Ardiansyah (2012) rencana keperawatan dengan

diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif adalah :


85

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mucus

yang kental, hemoptitis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema

trakheal/faringeal.

1) Tujuan : jalan napas kembali efektif

2) Kriteria hasil :

a) Klien dapat melakukan batuk efektif

b) Pernapasan klien normal (16-20) tanpa penggunaan otot bantu

napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan

normal.

3) Intervensi

a) Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama,

kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas)

Rasionalisasi :

Penurunan bunyi napas menunjukan atelektasis, ronkhi

menunjukan akumulasi secret dan tidak efektifnya pengeluaran

sekresi, yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot

bantu napas dan peningkatan kerja pernapasan.

b) Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume

sputum, dan adanya hemoptitis.

Rasionalisasi :

Pengeluaran dahak akan sulit bila secret kental. Sputum

berdarah bila ada kerusakan paru atau luka bronchial dan

memerlukan intervensi lebih lanjut.


86

c) Berikan posisi fowler/semifowler tinggi, dan bantu klien untuk

napas dalam dan batuk efektif.

Rasionalisasi :

Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan

upaya napas. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis dan

meningkatkan gerakan secret ke jalan napas untuk dikeluarkan.

Sehingga bernapas menjadi lebih lega.

d) Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari, kecuali

tidak diindikasikan.

Rasionalisasi :

Hidrasi yang memadai dapat membantu mengencerkan secret

dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.

e) Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan

suction. apabila klien tidak mampu mengeluarkan secret

Rasionalisasi :

Mencegah obstruksi dan aspirasi.

f) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi OAT

Rasionalisasi :

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase, yaitu fase

intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat

yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.

Jenis obat utama yang direkomendasikan oleh WHO adalah

Rifampicin, INH, Pirazinamid, Streptomicin, dan Etambutol.


87

4. Impementasi keperawatan

Perawat akan merealisasikan tindakan keperawatan sesuai dengan

rencana keperawatan yang telah dibuat untuk mengatasi klien TB paru

dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas dengan cara mengobservasi

tindakan yang telah dilakukan, karena terdapat managemen shift, maka

sebagian tugas akan di delegasikan kepada perawat jaga yang lain untuk

mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahapan akhir dalam proses pemberian asuhan

keperawatan untuk mendapatkan keberhasilan dari tindakan yang

diberikan, dengan melihat adanya respon klien perawat dapat mengetahui

apakah tindakan yang di berikan berhasil ataukah tidak, jika berhasil

maka tindakan dihentikan, dan jika tidak maka perawat harus melakukan

pengkajian ulang.

Penulis akan mengobservasi respon klien dengan cara :

a. Melihat respon klien disetiap tindakan yang dilakukan.

b. Respon yang ada dikumpulkan dan dapat dituangkan dalam catatan

perkembangan dalam bentuk SOAP (respon Subyektif, respon

Objektif, Analisa, perencanaan) untuk mengetahui hasil tindakan.

c. Hasil akhir berupa perubahan dalam kondisi klien, dapat berupa

masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi,

bahkan dapat menambah masalah baru. Kriteria hasil yang diharapkan

yaitu klien dapat melakukan batuk efektif Pernapasan klien normal


88

(16-20) tanpa penggunaan otot bantu napas, bunyi napas normal, Rh -

/-dan pergerakan pernapasan normal. Hasil evaluasi yang didapatkan

menunjukan bersihan jalan nafas menjadi efektif.

Anda mungkin juga menyukai