Anda di halaman 1dari 25

BAB I

KONSEP MEDIS

1. DEFENISI

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim

paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil

mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian

bawah (Wijaya, 2013, Hal. 137).

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium

tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh de ngan lokasi

terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer,

2000).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang

parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, teruta ma

meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).

2. KLASIFIKASI
A. Klasifikasi tuberkulosis dari sistem lama:

1. Pembagian secara patologis

a. Tuberkulosis primer (childhood tuberkulosis)

b. Tuberkulosis post-primer (adult tuberkulosis)

2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkulosis paru (kochpulmonum) aktif, non

aktif dan quiescent (bentuk aktif yang membunuh)

3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

a. Tuberkulosis minimal

b. Moderatery advanced tuberculosis

c. Far advanced tuberkulosisi

B. Klasifikasi menurut American Thoracic Society:

1. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes

tuberculin negative

2. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tetapi tidak tebukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak

positif, tes tuberculosin negative.

3. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis

dan sputum negative

4. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit

C. Klasifikasi di indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makrobiologis:

1. Tuberkulosis paru

2. Bekas tuberkulosis paru

3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:

a. TB tersangka yang diobati: sputum BTA(-), tetapi tanda-tanda lain positif

b. TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negative dan tanda-tanda lain juga

meragukan
D. Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori: (sudoyo Aru):

1. Kategori 1, ditunjukkan terhadap:

a. Kasus baru dengan sputum positif

b. Kasus baru dengan bentuk TB berat

2. Kategori 2, ditunjukkan terhadap:

a. Kasus kambuh

b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif

3. Kategori 3, ditujukkan terhadap:

a. Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas

b. Kasus TB ekstra paru selain dari Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut

kategori.

3. ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101) adalah sebagai mana telah

diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis).

a. Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai

genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya adalah M.

tuberculosis.

b. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humani

(kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan makin

di tingkatkan

c. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam basa. Karena itu,

kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)

d. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan Asam (BTA)

belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang

ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.


e. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk

mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.

f. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit

saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena

alcohol 70 % atau lisol 5%.

4. PATOFISIOLOGI

Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit

yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di

rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya

di bagian bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberculosis ini

membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfunuklear polimorfunuklear tampak pada

tempat tersebut tersebut dan mefagosit mefagosit bakteri bakteri tetapi tidak membunuh

organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya,

2013, Hal. 138).

Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia

akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi

menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang

dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian

sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut

nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya

yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi

menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang

mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013, Hal. 138).

Lesi primer paru – paru disebut disebut focus ghon dan gabungan gabungan

terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon
yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani

pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan

dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus bronkus dan menimbulkan menimbulkan kavitas.

kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan

trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat

terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa

pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013, Hal. 138).

Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan

parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan bronkus. Bahan perkejuan

perkejuan dapat mengental dapat mengental sehingga tidak sehingga tidak dapat mengalir

mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.

Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan

dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan peradangan aktif. Penyakit Penyakit dapat

menyebar menyebar melalui melalui saluran saluran limfe atau pembuluh pembuluh darah

(limfohematogen). (limfohematogen). Organisme Organisme yang lolos dari kelenjar kelenjar

limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat

menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen

merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi

apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam

sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya, 2013,

Hal. 138).

5. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB Wijaya, (2013, Hal. 140)

Gambaran klinik TB paru da paru dapat di bagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan

gejala sist gejala sistemik :


a. Gejala respiratorik, meliputi ;

1. Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur

darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2. Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa

garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat

banyak.

3. Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena

ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan pleura,

pneumothorax, anemia, dan lain – lain.

4. Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk termasuk nyeri pleuritik pleuritik yang

ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura rusak.

b. Gejala sistemik, meliputi :

Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari

mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang

masa bebas serangan makin pendek. Gejala sistemik lain. Gejala sistemik lain ialah keringat

malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual

dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan penampilan akut dengan batuk,

panas, sesak napas walaupun jarang jarang dapat juga timbulnya timbulnya menyerupai

menyerupai gejala pneumonia\tuberkulosis pneumonia\tuberkulosis paru termasuk

termasuk insidius insidius (Wijaya, (Wijaya, 2013, Hal. 140)

c. Tanda dan gejala lain yaitu:

1. Demam 40-41ᴼC, serta ada batuk/batuk berdahak

2. Sesak nafas dan nyeri dada

3. Malaise, keringat malam


4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

Pada anak:

1. Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh

2. Demam tanpa sebab jelas, terutama jka berlanjut sampai 2 minggu

3. Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa whee Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan

atau tanpa wheeze

4. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

5. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah

penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem scroring TB anak

6. Anak dengan Tb jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)

7. Pasien usia balita yang dapat sekor 5, dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih

lanjut.

6. KOMPLIKASI

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita

tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan

kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.

b. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi

bronchial.

c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada

proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Menurut Somantri Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa beberapa pemeriksaan

pemeriksaan penunjang pada klien penunjang pada klien dengan dengan tuberkulosis dengan

dengan tuberkulosis paru untuk menunjang paru untuk menunjang dignosis yaitu :

a. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.

b. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA.

c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau

lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama

dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.

d. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit

kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang

mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.

e. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit):

positif untuk M. Tuberkulosis.

f. Needle Needle biopsi of lung tissue: tissue: positif positif untuk granuloma granuloma TB,

adanya sel-sel besar sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis. yang mengindikasikan

nekrosis.

g. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya

hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.

h. ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.

i. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau

kerusakan paru-paru karena TB.

j. Darah: leukositosis, LED meningkat.


k. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan

menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim

paru-paru dan penyakit pleura.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksananaan Medis Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

1. Jangka pendek.

Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.

a. Streptomisin inj 750 mg.

b. Pas 10 mg.

c. Ethambutol 1000 mg.

d. Isoniazid 400 mg.

2. Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2

x seminggu, selama pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,

tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat

dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :

a. INH.

b. Rifampicin.

c. Ethambutol

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9

bulan.

3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam

pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :

a. Rifampicin.

b. Isoniazid (INH).

c. Ethambutol.
d. Pyridoxin (B6).

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan

melakukan :

1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunde

2. Pemberian oksigen yang adekuat

3. Latihan batuk efektif

4. Fisioterapi dada

5. Pemberian nutrisi yang adekuat

6. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin, etambutol,

rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)

7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan

anak perkembangan anak yang tenderita enderita tuberculosis tuberculosis dengan

membantu dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan

tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 20 perkembangan, yaitu (Suriadi dan

Yuliani, 2001) :

a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan

tangan, vidio game, televisi)

b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi

bagi anak.

c. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang

diinginkan

d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit,

menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika

memungkinkan.
9. PENCEGAHAN

a. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih

kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.

b. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas

agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.

c. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.

d. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembar Bagi penderita untuk tidak

membuang ludah sembarangan.

e. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak

udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara

sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi ventilasi udaranya udaranya dimana sinar

matahari matahari pagi masuk ke dalam rumah.

f. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di

sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain

yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan

pikiran.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Irman Somantri,

p.68 2009).

a. Data Pasien

Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan

perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya

banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi

sehingga masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak

dapat terjadi pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.

Anak-anak lebih sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) disbanding


TB paru dengan perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama

ditemukan pada usia

b. Riwayat Kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain:

1. Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.

2. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk

membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering sampai

dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).

3. Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-paru.

4. Keringat malam.

5. Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke

pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

6. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.

7. Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak

bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto

toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan hitam dan diagfragma menonjol

keatas.

8. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul

bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi

menular.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

1. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh

2. Pernah berobat tetapi tidak sembuh


3. Pernah berobat tetapi tidak teratur

4. Riwayat kontak dengan penderita TB paru

5. Daya tahan tubuh yang menurun

6. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur

7. Riwayat putus OAT.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang

menderita TB paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti

Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.

e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya

1. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya

2. Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.

3. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya

4. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir

f. Riwayat Sosial Ekonomi

1. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah

penghasilan.

2. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,

menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan

dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang

banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan

putus harapan.

g. Faktor Pendukung:

1. Riwayat lingkungan.
2. Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,

kebersihan diri.

3. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,

pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

h. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk

TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)

Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat

Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16- 20x/i)

Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu mungkin tinggi atau

tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam

1. Kepala Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis,

konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa bibir

kering, biasanya adanya pergeseran trakea.

2. Thorak Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada,

biasanya pasien kesulitan saat inspirasi Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi

biasanya lemah Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak Auskultasi :

Biasanya terdapat bronki

3. Abdomen

Inspeksi : biasanya tampak simetris Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi : biasanya bising usus pasien

tidak terdengar

4. Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada

edema
5. Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak

ada edema.

i. Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.

2. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72

jam).

3. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak

gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas

bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat

dengan densitas tinggi.

4. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena TB

paru.

5. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

6. Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

j. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1. Pola aktivitas dan istirahat Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul.

Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;

infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41oC) hilang timbul.

2. Pola Nutrisi Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub kutan.

3. Respirasi Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada

Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid

kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi

basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi

pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal

(penyebaran bronkogenik).

4. Rasa nyaman/nyeri Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang

Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa

timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

5. Integritas Ego Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak

berdaya/tak ada harapan. Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas,

ketakutan, mudah tersinggung.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam jumlah

berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan, keletihan otot

pernapasan

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk mencerna makanan

e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

f. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit

g. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi

h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism

i. Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kewaspadaan

perdarahan

j. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak

k. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum


l. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, infeksi/ kontaminan

interpersonal, ancaman pada konsep diri.


3. RENCANA KEPERAWATAN

Rencana keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan TB paru adalah sebagai

berikut:

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Ketidakefektifan Setelah Manajemen jalan nafas


dilakukan
bersihan jalan napas tindakan keperawatana) Bersihkan jalan nafas
berhubungan dengan diharapakan dengan teknik chin lift
status
mokus dalam jumlah pernafasan : kepatenan atau jaw thrust sebagai
berlebihan, eksudat jalan nafas dengan mana mestinya
dalam jalan alveoli, kriteria hasil : b) Posisikan pasien untuk
sekresi bertahan/sisa a) Frekuensi pernafasan memaksimalkan
ventilasi
tidak ada deviasi dari
sekresi
kisaran normal c) Identifikasi kebutuhan
Definisi :
b) Irama pernafasantidakaktual/potensial pasien
Ketidakmampuan untuk memasukkan alat
membersihkan sekresi ada deviasi dari
kisaran normal membuka jalan nafas
atau obstruksi dari d) Lakukan fisioterapi
c) Kemampuan untuk
saluran nafas untuk dada sebagai mana
mengeluarkan secret
mempertahankan mestinya
tidak ada deviasi dari
bersihan jalan nafas kisaran normal e) Buang secret dengan
Batasan karakteristik : d) Suara nafas tambahan memotivasi pasien
1. Batuk yang tidak tidak ada untuk melakukan batuk
efektif e) Dispnea atau menyedot lender
dengan
2. Dyspnea f) Instruksikan
aktifitas ringan tidak
3. Gelisah ada bagaimana agar bias
4. Kesulitan verbalisasi f) Penggunaan ototbantu melakukan batuk
5. Penurunan bunyi pernafasan tidak adaefektif
nafas g) Auskultasi suara nafas
6. Perubahan frekensi h) Posisikan untuk
nafas meringankan sesak
status pernafasan :
7. Perubahan pola nafas nafas
ventilasi dengan
8. Sputum dalam
jumlah yang kriteria hasil : Monitor pernafasan
berlebihan a) Frekuensi pernafasan a) Monitor kecepatan,
9. Suara nafas tambahan tidak ada deviasi dari irama, kedalaman dan
kisaran normal kesulitan bernafas
Faktor yang berhubungan b) Irama pernafasantidak b) Catat pergerakan dada,
1. Lingkungan ada deviasi dari catat ketidaksimetrisan,
a) Perokok kisaran normal penggunaan otot bantu
b) Perokok pasif c) Suara perkusi nafas pernafasan dan retraksi
c) Terpajan asap tidak ada deviasi dari otot
2. Obstruksi jalan nafas kisaran normal c) Monitor suara nafas
a) Adanya jalan d) Kapasitas vital tidak tambahan
nafas buatan ada deviasi dari dari d) Monitor pola nafas
b) Benda asing kisaran normal e) Auskultasi suara nafas,
dalam jalan nafas catat area dimana terjadi
c) Eksudat dalam penurunan atau tidak
alveoli adanya ventilasi dan
d) Hyperplasia pada keberadaan suara nafas
dinding bronkus tambahan
e) Mucus berlebihan f) Kaji perlunya
f) Spasme jalan penyedotan pada jalan
nafas nafas dengan auskultasi
3. Fisiologis suara nafas ronki diparu
a) Disfungsi g) Monitor kemampuan
neuromuskular batuk efektif pasien
b) Infeksi h) Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


nafas berhubungan tindakan keperawatan a) Bersihkan jalan nafas
dengan hiperventilasi diharapkan status dengan teknik chin lift
Definisi : pernafasan : ventilasi atau jaw thrust sebagai
Batasan karakteristik dengan kriteria hasil : mana mestinya
1. Bradipnea a) Frekuensi pernafasan b) Posisikan pasien untuk
2. Dyspnea tidak ada deviasi dari memaksimalkan
3. Penggunaan otot kisaran normal ventilasi
bantu pernafasan b) Irama pernafasan c) Identifikasi kebutuhan
4. Penurunan kapasitas tidak ada deviasi dari aktual/potensial pasien
kapasitas vital kisaran normal untuk memasukkan alat
5. Penurunan tekanan c) Suara perkusi nafas membuka jalan nafas
ekspirasi tidak ada deviasi dari d) Lakukan fisioterapi dada
6. Penurunan tekanan kisaran normal sebagai mana
inspirasi d) Kapasitas vital tidak mestinya
7. Pernafasan bibir ada deviasi dari dari e) Buang secret dengan
8. Pernafasan cuping kisaran normal memotivasi pasien
hidung untuk melakukan batuk
9. Takipnea atau menyedot lender
f) Instruksikan bagaimana
Factor yang berhubungan agar bias melakukan
1. Ansietas batuk efektif
2. Cedera medulla g) Auskultasi suara nafas
spinalis h) Posisikan untuk
3. Hiperventilasi meringankan sesak
4. Keletihan nafas
5. Keletihan otot
pernafasan Terapi oksigen
6. Nyeri a) Pertahankan kepatenan
7. Obesitas jalan nafas
8. Posisi tubuh yang b) Siapkan peralatan
menghambat oksigen dan berikan
ekspansi paru melalui system
humidifier
c) Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
d) Monitor aliran oksigen
e) Monitor efektifitas
terapi oksigen
f) Amati tanda-tanda
hipoventialsi induksi
oksigen
g) Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan dan
atau tidur
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Terapi oksigen
gas berhubungan dengan tindakan keperawatan a) Pertahankan kepatenan
perubahan membran diharapakan status jalan nafas
alveolar-kapiler pernafasan : b) Siapkan peralatan
Definisi : pertukaran gas dengan oksigen dan berikan
Kelebihan atau deficit kriteria hasil : melalui system
oksigenasi dan/atau a) Tekanan parsal humidifier
eliminasi oksigen di darah arteri c) Berikan oksigen
(PaO2) tidak ada tambahan seperti yang
karbondioksida pada
membrane alveolar- deviasi dari kisaran diperintahkan
kapiler normal d) Monitor aliran oksigen
b) Tekanan parsial e) Monitor efektifitas
Batasan karakteristik karbondioksisa di terapi oksigen
1. Diaphoresis darah arteri (PaCO2) f) Amati tanda-tanda
2. Dyspnea tidak ada deviasi dari hipoventialsi induksi
3. Gangguan kisaran normal oksigen
penglihatan c) Saturasi oksigen tidak g) Konsultasi dengan
4. Gas darah arteri ada deviasi dari tenaga kesehatan lain
abnormal kisaran normal mengenai penggunaan
5. Gelisah d) Keseimbangan oksigen tambahan
6. Hiperkapnia ventilasi dan perfusi selama kegiatan dan
7. Hipoksemia tidak ada deviasi dari atau tidur
8. Hipoksia kisaran normal Monitor tanda-tanda
9. pH arteri abnormal vital
10. pola pernafasan Tanda-tanda vital a) Monitor tekanan darah,
abnormal dengan kriteria hasil : nadi, suhu dan status
11. sianosis a) Suhu tubuh tidak ada pernafasan dengan
deviasi dari kisaran tepat
factor berhubungan normal b) Monitor tekanan darah
b) Denyut nadi radial saat pasien berbaring,
1. ketidakseimbangan
tidak ada deviasi dari duduk dan berdiri
ventilasi-perfusi
kisaran normal c) sebelum dan setelah
2. perubahan membrane
c) Tingkat pernafasan perubahan posisi
alveolar-kapiler
tidak ada deviasi dari d) Monitor dan laporkan
kisaran normal tanda dan gejala
d) Irama pernafasantidak hipotermia dan
ada deviasi dari hipertermia
kisaran normal e) Monitor keberadaan
e) Tekanan darah sistolik nadi dan kualitas nadi
tidak ada deviasi dari f) Monitor irama dan
kisaran normal tekanan jantung
f) Tekanan darah g) Monitor suara paru-
diastolik tidak ada paru
deviasi dari kisaran h) Monitor warna kulit,
normal suhu dan kelembaban
Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan
tanda-tanda vital
Daftar Pustaka

Agustina Dewi. 2013. Hubungan Tingkat Kepositifan BTA Dalam Sputum dengan
Gejala Klinis TB Paru BTA (+) Di RSUD Raden Matther. Dari
https://id.portalgaruda.org/index.php?
ref=browse&mod=viewarticle&article=32473

Afriyanti, Yati & Rachmawati, N, I. 2014 Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam


Riset Keperawatan

Centres for Desease Control. 2015. Tuberculosis Data and Statistics. Dari
https://googleweblight.com/?
lite.url=https://www.cdc.gov/tb/statistics/&eiDiakses pada tanggal 30 Januari
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2013. Profil Kesehatan 2013.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat. 2014. Profil Dinas Kesehatan 2014. Badan
Penelitisn dan Pengembangan Kesehatan Sumbar

World Health Organization. 2015. Global Tuberkulosis Report 2015.

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia

Mutaqqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika

NANDA International.(2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017, edisi 10. Jakarta: EGC

Rab, Tabrani. 2016. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Medika

Saryono & Anggreni, MD. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan


Kualitatif.Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer, S.C., and Bare, B.G. (2015).Medical Surgical Nursing (Vol 1). LWW
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung :


Alfabeta

Wahid & Imam, 2013.Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: CV Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai