Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

DI RS AN NISA

Disusun Oleh:
Sita Nuralisa S.Kep
NIM : 201840032

PROGRAM PROFESI NERS STIKES IMC BINTARO


Komp. RS IMC Jl. Raya Jombang No. 56
Ciputat, Tangerang Selatan
Tahun 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
( BTA ). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada
tanggal 24 maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri
tersebut diberi nama baksil koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru
kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP ).
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja dan dimana saja. Setiap
tahunnya, indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus TBC dan
sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.
Bahkan, indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di
indonesia.
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang bersifat sistemik,
yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah
terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens
tuberkulosis anak tidak mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat
diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis.
Penyakit TBC tidak mempunyai gejala yang khas, bahkan sering
tanpa gejala dan baru diketahui adanya kelainan dengan pemeriksaan foto
rontgen paru. Pada saat itu kemungkinannya ada dua, apakah yang akan
muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Tapi
bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun bisa saja muncul, bukan di
paru-paru lagi melainkan di tulang, ginjal, otak dan sebagainya. Ini yang
berbahaya dan butuh waktu yang lama untuk penyembuhannya.
Karena itu perlu kita sadari kembali bahwa TBC dalah penyakit
yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri
mycobacterium tuberculosa sangat mudah menular melalui udara pada saat
pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara.
Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu
tahun.
Dari uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
pengelolaan pasien dengan diagnosa TB Paru ialah agar penulis dan
pembaca dapat menambah pengetahuan dalam melakukan perawatan
secara mandiri kepada pasien dengan TB Paru.

B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Pada Ny, S Dengan TB Paru di ruang Alamanda RS OMNI Hospital
Cikarang?“

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru di
ruang Alamanda RS OMNI Hospital Cikarang.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan TB Paru
di RS OMNI Hospital Cikarang.
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan TB Paru
di ruang Alamanda RS OMNI Hospital Cikarang.
c. Merumuskan rencana keperawatan pada denganTB Paru di RS
OMNI Hospital Cikarang.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan TB
Paru di RS OMNI Hospital Cikarang.
e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan TB
Paru di RS OMNI Hospital Cikarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR

1. Definisi TB Paru

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama


menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang
merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah (Wijaya,
2013).

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering


mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer, 2014).

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium


tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama


menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Suzanne dan Brenda, 2001).
2. Etiologi

Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012) adalah


sebagai mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB
(mycobacterium tuberculosis humanis).

1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang


mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium,
salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.

2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia


adalah type humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat
diabaikan, setelah hygiene peternakan makin di tingkatkan

3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam


basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)

4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis


Basil Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil
tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan
adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.

5. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai


20 menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12
sampai 24 jam.

6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga


dalam beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan
6terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70 % atau lisol
5%
3. Manifestasi Klinik

Menurut Wijaya, (2013) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi


menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik :

1. Gejala respiratorik, meliputi ;

1) Batuk : gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan


yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.

2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,


mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

3) Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru


sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.

4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik


yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
rusak.
2. Gejala sistemik, meliputi :

Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul


pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.

Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam,


anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbulnya menyerupai gejala pneumonia\tuberkulosis paru termasuk
insidius (Wijaya, 2013)

Tanda dan gejala lain yaitu:

1. Demam 40-41ᴼC, serta ada batuk/batuk berdahak

2. Sesak nafas dan nyeri dada

3. Malaise, keringat malam

4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

6. Pada anak:

1) Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang


jelas atau gagal tumbuh

2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jka berlanjut sampai 2


minggu

3) Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze

4) Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

5) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7
hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem
scroring TB anak

6) Anak dengan Tb jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)

7) Pasien usia balita yang dapat sekor 5, dirujuk ke rumah sakit


untuk evaluasi lebih lanjut.
4. Klasifikasi

1. Klasifikasi tuberkulosis dari sistem lama:

1) Pembagian secar patologis

a. Tuberkulosis primer (childhood tuberkulosis)

b. Tuberkulosis post-primer (adult tuberkulosis)

2) Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkulosis paru


(kochpulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang
membunuh)

3) Pembagian secara radiologis (luas lesi)

a. Tuberkulosis minimal

b. Moderatery advanced tuberkulosis

c. Far advanced tuberkulosisi


2. Klasifikasi menurut American Thoracic Society:

a. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak


negative, tes tuberculin negative

b. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tetapi tidak tebukti adainfeksi. Di


sini riwayat kontak positif, tes tuberculosin negative

c. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin


positif, radiologis dan sputum negative

d. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit

3. Klasifikasi di indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis,


dan makrobiologis:

a. Tuberkulosis paru

b. Bekas tuberkulosis paru

c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:

a) TB tersangka yang diobati: sputum BTA(-), tetapi tanda-tanda lain


positif

b) TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negative dan tanda-


tanda lain juga meragukan

4. Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori:

(sudoyo Aru):

1) Kategori 1, ditunjukkan terhadap:

a. Kasus baru dengan sputum positif

b. Kasus baru dengan bentuk TB berat

2) Kategori 2, ditunjukkan terhadap:

a. Kasus kambuh

b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif

3) Kategori 3, ditujukkan terhadap:

a. Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas

b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut kategori


4. Patofisiologi

Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya


diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama
maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013).

Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul


gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2013).

Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan


terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materitubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian
lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013).

Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan


tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar
limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain
(ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ –
organ tubuh (Wijaya, 2013).
5. Pathway
(Fajar Kharisma, 2016)
Invasi Mycobacterium

Infeksi Primer Sembuh

Infeksi Pasca Primer Bakteri

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi dan merusak parenkim

Produksi Kerusakan Perubahan cairan Reaksi sistemik


sputum membrane intrapleura
meningkat, alveolar-
pecahnya kapiler
pembuluh merusak Anoreksia, mual Lemah
pleura Sesak napas
darah dan muntah

Sesak napas, Intoleransi


Batuk ekspansi Ketidakseimbangan
Ketidakefektifan aktivitas
produktif, thoraks nutrisi kurang dari
batuk darah pola napas
kebutuhan tubuh

Gangguan
Ketidakefektif pertukaran gas
an bersihan
jalan nafas Suplai oksigen
menurun
Pembentukan ATP
Sianosis menurun
jaringan
perifer
Energy menurun

Ketidakefektif
an perfusi Kelelahan
jaringan
perifer Gangguan
mobilitas fisik
6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Somantri (2007) ada beberapa pemeriksaan penunjang


pada klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis
yaitu :

1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis


pada stadium aktif.

2. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif


untuk BTA.

3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi
tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.

4. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal


dibagian paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik
atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.

5. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan


CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.

6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel
besar yang mengindikasikan nekrosis.

7. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya


infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat
ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.

8. ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan


paru paru.

9. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan


bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.

10. Darah: leukositosis, LED meningkat.

11. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC
meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala 13
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
7. Penatalaksanaan

1. Penatalaksananaan Medis Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

1) Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan


jangka waktu 1 – 3 bulan.

Streptomisin inj 750 mg.

Pas 10 mg.

Ethambutol 1000 mg.

Isoniazid 400 mg.

2) Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara


pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi
TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :

INH.

Rifampicin.

Ethambutol

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan


kesembuhan menjadi 6-9 bulan.

3) Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila


ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :

Rifampicin.

Isoniazid (INH).

Ethambutol.

Pyridoxin (B6)
8. Pencegahan

1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan


sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.

2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan
terjadi penularan.

3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.

4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.

5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak


melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah
dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik
ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.

6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak


meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan
tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter
dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

Anda mungkin juga menyukai