Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU

A. Latar Belakang Tb Paru

Tuberkulosis Paru (Tb Paru) masih menjadi masalah kesehatan yang cukup besar di dunia. Prevalensi
kasus tuberkulosis paru ini seperti yang telah dicatat oleh WHO mencapai 14 juta, dengan insidensi
mencapai 9,4 juta orang. Saat ini yang menjadi masalah besar adalah pasien dengan tuberkulosis
paru dapat mendapat koinfeksi dengan HIV dan telah banyak berkembang TB menjadi resisten
terhadap pengobatan yang diberikan yang disebut dengan tuberkulosis paru multidrug-resistant.

Ilustrasi Penderita TB Paru

Tuberkulosis paru masih menjadi penyebab utama kematian yang berkaitan dengan infeksi tunggal.
Disebutkan 95 % tuberkolusis terjadi di negara sedang berkembang dengan kondisi ekonomi yang
lemah, dan 5 % sisanya terjadi di negara industri. Lebih dari 80 % tuberkolusis di negara sedang
berkembang menyerang populasi usia produktif, sementara di negara maju mencapai 20 %.

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis paru setelah
India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru tuberkulosis paru dan sekitar 140.000 kematian
akibat tuberkulosis paru. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular
lainnya dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut
pada seluruh kalangan usia.

Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi tubrkulosis paru di indonesia pada
tahun 2013 ialah sebanyak 0,4% dengan Lima provinsi dengan prevalensi tuberkulosis paru tertinggi
diantaranya adalah jawa barat (0,7%), papua (0,6%), DKI jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten
(0,4%), dan papua barat (0,4%) (Kemenkes RI, 2013).
B. Tujuan Penulisan
Penulis mendapatkan gambaran yang jelas dan komprehensif dalam melakukan asuhan
keperawatan pada TB Paru.

B. Manfaat Penulisan

1. Menambah pemahaman tentang suatu bagian keilmuan khususnya pada kasus


tuberkulosis paru.
2. Mampu menjelaskan dan memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada
kasus tuberkulosis paru.
3. Memiliki kemampuan nantinya dalam melakukan asuhan keperawatan secara nyata
pada kasus tuberkulosis paru.
4. Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan yang diberikan.
5. Adanya kepastian terhadap tindakan yang akan dilakukan dalam perawatanya

A. Konsep Teoritis TB Paru

1. Pengertian
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah (Wijaya,
2013, Hal. 137).

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim paru,
biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, 2014. Hal 525).

2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101) adalah sebagai
mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium
tuberculosis humanis).
 Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang mempunyai
berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya adalah
M. tuberculosis.
 Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type
humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene
peternakan makin di tingkatkan
 Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam basa. Karena itu,
kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
 Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan
Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan
Asam (BTA) yang ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab
mycobacteriosis.
 Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk
mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.
 Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam
beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa
menit bila terkena alcohol 70 % atau lisol 5%.

3. Patofisiologi TB Paru
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan
reaksi peradangan. Lekosit polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti
oleh magrofat (Wijaya, 2013, Hal. 138).

Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut.
Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian
sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang
mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013, Hal. 138).

Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional
dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini
dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon
lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair lepas ke dalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari
paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013, Hal. 138).

Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran
limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan
tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya, 2013, Hal. 138).

4. Manifestasi klinis TB Paru


Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik :

a. Gejala respiratorik, meliputi ;

 Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan.
 Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
 Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.
 Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura rusak.

b. Gejala sistemik, meliputi :


Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.

Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi


penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbulnya menyerupai gejala pneumonia\tuberkulosis paru termasuk insidius Wijaya,
(2013, Hal. 140)

5. Penatalaksanaan TB Paru
Menurut Ardiansyah (2012. Hal: 309) Penatalaksanaan dari TB dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita :

a. Pencegahan Tuberkulosis paru.

 Pencegahan tuberkulosis paru dilakukan dengan pemeriksaan terhadap individuyang


bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif.
 mass chest X-ray. Yaitu Pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok tertentu
misalnya: Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, siswa-
siswai pesantren.
 Vaksinasi BCG (bacille Calmette -Guerin); reaksi positif terjadi jika setelah
mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang
dari tujuh hari.
 Kemoprofilaksis yaitu dengan menggunakan INH 5mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit
 Komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit tuberkulosis paru kepada
masyarakat di tingkat Puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah atau
petugas lembaga swadaya masyarakat.

b. Pengobatan Tuberkulosis Paru


Tujuan Pengobatan pada penderita tuberkulosis paru, selain untuk mengobati, juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, reistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis serta
memutuskan rantai penularan.

c. Penemuan Penderita TB Paru

 Penatalaksnaan terapi: asupan nutrisi adekuat/mencukupi.


 Kemoterapi yang mencakup pemberian : isoniazid (INH) sebagai bakterisidial
terhadap basil yang tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18 s.d 24 bulan dan dengan
dosis 10-20mg/kg berat badan/hari melalui oral. Kombinasi antara NH, rifampicin, dan
prrazinamid yang diberikan selama 6 bulan. Obat tambahan antara lain streptomycin
(diberikan intramuskuler) dan ethambutol. Terapi kortikosteroid bersamaan dengan
obat anti tuberkulosis untuk mengurangi respon peradangan, misalnya pada meningitis.
 Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Tindakan ini dilakukan dengan
mengangkat jaringan paru yang rusak.
 Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang
terinfeksi basil tuberkulosis serta mempertahankan asupan nutrisi yang memadai.
Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
7. Pemeriksaan Penunjang TB Paru
Menurut Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien dengan
dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :

 Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium


aktif.
 Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA.
 Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm
atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama
dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
 Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan
yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
 Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta
biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
 Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis.
 Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru
lanjut kronis.
 ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
 Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus
atau kerusakan paru-paru karena TB.
 Darah: leukositosis, LED meningkat.
 Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi
parenkim paru-paru dan penyakit pleura.

8. Komplikasi TB Paru
Corwin (2009. Hal 547) mengatakan Komplikasi yang serius dan meluas Tuberkulosis Paru saat
ini adalah berkembangnya basil tuberculosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat.
Resistensi terjadi jika individu tidak menyelesaikan program pengobatannya hingga tuntas, dan
mutasi basil mengakibatkan basil tidak lagi responsive terhadap antibiotic yang digunakan dalam
waktu jangka pendek. Basil tuberculosis bermutasi dengan cepat dan sering. Tuberculosis yang
resisten terhadap obat obatan juga dapat terjadi jika individu tidak dapat menghasilkan respons
imun yang efektif sebagai contoh, yang terlihat pada pasien AIDS atau gizi buruk. Pada kasus
ini, terapi antibiotik hanya efektif sebagian. Tenaga kesehatan atau pekerja lain yang terpajan
dengan galur basil ini, juga dapat menderita tuberculosis resistens multi obat, yang dalam
beberapa tahun dapat mengakibatkan morbiditas dan sering bahkan kematian. Mereka yang
mengidap tubrkulosis resisten multiobat memerlukan terapi yang lebih toksit dan mahal dengan
kecendrungan mengalami kegagalan.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian TB Paru
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012, hal 319-
323) adalah sebagai berikut :

1. Aktivitas/Istirahat
a. Gejala :1) Kelelahan umum dan kelemahan, 2) Napas pendek saat bekerja atau beraktivitas, 3)
Kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam, 4) Setiap hari menggigil dan berkeringat, serta
mimpi buruk

b. Tanda :1) Takikardia, Takipnea atau dispnea pada saat beraktivitas, 2) Kelelahan otot, nyeri dan
sesak (Tahap Lanjutan)

2. Integritas Ego:
a. Gejala1) Adanya faktor stres lama, 2) Masalah keuangan dan rumah tangga, 3) Perasaan tak
berdaya/tak ada harapan, 4) Serta biasa terjadi di bangsa Amerika asli atau imigran dari Amerika
Tengah, Asia Tenggara, dan suku indian.

b. Tanda :1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini), 2) Kecemasan berlebihan, ketakutan, serta
mudah marah.

3. Makanan/Cairan
a. Gejala :1) Kehilangan nafsu makan, 2) Tak dapat mencerna makanan dan terjadi penurunan berat
badan.

b. Tanda :1) Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, 2) Kehilangan otot atau mengecil karena
hilangnya lemak subkutan

4. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : 1) Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

b. Tanda :1) Berhati-hati saat menyentuh atau menggerakkan area yang sakit, 2) Perilaku distraksi
(terganggu) seperti gelisah

5. Pernapasan
a. Gejala : 1) Batuk (produktif/tak produktif), 2) Napas pendek

b. Tanda :1) Peningkatan frekuensi pernapasan, 2) Fibrosis parenkimparu dan pleura yang meluas,
3) Pasien menunjukkan pola pernapasan yang tak simestris (efusi pleura), 4) Perfusi pekak dan
penurunan fremitus (getaran dalam paru), 5) Penebalan pleura dan bunyi napas yang menurun, 6)
Aspek paru selama inspirasi cepat : namun setelah batuk biasanya pendek (krekels postusik), 7)
Karakteristik sputum (yang berwarna hijau/purulen dan mukoid, kadang kuning dan disertai
dengan bercak darah), 8) Deviasi trakeal (penyebab bronkogenik) menunjukkan sikap mudah
tersinggung yang jelas dan perubahan mental.

6. Keamanan
a. Gejala : Adanya kondisi tekanan pada sistem imun (contoh AIDS, kanker, tes HIV yang hasilnya
positif

b. Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut

7. Interaksi Sosial
a. Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
b. Tanda : Perubahan pola biasa dalam kapasitas fisik untuk melakukan peran

8. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Gejala : 1) Riwayat keluarga Tuberkulosis Paru, 2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan
buruk, 3) Gagal untuk menyembuhkan TB secara total, Tuberkulosis paru sering kambuh dan tidak
mengikuti terapi pengobatan dengan baik.

b.Pertimbangan : DRG menunjukkan bahwa secara lama pasien dirawat di rumah sakit sekitar 6,6
hari.

c. Rencana Pemulangan :
Pasien dengan Tuberkulosis paru dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri serta pemeliharaan
rumah.

B. Diagnosa Keperawatan TB Paru


Diagnosa keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012, hal 323-
324) adalah sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang


kental, hemoptitis, kelemahan fisik, upaya batuk buruk dan edema trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
jaringan efektif paru, atelektasi, kerusakan membran alveolar-kapiler dan edema bronchial.
4. Perubahan nutrisi : kurang asupan nutrisi dari kebutuhan ideal tubuh yang
berhubungan keletihan, anoreksia, dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
5. Kecemasan berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6. Kurang imformasi dan pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya imformasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan
perawatan dirumah.
7. Infeksi dan risiko tinggi penyebaran atau aktivasi ulang kuman Tuberkulosis Paru
berhubungan dengan kerusakan jaringan/infeksi tambahan.

C. Intervensi keperawatan TB Paru


Intervensi keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru menurut
Ardiansyah (2012 Hal. 324-343) adalah sebagai berikut :

Tabel: 3.1
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan napas tak 1. Kaji fungsi pernapasan 1. Penurunan bunyi napas
efektif berhubungan (bunyi napas, kecepatan, menunjukkan
dengan secret kental, atau irama, kedalama dan atelektasis, ronkhi
secret darah. penggunaan otot bantu menunjukkan akumulasi
napas). secret dan tidak
efektifnya pengeluaran
sekresi.
2. Pengeluaran dahak akan
2. Kaji kemampuan sulit bila secret sangat
mengeluarkan sekresi, kental (efek infeksi dan
catat karakter, volume hidrasi yang tidak
sputum dan adanya memadai).
hemoptisis.
3. Posisi fowler
3. Berikan posisi memaksimalkan
fowler/semifowler tinggi ekspansi paru dan
(yakni posisi tidur dengan menurunkan upaya
punggung bersandar di napas.
bantal atau seperti tidur
duduk) dan bantu pasien
untuk bernapas dalam dan
batuk efektif.
4. Bersihkan secret dari
mulut dan trakea, bila
perlu dilakukan 4. Hidrasi yang memadai
pengisapan (suction). dapat membantu
mengencerkan secret
dan mengefektifkan
pembersihan jalan
napas.
5. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi OAT 5. Pengobatan tuberculosis
(Obat Anti Tuberkulosis). terbagi menjadi dua
fase, yaitu fase intesif
(2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang
digunakan terdiri atas
obat utama dan obat
tambahan.

Ketidakefektifan pola 1. identifikasi faktor 1. Dengan


pernapasan yang penyebab. mengidentifikasi
berhubungan dengan penyebab kita dapat
menurunnya ekspansi menentukan jenis efusi
paru sekunder terhadap pleura.
penumpukan cairan 2. Distres pernapasan dan
dalam rongga pleura. perubahan tanda vital
2. Kaji fungsi pernapasan, dapat terjadi sebagai
catat kecepatan akibat stress fisiologi
pernapasan, dispnea, dan nyeri.
sianosis dan perubahan 3. Posisi fowler
tanda vital. memaksimalkan
3. Berikan posisi ekspansi paru dan
fowler/semifowler (tidur menurunkan upaya
bersandar) tinggi dan napas
miring pada sisi yang sakit
dan bantu pasien untuk
latihan napas dalam dan
batuk efektif.
4. Auskultasi bunyi napas
4.Bunyi napas dapat
menurun bahkan tidak
ada, pada area kolaps
yang meliputi satu
lobus, segmen paru, atau
seluruh area paru
(unilateral).
5. Ekspansi paru menurun
pada area kolaps.
Deviasi trakea ke arah
5. Kaji pengembangan dada sisi yang sehat pada
dan posisi trakea. tension.
6. Bertujuan sebagai
evakuasi cairan atau
udara dan memudahkan
ekspansi paru secara
maksimal.

6. Kolaborasi untuk tindakan


thorakosentesis atau kalau
perlu WSD (Water Seal
Drainage).

Risiko tinggi gangguan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Tuberkulosis paru


pertukaran gas yang bunyi napas, peningkatan mengakibatkan efek luas
berhubungan dengan upaya pernapasan, pada paru dari bagian
penurunan jaringan ekspansi toraks dan kecil bronkho
efektif paru, atelektasi, kelemahan. pneumonia sampai
kerusakan membran inflamasi difus yang
alveolar-kapiler dan luas, nekrosis, efusi
edema bronchial. pleura, dan fibrosis yang
juga luas

2. Akumulasi secret dan


berkurangnya jaringan
paru yang sehat dapat
2. Evaluasi perubahan mengganggu oksigenasi
tingkat kesadaran, catat organ vital dan jaringan
sianosis dan perubahan tubuh.
warna kulit, termasuk 3. Membuat tahanan
membrane mukosa dan melawan udara luar
kuku. untuk mencegah kolaps
atau penyempitan jalan
napas, sehingga
membantu menyebarkan
3. Tunjukkan dan dukung udara melalui paru dan
pernapasan bibir selama mengurangi napas
ekspirasi, khususnya untuk pendek
pasien dengan fibrosis dan4. Menurunkan konsumsi
kerusakan parenkim paru. oksigen selama periode
penurunan pernapasan.
5. Penurunan kadar
O2 (PO2) atau saturasi
dan peningkatan
4. Tingkatkan tirah baring, PCO2menunjukkan
batasi aktivitas dan bantu kebutuhan untuk
kebutuhan perawatan diri intervensi atau
sehari-hari sesuai keadaan perubahan program
pasien. terapi.
5. Kolaborasi pemeriksaan 6. Terapi oksigen dapat
AGD. mengoreksi hipoksemia
yang terjadi akibat
penurunan ventilasi atau
menurunnya permukaan
alveolar paru.
7. Kortikosteroid berguna
dengan keterlibatan luas
pada hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.

6. Pemberian oksigen sesuai


kebutuhan tambahan.

7. Kortikosteroid.

.
Perubahan nutrisi : 1. Kaji status nutrisi pasien, 1. Memvalidasi dan
kurang asupan nutrisi turgor kulit, berat badan, menetapkan derajat
dari kebutuhan ideal derajat penurunan berat masalah untuk
tubuh yang badan, integritas mukosa menetapkan pilihan
berhubungan keletihan, oral, kemampuan menelan, intervensi yang tepat.
anoreksia, dispnea dan riwayat mual atau muntah
peningkatan dan diare.
metabolisme tubuh.
2. Fasilitasi pasien untuk
memperoleh diet biasa
yang disukai pasien (sesuai
2. Memperhitungkan
indikasi).
keinginan individu dapat
memperbaiki asupan
3. Pantau asupan gizi.
danoutput makanan dan
timbang berat badan secara
3. Berguna dalam
periodik (sekali seminggu
mengukur keefektifan
asupan gizi dan
dukungan cairan.

4. Lakukan dan ajarkan


perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan, serta
4. Menurunkan rasa tak
sebelum dan sesudah
enak karena sisa
intervensi atau
makanan, sisa sputum,
pemeriksaan peroral.
atau obat pada
pengobatan sistem
pernapasan yang dapat
merangsang pusat
5. kolaborasi dengan ahli muntah.
gizi untuk menetapkan 5. Merencanakan diet
komposisi dan jenis diet dengan kandungan gizi
yang tepat. yang cukup memenuhi
peningkatan kebutuhan
energy dan kalori,
sehubungan dengan
status hipermetabolik
pasien.
6. Multivitamin bertujuan
untuk memenuhi
kebutuhan vitamin yang
tinggi sekunder dari
peningkatan laju
6. Kolaborasi untuk metabolism umum.
pemberian multivitamin.

7. Menilai kemajuan terapi


diet dan membantu
perencanaan intervensi
selanjutnya.
7. Kolaborasi untuk
pemeriksaan laboratorium,
khususnya BUN (Blood
Urea Nitrogen), protein
serum dan albumin.

Kecemasan 1. Bantu dalam 1. Pemanfaatkan sumber


berhubungan dengan mengidentifikasi sumber koping yang ada secara
adanya ancaman koping yang ada. konstruktif, sangat
kematian yang bermanfaat dalam
dibayangkan mengatasi stress.
(ketidakmampuan 2. Mengurangi ketegangan
untuk bernapas) dan 2. Ajarkan teknik relaksasi. otot dan kecemasan.
prognosis penyakit yang 3. Hubungan saling
belum jelas. percaya membantu
3. Pertahankan hubungan memperlancarkan proses
saling percaya antara tarapeutik.
perawat dan pasien. 4. Tindakan secara tepat
diperlukan dalam
mengatasi masalah yang
4. Kaji factor yang dihadapi pasien dan
menyebabkan timbulnya membangun
rasa cemas. kepercayaan dalam
mengurangi kecemasan.

5. Rasa cemas merupakan


efek emosi, sehingga
apabila sudah
teridentifikasi dengan
baik, perasaan yang
mengganggu dapat
diketahui.

5. Bantu pasien mengenali


dan mengakui rasa
cemasnya.
Kurang imformasi dan 1. kaji kemampuan pasien 1. Keberhasilan proses
pengetahuan mengenai untuk mengikuti pembelajaran
kondisi dan aturan pembelajaran (tingkat dipengaruhi oleh
pengobatan kecemasan, kelelahan kesiapan fisik,
berhubungan dengan umum, pengetahuan pasien emosional, dan
kurangnya imformasi sebelumnya dan suasana lingkungan kondusif.
tentang proses penyakit yang tepat).
dan penatalaksanaan 2. Jelaskan tentang dosis
perawatan dirumah. obat, frekuensi pemberian,2. Meningkatkan
kerja yang diharapkan dan partisipasi pasien dalam
alasan mengapa program pengobatan dan
pengobatan TB berlangsun mencegah putus obat
dalam waktu lama. karena membaiknya
kondisi fisik pasien
sebelum jadwal terapi
selesai.
3. Dapat menunjukkan
3. Ajarkan dan nilai pengaktifan ulang
kemampuan pasien untuk proses penyakit dan efek
mengidentifikasi gejala obat yang memerlukan
atau tanda reaktifitas evaluasi lanjutan.
penyakit (hemoptisis,
demam, nyeri dada,
kesulitan bernapas,
kehilangan pendengaran,
dan vertigo).
4. Tekankan pentingnya
mempertahankan asupan
nutrisi yang mengandung 4. Diet TKTP (Tinggi
protein dan kalori yang Kalori TInggi Protein)
tinggi serta asupan cairan dan cairan yang adekuat
yang cukup setiap hari. memenuhi peningkatan
kebutuhan metabolic
tubuh.

1. Infeksi dan risiko tinggi1. Kaji patologi penyakit 1. membantu pasien


penyebaran atau aktivasi (aktif/fase tak aktif, yakni menyadari/menerima
ulang kuman Tuberkulosis diseminasi infeksi melalui perlunya mematuhi
Paru berhubungan dengan bronkus untuk membatasi program pengobatan
kerusakan jaringan/infeksi jaringan atau melalui untuk mencegah
tambahan. aliran darah/sistem pengaktifan
limfatik) dan potensi berulang/komplikasi.
penyebaran infeksi melalui
butiran-butiran (droplet)
udara selama batuk,
bensin, meludah, bicara,
tertawa dan menyanyi.
2. Identifikasi orang lain
yang berisiko, contoh
anggota rumah, sahabat
karib, atau teman.

2. Orang-orang yang
masuk dalam kelompok
ini perlu mendapatkan
program terapi obat
3. Anjurkan pasien untuk untuk mencegah
menutup batuk/bersin penyebaran atau terjadi
dengan tisu dan minta infeksi.
pasien untuk menghindari 3. Perilaku-perilaku
meludah. tersebut diperlukan
4. Kaji tindakan control untuk mencegah
infeksi sementara dan penyebaran infeksi.
contohnya penggunaan
masker atau isolasi 4. Dapat membantu
pernapasan. merunkan rasa terisolasi
pasien dan membuang
strigma social,
sehubungan dengan
5. awasi suhu sesuai penyakit menular.
indikasi. 5. Reaksi demam
merupakan indicator
adanya infeksi lebih
lanjut.
6. Tekankan pentingnya 6. Periode singkat berakhir
tidak menghentikan terapi 2-3 hari setelah
obat. kemoterapi awal, tetapi
adanya rongga atau
penyakit dan risiko
penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai
tiga bulan.
7. Adanya anoreksia atau
malnutrisi sebelumnya
merendahkan tahanan
terhadap proses infeksi
dan mengganggu
7. Dorong pasien untuk penyembuhan.
memilih atau mencerna
makanan seimbang.

Anda mungkin juga menyukai