Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA TN. H DENGAN TUBERCULOSIS (TBC) PARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu


Praktik Profesi
Keperawatan Medikal Bedah (KMB) 2

Oleh :
Aliqul Safik
P17212205051

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PARU

1. PENGERTIAN TUBERCULOSIS PARU


Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut
berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar
sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab (Muttaqin, 2012).
Tuberculosis paru merupakan infeksi yang menyerang parenkim paru-paru.
Penyakit ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang,
dan nodus limfe.disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob
yang dapat hidup terutama di paru dan berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai
tekan parsial oksigen tinggi.
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini ditularkan oleh droplet nucleus,
droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin,
berbicara atau bernyanyi (Priscilla, 2012).

2. ETIOLOGI TUBERKULOSIS PARU


Penyebab penyakit Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini menyebar saat penderita batuk atau bersin dan orang lain menghirup droplet
yang dikeluarkan mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium
tuberculosis ada dimana –mana dan dapat ditularkan dari orang ke orang melalui udara dan
terhirup oleh individu yang rentan. (Kardiyudiani & Susanti, 2019) (Wijaya & Putri, 2013)

3. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU


Klasifikasi menurut American Thoracis Society :
 Kategori 0 : Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negative
 Kategori 1 : Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kontak
positif, tes tuberculin negative
 Kategori 2 : Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Test tuberculin positif,
Radiologis dan sputum negative
 Kategori 3 : Terinfeksi Tuberkulosis dan sakit

4. MANIFESTASI KLINIK
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu penyakit yang
mempunyaibanyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik (Muttaqin, 2012).
a. Gejala respiratorik
1. Batuk: Gejala batuk dapat timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan
2. Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tmpak
berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah ataudarah segar dalam
jumlah banyal. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
3. Sesak nafas: akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejalaini ditemukan apabila terjadi
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
4. Nyeri dada: pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan. Gejala
nyeri dada initimbul apabila system persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik
1. Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore hari
mirip dengan demam influenza. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.
Namun kadang-kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk. Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul
dan semakin lama semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek.
2. Gejala sistemik lain : keringat pada malam hari, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise. malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa : tidak nafsu
makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya
berangsur-angsur dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia(naga, S , 2012).

5. PATOFISIOLOGI
Menghirup Mycobacterium tuberculosis menyebabkan salah satu dari empat
kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme, infeksi laten, permulaan penyakit aktif
( Penyakit primer), penyakit aktif bertahun-tahun kemudian (reaktivitas penyakit).
Sumber utama penularanpenyakit ini adalah pasien TB BTA positif. Pada saat pasien
batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak.
Sekali batuk, pasien TB BTA positif dapat menghasilkan 3.000 percikan dahak.
Umumnya, penularan terjadi dalam ruangan di mana dahak berada dalam waktu yang
lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan
lembap.Setelah terhirup, droplet infeksius tetesan menular menetap di seluruh saluran
udara. Sebagian besar bakteri terjebak di bagian atas saluran napas di mana sel epitel
mengeluarkan lendir. Lendir yang dihasilkan menangkap zat asing dan silia di permukaan
sel terus-menerus menggerakkan lendir dan partikelnya yang terperangkap untuk dibuang.
Sistem ini memberi tubuh pertahanan fisikawal yang mencegah infeksi tuberculosis. (
Werdhani, 2011).

6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan TB paru dan efek samping dari OAT menurut Somantri, (2013) sebagai berikut :
a. Pengobatan TB paru
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : Rifampisin, INH, Pirazinamid,
Streptomisin, Etambutol.
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
3. Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari : Empat obat anti tuberkulosis dalam satu
tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan
etambutol 275 mg dan tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.
4. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)Kanamisin Kuinolon. Obat lain masih dalam
penelitian : makrolid, amoksilin + asam klavulanat, Derivat rifampisin dan INH.
b. Efek samping obatSebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena
itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtotatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH) Efek samping ringan dapat berupa tanda –tanda keracunan pada
syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian pridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin
B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensi pridoksin (syndrom pellagra). Efek samping berat
dapat berupa hepatitis yang dapat timbul kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai
denganpedoman TB pada keadaan khusus.
2. RifampisinEfek samping ringan yag dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil, dan
nyeri tulang, sindrom perut berupa sakit perut , mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare dan sindrom kulit seperti gatal-gtal kemerahan. Efek samping
yang berat tapi jarang terjadi ialah : Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi
hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai dpedoman TB
pada keadaan khusus, purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu darigejala ini, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi walaupun gejalanya telah menghilang. Sindrom respirasi yang ditandai dengan
sesak nafas. Rifampisin dapat menyebabkan warna merahpada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya. Hal ini harus diberikan kepada penderita agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya eksresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebuttergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi
bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3
kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etembutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut
akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita)

7. KOMPLIKASI
Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada TB paru adalah:
1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothoraks (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya.
6. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur sputum : Mikrobacterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
2. Tes tuberkulin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam )
3. Foto torak : Infiltrasi pada area paru atas
4. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
5. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED)f.Spirometri : penurunan fungsi
paru dan dengan kapasitas vital menurun.
9. PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS TUBERKULOSIS PARU

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan penyakit infeksi tuberkulosis paru menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) adalah :
1. Identitas pasien : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, status perkawinan,
pekerjaan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua, tgl MRS, no rekam
medis, diagnosa medis.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama : Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk, batuk
berdarah, sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan demam. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk membuang/mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan
sputum) timbul dalam jangka waktu lama yaitu selama tiga minggu atau lebih.
b. Riwayat penyakit sekarang : Keluhan yang sering muncul antara lain: Demam: subfebris,
febris (40- 41oC) hilang timbul. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk
ini terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum). Sesak nafas: bila sudah lanjut
dimana infiltrasi radang sampai setengah paru- paru. Keringat pada malam hari. Nyeri
dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam. Sianosis, sesak nafas, kolaps:
merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak
bayangan hitam dan diagfragma menonjol keatas. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien
tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita : Biasanya penderita TB Paru dahulunya pernah
mengalami penyakit yang yang berhubungan dengan penyakit TB seperti ISPA, efusi
pleura, atau pernah mengalami TB sebelumnya dan kambuh.
d. Riwayat penyakit keluarga: Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit
yang menular atau penyakit menurun yang ada di dalam keluarga.
e. Riwayat Psikososial : merupakan respon klien terhadap penyakit yang diderita serta
pengaruhnya terhadap kehidupan sehari – hari baik dalam keluarganya maupun dalam
masyarakat.
f. Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap beberapa obat,
makanan, udara, debu

3. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi – pemeliharan kesehatan
Menggambarkan persepsi klien dan penanganan kesehatan dan kesejahteraan.
Menggambarkan pola pemeliharaan dan penanganan kesehatan, pola hidup sehat dan
menggambarkan pola pemeliharaan dan penanganan kesehatan, pola hidup sehat dan
penyuluhan kesehatan yang pernah didapatkan.penyuluhan kesehatan yang pernah
didapatkan
b. Pola nutrisi – metabolisme
Menggambarkan masukan nutrisi; keseimbangan cairan dna elektrolit, kondisi kulit,
rambut dan kuku. Pemenuhan nutrisi, perubahan nafsu makan serta kenaikan dan
penurunan berat badan pada klien.
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi usus, kandung kemih dan kulit.Menjelaskan fungsi
berkemih, jumlah, konsentrasi, kebiasaan klien defekasi apakah ada masalah atau tidak saat
masalah atau tidak saat berkemih.
d. Pola aktivitas – latihan
Menggambarkan pola latihan dan aktivitas, fungsi pernapasan dan sirkulasi. Meliputi
kegiatan saat klien di rumah, rumah sakit, serta kebiasaan saat beraktivitas
e. Pola istirahat – tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan jumlah jam tidur pada siang dan malam , masalah
selama tidur, insomnia, penggunaan obat, serta persepsi tentang tingkat energi.
f. Pola kognitif – perseptual
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecapan, perbaan, penghidu, persepsi
nyeri, bahasa, memori an penggambaran keputusan. Persepsi ketidaknyamanan nyeri,
gambaran tentang indra (penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, peraba) tingkat
pengetahuan klien terhadap nyeri dan kemamouan mengontrol nyeri
g. Pola persepsi diri – konsep diri
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, hargad iri, peran. Dampak sakit
terhadap diri,kontak mata dan ekspresi wajah, serta kontak mata dan ekspresi wajah, serta
persepsi terhadap kemampuan.
h. Pola peran – hubungan
Menggambarkan keefektifan peran dan hubungan dengan orang terdekat.
i. Pola seksualitas – reproduksi
Menggambarkan kepuasan atau masalah dengan seksualitas.Dampak sakit dengan
seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hubungan sex.
j. Pola koping – toleransi stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres, penggunaan sistem
pendukung,penggunaan obat untuk menangani stres, interuksi dengan orang terdekat, efek
penyakit terhadap tingkat stres.
k. Pola nilai – kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan sepiritual,menerangkan sikap klien
dalam melaksanakan ibadah.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki.
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 100-120/ 60-90 mmHg
Nadi : takikardia (>110 x/menit)
Respirasi rate : takipnea (>24x/menit)
Suhu : >37,50C
Review Of system ( ROS) meliputi :
a) Sistem Pernafasan
1. Inspeksi : Inspeksi bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral.
Apabila ada penyulit dari Tb Paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka
terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada
sisi yang sakit. TB Paru yang disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi
tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostal space
(ICS) pada sisi yang sakit.
2. Palpasi : Palpasi trakhea adanya pergeseran trakhea menunjukan-meskipun
tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru yang disertai adanya
efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea kearah
berlawanan dari sisi sakit.Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB
Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada saat bernafas
biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
3. Perkusi : Perkusi pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi,
biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi
redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga
pleura.
4. Auskultasi : Auskultasi pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi
yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vokal.
b) Sistem Kardiovaskuler
1. Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
2. Palpasi denyut nadi perifer melemah
3. Perkusi batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru dengan efusi pleura masif
mendorong ke sisi sehat.
4. Auskultasi tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan
c) Sistem Persyarafan
Periksa ada tidaknya lesi pada kulit punggung, Apakah terdapat kelainan bentuk tulang
belakang, Apakah terdapat deformitas pada tulang belakang, apakah terdapat fraktur atau
tidak, adakah nyeri tekan
d) Sistem Perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat
kencing, kencing berwarna merah.
e) Sistem Pencernaan
klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan
f) Sistem Penginderaan
1) Mata
Inspeksi : melihat kesimetrisan mata, konjungtiva berwarna merah muda
penglihatan baik, ada atau tidaknya alat bantu penglihatan.
Palpasi : normal apabila tidak terdapat nyeri tekan
2) Hidung
Inspeksi : melihat apakah bentuk simetris, ada tidaknya massa dan sputum
Palpasi : normal apabila tidak terdapat nyeri tekan
3) Pendengar
Inspeksi : Bentuk simetris, melihat adanya serumen, pendengaran baik
Palpasi : normal apabila tidak terdapat nyeri tekan
4) Pengecap
Inspeksi : Mukosa bibir kering, bibir simetris, lidah bersih
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pada leher dan reflek menelan
5) Peraba
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Klien bisa membedakan antara panas dan dingin
g) Sistem Integumen- muskuloskeletal
Karna berat badan klien TB baru berkurang biasanya terdapat masalah pada integumen
h) Muskulosekeletal
aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB Paru. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tak teratur. Pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime. (bandingkan kekuatan fungsi otot)

5 5

5 5

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan tuberkulosis
paru:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, sekresi yang tertahan,
spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler atau
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
3. Pola nafas tidak efektif berhubunhan dengan peningkatan kerja otot pernafasan
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. infeksi), peningkatan laju
metabolisme
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)

(D.0001) Bersihan (L.01001) (1.01011)


Jalan Nafas tidak Manajemen Jalan Nafas
efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x24 jam, maka bersihan jalan nafas meningkat Observasi
dengan kriteria hasil; - Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas
- Produksi sputum menurun tambahan
- Wheezing menurun - Monitor Sputum
- Frekuensi napas membaik
- Pola napas membaik
Teraupetik
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Posisikan semi-Flowler
- Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
- Berikan Oksigen, jika perlu

Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran dan
mukolitik, jika perlu
(D.0005) L.01004 (1.01014)
Pola Napas Tidak Pemantauan Respirasi
Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam maka pola napas membaik, dengan kriteria Observasi
hasil; - Monitor frekuensi,
kedalaman, irama dan upaya
- Kapasitas vital meningkat napas
- Dispenea menurun - Monitor adanya sumbatan
- Penggunaan otot bantu napas menurun jalan napas
- Frekuensi napas membaik
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor hasil x-ray thoraks

Teraupetik
- Atur interval pemantauan
repirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
(D.0003) L.01003 1.01014
Gangguan Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam maka pertukaran gas meningkat, dengan - Monitor frekuensi, irama,
kriteria hasil; kedalaman dan upaya napas
- Monitor adanya produksi
- Tingkat kesadaran meningkat sputum
- Disneu menurun - Monitor nilai AGD
- Suara napas tambahan menurun
- Sianosis membaik
- Pola Napas membaik
Teraupetik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

1.01026
Terapi Oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran
oksigen
- Monitor aliran oksigen secara
periodik
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dann gejala
toksisitas oksigen

Teraupetik
- Bersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu.
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Gunakan perangkat Oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
ketika dirumah
Kolaborasi

- Kolaborasi penentuan dosis


oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas atau tidur

(D. 0130) L.14134 (1.15506)


Hipertermia Manajemen Hipertermia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam maka termoregulasi membaik, dengan Observasi
kriteria hasil; - Identifikasi penyebab
hipertermia
- Mengigil menurun - Monitor suhu tubuh
- Pucat menurun - Monitor kadar haluaran urin
- Hipoksia menurun
- Suhu tubuh membaik
- Suhu kulit membaik
Teraupetik
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan eksternal
Edukasi

- Anjurkan tirah baring


Kolaborasi
- - Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
(D.0019) L.03030 (1.05178)
Risiko Defisit Nutrisi Manajemen Energi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam maka status nutrisi membaik, dengan Observasi
kriteria hasil; - Identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan
- Porsi makanan yang dihabiskan kelelahan
meningkat - Monitor pola dan jam tidur
- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan - Monitor kadar haluaran urin
nutrisi meningkat
- Perasaan cepat kenyang menurun
- Berat badan membaik
- Indeks Masa Tubuh membaik Teraupetik
- Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
Edukasi

- Anjurkan tirah baring


- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nuersing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan
(Nursalam, 2008).
Ada 3 tahap implementasi :
1. Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya bertemu dengan
perawat untuk melakukan validasi data diri.
2. Fase kerja Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu perawat
diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang klien dan masalah
kesehatanya.
3. Fase terminasi Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika dievaluasi
nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang diberikan, maka dikatakan
berhasil dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan balik dari
seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah
direncanakan.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah diberikan. Evaluasi yang
dilakukan penulis berdasarkan kondisi klien dan dibuat sesuai masalah yang ada dalam evaluasi
yaitu dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan). Evaluasi
merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari
dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan
berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses dan kegiatan melakukan
evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut evaluasi hasil. Terdapat dua jenis
evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi
yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera. Sedangkan evaluasi
sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu
tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing. Mosby:
ELSIVER
Hidayat A. A (2009). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Soemantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri I. (2007). Keperawatan medikal bedah : Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan sistem
pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi. Jakarta :
EGC
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018. Standar Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan . Jakarta : PPNI.
TimPokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai