Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan pada Kasus Pneumonia

Oleh:
Kutsiyawati (202104191)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
TAHUN 2022
A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh

bermacam macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing

(Ngastiyah, 2015).

Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan akut parenkim paru

yang biasanya dari suatu infeksi saluran nafas bawah akut (INSBA) dan

ditandai dengan gejala batuk disertai sesak nafas yang disebabkan oleh agen

infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma, dan substansi asing, berupa

radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat

melalui gambaran radiologi (Nurarif, 2015)

2. Etiologi

Menurut Nuralif (2015)< etiologic Pneumonia terdiri dari:

1. Bacteria : Pneumococcus, streptococcus hemolyticus, streptococcusaureus,

haemophillus influenza, mycobacterium tuberculosis.

2. Virus : Virus influenza, adenovirus


3. Hitoplasma : capsulatum, Cryptococcus neuroformans, blastornyces
dermatitides.
4. Aspirasi : Makanan, kerosene (minyak tana, bensin,), cairan amnion, benda
asing.

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan tubuh

yang menurun misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit

menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi dan pengobatan dengan

antubiotik yang tidak sempurna (Ngastiyah, 2015).

3. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pneumonia bervariasi tergantung pada respon sistemik

terhadap infeksi, agen etiologi, tingkat keterlibatan paru dan obstruksi jalan
nafas. Tanda dan gejalanya antara lain: takipneu, demam, dan batuk disertai

penggunaan otot bantu nafas dan suara nafas abnormal (Terry & Sharon,

2013).

Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba kedalam tubuh manusia

melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi

inflamasi hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari

reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah, serta nyeri

pleuritis. Selanjutnya adanya cairan yang keluar masuk alveoli sehingga

terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi

klinis dispnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga, menyebabkan adanya

partial oklusi yang akan membuat darah paru menjadi padat (konsolidasi).

Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi


dan penurunan rasio ventiladi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan

kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia. Berdasarkan

penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu: nyeri (akut), hipertermia,

defisit nutrisi, bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan pola tidur, pola

nafas tidak efektif dan intoleransi aktifitas (Mutaqin A, 2014).

4. Patofisiologi

Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi

karena eksudat yang mengisi alveoli dan bronkiolus, saat saluran nafas

bagian bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan

obstruksi jalan nafas (Terry & Sharon, 2013). Sebagian besar pneumonia

didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti menghirup bibit penyakit

di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi

paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung atau terperangkap dan

dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu

partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan

dengan makrofag alveoler dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan

humoral. Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu

mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius

terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen

mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke

alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak

mematikan sel dan bakterial debris. Sistem limpatik dapat mencapai bakteri

sampai darah atau pleura viceral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi.

Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi
terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left

shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia.

Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan

hiperkapnia (Nugroho T, 2014).

5. Komplikasi

Menurut Mutaqin, Arif (2014), komplikasi yang dapat terjadi adalah

a. Pleuritis: Peradangan pada selaput pembungkusau paru-paru atau pleura

b. Atelektasis: Keadaan dimana paru-paru tidak dapat mengembang

dengan sempurna akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang

c. Empiema: Adanya pus pada rongga pleura

d. Abses paru: Penyakit yang menyerang organ paru-paru karena

infeksi bakteri yang menyebabkan jaringan paru-paru menjadi bernanah

e. Edema pulmonary: Suatu keadaan dimana cairan merembes keluar dari

pembuluh darah kecil paru ke dalam kantong udara dan daerah

disekitarnya

f. Infeksi super perikarditis: Peradangan yang terjadi pada selaput

pembungkus jantung (perikardium)

g. Meningitis: Infeksi yang menyerang selaput otak

h. Arthritis: Suatu penyakit dimana persendian mengalami peradangan

(biasanya terjadi pada kaki dan tangan)


6. Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses

luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi

(bakterial); atau penyebaran atau perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia

mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

b. Analisa Gas Darah (Analisa Gas Darah) : tidak normal mungkin terjadi,

tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.

c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan

d. Leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi

virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia

bakterial.

e. Pemeriksaan serologi: titer virus atu legionella, aglutinin dingin.

f. LED: meningkat

g. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps

alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun,

hipoksemia.

h. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah

i. Bilirubin: mungkin meningkat

j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka: menyatakan intranuklear

tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV)

7. Penatalaksanaan

a. Keperawatan

Pada penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotic per-oral,

dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan dan penderita dengan
sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru lainnya, harus dirawat dan

antibiotic diberikan melalui infuse. Mungkin perlu diberikan oksigen

tambahan, cairan intravena dan alat bantu napas mekanik. Kebanyakan

penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya

membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan :

1) Oksigen 1-2 L / menit

2) IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena)

dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan

3) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.

4) Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral

bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip.

5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

6) Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit. (Nurarif &

Kusuma, 2015)

b. Medis

Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak

pada rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus

(pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat

mencakup bunyi napas broonkovesikular atau bronchial, krekles,

peningkatan fremitus, egofani, dan pekak padaperkusi. Pengobatan

pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang

ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk pengobatan

pneumonia yaitu eritromisin, derivat tetrasiklin, amantadine, rimantadine,


trimetoprimsulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol. Untuk

kasus pneumonia komuniti base:

1) Ampisilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian

2) Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian Untuk

kasus pneumonia hospital base :

3) Sefotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

4) Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif

& Kusuma, 2015, Hal 68)

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai

sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Pengkajian keperawatan ditunjukkan pada respon klien terhadap masalah

kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia (Nursalam, 2001)

a. Identitas pasien Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama,

suku, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat. Pada kasus

pneumonia banyak terjadi pada :

1) Jenis kelamin : Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki-laki tapi

tidak menutup kemungkinan perempuan

2) Umur : usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia tua (usia

lanjut) dan anak-anak.

b. Alasan Masuk Biasanya keluhan yang dialami oleh pasien yaitu sesak napas,

batuk berdahak, suhu tubuh meningkat, sakit kepala, dan kelemahan

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan

bernafas, nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan : batuk

produktif atau tidak produktif, warna, konsistensi sputum, gejala lain :

kesakitan pernapasan atas saat ini atau keskitan akut lain penyakit kronik

seperti DM, PPOK, atau penyakit jantung, medikasi saat ini : alergi obat.

(LeMone, Atal, 2016)

2) Riwayat Kesehatan Terdahulu

Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan

penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau

memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman & Walid,

2016)

3) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan

dengan kemungkinan adanya penyakit keturunan, kecenderungan alergi

dalam satu keluarga, penyakit yang menular akibat kontak langsung

antara anggota keluarga (Rohman & Walid, 2016)

d. Pemeriksaan Fisik

Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital antara lain

suhu: warna aksesorius, pernapasan : suara paru (LeMone, Atal, 2016).

Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala sampai

ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik secara

sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang

digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Mutaqqin,

2015)

1) Kepala
a) Rambut. Kulit kepela tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak

ada, pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan

rambut : mudah dicabut atau tidak, dan tidak ada pembengkakan dan

nyeri tekan.

b) Mata Kebersihan mata : mata tampak bersih, gangguan pada mata :

mata berfungsi dengan baik, pemeriksaan : konjungtiva : pucat dan

tidak pucat, sklera biasanya putih, pupil : isokor atau anisokor dan

kesimetrisan mata : mata simeetris kiri dan kanan dan ada atau

tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata

c) Telinga Fungsi pendengaran : biasanya berfungsi dengan baik,

bentuk telinga sama kika, kebersihan telinga.

d) Hidung Kesimetrisan hidung : biasanya simetris, kebersihan hidung

nyeri sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot

bantu pernapasan.

e) Mulut dan gigi

Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat

batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan gigi,

dan kebersihan gigi.

2) Leher

Biasanya simetris kika, gerakan leher : terbatas atau tidak, ada atau tidak

pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena

jugularis dan kelenjerr geth bening.

3) Thorax

a) Paru-paru
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi nafas

cepat (tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan cuping hidung.

Palpasi : adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan kanan.

Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan yang

lebih padat atau konsolidasi paru-paru seperti pneumonia.

Auskultasi : Suara napas rhonci (nada rendah dan sangat kasar

terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi.

b) Jantung

Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, ictus cordis tampak atau

tidak

Palpasi : Ictus cordis terba, tidak ada massa (pembengkakan) dan

ada atau tidaknya nyeri tekan.

Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan yang

padat seperti pada daerah jantung)

Auskultasi : Terdengar suara jantung l dan suara jantung ll

(terdengar bunyi lub dup lub dup) dalam rentang normal.

4) Abdomen

Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau tidakmnya

lesi, ada atau tidaknya stretch mark

Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5-30 x/menit)

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan)

5) Ekstremitas Atas : terpasang infus apa, ada kelemahan atau tidak pada

ekstremitas atas Bawah : ada atau tidaknya gangguan terhadap

ekstremitas bawah seperti kelemahan. Penilaian kekuatan otot


mempunyai skala ukuran yang umumnya dipakai untuk memeriksa

penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status

kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang

diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi

perburukan pada penderita. (Suratun, dkk, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas (D.0003)

Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi

karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler.

Penyebab:

2. Gangguan pola nafas

3. Hipertermi
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama 3 jam, Latihan Batuk Efektif
O
b.d sekresi yang tertahan d.d maka Bersihan Jalan Napas Meningkat,
 Identifikasi kemampuan batuk
batuk tidak efektif. dengan kriteria hasil :  Monitor adanya retensi sputum
 Monitor dada dan gejala infeksi
 Batuk efektif meningkat
saluran nafas
 Produksi sputum menurun  Monitor input dan output cairan
T
 Dispnea menurun  Atur posisi semi Fowler atau
 Frekuensi napas normal 12-20 Fowler
 Pasang perlak dan bengkok di
kali/menit pangkuan pasien
 Pola napas membaik  Buang sekret pada tempat
sputum
E
 Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik nafas
dalam hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
K
Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu.

Manajemen Jalan Nafas


O
 Monitor pola nafas
 Monitor bunyi nafas tambahan
 Monitor sputum
T
 Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jawthrust jika dicurigai
trauma servikal)
 Posisikan semi-fowler atau
fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigensi sebelum
penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGlll
 Berikan oksigen
E
 Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
 Ajarkan teknik batuk efektif
K
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik jika perlu.
2 Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan intervensi selama 2 jam, Manajemen Nutrisi
O
psikologis (keengganan untuk maka defisit nutrisi membaik, dengan kriteria
 Identifikasi status nutrisi
makan) hasil :  Identifikasi alergi dan intoleransi
makan
 Porsi makan yang dihabiskan meningkat  Identifikasi makanan yang
 Pengetahuan tentang pilihan makanan disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan
yang sehat meningkat jenis nutrien
 Frekuensi makan membaik  Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
 Nafsu makan membaik  Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
T
 Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet
 Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika
perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
E
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
K
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan  Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan

3 Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan intervensi selama 3 jam , Pemantauan respirasi
O
ketidakseimbangan maka pertukaran gas meningkat, dengan
 Monitor frekuensi, irama,
ventilasiperfusi kriteria hasil : kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas
 Dispnea menurun
 Monitor kemampuan batuk
 Bunyi napas tambahan menurun efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Gelisah menurun  Monitor adanya sumbatan jalan
 Pola napas membaik napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
T
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasian hasil
pemantauan
E
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu.
4. Implementasi

Implementasi Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan ( intervensi ). Proses pelaksanaan implementasi

harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan

komunikasi.

Tujuan implementasi adalah Melaksanakan hasil dari rencana keperawatan untuk

selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam periode

yang singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, dan

menemukan perubahan sistem tubuh.

5. Evaluasi

Menurut Griffith dan cristense evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan

perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Evaluasi adalah proses

penilaian, pencapaian, tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan.

Menurut Dinarti evaluasi terdiri dari dua tingkat yaitu:

 Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap respon yang segera

timbul setelah intervensi dilakukan. Respon yang dimaksud adalahbagaimana

reaksi pasien secara fisik, emosi, sosial dan spiritual terhadapintervensi yang

baru dilakukan.

 Evaluasi sumatif disebut juga respon jangka panjang yaitu penilaianterhadap

perkembangan kemajuan ke arah yang tujuan atau hasil yangdiharapkan.

Tujuannya adalah memberikan umpan balik rencanakeperawatan, menilai

apakan tujuan dalam rencana tercapai atau tidak, menentukan efektif atau

tidaknya tindakan yang telah diberikan.

Anda mungkin juga menyukai