BRONKOPNEUMONIA
Disusun
Oleh Nama : Nurhalisa Umar
Nim : 14420222167
Kelompok : 3
Preceptor:
Preceptor Klinik
Andi Muh. Amiruddin, S.Kep.,Ns ( )
Preceptor Institusi
Hj.Andi Yuliana,S.Kep.,Ns.M.Kep ( )
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN DISASTER NURSING
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA MAKASSAR
2023
KONSEP MEDIS
1. Definisi Brokopneumonia
Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan disekitarnya.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di brokioli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat
mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobuli yang
berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi
saluran pernapasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh. (Nurarif & Kusuma, 2016)
2. Etiologi
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan oleh penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen.
Orang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernapasan yang terdiri atas: reflek glottis dan batuk,
adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakan kuman keluar dari
organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain:
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. influenza, Klebsiella
b. Virus : Legionella Pneumoniae
c. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
d. Apirasi Makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-
paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama. (Nurarif & Kusuma, 2016)
3. Patofisiologi
Perjalanan penyakit Bronchopneumonia dimulai oleh terhisapnya
bakteri, virus, jamur, dan benda asing kedalam paru perifer melalui saluran
nafas bagian atas yang menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang
mempermudah penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonukelar), fibrin,
eritrosit, cairan edema, an kuman di alveoli terjadi pada stadium kedua,
yang berakhir setelah bebrapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif
dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan mikrofag.
Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang.
Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paruparu tampak
berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi
mirip hati yang masih segar dan berganula.
Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan
stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi
fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN
(polimorfonuklear) di alveoli dan proses fagositosis yang cepat.
dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di
alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin serta mengilangnya kuman
dan debris. (Smeltzer, 2018)
4. Pathway
Hipertermi
5. Manifestasi Klinik
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di
saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal,
penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas
seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritic, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernapas menggunakan otot bantu aksesorius, dan bisa
timbul sianosis.
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar
ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat. (Padila,
2018)
6. Komplikasi
a. Efusi Pleura
Infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi makrofag
alveolar yang akan mengeluarkan sitokin inflamasi yang merangsang
peningkatan premeabilitas Vaskular. Permeabilitas Vaskular yang
meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar dari vaskular
menuju interstitial sehingga dapat menyebabkan effusi pleura eksudat
b. Empiema
Empiema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik dirongga
pleura. Empiema dapat terjadi apabila infeksi menyebar hingga ke
rongga pleura. Apabila infeksi berlanjut, empiema menjadi terorganisir
dengan pembentukan lapisan pleura yang tebal dan non elastis serta
septa fibrin yang padat yang dapat menghambat pergerakan paru
c. Sepsis
Sepsis dapat terjadi apabila kuman menyebar melalui pembuluh
darah dan menyebabkan reaksi inflamasi sistemik.
d. Gagal nafas
Gagal nafas adalah ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi
fundamental pernafasan yaitu untuk membawa oksigen ke darah dan untuk
mengeliminasi karbondioksida. Penumpukan eksudat di alveoli
menyebabkan perfusi oksigen di alveolar terganggu dan dapat
menyebabkan gagal nafas (Padila, 2018).
7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan
dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk
kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa.
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremiSampel darah, sputum,
dan urin. Pada urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat
albumin urin ringan karena peningkatan suhu tubuh.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus
2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain:
a. Menjaga Kelancaran Pernapasan
b. Kebutuhan Istirahat Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu
cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong ditempat tidur
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Pasien bronkopneumonia hampir selalu
mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi
selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan
kalori dipasang infus dengan caieran glukosa 5% dan NaCl 0,9%
d. Mengontrol Suhu Tubuh
e. Pengobatan Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi. Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu
terapi secepatnya maka biasanya diberika Penisilin ditambah dengan
Cloramfenikol atau diberikan antibiotic yang mempunyai spektrumluas
seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolic
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri (Ni Made Mentaniasih.,
2019).
9. Prognosis
Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-macam penyebab
sehingga perlu mencermati gejala, tanda, dan temuan laboratorium untuk
mengetahui derajat keparahan penyakit.Terapi utama untuk
bronkopneumonia adalah terapi suportif.
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah adalah mengumpulkan data pasien
secara objektif dan subjektif yang dilakukan penilaian secara keseluruhan
(fisik, psikosisosial, spiritual dan kultural) serta mengumpulkan informasi
peluang promosi kesehatan, risiko dan potensi masalah keperawatan
lainnya. (Herdman & Kamitsuru, 2015)
a. Identitas
Bronchopneumonia lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita
pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan
sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP,
penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan
pengobatan antibiotik yang tidak berhasil.
Anak laki-laki adalah faktor resiko yang mempengaruhi kesakitan
pneumonia. Hal ini disebabkan diameter saluran pernapasan anak laki-
laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya
perbedaan dalam daya tahan tubuh anak laki-laki dan perempuan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pasien sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
batuk-batuk disertai bunyi ronchi saat auskultasi, pernapasan
cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang
disertai muntah dan diare, anoreksia dan muntah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat
naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem
imun menurun.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang
lainnya.
5) Riwayat kesehatan lingkungan
Pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim
semi.
6) Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah
karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder.
7) Nutrisi
Riwayat gizi buruk
Kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas kekebalan untuk
merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungsi granulosit,
penurunan fungsi komplemen, dan juga menyebabkan kekurangan
mikronutrein.
8) Usia
Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang
masih rendah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk
kedalam kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza
dan pneumonia, anak-anak berusia 0-24 bulan lebih rentan
terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak berusia diatas 2
tahun. Hal ini disebabkan imunitas yang belum sempurna dan
saluran pernapasan yang relatif sempit
9) Faktor Lingkungan
Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan yang
kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan
pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
anggota keluarga perokok. Lingkungan rumah seperti kondisi
jendela, luas ventilasi kamar balita, jenis lantai rumah, jarang
membuka jendela setiap pagi, dan penggunaan obat nyamuk dapat
beresiko anak terserang Bronchopneumonia.
10) Menentukan kebutuhan cairan menurut berat badan
Kebutuhan cairan pada anak dapat dihitung berdasarkan berat
badan yaitu :
a) Berat badan < 10kg = 100mL/kgBB
b) Berat badan 10-20kg = 1000 + 50mL/kg BB untuk setiap
kilogram berat badan diatas 10kg
c) Berat badan > 20kg = 1500 + 20mL/kg BB untuk setiap
kilogram berat badan diatas 20kg
c. Pemeriksaan head to toe
1) Keadaan umum : Keadaan umum pada pasien dengan
bronchopneumonia adalah pasien terlihat lemah, pucat dan sesak
nafas
2) Tanda-tanda vital : didapatkan suhu meningkat (39-400C), nadi
cepat dan kuat, pernafasan cepat dan dangkal
3) Kulit : Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek
4) Kepala : pada pemeriksaan kepala dapat dilakukan inspkesi pada
bentuk kepala, lingkar kepala, warna dan tekstur rambut, keadaan
ubun-ubun (anterior dan posterior)
5) Mata : didapatkan hasil inspeksi konjungtiva anemis, sklera putih
6) Hidung : pada pasien bronchopneumonia didapatkan adanya secret,
ada pernafasan cuping hidung, dan sianosis
7) Mulut : pucat, sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering,
dan pucat
8) Telinga : inspeksi adanya peradangan atau tidak. Peradangan
menandakan sudah terjadi komplikasi
9) Leher : inspeksi dan palpasi adanya pembesaran limfe atau tidak
10) Dada : ada tarikan dinding dada, pernafasan cepat dan dangkal
11) Jantung : jika terjadi komplikasi ke endokarditis, terjadi bunyi
tambahan
12) Paru-paru : suara nafas ronchi, whezing )
13) Abdomen : Bising usus (+), lembek/kembung/tegang, distensi
abdomen
14) Ekstremitas : pada pasien dengan bronchopneumonia didapatkan
pasien tampak lemah, penurunan aktifitas, sianosis pada ujung jari
dan kaki, akral hangat
d. Pemeriksaan Fisik
Perawat perlu mengkaji kesadaran klien, adanya dispnea, riwayat
merokok, riwayat batuk kronis, adanya faktor pencetus eksaserbasi
yang meliputi alergen, stres emosional, peningkatan aktivitas fisik
yang berlebihan, riwayat asma saat anak-anak, terpapar dengan polusi
udara, infeksi saluran pernafasan, tidak adanya nafsu makan,
penurunan berat badan, serta kelemhan. Perawat perlu mengkaji obat-
obatan yang biasa diminum klien.
1) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan fisik B1 dapat kita lihat klien dengan
Bronkitis, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(sternokloidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat
klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang
dirapatkan, dan pernafasan abnormal yang tidak efektif. Pada
tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada
saat aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan18 dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai
dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan, kemudian pada palpasi dengan klien bronkitis
terdapat vocal fremitus biasanya normal Pada perkusi, didapatkan
suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
mendatar/menurun, sedangkan pada Auskultasi Sering didapatkan
adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat keparahan
obstruksi pada bronkhiolus.
2) B2 (Blood)
Pada pasien sering terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi),
takikardia, disritmia, pulsus paradoksus, didapatkan kadar
oksigen yang rendah (hipoksemia), distensi vena jugularis,
vlubbing finger, edema perifer, sianosis sentral.
3) B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu
diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat
kesadaran pasien apakah compos mentis, somnolen, stupor, atau
koma.
4) B4 (Bledder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena
berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu
memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan
tanda awal syok.
5) B5 (Bowel)
Pasien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Dikaji adanya edema pada ekstremitas, adanya infeksi, keletihan
fisik. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang
kasar, turgor kulit, keelastisan kulit, kelembaban, mengelupas,
bersisik atau pruritus, perdarahan, adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut dikaji warna rambut,
kelembaban, penyebaran rambut, dan kusam. Perlu dikaji
bagaimana istirahat serta aktivitas pasien, berapa lama pasien
istirahat tidur dan berapa lama pasien beraktivitas
7) B7 (Penginderaan)
a. Mata: Konjungtiva tampak anemis, pupil isokor, sklera
berwarna putih.
b. Telinga: Tidak terjadi pembengkakan, gangguan
pendengaran pada klien.
c. Hidung: Tidak terdapat sekret pada hidung klien kecuali
klien dalam keadaan flu atau bersin .
d. Mulut: Biasanya klien mengalami perasa lidah yang pahit
sehingga klien tidak nafsu makan yang mengakibatkan
nafsu makan klien menurun
8) B8 (Endokrin)
Pada endokrin tidak ditemukan pembesaran pada area kelenjar
tiroid dan kelenjar parotis.
2. Diagnosis keperawatan yang muncul untuk penyakit
bronkopneumonia adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakebronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen.
c. Pola nafas tidak efektif
d. Hipertermi
e. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi
abdomen atau gas.
f. Risiko ketidakseimbangan cairan.
g. Intoleransi aktifitas
3. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manejemen jalan nafas
a. Tanda Mayor keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi
Subjektif (tidak ada) maka, bersihan jalan nafas 1. Monitor pola nafas
Objektif meningkat dengan Kriteria 2. Monitor bunyi nafas tambahan
1) Batuk tidak efektif hasil : 3. Monitor sputum
2) Tidak mampu batuk 1. Baruk efektif meningkat Terapeutik
3) Sputum berlebihan 2. Produksi sputum menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
4) Mengi, wheezing dan/atau 3. Mengi menurun 5. Posisikan semi fowler
ronkhi kering 4. wheezing menurun 6. Berikan minum hangat
5) Mekonium di jalan nafas 5. Mekonium menurun 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(neonatus) 8. Lakukan penghispan lender kurang dari 15
b. Tanda minor detik
Sujektif 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
1) Dispnea penghispan endo trakeal
2) Sulit bicara 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
3) Ortopnea forsep McGill
Objektif 11. Berikan oksigen jika perlu
1) Gelisah Edukasi
2) Sianosis 12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml per hari,
3) Bunyi nafas menurun jika tidak kontraindikasi
4) Frekuensi napas berubah 13. Ajarkan tehnik batuk efektif
5) Pola napas berubah Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
enspektoran, mukolitik, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena,jika
perlu
5. Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manejemen nutrisi
a. Faktor resiko keperawatan selama 2 x 24 jam
1) Ketidakmampuan menelan maka, status nutrisi membaik Observasi
makanan dengan Kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
2) Ketidakmampuan mencerna 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makanan 1. Porsi makan yang
dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
3) Ketidakmampuan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
mengabsobsi nutrient 2. Berat badan membaik
3. IMT mebaik nutrient
4) Peningkatan kemampuan 5. Identifikasi perlunya pengguanaan selang
metabolism nasogastric
5) Faktor ekonomi 6. Monitor asupan makanan
6) Faktor psikologi 7. Monitor berat badan
b. Kondisi klinis terkait 8. Monitor hasi pemeriksaan laboratorium
1) Sroke Terapeutik
2) Parkinson
3) Mabius sindrom 9. Lakukan oral hygine sebelum makan jika
4) Cerebral palsi perlu
5) Cleft lip 10. Fasilitasi menentukan pedoman diet
6) Infeksi 11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
7) Aids yang sesuai
8) Fibrosis kristik 12. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
14. Berikan suolemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogastric jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
Darni, Z., Tyas, R., & Khaliza, N. (2020). Penggunaan Aromaterapi Lemon
untuk Mengurangi Nyeri pada Pasien Post Operasi. Buletin Kesehatan,
4(2), 138–149. https://akper-pasarrebo.e-journal.id/nurs/article/view/71
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). DIAGNOSIS KEPERAWATAN :
Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10; T. H. Herdman & S.
Kamitsuru, eds.). Jakarta: EGC.
Ni Made Mentaniasih., D. (2019). Buku Ajar Tuberkolosis Diagnostik
Microbiologis. Surabaya: Percetakan Universitas Airlangga.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai
Kasus (Jilid 1). Yogyakarta: Mediacion Publishing.
Padila. (2018). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogjakarta: Nuha
Medika.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisidan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, B. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: ECG.