Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH:

MAYANG ANGGRAINY (PO0220220015)

FIFI MASULILI (PO0220220011)

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI DIII KEPERAWATAN POSO

T.A 2022/2023
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau parenkim paru yang terjadi
pada anak. Sedangkan menurut WHO (2009), pneumonia adalah penyakit
peradangan paru yang disebabkan oleh virus dan bakteri.
2. Etiologi
Cara terjadinya penularan berkaitan pula jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan oleh Streptoccus pneumonia, dan masa kini
terjadi karena perubhaan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit
kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Hasil
penelitian oleh menyebutkan balita yang tidak diberi ASI eksklusif akan
berisiko 7kali terkena pneumonia daripada yang diberi ASI eksklusif.
Pemberian ASI eksklusifcenderung kurang maksimal diakibatkanoleh
kesadaran orang tua akan pentingnya ASI masih sangat kurang, padahal fungsi
ASI sudah sangat jelas memiliki beragam manfaat bagi balita.
3. Patofisiologi
proses perjalanan penyakit dimulai dari adanya beberapa faktor yang
menyebabkan aspirasi berulang diantaranya: obstruksi mekanik saluran
pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, makanan dan tumor bronkus.
Adanya sumber infeksi, daya tahan saluran pernafasan yang terganggu,
sehingga menimbulkan tanda dan gejala seperti edema trakeal/faringeal,
peningkatan produksi sekret sehingga menimbulkan batuk produktif efektif.
Dari tanda dan gejala tersebut maka muncul masalah keperawatan
ketidak efektifan bersihan jalan nafas. 6 Peradangan pada bronkus yang
menyebar pada parenkim paru juga menyebabkan terjadinya konsolidasi
pengisisian rongga alveoli oleh eksudat menimbulkan penurunan jaringan
efektif paru, dan kerusakan membran alveoli-kapiler, hal ini menimbulkan
gejala sesak nafas. Penggunaan obat bantu nafas dan pola nafas tidak efektif.
Dari tanda terebut maka muncul masalah keperawatan gangguan pertukaran
gas. Konsolidasi pengisian rongga paru oleh eksudat menimbulkan reaksi
sitemis: bakterimia/viremia, anoreksia, mual, demam, perubahan berat badan,
dan kelemahan. Sehingga dapat menimbulkan tanda dan gejala peningkatan
laju metabolisme umum, intake nutrisi tidak adekuat, tubuh makin kurus,
ketergantungan aktivitas sehari-hari, kurang pemenuhan isirahat dan tidur,
kecemasan dan pemenuhan informasi. Dari tanda dan gejala tersebut maka
timbul masalah keperawatan yaitu pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan,
gangguan pemenuhan Activity Daily Living(ADL), gangguan pemenuhan
istirahat dan tidur, kecemasan, ketidaktahuan/pemenuhan informasi dan
hipertermi.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit penoumonia sebagai berikut :
a. Pneumonia virus Demam tinggi, batuk parah, malaise, sedangkan
batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit, sedikit
mengi atau krekles terdengar pada auskultasi.
b. Pneumonia bacterial Demam, malaise, pernafasancepatdandangkal,
batuk, nyeri dada seringdiperberatdengannafasdalam,
nyeridapatmenyebarke abdomen danmenggigil.
c. Pneumonia aptical Demam, menggil, sakit kepala, malaise, anoreksia,
myalgia diikuti dengan rhinitis, sakit tenggorokan, batuk kering keras,
pada awalnya batuk tidak produktif, kemudian bersputum seremukoid,
sampai mukopulen atau bercak darah, krekles dan krepitasi halus
diberbagai area paru.
5. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemilogi serta letak
anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
a) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
b) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh
selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena
penyakit lain atau prosedur.
c) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan
dari lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil
inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat
menjadi infeksi karena bahan teraspirasi mungkin mengandung
bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah
pneumonia yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya
tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
a) Pneumonia lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau
satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua
paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
b) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia
terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus yang berada didekatnya.
c) Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta
interlobular.
6. Manifestasi Klinis
Daya tahan saluran pernafasan terganggu Aspirasi bakteri berulang
Obstruksi Mekanik saluran pernafasan, Bekuan darah, pus,makanan, dan
tumor bronkus Peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru Edema
trakeal dan peningkatan produksi sekret Terjadi pengisian rongga alveoli oleh
eksudat Batuk produktif dan sesak nafas akibat penurunan kemampuan batuk
efektif Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Penurunan jaringan efektif paru
dan kerusakan membran alveolar kapiler Sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, pola napas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Reaksi sitematis
anoreksia, mual, demam,penurunan berat badan dan kelemahan Peningkatan
laju metabolisme, ketergantungan aktifitas, kurang istirahat - Perubahan
pemenuhan gizi kurang dari kebutuhan - Gangguan pemenuhan ADL
( Activity Daily Living ) - Gangguan pola tidur - Kecemasan -
Ketidaktahuan/pemenuhan informasi
7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosa penyakit secara lebih tepat maka diperlukan
pemeriksaan penunjang. Foto thoraks sebaiknya dibuat posterior anterior dan
lateral untuk melihat keberadaan konsolidasi rotrokardial sehingga lebih
mudah untuk menentukan lobus yang terkena. Densitasnya bergantung pada
intensitas eksudat dan hampir selalu ada bronhogram pada masa akut,
biasanya tidak ada pengecilan lobus yang terkena sedangkan pada masa
resolusi mungkin ada atelektasis sebab eksudat menyebabkan obstruksi.
Gambaran konsolidasi tidak selalu mengisi seluruh lobus karena mulai dari
perifer gambar kosolidasi hampir selalu berbatasan dengan permukaan pleura
viselaris maka dari itu dapat mudah dilihat dengan foto lateral.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan penyakit pnaumonia sebagai berikut:
a. Humidifikasi: humidifier atau nebulizer jika sekret yang kental dan
berlebihan.
b. Oksigenasi: jika pasien memiliki PaO2 < 60 mmHg
c. Fisioterapi: berperan dalam mempercepat resolusi pneumonenia pasti
pasien harus didorong setidaknya untuk batuk dan bernafas dalam
untuk memaksimalkan kemampuan ventilator.
d. Hidrasi: Pemantauan asupan dan keluaran; cairan tambahan untuk
mempertahankan hidrasi dan mencairkan sekresi.

Penatalaksaanaan medis penyakit pneumonia sebagai berikut:

a. Operasi
Thoracentesis dengan tabung penyisipan dada: mungkin
diperlukan jika masalah sekunder seperti empiema terjadi.
b. Terapi Obat
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi
secepatnya: Penicillin G untuk infeksi pneumonia staphylococcus,
amantadine, rimantadine untuk infeksi pneumonia virus. Eritromisin,
tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi pneumonia.
9. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. 11 Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi
pada pneumonia bakteri. Ilten F dkk, melaporkan mengenai komplikasi
miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase
meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak
berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,
maka di anjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti
EKG, ekokardiografi, dan pemerikasaan enzim.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Klien tampak lemah, pucat dan sesak napas
2. Tanda-tanda vital
Didapatkan suhu meningkat ( 39°C - 40°C ), nadi cepat dan kuat, pernapasan
cepat dan dangkal.
3. Kulit
Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor kulit tidak elastis.
4. Kepala
Pada pemeriksaan kepala dapat dilakukan inspeksi pada bentuk kepala, lingkar
kepala, warna dan tektur rambut, keadaan ubun-ubun.
5. Mata
Konjungtiva anemis, sklera putih.
6. Hidung
Didapatkan adanya secret, ada pernapasan cuping hidung.
7. Mulut
Pucat, sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering.
8. Telinga
Inspeksi adanya peradangan atau tidak. Peradangan menandakan sudah terjadi
komplikasi.
9. Leher
Infeksi dan palpasi adanya pembesaran limfe atau tidak.
10. Dada
a. Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris.
Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi
napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal
space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat di alami terutama
oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk
pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif
disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum
yang purulen.
b. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada palpasi
klien pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan
seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus vokal).
Taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
c. Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didpatkan apabila
bronkhopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).
d. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang pneuomonia akan
terdengar stridor. Apabila dengan steteskop akan terdengar suara nafas
berkurang, rochi halus pada sisi yang sakit,ronchi basah pada masa
resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofomi, dan kdang-kadang
terdengar bising gesek pleura.
11. Abdomen
Bising usus (+), lembek/kembung/tegang, distensi abdomen.
12. Ekstremitas
Pasien tampak lemah, penurunan aktifitas, sianosis pada ujung jari dan kaki,
akral hangat.
B. Analisa Data

No Data Etiologi Problem


.

1. DS: Spasme jalan napas Bersihan jalan napas


 Dispnea tidak efektif
 Ortopnea
DO:
 Batuk tidak efektif
 Tidak mampu untuk
batuk
 Sputum berlebih
 Sianosis
 Frekuensi napas
berubah
2. DS: Proses penyakit Hipertermia
-
DO:
 Suhu tubuh diatas
normal
 Takikardi
 Kulit terasa hangat
3. DS: Ketidakseimbangan Intolerasi aktivitas
 Mengeluh lelah antara suplai dan
 Dispnea saat/setelah kebutuhan oksigen
aktivitas
 Merasa lemah
DO:
 Frekuensi jantung
meningkat
 Sianosis

C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
D. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi

Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Latihan batuk efektif ( hal.142 )


napas b.d spasme intervensi, maka Obsevasi:
jalan napas diharapkan bersihan  Identifikasi kemampuan
jalan napas dapat batuk
teratasi dengan kriteria  Monitor adanya retensi
hasil: sputum
1. Batuk efektif  Monitor tanda dan gejala
meningkat infeksi saluran napas
2. Produksi sputum Terapeutik:
menurun
 Atur posisi semi-fowler
3. Dispnea menurun
atau fowler
4. Ortopnea menurun
 Buang secret pada tempat
5. Sianosis menurun
sputum
6. Frekuensi napas
Edukasi:
membaik
 Anjurkan Tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
( dibulatkan ) selama 8
detik.
 Anjurkan mengulangi
Tarik napas dalam hingga
3 kali
 Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah Tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran
2. Manajemen jalan napas (hal.186)
Observasi:
 Monitor pola napas
 Monitor bunyi napas
tambahan

Terapeutik:
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head
tilt chin lift
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
Edukasi:

 Anjurkan asupan cairan


2000ml/hari
Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Hipertermia b.d Setelah dilakukan 1. Manajemen hipertermia (hal.181)
proses penyakit intervensi, maka Observasi:
diharapkan hipertermia  Identifikasi penyebab
dapat teratasi dengan hipertermia
kriteria hasil:  Monitor suhu
1. Takikardi menurun  Monitor kadar elektrolit
2. Suhu tubuh  Monitor komplikasi akibat
membaik
3. Suhu kulit membaik hipertermia
Terapeutik:

 Longgarkan atau lepaskan


pakaian
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis
Edukasi:

 Anjurkan tirah baring


Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
2. Pemantauan cairan (hal.238)
Observasi:
 Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor elastisitas dan
turgor kulit
 Monitor intake dan output
cairan

Terapeutik:

 Atur interval pemantauan


sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi:

 Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan
3. Pemberian obat intravena (hal.
263)
Observasi:
 Identifikasi
kemungkinan alergi
 Perikas tanda
kadaluarsa obat
 monitor efek terpeutik
obat
Terapeutik:
 lakukan prinsip 6
benar
 pastikan ketepatan
dan kepatenan kateter
IV
 brikan obat IV dengan
kecepatan yang tepat
Edukasi:
 jelaskan jenis obat , alas an
pemberian , indakan yang
di harapkan dan efek
samping

Intoleransi Setelah dilakukan 1. Manajemen energi (hal.176)


aktivitas b.d intervensi, maka Observasi:
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi  Identifikasi gangguan
antara suplai dan aktivitas dapat teratasi fungsi tubuh yang
kebutuhan oksigen dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
1. Keluhan Lelah  Monitor pola dan jam tidur
menurun Terapeutik:
2. Dispnea saat/setelah
 Sediakan lingkungan
aktivitas menurun
nyaman dan rendah
3. Frekuensi nadi
stimulus
membaik
 Fasilitasi duduk disisi
4. Sianosis menurun
tempat tidur
Edukasi:

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
2. Terapi oksigen (hal.430)
Observasi:
 Monitor kecepatan aliran
oksigen
 Monitor aliran oksigen
secara periodik dan
pastikan frarksi yang
diberikan cukup
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Terapeutik:

 Pertahankan kepatenan
jalan napas
 Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
 Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
kolaborasi:

 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga Kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil,klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien
akan masuk Kembali kedalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukan untuk:
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum

Evaluasi keperawatan terdiri dari 2 jenis yaitu:

1. Evaluasi formatif, evaluasi ini biasa disebut juga dengan evaluasi berjalan
dimana, evaluasi ini dilakukan sampai tujuan tercapai.
2. Evaluasi somatif, merupakan evaluasi akhir diman dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.

Hasil akhir yang diharapkan untuk pasien pneumonia pada anak:

S:

Pasien mengatakan Lelah lesu menurun, sesak nafas berkurang

O:

1. Sudah tidak ada pernapasan cuping hidung, batuk yang semula produktif
menjadi non produktif.
2. Suhu tubuh membaik.
3. Auskultasi suara ronchi basah berkurang, dan jarang terdengar bising
gesek pleura.
4. Tingkat leukosit dan LED membaik.
5. Tingkat intoleransi aktivitas berkurang, sehingga pasien bisa sedikit
melakukan aktivitas.

A:

Simpulan yang didapat setelah dilakukan intervensi yaitu masalah dapat


teratasi atau masalah dapat teratasi Sebagian.

P:

Simpulan yang didapat yaitu intervensi dihentikan atau intervensi


dilanjutkan.

Anda mungkin juga menyukai