PNEUMONIA
DI RUANG AMELIA RS GRAHA MEDIKA BANYUIWANGI
Disusun oleh :
Kutsiyawati
202104191
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. pneumonia juga
disebabkan oleh bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi.
(Djojodibroto, 2014).
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut.
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik
dari paru-paru, dan bisa juga disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya.
Pneumonia disebabkan oleh Bakteri Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia yaitu
Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytial virus (RSV)
dan para influenza (Athena & Ika, 2014).
Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiulus terminalis mencangkup bronkiolus respiratori,
alveoli, dan menimbulakn konsolidasi jaringan paru (Padila, 2013).
2. Etiologi
Radang paru mungkin berkaitan dengan berbagai mikroorganisme dan dapat
menular dari komunitas atau dari rumah sakit (nosokomial). Pasien dapat
menghisap bakteri, virus, parasite, dan agen iritan (Mary & Donna, 2014).
Menurut (Padila, 2013) penyebab dari pneumonia yaitu;
a. Bakteri
Bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif
seperti: streptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus
pyogenesis.
b. Virus
Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet citomegalo,
virus ini dikenal sebagai penyebab utama kejadian pneumonia virus.
c. Jamur
Jamur disebabkan oleh infeksi yang menyebar melalui penghirupan udara
mengandung spora biasanya ditemukan pada kotoran burung
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumoni (PCP) biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. Penyebaran infeksi
melalui droplet dan disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui
selang infus yaitu stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P.
Aeruginosa dan enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh
dan juga mempunyai riwayat penyakit kronis.
3. Klasifikasi
Menurut pendapat Amin & Hardi (2015)
a. Berdasarkan anatomi
1) Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari
lobus paru. Di sebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua
paru terkena.
2) neumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding
alveolar dan interlobular.
b. Berdasarkan inang dan lingkungan
1) Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta
kardiopulmonal.
2) Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat
aspirasi cairan dari cairan makanan atau lambung.
3) Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman
pathogen atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite,
virus, jamur dan cacing.
4. Manifestasi klinis
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penyebab dan penyakit
pasien Brunner & Suddarth (2011).
a. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5 o
5. Patofisiologi
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2012), kuman masuk kedalam
jaringan paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus
dan alveolus. Setelah Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan
dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein.
Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen
atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga
kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat
lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh dengan leukosit
dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel
darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat
pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan
berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya
cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada paru,
dan dapat menurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan
menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme
yang ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan
lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan produksi
mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.
Virus, bakteri
6. Pathway
Terhirup/teraspirasi
Proses peradangan
Kerja sel goblet me Hipertermi Keringat SDM dan leukosit PMN mengisi alveoli
Tekanan hidrostatik , tekanan osmosis meningkat
Produksi sputum
Resiko ketidakseimbangan cairan
Konsolidasi di alveoli
Difusi
Akumulasi sputum dijalan napasTertelan ke lambung
Complience paru menurun
Akumulasi cairan di alveoli
pembuluh darah
Tertelan ke kecil paru ke dalam kantong udara dan daerah
disekitarnya
lambung
f. Infeksi super perikarditis: Peradangan yang terjadi pada selaput
pembungkus jantung (perikardium)
g. Meningitis: Infeksi yang menyerang selaput otak
h. Arthritis: Suatu penyakit dimana persendian mengalami peradangan
(biasanya terjadi pada kaki dan tangan)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran atau perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. Analisa Gas Darah (Analisa Gas Darah) : tidak normal mungkin
terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang
ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan
d. Leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi: titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED: meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
komplain menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin: mungkin meningkat
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka: menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV)
9. Penatalaksanaan
1) Keperawatan
Pada penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotic
per-oral, dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infuse.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu napas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2
minggu. Penatalaksanaan :
1) Oksigen 1-2 L / menit
2) IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra
vena) dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500
ml cairan
3) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi.
4) Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan
entral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6) Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
2) Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan
tampak pada rontgen dada mencakup area berbercak atau
keseluruhan lobus (pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik,
temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas broonkovesikular
atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan pekak
padaperkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian
antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan
gram. Selain itu untuk pengobatan pneumonia yaitu eritromisin,
derivat tetrasiklin, amantadine, rimantadine,
trimetoprimsulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol.
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
1) Ampisilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
2) Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
3) Sefotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
4) Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.
(Nurarif & Kusuma, 2015, Hal 68)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama,
nomor register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang
berhubungan dengan stress atau sebab dari lingkungan yang tidak
menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk membedakan antara
pasien yang satu dengan yang lain.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien pneumonia
biasanya baik atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai
tingkatan gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat
(Bararah dan Jauhar, 2013:122).
2) Tanda-tanda vital
Didapatkan tanda-tanda vital, suhu tubuh meningkat dan menurun,
nadi meningkat lebih dari 20 x/menit. (Huda Nurarif, Kusuma, 2015 :
25)
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak napas,
batuk, dan peningkatan suhu tubuh atau demam.
b) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Apabila klien mengatakan batuk, maka perawat harus
menanyakan sudah berapa lama dan lama keluhan batuk muncul.
Keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang
setelah minum obat. Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif,
lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan mukus purulent
kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan dan sering
kali bau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam
tinggi dan menggigil serta sesak nafas, peningkatan frekuensi
pernafasan dan lemas.
c) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala
seperti luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin dan demam
ringan.
d) Observasi
1) B1 (Breathing)
Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest, Pigeonchest
atau Punelchest). Pola nafas: Normalnya = 12-24 x/ menit,
Bradipnea/ nafas lambat (Abnormal), frekuensinya = < 12
x/menit, Takipnea/ nafas cepat dan dangkal (Abnormal)
frekuensinya = > 24 x/ menit. Cek penggunaan otot bantu
nafas (otot sternokleidomastoideus) → Normalnya tidak
terlihat. Cek Pernafasan cuping hidung → Normalnya tidak
ada. Cek penggunaan alat bantu nafas (Nasal kanul, masker,
ventilator).
Palpasi: Vocal premitus (pasien mengatakan 77) Normal
(Teraba getaran di seluruh lapang paru)
Perkusi dada: sonor (normal), hipersonor (abnormal,
biasanya pada pasien PPOK/ Pneumothoraks
Auskultasi: Suara nafas (Normal: Vesikuler,
Bronchovesikuler, Bronchial dan Trakeal). Suara nafas
tambahan (abnormal): wheezing → suara pernafasan
frekuensi tinggi yang terdengar diakhir ekspirasi, disebabkan
penyempitan pada saluran pernafasan distal). Stridor → suara
pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar diawal inspirasi.
Gargling → suara nafas seperti berkumur, disebabkan karena
adanya muntahan isi lambung.
2) B2 (Blood)
Inspeksi: CRT (Capillary Refill Time) tekniknya dengan cara
menekan salah satu jari kuku klien → Normal < 2 detik,
Abnormal → > 2 detik. Adakah sianosis (warna kebiruan) di
sekitar bibir klien, cek konjungtiva klien, apakah konjungtiva
klien anemis (pucat) atau tidak → normalnya konjungtiva
berwarna merah muda.
Palpasi: Akral klien → Normalnya Hangat, kering, merah,
frekuensi nadi → Normalnya 60 - 100x/ menit, tekanan darah
→ Normalnya 100/ 80 mmHg – 130/90 mmHg.
3) B3 (Brain)
Cek tingkat kesadaran klien, untuk menilai tingkat kesadaran
dapat digunakan suatu skala (secara kuantitatif) pengukuran
yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS
memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien
terhadap lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon
terbaik buka mata, respon verbal, dan respon motorik (E-V-
M). Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari
ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran
dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan, tingkat kesadaran (secara kualitatif)
dibedakan menjadi:
a) Compos Mentis (Conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat
e) pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
f) Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri
g) Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
Pemeriksaan Reflek:
a) Reflek bisep: ketukan jari pemeriksa pada tendon
muskulus biceps brachii, posisi lengan setengah ditekuk
pada sendi siku.
Respon: fleksi lengan pada sendi siku
b) Reflek patella: ketukan pada tendon patella.
Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi
muskulus quadriceps femoris.
Nervus 1(Olfaktorius): Tes fungsi penciuman (pasien mampu
mencium bebauan di kedua lubang hidung)
Nervus 2 (Optikus): Tes fungsi penglihatan (pasien mampu
membaca dengan jarak 30 cm (normal)
Nervus 3, Nervus 4, Nervus 6 (Okulomotorius, Trokhlearis,
Abdusen): Pasien mampu melihat ke segala arah (Normal)
Nervus 5 (Trigeminus):
a) Sensorik: pasien mampu merasakan rangsangan di dahi,
pipi dan dagu (normal)
b) Motorik: pasien mampu mengunyah (menggeretakan
gigi) dan otot masseter (normal)
Nervus 7 (Facialis):
a) Sensorik: pasien mampu merasakan rasa makanan (normal)
b) Motorik: pasien mampu tersenyum simetris dan
mengerutkan dahi (normal)
Nervus 8 (Akustikus): Tes fungsi pendengaran (rine dan
weber).
Nervus 9 (Glososfaringeus) dan N10 (Vagus): pasien mampu
menelan dan ada refleks muntah (Normal).
Nervus 11 (Aksesorius): pasien mampu mengangkat bahu
(normal).
Nervus 12 (Hipoglosus): pasien mampu menggerakan lidah
ke segala arah (normal).
4) B4 (Bladder)
Inspeksi: integritas kulit alat kelamin (penis/ vagina)
Normalnya warna merah muda, tidak ada Fluor Albus/
Leukorea (keputihan patologis pada perempuan), tidak ada
Hidrokel (kantung yang berisi cairan yang mengelilingi testis
yang menyebabkan pembengkakan skrotum.
Palpasi: Tidak ada distensi kandung kemih. Tidak ada
distensi kandung kemih.
5) B5 (Bowel)
Inspeksi: bentuk abdomen simetris, tidak ada distensi
abdomen, tidak accites, tidak ada muntah,
Auskultasi: peristaltik usus Normal 10-30x/menit
6) B6 (Bone)
Inspeksi: warna kulit sawo matang, pergerakan sendi bebas
dan kekuatan otot penuh, tidak ada fraktur, tidak ada lesi
Palpasi: turgor kulit elastis.
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, dispnea
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas
abnormal
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi di tandai dengan dyspnea, PCO2 meningkat /menurun
d. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas normal, kulit merah
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhaan oksigen ditandai dengan dyspnea saat/ setelah aktivitas,
merasa lemah
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
(SDKI) SLKI SIKI
Tekanan
sputum
ekspirasi
1 2 3 4 5 ( jumlah,
Tekanan warna, aroma )
1 2 3 4 5
ekspirasi 2. Terapeutik
Cukup Cukup Pertahankan
Meningkat Sedang Menurun
meningkat menurun kepatenan jalan
dyspnea 1 2 3 4 5 napas dengan head-
Penggunan tift dan chin-lift
otot bantu 1 2 3 4 5 ( jaw-thrust jika
napas curiga trauma
Pemanjang servikal)
1 2 3 4 5
fase ekspirasi
Posisikan semi-
Otopnea 1 2 3 4 5
fowler atau fowler
Pernapasan
1 2 3 4 5 Berikan minum
pursed-lip
hangat
Pernapasan
Lakukan fisioterapi
cuping 1 2 3 4 5
hidung
dada, jika perlu
Cukup Cukup
Lakukan
Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik penghisapan
Frekuensi lendir kurang dari
1 2 3 4 5
napas 15 detik
Kedalaman Lakukan
1 2 3 4 5
napas hiperoksigenasi
Ekskursi dada 1 2 3 4 5 sebelum
penghisapan
endotrakeal
Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
proses McGill
Berikan
oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
Ajarkan tehnik
batuk efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
Kriteria Hasil )
Meningkat
Cukup
Sedang
Cukup
Menurun
1. Observasi
meningkat menurun Identifikasi
Menggigil 1 2 3 4 5 penyebab
Kulit merah 1 2 3 4 5 hipertermia (mis.
Kejang 1 2 3 4 5 dehiderasi, terpapar
Akrosianosis 1 2 3 4 5 lingkungan panas,
Komsumsi
1 2 3 4 5
penggunaan
oksigen
incubator)
Piloereksi 1 2 3 4 5
Monitor suhu tubuh
Vasokontriksi
1 2 3 4 5 Monitor kadar
perifer
elektrolit
Kutis
1 2 3 4 5 Monitor haluaran
memorata
urine
Pucat 1 2 3 4 5
Monitor
Takikardia 1 2 3 4 5
komplikasi
Takipnea 1 2 3 4 5
akibat
Bradikardia 1 2 3 4 5
hipertermia
Dasar kuku
1 2 3 4 5 1. Terapeutik
sianotik
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dapat disesuaikan dengan intervensi
keperawatan yang telah disusun.
5. Evaluasi keperawat
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi
Bahasa Indonesia. Indonesia : Elsivier
Kidd, Pamela S., dkk. 2014. Pedoman Keperawatan Emergensi Edisi 2. Jakarta :
EGC
Nugroho, Taufan, 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas, Ana, Bedah, Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Musliha, 2015. Keperawatan Gawat darurat. Yogyakarta : Nuha Medika
PPNI,2017. SDKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI,2018. SIKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI,2019. SLKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta