Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA

DISUSUN OLEH :

ROZA PANGESTY
2023207209088

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2023-2024

BAB 1
LAPORAN
PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal, dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. (Dahlan, 2014).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area
berbercak. (Smeltzer, 2011).

Bronkopneumonia merupakan bagian secara morfologis dari


pneumonia dimana inflamasi paru terjadi pada ujung akhir bronkiolus.
(Wong, 2013, hal 460). Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis
pneumonia yang memiliki pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu
atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke parenkim paru
yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C, 2012).
Bronkopneumonia menurut Ngastiyah (2013) merupakan salah satu pembagian
dari pneumonia menurut dasar anatomis. Pneumonia adalah radang paru-paru
yang dapat disebabkan oleh bermacam- macam, seperti bakteri, virus,
jamur, dan benda-benda asing (Ngastiyah, 2013).
Pneumonia merupakan peradangan alveoli atau pada parenkim paru yg
umumnya terjadi pada anak. (Suriadi Yuliani, 2011). Pneumonia merupakan
salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran pernapasan bawah
dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak napas. Hal ini
diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi), dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat (cairan) dan
konsolidasi (bercak berawan) pada paru-paru (Khasanah, 2017).

B. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 :
682) antara lain:
1) Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2) Virus : Legionella pneumoniae
3) Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4) Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-
paru
5) Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal
yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis crani,
Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina,
2001 : 682)
Menurut Whaley’s dan Wong (1996: 1400) disebutkan bahwa
Streptococus, staphylococcus atau basil ektrik sebagai agen penyebab di
bawah umur 3 bulan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh bakteri :
Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
MycobacteriumTuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus
influenza, virus sitomegalik.Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus
Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
CandindaAlbicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.

C. Klasifikasi

Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :


1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit
pernafasan umum & dapat berkembang menjadi sebuah
pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu organisme penyebab
umum. Type pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-anak atau
kalangan orang lanjut usia.
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia
nosokomial.
Organisme seperti ini ialah suatu aeruginisa pseudomonas. Klibseilla /
aureus stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi.
Saat Ini ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan
hanya menurut lokasi anatominya.
4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan
organisme perusak.(Reeves, 2011).

D. Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-
paru melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk
ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi
peradangan pada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang
menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses
peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap antara lain:
1) Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana l obus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak,
pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan
kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi)
2) Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah
fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang
berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3) Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi
konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada
pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
4) Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).

Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin
eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses infeksi
berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis
yang cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel
makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta
menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer, 2000: 966).
E. Pathway

Bakteri Stafilokokus aureus

Bakteri Haemofilus influezae

 Penderita akit berat yang dirawat di RS

 Penderita yang mengalami supresi

sistem pertahanan tubuh Saluran Pernafasan Atas

 Kontaminasi peralatan RS

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan suhu Edema antara


pencernaan pembuluh darah kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
F. Manifestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti
menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan,
saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis
(Barbara C. long, 1996). Terdengar adanya krekels di atas paru yang
sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh
eksudat).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia
adalah:
1) Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritic
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2) Bunyi nafas di atas area yang menglami
konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
3) Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
4) Diafoesis
5) Anoreksia
6) Malaise
7) Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian
berubah menjadikemerahan atau berkarat
8) Gelisah
9) Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
10) Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
(Martin tucker, Susan.2000)

G. Komplikasi

1) Emfisema : terdapatnya pus pada rongga pleura.


2) Atelektasis : pengembangan paru yang tidak sempurna.
3) Abses paru : pengumpulan pus pada jaringan paru yg mengalami
peradangan.
4) Meningitis : peradangan pada selaput otak.
5) Infeksi sistomik
6) Endokarditis : peradangan pada endokardium.
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan penderita pneumonia adalah menghilangkan
infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut.
Penatalaksanaan pneumonia didasarkan kepada organisme apa yang
menyebabkan pneumonia tersebut (disebut engan terapi empirik).
Kebanyakan penderita membaik dengan terapi empirik ini.
Kebanyakan pasien dengan pneumonia ditatalaksana di rumah dengan
pemberian antibiotik-antibiotik oral. Penderita dengan faktor resiko untuk
menjadi lebih berat dapat ditatalaksana dengan perawatan di rumah sakit.
Monitoring di rumah sakit termasuk kontrol terhadap frekuensi denyut
jantung dan pernafasan, temperatur, dan oksigenisasi. Penderita yang dirawat
di rumah sakit biasanya diberikan antibiotik intravena dengan dosis dan
pemberian yang terkontrol. Lamanya hari perawatan di rumah sakit
sangat bervariasi tergantung bagaimana respon penderita terhadap
pengobatan, apakah ada penyakit penyerta/ sebelumnya, dan apakah ada
masalah-masalah medis lainnya yang dapat memperberat pneumonia yang
dideritanya. Beberapa penderita, termasuk penderita yang sebelumnya
menderita kerusakan paru atau penyakit paru berat lainnya, penderita
dengan imunitas menurun, atau penderita dengan pneumonia yang mengenai
lebih dari 1 lobus (disebut multilobar pneumonia), dapat lebih lambat
untuk membaik atau mungkin membutuhkan perawatan lebih lama di
rumah sakit Berbagai macam regimen antibiotik tersedia untuk terapi
pneumonia.
Pemilihan antibiotik mana yang baik digunakan bergantung pada
banyak faktor, termasuk.
1) Penyakit penyerta/ sebelumnya
2) Terinfeksi dengan bakteri yang resisten antibiotik tertentu.

Penderita yang sebelumnya menggunakan antibiotik untuk terapi


penyakit lain pada tiga bulan terakir mempunyai faktor resiko yang lebih
tinggi untuk terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik tertentu. Untuk semua
regimen antibiotik, penting untuk menggunakan antibiotik tersebut sampai
selesai dan sesuai dengan prosedur penatalaksanaan. Diagnosis etiologi
pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga pemberian antibiotik
diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu
Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Bilakeadaan pasien berat atau
terdapat empiema, antibiotik adalah golongan sefalosporin. Antibiotik
parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan
pemberian per oral selama 7 – 10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia
adalah S.aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap
penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama
pengobatan untuk Stafilokokus adalah 3 – 4 minggu.

2. Manajemen Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang digunkan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchopneumonia mulai dirasakan saat penderita mengalami
batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat
bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya
2 tahun produksi sputum (hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat
hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna
kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
3) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah
menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat
penyakit yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu
riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya
debu/ asap.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang seringterjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.
a. Riwayat psikospiritual
b. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien
dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

B. Pemeriksaana Fisik
C. Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Spasme jalan


napas (D.0001 Hal : 18).
2) Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilainormal (D.0130 Hal : 284)
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (D.0056, Hal 128).
D. Intervensi Keperawatan
1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (SDKI D.0001 Halaman 18)
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan,
keperawatan selama 3x24 jam catat rasio inspirasi/ ekspirasi
2. Auskultasi bunyi nafas, catat
diharapkan Bersihan jalan
adanya bunyi nafas.
napas efektif dengan kriteria Misalnya: mengi, krekels dan
hasil SLKI: ronki.
3. Beri posisi semi fowler.
1. Produksi Sputum
4. Monitor sputum (jumlah,
Menurun (5) warna, aroma).
2. Mengi Menurun (5) 5. Ajarkan teknik batuk efektif.
3. Dispnea Menurun (5) 6. Beri minum hangat sedikit
sedikit tapi sering.
4. Frekuensi Nafas
7. Laksanakan tindakan
membaik (5) delegatif : Bronchodilator,
mukolitik, untuk mencairkan
dahak sehingga mudah
dikeluarkan.
2) Hipertermia (D.0130 Halaman : 284)
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan 1. Idendtifikasi penyebab hipertermia
asuhan 2. Monitor suhu tubuh
keperawatan selama 3x24 jam 3. Ajarkan keluarga pasien untuk
diharapkan Termoregulasi kompres air hangat pada lipatan
tubuh.
membaik : 4. Anjurkan pasien mengenakan pakaian
1. Suhu tubuh pasien yang tipis dan menyerap keringat.
dalam rentang 5. Kolaborasi pemberian obat antipiretik
normal 36,5-37,5°C
2. Respirasi dan nadi
pasien dalam rentang
normal
3. Tidak ada perubahan
warna kulit dan akral
hangat.
3) Intoleransi Aktivitas (SDKI D.0056 Halaman 28)
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi adanya pembatasan klien
keperawatan selama 3x24 jam dalam melakukan aktivitas.
diharapkan Toleransi aktivitas 2. Kaji perubahan tanda vital selama
meningkat dengan kriteria hasil dan setelah aktivitas.
SLKI : 3. Kaji adanya factor yang
1. Berpartisipasi menyebabkan kelelahan.
dalam aktivitas fisik tanpa 4. Monitor nutrisi dan sumber energi
disertai peningkatan tekanan yang adekuat.
darah, nadi dan RR. 5. Monitor pola tidur dan lamanya
2. Mampu melakukan aktivitas tidur/istirahat pasien.
sehari hari (ADLs) secara 6. Bantu aktivitas perawatan diri yang
mandiri. diperlukan.

E. Implementasi
Implementasi/pelaksanaan keperawatan adalah realisasi tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Hadinata &
Abdillah, 2022).
Pada tahap ini ada pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan secara optimal.

F. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan.
Dalam evaluasi, perawat menilai reaksi klien terhadap intervensi yang telah
diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan
dapat diterima (Hadinata & Abdillah, 2022).
DAFTAR PUSTAKA

Hadinata, W., Abdillah A J, (2022), Metodologi Keperawatan, Bandung, Widina Bhakti


Persada.
Smeltzer, Suzanne. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 1. Jakarta: EGC.
Ranny, A. (2016). Perbedaan Karakteristik PasienPneumonia Komunitas Dewasa
dengan Usia Lanjut di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang.
http://scholar.unand.ac.id/3681.
Saydam, G. (2011). Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit Pernapasan dan
Gangguan Pencernaan). Alfabeta.
Brunner, and Suddarth. 2017. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
SDKI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator
Diagnostik. 1st ed. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
SIKI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan
Keperawatan. 1st ed. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan. 1st ed. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai