Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK DI BANGSAL MELATI


RSUD dr.SOEDIRMAN KEBUMEN

Oleh :
NUR SYIFA QOTHRUN NADA
1440120040

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK YAKPERMAS BANYUMAS
TAHUN AKADEMIK 2022
A. Pengertian
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk

menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringanparu

di sekitarnya. Bronkopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis

karena peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada

bronkiolus berserta alveolus di sekitarnya (Muhlisin, 2017).

Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut

sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai

dalam tabung bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebarke alveoli

peribronchiolar dan saluran alveolar (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).

B. Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) secara umum bronkopneumonia

diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi

organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme pertahanan

tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glotisdan batuk, adanya

lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kumankeluar dari organ dan

sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara

lain :

a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella


b. Virus : Legionella Pneumoniae
c. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh

virus penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke saluranpernafasan sehingga

terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan
adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi

positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka

komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesaknapas, dan

napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi parudan penurunan

produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untukmelembabkan rongga

fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah

tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan

frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis,

dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas (PDPI

Lampung & Bengkulu, 2017).

C. Patofisiologi

Kuman penyebab bronkopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-


paru melalui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk
ke dalamalveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi
peradanganpada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar
secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus (Ridha, 2014).

Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara,


aspirasi organisme dari nasofarinks atau penyebaran hematogen dari fokus
infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk
ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial.kuman pnemokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli
ke seluruh segmen ataulobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa
leukosit dari kapiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan
edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga
kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal
dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli
penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk
ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di
dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna
abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah yang mati dan eksudat
fibrin di buang dari alveoli . terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal
kembali tanpa kehilangan kemampuan dalampertukaran gas.
Akan tetapi apalagi proses konsolidasi tidak dapat berlangsung
denganbaik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka
membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan
gangguan proses diffusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut
akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat akibatkan peningkatan
tekanan pada paru, selaindapat berakibat penurunan kemampuan mengambil
oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita
akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot
bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan
retraksi dada.

Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)


mikroorganisme yang terdapat di dalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus berserbukan sel radang akut,
terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh
dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan
bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan
mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat
timbul bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi
yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,
mengandung banyal kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan
pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari
luar sehingga penderita mengalami sesak nafas.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia
pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk.
Perjalanan patofisiologi di atas bisa berlangsung sebaliknya yaitu
didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi
infeksi pada paru (Riyadi, 2009).
D. Manifestasi Klinik

Ada beberapa tanda dan gejala anak yang menderita penyakit


bronkopneumonia, diantaranya dapat dikenali dengan tanda serta gejala
sebagai berikut (Riyadi, 2009):
a. Takipnea (nafas cepat)
b. Saat bernapas terdengar suara ronchi
c. Batuk produktif
d. Menggigil dan demam
e. Sianosis area sirkumoral
f. Gerakan dada tidak simetris
g. Anoreksia
h. Malaise
i. Gelisah
j. Fatique
k. Frekuensi BAB bertambah/harinya
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-
40˚C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah,dispnea, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping
hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai
muntah dan diare.Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
tetapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif
(Ngastiyah, 2005). Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah
auskultasi yang terkena. Pada perkusi saring ditemukan kelainan dan pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadisatu (konfluens) mungkin
pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernafasanpada auskultasi
terdengar mengeras (Riyadi, 2009).
Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring
pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda
pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi pekak,
fremitus melemah, suaranafas melemah dan robchi. Pada neonatus dan bayi
kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan
menimbulkan pekak perkusi (Riyadi, 2009)
E. Pathway

Penyebab (virus, bakteri, jamur)

Infeksi Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Bronkus Kuman Terbawa ke Saluran Cerna Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

Proses peradangan Infeksi Saluran Cerna


Dilatasi Peradangan
Peningkatan Flora
pembuluh
Akumulasi Sekret di Bronkus Normal di Usus
Peningkatan
Eksudat masuk suhu tubuh
Peristaltik Usus alveoli
Mukus di
Bronkus Meningkat Hipertermi
Yang
Gangguan a
Malabsorpsi difusi gas
Batuk Bau mulut Hipoksia
f
Tidak tidak
sedap Diare Analisis gas
darah <
fatique
Bersihan Anoreksia
Gangguan
Jalan
Gangguan Intolerans
NafasTidak Intek menurun Cairan Tubuh Pertukara iAktivitas
Efektif
n Gas

Risiko defisit Nutrisi


F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan

bronkopneumonia yaitu:

a. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol 50- 70

mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas seperti

ampisilin, pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik

yang direkomendasikan adalah antibiotik spectrumluas seperti kombinasi beta

laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga

(Ridha, 2014)

b. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi cairan

dan, antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien adalah

paracetamol. Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc

sehari) atau dengan peroral/ sirup. Indikasi pemberian paracetamol adalah

adanya peningkatan suhu mencapai 38ºC serta untuk menjaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk.

c. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada pasien ini dengan

dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan yaitu 0,5

mg/kgBB. Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat

penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus.

Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif

terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepas mediator dari

pulmonary mast cell 9,11 Namun terapi nebulisasi bukan menjadi gold

standar pengobatan dari ronkopneumonia. Gold standar pengobatan

bronkopneumonia adalah penggunaan 2 antibiotik (Alexander & Anggraeni,

2017)
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkandiagnosa
keperawatan dapat digunakan cara :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil)
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan
dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi danstatus
asam basa.
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
5) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untukmendeteksi
antigen mikroba
b. Pemeriksaan radiologi
1. Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkalidijumpai
pada infeksi stafilokokus dan haemofilus
2. Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda padat

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Usia. Bronkopneumonia sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak


sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian
terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia
dewasa juga masih sering mengalami bronkopneumonia (Riyadi, 2009)
b. Jenis kelamin. Anak yang menderita infeksi saluran nafas paling banyak
pada jenis kelamin laki-laki dikarenakan diameter saluran pernafasan
anak laki-laki lebih kecil dibandingkan anak perempuan atau adanya
perbedaan dalam daya tubuh anak laki-laki dan perempuan
(Paramanindi, 2014)
c. Keluhan Utama: Sebagian besar keluhan utama bronkopneumonia
adalahsesak nafas. Sesak nafas yang muncul akibat dari adanya eksudat
yang menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus (Riyadi, 2009)
d. Riwayat Penyakit Sekarang: Bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu
tubuhdapat naik sangat mendadak sampai 39-40˚C dan kadang disertai
dengankejang karena demam yang tinggi (Riyadi, 2009)
e. Riwayat Kesehatan Dahulu: Anak dengan bronkopneumonia
sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan
sistem imun menurun (Riyadi, 2009)
f. Riwayat Imunisasi: Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko
tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau
bawah karena sistem pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang diperlukan, diantaranya:
BCG, DPT, Polio,Hepatitis B dan Campak (Riyadi, 2009)
g. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat

Data yang muncul sering orangtua berpersepsi meskipun anaknya batuk


masih menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orangtua
menganggap anaknya benar-benar sakit apabila anak sudah mengalami
sesak nafas (Riyadi, 2009)

h. Pola metabolik nutrisi

Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon


sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena
peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik
mikroorganisme) (Riyadi, 2009)
i. Pola eliminasi

Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat


perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam (Riyadi,
2009)
j. Pola tidur-istirahat

Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena
sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata
merah, anak juga sering menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan tersebut (Riyadi, 2009)
k. Pola aktivitas-latihan

Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak


kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong
orangtuanya atau bedrest (Riyadi, 2009)
l. Pola kognitif-persepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan


biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
Pada saat dirawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal
baru disampaikan (Riyadi, 2009)
m. Pola persepsi diri-konsep diri

Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kuran bersahabat, tidak
sukabermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat (Riyadi, 2009)
n. Pola peran-hubungan

Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya
maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama
dengan orang terdekat orang tua (Riyadi, 2009)

o. Pola seksualitas-reproduktif

Pada kondisi sakit dan anak kecilmasih sulit terkaji.Pada anak yang
sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada
wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaan (Riyadi, 2009)
p. Pola toleransi stress-koping

Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak sering
menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
tersinggung dan suka marah (Riyadi, 2009)
q. Pola nilai-keyakinan

Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk


mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT (Riyadi, 2009)
r. Pemeriksaan fisik:

1) Status penampilan kesehatan: lemah

2) Tingkat kesadaran kesehatan: kesadaran normal, letargi, stupor,


koma,apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
3) Tanda-tanda vital:

a) Frekuensi nadi dan tekanan darah: Takikardi, hipertensi

b) Frekuensi pernafasan: Takipnea, dispnea progresif, pernafasan


dangkal,penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
c) Suhu tubuh: Hipertermi akibat penyebaran toksik
mikroorganisme yangdirespon oleh hipotalamus.
4) Berat badan dan tinggi badan: Kecenderungan berat badan anak
mengalami penurunan.
5) Integrumen Kulit
a) Warna: Pucat sampai sianosis

b) Suhu: Pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah


hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.
c) Turgor: Menurun pada dehidrasi.

6) Kepala

a) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan

b) Palpasi tengkorak adanya nodus atau pembengkakan yang nyata.

c) Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,


perubahan warna.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
Penyebab :
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
Kondisi klinis terkait :
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
Penyebab :
Fisiologis :
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuscular
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hiperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis
Situasional
1) Merokok aktif
2) Merokok pasif
3) Terpajan polutan
3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
Faktor risiko :
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorsi nutrient
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi
6) Faktor psikologis
Kondisi klinis terkait :
1) Stroke
2) Parkinson
3) Mobius syndrome

3. Rencana Intervensi
No. Diagnose Luaran dan Ekspetasi Intervensi
1. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
b.d keperawatan selama 3 x 24 jam Hipertermia
peningkatan diharapkan masalah keperawatan (I.15506)
laju hipertermi dapat teratasi dengan Observasi
metabolisme kriteria hasil : -Identifikasi
Termogulasi (L.14134) penyebab
1. Menggigil menurun dengan hipertermia (mis.
skala 5 dehidrasi, terpapar
2. Suhu tubuh membaik dengan lingkungan panas,
skala 5 penggunaan
3. Suhu kulit membaik dengan inkubator)
skala 5 - Monitor suhu tubuh
-Monitor kadar
elektrolit
-Monitor haluaran
urine
-Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik
-Sediakan lingkungan
yang dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)

- Lakukan
pendinginan eksternal
(mis. selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
- Anjurkan tirah
baring

Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu

2. Bersihan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan


jalan napas keperawatan selama 3 x 24 jam Respirasi (I.01014)
tidak efektif masalah keperawatan bersihan Observasi
b.d spasme jalan tidak efektif dapat teratasi - Monitor frekuensi,
jalan napas dengan kriteria hasil : irama, kedalaman dan
Bersihan Jalan Napas upaya napas
(L.01001) - Monitor pola napas
- Batuk efektif meningkat dengan (seperti bradipnea,
skala 5 takipnea,
- Produksi sputum menurun hiperventilasi,
dengan skala 5 Kussmaul, Cheyne-
- Mengi menurun dengan skala 5 Stokes.Biot, ataksik)
- Wheezing menurun dengan -Monitor kemampuan
skala 5 batuk efektif Monitor
adanya produksi
sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor saturasi
oksigen Monitor nilai
AGD
- Monitor hasil x-ray
toraks
Terapeutik
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

3. Risiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen


defisit keperawatan selama 3 x 24 jam Gangguan Makan
nutrisi b.d masalah keperawatan risiko (I. 03111)
faktor defisit nutrisi dapat teratasi Observasi
psikologis dengan kriteria hasil : - Monitor asupan dan
Status Nutrisi (L.03030) keluarnya makanan
- Porsi makan yang dihabiskan dan cairan serta
meningkat dengan skala 5 kebutuhan kalori
- Berat badan badan membaik
dengan skala 5 Terapeutik
- Nafsu makan membaik dengan - Timbang berat
skala 5 badan secara rutin
- Diskusikan perilaku
makan dan jumlah
aktivitas fisik
(termasuk olahraga)
yang sesuai
- Lakukan kontrak
perilaku (mis. target
berat badan,
tanggung jawab
perilaku)
- Dampingi ke kamar
mandi untuk
pengamatan perilaku
memuntahkan
kembali makanan
- Berikan penguatan
positif terhadap
keberhasilan target
dan perubahan
prilaku
- Berikan
konsekuensi jika
tidak mencapai target
sesuai kontrak
- Rencanakan
program pengobatan
untuk perawatan di
rumah (mis. medis,
konseling)

Edukasi
- Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (mis.
pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
- Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
- Ajarkan
keterampilan koping
untuk penyelesaian
masalah perilaku
makan

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
target berat badan,
kebutuhan kalori dan
pilihan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Alexander & Anggraeni (2017) ‘Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anakdi


Rumah Sakit Abdul Moeloek’, Jurnal Kedokteran.

Nurarif & Kusuma (2015) APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediaAction.

Ridha, H. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Yogyakarta : Graha Ilmu .

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan,Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai