Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus tensi dengan
cairan, dengan atau tanpa di sertai infiltrat sel radang kedalam dinding
alveoli dan rongga intistisium (Ridha, 2014).
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan
radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding
alveoli dan rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia
lobaris maupun lobularis / bronchopneumonia. pneumonia adalah proses
inflamasi, yang melibatkan parenkim paru (Jaypee, 2006).

2. Etiologi Pneumonia
Menurut Ridha, 2014. Pneumonia bisa disebabkan karena beberapa faktor,
diantaranya adalah :
1. Bakteri (pneumokokus, streptokokus, H. Influenza, klebsiela
mycoplasma pneumonia)
2. Virus (virus adena, virus para influenza, virus influenza).
3. Jamur / fungi (kandida abicang, histoplasma, capsulatum, koksidiodes).
4. Protozoa (pneumokistis karinti)
5. Bahan kimia (aspirasi makan/susu/isi lambung, keracunan hidrokarbon
(minyak tanah, bensin, dan lain-lain)).

3. Klasifikasi Pneumonia
a. Klasifikasi berdasarkan anatomi (IKA FKUI)
1) Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari
satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral (ganda).
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya,
disebut juga pneumonia loburalis.
3) Pneumonia interstitial (bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di
dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta
interlobular.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan
1) Pneumonia komunitas dijumpai pada H. influenza pada pasien
perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram negative pada pasien
dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopolmonal/ jamak, atau paska terapi antibiotika spectrum luas.
2) Pneumonia nasokomial yaitu tergantung pada 3 faktor antaranya
tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan
masa menjelang timbul onset pneumonia.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis
kimia akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert
misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi
mekanik simple oleh bahan padat.
4) Pneumonia pada gangguan imun terjadi akibat proses penyakit dan
akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman
pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa
bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing.

4. Patofisiologi Pneumonia
Sistem pertahanan tubuh terganggu menyebabkan virus masuk ke
dalam tubuh setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu,
atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran
nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari
saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat
meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian
bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak,
mikroorganisme tersebut mengeluarkan toksin yang mengakibatkan
peradangan pada parenkim paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada
membran mukus alveolus. Hal tersebut dapat memicu perkembangan
edema paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas
permukaan alveoli untuk pertukaran karbondioksida dan oksigen sehingga
sulit bernafas.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau
intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat
pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan
fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi
merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru
dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang
terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-
perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya
hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan
kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada
kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana
eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan
dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke
kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.
Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan
perlekatan (Bennete, 2013).
5. Pathway Pneumonia

Bakteri Virus Jamur, protozoa

Eksudat intra Peradangan interstitial Penyebaran granuloma


alveolar supuratif berbercak

Penimbunan infiltrate Pembentukan


Nekrosis
dalam dinding alveolus kaverna
kaseosa

Bersihan jalan nafas


Konsolidasi jaringan paru
tidak efektif
Nyeri pada
daerah dada
batuk Peradangan prenkim
paru

Nyeri akut

Peningkatan produksi Rongga alveoli terisi


sekret eksudat
Melepaskan toksin
lipoproteisakarida (zat
pirogen)
Pertukaran gas
takikardi
terganggu
Peningkatan set poin
Gangguan dihipothalamus
pertukaran sianosis Daerah disekitar alveoli
gas tidak dapat berfungsi

Menggigil
dispnea
PNEUMONIA
Demam

Hipertermi
Distensi Peningkatan anoreksia Keringat muntah
abdomen kebutuhan banyak
metabolik

Deficit
nutrisi
6. Manifestasi Klinis
1) Demam
2) Anoreksia
3) Muntah
4) Dispnea
5) Takipnea
6) Nyeri dada pleuritis
7) Menggigil
8) Haempotisis
9) Batuk produktif berupa sputum purulen atau putih
10) Penurunan toleransi terhadap aktivitas
11) Kehilangan nafsu makan

7. Komplikasi
1) Sianosis: warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat
karena kandungan oksigen yang rendah dalam darah.
2) Hipoksemia: penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah, kadang-
kadang khusus sebagai kurang dari yang, tanpa spesifikasi lebih
lanjut, akan mencakup baik konsentrasi oksigen terlarut dan oksigen
yang terikat pada hemoglobin
3) Bronkaltasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari
pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan
komponen elastis dan muskular dinding bronkus.
4) Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-
paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Terjadi
akibat penumpukan secret.
5) Meningitis: terjadi karena adanya infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
(Elizabeth, 2009)
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses)
2) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
3) Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
4) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan
luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5) Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6) Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7) Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing
(Elizabeth, 2009)

9. Terapi
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotic peroral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit
paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infuse.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan
dan keadaanya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum
yang dapat diberikan antara lain :
1) Oksigen 1- 2 L/ menit.
2) IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCl 10 mEq/ 500 ml
cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi.
3) Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip .
4) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Breathing
 Penggunaan otot bantu nafas
 Dispnea, takipnea
 Batuk
 Terdapat ronchi pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa
 Suara nafas vesikuler normal, atau melemah
 Ekspirasi memanjang
b. Blood
 Frekuensi nadi meningkat
 Takikardia
 Sianosis
 Bunyi jantung terdengar jauh
c. Brain
 Nyeri pada dada
d. Bladder
 Urin output menurun
e. Bowel
 Kehilangan nafsu makan
 Mual
 Muntah
f. Bone
 Mengetahui kondisi muskuloskeletal dan integumen dengan
memeriksa adanya edema, luka, cek pola aktivitas dan latihan

2. Pengkajian Sekunder
a. Data Subyektif
Keadaan umum : lemah, pucat, gelisah
b. Data Objektif
1) Inspeksi
 Pursed- lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
 Barrel chest (diameter antero- posterior dan transversal sebanding)
 Penggunaan otot bantu nafas
 Membrane mukosa pucat
 Dispnea
 Tampak meringis
 Hipertropi otot bantu nafas
 Pelebaran sela iga
 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
 Sianosis
 Batuk
2) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
3) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diagfragma rendah, hepar terdorong kebawah
4) Auskultasi
 Suara nafas vesikuler normal, atau melemah
 Takikardia
 Frekuensi nadi meningkat
 Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada
ekspirasi paksa
 Ekspirasi memanjang
 Bunyi jantung terdengar jauh

3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas di tandai dengan batuk tidak efektif, adanya suara nafas mengi,
ronki, adanya dispnea, gelisah, sianosis
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus- kapiler ditandai dengan dispnea, takkikardi, suara nafas
tambahan, pucat, gelisah, adanya sianosis
3) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkin paru ditandai dengan
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat
4) Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi
ditandai dengan anoreksia, muntah
5) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, takikardi, kulit terasa hangat, takipnea

4. Intervensi Tindakan
N Diagnosa
NOC NIC
O Keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor
nafas tidak …x.. jam diharapkan jalan kemampuan pasien
efektif nafas kembali normal untuk batuk efektif.
berhubungan dengan kreteria hasil : 2. Lakukan fisioterapi
dengan spasme 1. Tidak ada suara nafas dada.
jalan nafas di tambahan 3. Ajarkan pasien
tandai dengan 2. Frekuensi pernafasan melakukan batuk
batuk tidak dalam rentang normal efektif
efektif, adanya 3. Tidak menggunakan 4. Kolaborasi
suara nafas otot bantu nafas pemberian nebulizer
mengi, ronki, 4. Pasien tidak batuk udv
adanya dispnea, 5. Tidak ada dispnea
gelisah, sianosis

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor cairan


pertukaran gas …x.. jam diharapkan status monitor irama dan
berhubungan pernafasan pasien kembali laju pernafasan.
dengan normal dengan kreteria 2. Beri posisi fowler/
perubahan hasil : semi fowler.
membrane 1. Ttv pasien dalam batas 3. Intruksikan pasien
alveolus- kapiler normal untuk menggunakan
ditandai dengan 2. Saturasi oksigen teknik distraksi
dispnea, normal nafas dalam
takkikardi, suara 3. Tidak ada sianosis 4. Kolaborasi
nafas tambahan, 4. Tidak ada dispnea pemberian terapi
pucat, gelisah, 5. Tidak ada gangguan oksigen
adanya sianosis keseimbangan ventilasi
dan perfusi
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kondisi nyeri
berhubungan …x.. jam diharapkan nyeri yang dialami klien
dengan inflamasi pasien dapat terkontrol 2. Kaji PQRST
parenkin paru dengan kreteria hasil : 3. Terangkan kepada
ditandai dengan 1. Ttv dalam batas normal pasien tentang
tampak meringis, 2. Strategi untuk nyeri yang diderita
gelisah, menontrol nyeri klien dan
frekuensi nadi dengan skala 4 penyebabnya
meningkat 3. Pasien tidak 4. Ajarkan distraksi
berkeringat berlebih nafas dalam
4. Pasien tidak 5. Posisikan pasien
kehilangan nafsu semi fowler
makan 6. Kolaborasi
5. Tidak ada anoreksia pemberian
analgetik
4. Deficit nutrisi Setelah diberikan asuhan 1. Timbang berat
berhubungan keperawatan selama …x… badan pasien.
dengan jam diharapkan nutrsi 2. Ajarkan pasien
ketidakadekuatan pasien terpenuhi dengan untuk makan dalam
intake nutrisi kreteria hasil : porsi sedikit tapi
ditandai dengan 1. Adanya peningkatan sering.
anoreksia, berat badan sesuai 3. Berikan informasi,
muntah dengan tujuan sesuai kebutuhan,
2. Tidak ada tanda- tanda mengenai perlunya
malnutrisi modifikasi diet bagi
3. Tidak ada mual dan kesehatan,
muntah penurunan berat
4. Mampu badan, pembatasan
mengidentifikasikan garam, pengurangan
kebutuhan nutrisi kolesterol,
5. Menunjukan pembatasan cairan
peningkatan fungsi 4. Kolaborasi
pengecapan dari pemberian obat
penelanan untuk mengurangi
mual
5. Hipertermi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor suhu dan
berhubungan keperawatan selama …x… tanda – tanda vital
dengan proses jam diharapkan suhu tubuh lainnya, serta
penyakit ditandai pasien kembali normal monitor warna kulit
dengan suhu dengan kreteria hasil : pasien.
tubuh diatas nilai 1. Suhu tubuh pasien 2. Monitor asupan dan
normal, kembali normal keluaran, sadari
takikardi, kulit (36,5°C – 37,5°C) perubahan
terasa hangat, 2. Turgor kulit elastic kehilangan cairan
takipnea 3. Mukosa bibir lembab yang tidak
4. Tidak terjadi dirasakan.
kemerahan pada kulit 3. Berikan kompres
pasien. dingin (daerah
5. Tubuh pasien tidak axilan & lipatan
teraba panas. paha)
4. Anjurkan pasien
untuk banyak
minum.
5. Memberikan
penjelasan tentang
penyebab deman
atau peningkatan
suhu.
6. Anjurkan pasien
untuk tidak
memakai selimut
dan pakaian tebal.
7. Kolaborasikan
dengan dokter
terkait pemberian
cairan intravena atau
obat golongan
antipiretik

5. Implementasi
(terlampir pada asuhan keperawatan)

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang
diberikan (Doenges M. E, Moorhous M.F, Geissler A.C, (2012))
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas di tandai dengan batuk tidak efektif, adanya suara nafas mengi,
ronki, adanya dispnea, gelisah, sianosis, evaluasi:
1) Tidak ada suara nafas tambahan
2) Frekuensi pernafasan dalam rentang normal
3) Tidak menggunakan otot bantu nafas
4) Pasien tidak batuk
5) Tidak ada dispnea
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus- kapiler ditandai dengan dispnea, takkikardi, suara nafas
tambahan, pucat, gelisah, adanya sianosis, evaluasi :
1) TTV pasien dalam batas normal
2) Saturasi oksigen normal
3) Tidak ada sianosis
4) Tidak ada dispnea
5) Tidak ada gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi
c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkin paru ditandai dengan
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, evaluasi:
1) Ttv dalam batas normal
2) Strategi untuk menontrol nyeri dengan skala 4
3) Pasien tidak berkeringat berlebih
4) Pasien tidak kehilangan nafsu makan
5) Tidak ada anoreksia
d. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi
ditandai dengan anoreksia, muntah, evaluasi :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Tidak ada tanda- tanda malnutrisi
3) Tidak ada mual dan muntah
4) Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
5) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari penelanan
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, takikardi, kulit terasa hangat, takipneu,
evaluasi:
1) Suhu tubuh pasien kembali normal (36,5°C – 37,5°C)
2) Turgor kulit elastic
3) Mukosa bibir lembab
4) Tidak terjadi kemerahan pada kulit pasien.
5) Tubuh pasien tidak teraba panas.
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi: Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Jaypee Brothers. 2006. IAP Textbook of Pediatrics: Third Edition. India: Medical
Publhishers.
Ridha, Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai