Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA

PASIEN DENGAN PNEUMONIA

OLEH :
I GUSTI AYU SARAH PUTRI DEVAYANTHI
P07120323011
NERS A / I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2024
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang
sakit (Irma Somantri, 2007).
2. Penyebab/faktor predisposisi
Pneumonia dapat menularkan kepada semua usia, dan penyebab
pneumonia adalah bakteri, jamur, virus, dan aspirasi benda asing.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
1) Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia).
2) Pneumonia nosokomial (Hospital Community Acquire Pneumonia).
3) Pneumonia aspirasi/pneumonia pada pasien immunocompromised.
b. Berdasarkan mikroorganisme
1) Pneumonia bakterial/tipikal (Kuman merupakan tendensi menyerang
orang yang peka seperti klebsiela pada alkoholik, staphylococcus
pada paska infeksi influenza.
2) Pneumonia atipikal (Disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia).
3) Pneumonia virus.
4) Pneumonia jamur (Fungi) merupakan infeksi sekunder, prediksi pada
pasien yang memiliki daya tahan tubuh
rendah/immunocompromised.
c. Berdasarkan predileksi infeksi
1) Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris sering pada pneumonia bakterial, jarang pada
bayi dan orangtua maupun lansia, terjadi pada satu lobus atau bagian
segmen paru, kemungkinan terjadi sekunder obstruksi brokhus
(seperti aspirasi benda asing, adanya proses keganasan).
2) Bronkhopneumonia
Bronkhopneumonia dapat terjadi yang diakibatkan bakteri atau virus,
sering terjadi pada bayi dan orang tua, ditandai adanya bercak-
bercak infiltrat pada lapangan paru yang menyebar dekat dengan
bronkhus.
3) Pneumonia interstitial.
(Nurlela Petra Saragih, 2024).
3. Pohon masalah

Virus, Bakteri, Jamur, Aspirasi benda asing

Masuk ke saluran pernapasan

Menyerang pernapasan bawah

Akumulasi sekret
Parenkim paru

Pneumonia

Masuk ke alveoli Peradangan pada


bronkus menyebar ke
parenkim paru

Sel darah merah,


Sekret
leukosit mengisi
Terjadi menumpuk
konsolidasi dan
Leukosit, fibrin pengisian rongga
mengalami Penurunan
alveoli oleh Batuk
Gangguan
Suhu tubuh meningkat difusi tidak
ventilasi
efektif,
Leukositosis Penurunan
HIPERTEMIA jaringan efektif
Gangguan Gangguan
paru dan
Pertukaran Ventilasi
Bersihan Jalan
kerusakan Napas Tidak
Merangsang hipotalamus
4. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia menurut Nurlela Petra Saragih (2024)
dibagi menjadi Community Acquired Pneumonia (CAP), Hospital
Acquired Pneumonia, dan Ventilator Acquired Pneumonia (VAP).
a. Community Acquired Pneumonia (CAP)
Community Acquired Pneumonia merupakan pneumonia yang
disebabkan oleh penularan yang didapat di masyarakat dan bukan
didapat di lingkungan rumah sakit. Pasien dengan CAP, akan
memerlukan perawatan dilihat dari tingkat keparahan penyakit.
b. Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
Hospital Acquired Pneumonia atau HAP dikenal dengan pneumonia
yang didapatkan dari RS atau pneumonia nosokomial. Jenis pneumonia
ini muncul setelah perawatan 2x24 jam dan penggunaan ventilator
merupakan pemicu terjadinya HAP. HAP dapat terjadi tergantung
faktor penyebab seperti penyakit kronis atau tidak, komorbid yang
dimiliki, posisi pasien seperti supine, malnutrisi, perawatan yang cukup
lama, hipotensi, dan gangguan metabolik.
c. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Jenis Ventilator Associated Pneumonia terjadi 48 jam setelah
pemasangan endotracheal intubasi yang dikenal dengan VAP. Kategori
pneumonia ini dilakukan pengobatan dengan manajemen efisien baik
pada saat rawat inap maupun rawat jalan. VAP secara historis
merupakan pneumonia non-segmental fokal atau lobar yang mengenai
satu lobus paru-paru, multifokal bronchopneumonia atau lobular
pneumonia dan fokal atau difus interstitial pneumonia.
5. Gejala klinis
Secara umum gambaran klinis pneumonia menurut Pritta
Yunitasari (2023) diklasifikasi menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Gejala umum: Demam, sakit kepala, malaise, nafsu makan kurang,
gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare.
b. Gejala respiratorik: Batuk, napas cepat (takipnea/fast breathing), napas
sesak (retraksi dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger
(dispnea) dan sianosis.
6. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Menurut Tommy Pangandaheng, dkk (2023) pemeriksaan
diagnostik pneumonia dapat membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis,
menentukan jenis penyebab infeksi, dan merencanakan pengobatan yang
sesuai. Berikut adalah beberapa pemeriksaan diagnostik yang biasa
digunakan dalam diagnosis pneumonia:
a. Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen dada adalah pemeriksaan utama untuk mendeteksi
pneumonia. Gambar rontgen dapat menunjukkan adanya infiltrat atau
perubahan pada gambaran paru-paru yang mengindikasikan infeksi.
Kadang-kadang computed tomography (CT) scan dapat diperlukan
untuk mengidentifikasi infeksi yang lebih kecil atau komplikasi.
b. Analisis Darah
Pemeriksaan darah dapat memberikan informasi penting tentang
infeksi. Hitung darah lengkap (complete blood count/CBC) dapat
menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih, yang bisa merupakan
tanda adanya infeksi. Analisis darah juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis mikroorganisme penyebab infeksi.
c. Kultur Sputum
Jika pneumonia bakterial dicurigai, dokter dapat meminta sampel
dahak atau sputum untuk dianalisis dalam laboratorium. Hasil kultur
sputum dapat membantu dalam mengidentifikasi jenis bakteri penyebab
dan menentukan antibiotik yang paling efektif.
d. Pemeriksaan Darah Serologi
Untuk jenis pneumonia yang disebabkan oleh virus, seperti virus
influenza atau virus respiratori sinisial (RSV), dokter dapat melakukan
pemeriksaan darah serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap virus
tersebut.
e. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR adalah metode molekuler yang digunakan untuk mendeteksi
DNA atau RNA mikroorganisme penyebab infeksi. Ini dapat digunakan
untuk mendeteksi virus atau bakteri dengan tingkat kepekaan yang
tinggi.
f. Bronkoskopi
Jika pneumonia tidak merespons pengobatan atau jika terdapat
komplikasi, seperti abses paru-paru, dokter dapat melakukan
bronkoskopi. Ini adalah prosedur di mana tabung tipis dimasukkan ke
dalam saluran udara untuk mendapatkan sampel jaringan atau cairan
dari dalam paru-paru untuk analisis lebih lanjut.
7. Penatalaksanaan medis
Menurut Nurlela Petra Saragih tahun 2024 penatalaksanaan
pneumonia merupakan proses bertahap pengobatan infeksi berdasarkan
identifikasi agen penyebab.
a. Kultur darah
Kultur darah dilakukan untuk mengidentifikasi patogen penyebab
dan pemberian antibiotik yang cepat pada pasien yang diduga kuat
CAP.
b. Administrasi makrolida
Makrolida direkomendasikan untuk orang dengan S. pneumoniae
yang resistant.
c. Hidrasi
Hidrasi adalah bagian penting dari rejimen karena demam dan
tachypnea dapat menyebabkan kehilangan cairan.
d. Pemberian antipiretik
Antipiretik digunakan untuk mengobati demam dan sakit kepala.
e. Pemberian antitusif
Antitusif digunakan untuk pengobatan batuk yang terkait.
f. Istirahat di tempat tidur
Istirahat total diresepkan sampai tanda-tanda infeksi berkurang.
g. Pemberian oksigen
Oksigen dapat diberikan jika hipoksemia berlanjut.
h. Oksimetri nadi
Pulse oximetry digunakan untuk menentukan kebutuhan oksigen dan
untuk mengevaluasi efektivitas terapi.
i. Tindakan pernapasan agresif
Langkah-langkah lain termasuk pemberian oksigen konsentrasi
tinggi, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis.
8. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi menurut Tommy Pangandaheng, dkk
(2023) yang dapat terjadi akibat pneumonia:
a. Abses Paru-paru
Ini adalah kantung berisi nanah yang terbentuk dalam jaringan
paru-paru akibat infeksi yang tidak diobati. Abses paru-paru dapat
menyebabkan gejala berat, seperti demam tinggi, nyeri dada, batuk
dengan dahak berbau busuk, dan kadang-kadang keluarnya darah dalam
dahak.
b. Efusi Pleura
Infeksi paru-paru dapat menyebabkan penumpukan cairan di antara
lapisan pleura (lapisan yang melapisi paru-paru dan dinding dada), yang
disebut efusi pleura. Ini dapat menyebabkan nyeri dada, sesak napas,
dan harus diatasi sesuai kebutuhan.
c. Sepsis
Sepsis adalah reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi dan
dapat terjadi sebagai respons terhadap pneumonia yang parah. Sepsis
adalah kondisi medis darurat yang dapat mengakibatkan kegagalan
organ dan bahkan kematian jika tidak diobati segera.
d. Gagal Napas
Pneumonia yang parah dapat menyebabkan gangguan pernapasan
yang serius. Ini bisa memerlukan bantuan pernapasan mekanis melalui
ventilator.
e. Kerusakan Paru-paru Jangka Panjang
Pneumonia yang parah atau berulang dapat menyebabkan
kerusakan permanen pada jaringan paru-paru, yang dikenal sebagai
fibrosis paru-paru. Ini dapat mengurangi kapasitas paru-paru dan
menyebabkan kesulitan bernapas kronis.
f. Emboli Paru
Pneumonia dapat meningkatkan risiko pembentukan gumpalan
darah di pembuluh darah yang disebut emboli paru. Jika gumpalan
darah ini mencapai paru-paru, itu bisa menjadi kondisi yang sangat
serius dan memerlukan perawatan darurat.
g. Komplikasi Kardiovaskular
Pneumonia dapat memengaruhi sistem kardiovaskular dan
menyebabkan perubahan tekanan darah, detak jantung tidak teratur,
atau perubahan fungsi jantung.
h. Komplikasi pada Orang dengan Penyakit Kronis
Orang yang memiliki penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit
jantung, atau gangguan pernapasan kronis, berisiko lebih tinggi
mengalami komplikasi pneumonia yang parah.
i. Komplikasi Neurologis
Terkadang, pneumonia dapat menyebabkan komplikasi neurologis,
seperti perubahan tingkah laku atau kebingungan, terutama pada
populasi lanjut usia.
j. Infeksi Sekunde
Infeksi pneumonia dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh,
yang dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder, seperti infeksi saluran
kemih atau infeksi kulit.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Kritis meliputi (Muttaqin, 2017)
a. B1 (Breathing) Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia
merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan
simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, napas cuping hidung
serta adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Saat
dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya
didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan
produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
2) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada
palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri
(fremitus vokal).
3) Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan
apabila bronkhopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).
4) Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang
sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan
hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.
b. B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:
1) Inspeksi: Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
2) Palpasi: Denyut nadi perifer melemah.
3) Perkusi: Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
4) Auskultasi: Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
c. B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
2. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler dibuktikan dengan dispnea, PCO2
meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, pusing, penglihatan kabur,
sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal
(cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal), warna kulit abnormal
(pucat, kebiruan), kesadaran menurun.
b. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan
metabolisme dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas
meningkat, volume tidal menurun, PCO 2 meningkat, PO2 menurun,
SaO2 menurun, gelisah, takikardia.
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, dispnea,
sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
d. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi) dibuktikan
dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi,
takipnea, kulit terasa hangat.
3. Rencana asuhan keperawatan
Diagnosis Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Intervensi Utama: Intervensi Utama:
pertukaran gas intervensi keperawatan Pemantauan Respirasi (I. Pemantauan Respirasi (I.
berhubungan selama ..... maka 01014) 01014)
dengan perubahan Pertukaran Gas Observasi Observasi
membran alveolus- (L.01003) meningkat 1. Monitor frekuensi, 1. Mengetahui frekuensi,
kapiler dibuktikan dengan kriteria hasil: irama, kedalaman dan irama, kedalaman, dan
dengan dispnea, 1. Tingkat kesadaran upaya napas upaya napas pada
PCO2 meningkat pasien.
meningkat/menurun, 2. Dispnea menurun 2. Monitor pola napas 2. Mengetahui dan
PO2 menurun, 3. Bunyi napas tambahan (seperti bradipnea, memantau pola napas
takikardia, pH arteri menurun takipnea, pasien.
meningkat/menurun, 4. Pusing menurun hiperventilasi,
bunyi napas 5. Penglihatan kabur Kussmaul, Cheyne-
tambahan, pusing, menurun Stokes, Biot, ataksik)
penglihatan kabur, 6. Diaforesis menurun 3. Monitor kemampuan 3. Mengetahui
sianosis, diaforesis, 7. Gelisah menurun batuk efektif kemampuan batuk
gelisah, napas 8. Napas cuping hidung efektif pasien
cuping hidung, pola menurun 4. Monitor adanya 4. Mengetahui apakah
napas abnormal 9. PCO2 membaik produksi sputum ada produksi sputum
(cepat/lambat, 10. PO2 membaik pada pasien
regular/ireguler, 11. Takikardia membaik 5. Monitor adanya 5. Mengetahui apakah
dalam/dangkal), 12. pH arteri membaik sumbatan jalan napas jika ada sumbatan jalan
warna kulit 13. Sianosis membaik napas pada pasien
abnormal (pucat, 14. Pola napas membaik 6. Palpasi kesimetrisan 6. Mengetahui
kebiruan), 15. Warna kulit membaik ekspansi paru kesimetrisan paru pada
kesadaran menurun. pasien
7. Auskultasi bunyi napas 7. Mengetahi apakah
adanya bunyi napas
tambahan pada pasien
atau tidak
8. Monitor saturasi 8. Mengetahui dan
oksigen memantau saturasi
oksigen pada pasien
9. Monitor nilai AGD 9. Mengetahui dan
memantau AGD
pasien.
10. Monitor hasil x-ray 10. Mengetahui hasil x-ray
toraks toraks pasien
Terapeutik Terapeutik
11. Atur interval 11. Meningkatkan keadaan
pemantauan respirasi pasien.
sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil 12. Mencatat hasil
pemantauan pemantauan untuk
evaluasi lebih lanjut.
Edukasi Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan 13. Agar pasien
prosedur pemantauan mengetahui tujuan dan
prosedur pemantauan
yang akan dilakukan.
14. Informasikan hasil 14. Agar pasien
pemantauan, jika perlu mengetahui hasil
pemantauan yang
dilakukan
2. Gangguan ventilasi Setelah dilakukan Intervensi Utama: Intervensi Utama:
spontan intervensi keperawatan ... Dukungan Ventilasi (I. Dukungan Ventilasi (I.
berhubungan selama ....... maka 01002) 01002)
dengan gangguan Ventilasi Spotan Observasi Observasi
metabolisme (L.01007) meningkat 1. Identifikasi adanya 1. Mengetahui apakah
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil: kelelahan otot bantu adanya kelelahan otot
dispnea, 1. Volume tidal napas bantu napas pasien
penggunaan otot meningkat 2. Identifikasi efek 2. Mengetahui apakah ada
bantu napas 2. Dispnea menurun perubahan posisi efek perubahan dari
meningkat, volume 3. Penggunaan otot bantu terhadap status posisi terhadap status
tidal menurun, napas menurun pernapasan pernapasan pasien
PCO2 meningkat, 4. Gelisah menurun 3. Monitor status respirasi 3. Mengetahui status
PO2 menurun, 5. PCO2 membaik dan oksigenasi (mis. respirasi dan
SaO2 menurun, 6. PO2 membaik frekuensi dan oksigenasi pasien (mis.
gelisah, takikardia. 7. SaO2 membaik kedalaman napas, frekuensi dan
8. Takikardia pengguanaan otot kedalaman napas,
bantu napas, bunyi penggunaan otot bantu
napa tambahan, naas, bunyi napas
saturasi oksigen) tambahan, saturasi
oksigen
Terapeutik Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan 4. Agar jalan napas pasien
jalan napas tetap paten
5. Berikan posisi semi 5. Agar pasien tetap
Fowler atau Fowler nyaman dengan
posisinya
6. Fasilitasi mengubah 6. Agar pasien merasakan
posisi senyaman posisi yang nyaman
mungkin
7. Berikan oksigenasi 7. Agar pasien tetap
sesuai kebutuhan (mis. mendapatkan oksigen
nasal kanul, masker yang cukup
wajah, masker
rebreathing atau non
rebreathing)
8. Gunakan bag-valve 8. Agar pasien
mask, jika perlu mendapatkan oksigen
yang cukup
Edukasi Edukasi
9. Ajarkan melakukan 9. Agar pasien mampu
teknik relaksasi napas melakukan relaksasi
dalam napas dalam
10. Ajarkan mengubah 10. Agar pasien mampu
posisi secara mandiri untuk mengubah posisi
secara mandiri
11. Ajarkan teknik batuk 11. Agar pasien mampu
efektif melakukan teknik
batuk yang efektif
Kolaborasi Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian 12. Agar pasien dapat
bronkhodilator, jika bernapas dengan baik
perlu
3. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Intervensi Utama: Intervensi Utama:
tidak efektif intervensi keperawatan Latihan Batuk Efektif Latihan Batuk Efektif
berhubungan selama ....... maka (I.01006) (L.01006)
dengan spasme jalan Bersihan Jalan Napas Observasi Observasi
napas dibuktikan (L.01001) meningkat, 1. Identifikasi 1. Mengetahui
dengan batuk tidak dengan kriteria hasil: kemampuan batuk kemampuan batuk pada
efektif, tidak 1. Batuk efektif pasien
mampu batuk, meningkat 2. Monitor adanya retensi 2. Memantau adanya
sputum berlebih, 2. Produksi sputum sputum retensi sputum
mengi, wheezing menurun 3. Monitor tanda dan 3. Mengetahui dan
dan/atau ronkhi 3. Mengi menurun gejala infeksi saluran memantau tanda dan
kering, dispnea, 4. Wheezing menurun napas gejala infeksi saluran
sulit bicara, 5. Mekonium (pada napas
ortopnea, gelisah, neonates) menurun 4. Monitor input dan 4. Mengetahui dan
sianosis, bunyi 6. Dispnea membaik output cairan (mis. memantau input dan
napas menurun, 7. Ortopnea mambaik jumlah dan output cairan (mis.
frekuensi napas 8. Sulit bicara menurun karakteristik) jumlah dan
berubah, pola napas 9. Sianosis menurun karakterstik)
berubah. 10. Gelisah memenurun Terapeutik Terapeutik
11. Frekuensi napas 5. Atur posisi semi 5. Agar pasien merasa
membaik fowler atau fowler nyaman
12. Pola napas membaik 6. Pasang perlak dan 6. Untuk penampungan
bengkok di pangkuan sputum yang
pasien dikeluarkan pasien
7. Buang sekret pada 7. Untuk menghindari
tempat sputum adanya penularan
infeksi melalui sputum
Edukasi Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan 8. Agar pasien
prosedur batuk efektif mengetahui tujuan dan
prosedur batuk efektif
9. Anjurkan tarik napas 9. Pasien dapat batuk
melalui hidung selama dengan efektif
4 detik, ditahan sehingga sputum dapat
selama 2 detik, keluar
kemudian keluarkan
dari mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
10. Anjurkan mengulangi 10. Membantu pasien
tarik napas dalam menenangkan pasien
hingga 3 kali saat batuk efektif
11. Anjurkan batuk 11. Untuk mengeluarkan
dengan kuat langsung sputum secara adekuat
setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian 12. Agar pasien dapat
mukolitik atau sembuh dan pulih
ekspektoran, jika
perlu.
4. Hipertemia Setelah dilakukan Intervensi Utama: Intervensi Utama:
berhubungan intervensi keperawatan Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
dengan proses selama.......................maka (I.15506) (I.15506)
penyakit (infeksi) Termoregulasi (L.14134) Observasi Observasi
dibuktikan dengan membaik dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui faktor
suhu tubuh diatas hasil: hipertermia penyebab terjadinya
nilai normal, kulit 1. Menggigil menurun hipertermia
merah, kejang, 2. Kulit merah menurun 2. Monitor suhu tubuh 2. Mengetahui suhu tubuh
takikardi, takipnea, 3. Kejang menurun pasien.
kulit terasa hangat. 4. Akrosianosis menurun 3. Monitor kadar elektrolit 3. Mengetahui kadar
5. Konsumsi oksigen elektrolit
menurun 4. Monitor keluaran urine 4. Mengetahui haluaran
6. Piloereksi menurun urine
7. Vasokonstriksi perifer 5. Monitor komplikasi 5. Mengetahui komplikasi
menurn akibat hipertermia akibat hipertermia
8. Kutis memorata Terapeutik Terapeutik
menurun 6. Sediakan lingkungan 6. Membantu menurunkan
9. Pucat menurun yang dingin panas yang dikeluarkan
10. Takikardi menurun tubuh
11. Takipnea menurun 7. Longgarkan atau 7. Membuat kondisi
12. Bradikardi menurun lepaskan pakaian nyaman pada pasien
13. Dasar kuku sianotik 8. Basahi dan kipasi 8. Membantu pasien agar
menurun permukaan tubuh terasa nyaman
14. Hipoksia menurun 9. Berikan cairan oral 9. Agar tidak terjadi
15. Suhu tubuh membaik dehidrasi
16. Suhu kulit membaik 10. Ganti linen setiap hari 10. Agar pasien tetap
17. Kadar glukosa darah atau lebih jika merasa nyaman
membaik mengalami
18. Pengisian kapiler hyperhidrosis (keringat
membaik berlebihan)
19. Ventilasi membaik 11. Lakukan pendinginan 11. Membantu menurunkan
20. Tekanan darah eksternal (mis. selimut suhu tubuh pasien
membaik hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila
12. Hindari pemberian 12. Untuk menghindari
antipiretik atau aspirin kontraindikasi pada
pasien
13. Berikan oksigen, jika 13. Agar kebutuhan
perlu oksigen pasien tetap
terpenuhi
Edukasi Edukasi
14. Anjurkan tirah baring 14. Agar kebutuhan tidur
pasien tetap terpenuhi
Kolaborasi Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian 15. Untuk membantu
cairan dan elektrolit memenuhi kebutuhan
intravena, jika perlu cairan
DAFTAR PUSTAKA
Pangandahengm Tommy, dkk. 2023. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(Sistem Respirasi dan Kardiovaskuler). Jambi: PT. Sonpedia Publishing
Indonesia.
Saragih, Nurlela Petra. 2024. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta
Selatan: Mahakarya Citra Utama.
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatam Pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Yunitasari, Pritta. 2023. Bunga Rampai Farmakologi Sistem Pernapasan. Cilacap:
PT. Media Pustaka Indo.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 05 Februari 2024


Nama Pembimbing/CI: Nama Mahasiswa

Ni Putu Wisma Dewi I Gusti Ayu Sarah Putri


Devayanthi NIP.198804272010122002 NIM: P07120323011

Nama Pembimbing/CT

Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep., M.Pd


NIP.19670928199031001

Anda mungkin juga menyukai