Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

PATOFISIOLOGIS, FARMAKOLOGI DAN DIET PADA PASIEN GANGGUAN


SISTEM NEUROLOGI DAN MUSKULOSKELETAL

Oleh :

Nyoman Lili Restiadewi P07120219005


Gusti Ayu Putu Yuni Arianti P07120219008
Komang Triana Yulia Dewi P07120219018

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologis, Farmakologi Dan Diet Pada
Pasien Gangguan Sistem Neurologi Dan Muskuloskeletal” Kami juga mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada dosen mata keperawatan menjelang ajal yang sudah membimbing
kami dalam mata kuliah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat menambah
wawasan mengenai materi tentang “Patofisiologis, Farmakologi Dan Diet Pada Pasien Gangguan
Sistem Neurologi Dan Muskuloskeletal”. Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Denpasar, 6 Januari 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan .................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan .................................................................................................................................. 2
2.1 Patofisiologi farmakologi dan diet pasien gangguan neuromuskular : Cidera Kepala .......................... 2
2.2 Patofisiologi, Farmakologi dan Diet pada pasien gangguan muskuluskeletalOpen Fraktur Femur ..... 12
Bab III Penutup ...................................................................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 23

ii
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia, angka
kejadian cedera kepala menempati 15-20 % kematian pada orang berusia 5 hingga 35 tahun
dan 1 % dari seluruh kematian pada orang dewasa. Di Amerika Serikat sekitar 1,4 juta orang
menderita cedera kepala setiap tahunnya, dari semua pasien 3500 pasien harus dirawat di
ICU. Penanganan modern terhadap cedera kepala saat ini telah dilakukan oleh tim dokter
yang dipimpin oleh neurointensifis, neuroanesthesi dan ahli bedah saraf. Penanganan nutrisi
juga memengang peranan penting dan disarankan dini diberikan pada pasien dengan cedera
kepala. Hal ini bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ketika stabilitas
hemodinamik dicapai. Nutrisi dapat menentukan outcome bagi pasien demi kelangsungan
hidup dan kecacatan, lebih lanjut lagi bila nutrisi diberikan awal secara agresif dapat
meningkatkan fungsi imun dengan meningkatkan sel CD4, rasio CD4-CD8 dan kepekaan
limfosit T.
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimana patofisiologi, farmakologi , dan diet pasien gangguan neuromuskular ?
1.1.2 Bagaimana patofisiologi, farmakologi , dan diet pasien gangguan neuromuskular ?

1
Bab II Pembahasan

2.1 Patofisiologi farmakologi dan diet pasien gangguan neuromuskular : Cidera Kepala
2.1.1 Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin,
2008). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal
yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi
fisik, fungsi tingkah laku dan emosional (Widagdo, Suharyanto and Aryani, 2008). Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan
sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi
trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
2.1.2. Patofisiologi
Beberapa penyebab cidera kepala meliputi
 Trauma tajam : Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
 Trauma tumpul : Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi):
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar pada hemisfer serebral, batang otak
atau kedua-duanya
Sehingga Pasien dengan cedera kepala cenderung mengalami ketidakstabilan hemodinamik yang
disebabkan penurunan volume intravaskuler dan trauma miokardium yang menyebabkan
kegagalan pompa primer, bahkan bila terjadi trauma pada batang otak dapat langsung
mempengaruhi stabilitas kardiovaskuler.
Perubahan cardiac output mengakibakan ketidak stabilan tekanan darah. Hipotensi harus segera
dicegah karena dapat menyebabkan reduksi aliran darah otak dan bila MAP (mean arterial
pressure) rendah mengakibatkan iskhemik otak, sebaliknya bila hipertensi dapat
mengeksaserbasi edema vesogenik sehingga terjadi vasokontriksi dengan efek yang berbahaya
bagi tekanan intrakranial.

2
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah
meningkat. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob.
Sehingga menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow
(CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Sehingga Pasien dengan cedera kepala cenderung mengalami ketidakstabilan hemodinamik yang
disebabkan penurunan volume intravaskuler dan trauma miokardium yang menyebabkan kegagalan
pompa primer, bahkan bila terjadi trauma pada batang otak dapat langsung mempengaruhi stabilitas
kardiovaskuler.
Perubahan cardiac output mengakibakan ketidak stabilan tekanan darah. Hipotensi harus segera
dicegah karena dapat menyebabkan reduksi aliran darah otak dan bila MAP (mean arterial
pressure) rendah mengakibatkan iskhemik otak, sebaliknya bila hipertensi dapat
mengeksaserbasi edema vesogenik sehingga terjadi vasokontriksi dengan efek yang berbahaya
bagi tekanan intrakranial.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah
meningkat. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob.
Sehingga menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow
(CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.

3
Mekanisme cidera kepala

Gambar 1 Mekanisme cidera kepala


Sumber : Buku Keperawatan Kritis

 Cidera kepala akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
 Cedera deselerasi terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam
 Cedera coup-contre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta
area kepala yang pertama kali terbentur. Cedera ini disebut juga dengan cedera translasional
karena benturan dapat berpindah ke area otak yang berlawanan
 Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga
tengkorak menyebabkan peregangan atau robeknya neuron dalam susbtansia alba serta
robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak
Berdasarkan Patricia dkk. 2008 patofisiologi cidera kepala di kelompokkan berdasarkan jenisnya
meliputi
1. Cedera kepala primer adalah akibat cedera awal, cedera ini menyebabkan gangguan integritas
fisik kimia dan kematian sel. Cedera neurologis akut juga mempengaruhi mekanisme perifer
tubuh yang mengatur dinamika tekanan darah. Faktor yang paling sering terpengaruh yakni
resistensi vaskuler sistemik.1 Otak menjaga kestabilan aliran darah ke otak (CBF) melalui 2 faktor,
yakni tekanan perfusi otak (cerebral perfusion pressure/CPP) dan mekanisme autoregulasi otak.
Cerebral perfusion pressure merupakan hasil pengurangan mean arterial pressure (MAP) dengan
TIK.

4
 Apabila nilai MAP dibawah batas autoregulasi maka akan terjadi kondisi iskemia, dan bila nilai MAP
diatas batas autoregulasi maka aliran darah ke otak akan meningkat dan
 Apabila terjadi perubahan pada CPP, mekanisme autoregulasi akan bekerja untuk menjaga nilai CPP
diantara 50–150 mmHg melalui modifikasi neurogenik dan miogenik pada arteriol prekapiler
 Apabila nilai MAP dibawah batas autoregulasi maka akan terjadi kondisi iskemia, dan bila nilai MAP
diatas batas autoregulasi maka aliran darah ke otak akan meningkat dan menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK menyebabkan pusing dan nyeri hebat dan edema vasogenic.
 Gangguan neurologis akut (trauma, keganasan, vasospasme mengganggu mekanisme autoregulasi
tersebut, sehingga setiap terjadi peningkatan tekanan darah akan diikuti dengan peningkatan CBF,
setiap terjadi penurunan tekanan darah akan diikuti oleh penurunan CBF, sehingga CPP akan
terganggu dan mengakibatkan kegagalan hemodinamik serebral. Kegagalan hemodinamik serebral
tahap 1 menunjukkan kondisi autoregulasi dan rekruitmen kolateral mampu mempertahankan CBF
pada kisaran normal (sekitar 50ml/100g/ menit).
 Sementara itu, kegagalan hemodinamik serebral tahap 2 merupakan kondisi dimana hubungan CBF
dan aktivitas metabolik terganggu saat terjadi iskemia moderat sehingga metabolisme
dipertahankan dengan meningkatkan fraksi ekstraksi oksigen dari darah. Apabila 2 tahap mekanisme
tersebut terjadi terus-menerus, kegagalan hemodinamik serebral akan nyata terjadi. 1
 Lesi otak (tumor, perdarahan, edema otak) akan menyebabkan terjadinya peningkatan TIK. Seriap
kenaikan TIK akan diikuti dengan penurunan CPP apabila konstanta MAP tidak berubah, namun
tubuh memiliki suatu mekanisme kompensasi untuk mempertahankan CPP agar mencegah
terjadinya kondisi iskemia otak dengan meningkatkan MAP (trias cushing). Kondisi penurunan MAP
akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan TIK yang tinggi.
Autoregulasi akan mendorong munculnya respon vasodilatasi yang justru memperburuk situasi.
Dibawah batas minimum autoregulasi, dominan terjadi kerusakan iskemik dan kolaps pembuluh
darah. Sementara apabila melewati batas maksimal autoregulasi, timbul peningkatan volume dan
tekanan intravaskuler, cedera hipoperfusi dan edema vasogenik.1

5
Cidera otak primer
 Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala menyababkan perdarahan dalam jumlah besar karena vaskularitas kulit
kepala dan sering menunjukkan adanya cidera lain pada tulang tengkorak dan jaringan otak.
 Fraktur tulang tengkorak
Tulang tengkorak memberikan perlindungan pada otak dengan mendistribusikan tekanan ke
luar yang mengurangi dampak langsung pada otak. Penting untuk di ingat bahwa pembuluh
darah menjalar sepanjang lekukan ke dalam tulang tengkorak. Fraktur yang mencederai
pembeluh darah tersebut menyebabkan hematum epidural. Fraktur ini mungkin berbentuk
compound (terbuka), displaced (tertutup dengan tepi fraktur tidak menyatu) dan linier.
Selain itu Cedera pada dutramatter dapat menyebabkan meningitis
Pada kasus fraktur tengkorak basilaris pada dasar tengkorak dapat berbentuk linier atau
kompleks ditandai dengan drainase CSS pada telinga atau hidung yang menandakan cedera
pada dura. Drainase telinga menandakan fraktur fosa medial, ekimosis (memar) di belakang
telinga (tanda battle) menandakan tanda fraktur fosa medial. Rinorea adalah drainase pada
hidung yang menunjukkkan fraktur fraktur fosa anterior dan mata rakun adalah tanda
lanjutan fraktur ini.
 Kontusio
Kontusio adalah cedera fokal yang derajat parahnya tergantung pada ukuran dan luasnya
cedera terjadi karena laserasi pembuluh dara kecil dan biasanya dimulai dari pembuluh darah
korteks kadang menyebar ke lapisan otak. Dalam keadaan kontusio mayor mampu
menyababkan depresi tingat kesadaran sampai koma dan sikap tubuh abdormal. Kontusio
berhubungan dengan edema serebral jika dalam waktu 24-72 jam tidak ditangani
menyebabkan peningkatan TIK yang memperluas area cedera lebih lanjut pada struktur
intakranial. Jika tidak ditangani dapat menyebabkan herniasi serebral dan kematian otak.
 Hematom epidural kondisi akumulasi darah diantara dura dan struktur dalam otak disebabkan
laserasi arteri ekstradural jika tidak ditangani dengan cepat menyebabkan herniasi serebral
 Hematum subdural akumulasi darah di bawah dura dan diatas araknoid terjadi akibat
sobeknya vena atau kerusakan sinus vena menyebabkan hematom. Kondisi ini banyak
diderita oleh lansia akibat atrofi kortikal yang menyebabkan ketegangan vena yang melintasi
permukaan tengkorak ke lapisan dalam tulang tengkorak

6
 Hematom intrakranial akumulasi darah dalam jaringan otak disebabkan karena fraktur
tengkorak terdepresi, cedera tembak, akselerasi-deselerasi mendadak.

Gambar 2 Gambaran Hematoma


Sumber : Buku Keperawatan Kritis

2. Cedera otak sekunder


Cedera kepala sekunder meliputi respons fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral,
iskemia, perubahan biokimia dan perubahan hemodinamik serebral.
Kejadian yang menyebabkan kerusakan otak setelah kejadian trauma,misalnya peningkatan
tekanan itrakranial tidak terkendali, iskemia cerebral,hipotensi sistemik, dan infeksi lokal
sistemik.kondisi ini menyebabkan infark serebral ; koma dan herniasi. Ketika peningkatan
cairan, CSS, atau atau darah sampai pada titik kritis tercapai hal ini merupakan tanda kompensasi
telah maksimal. titik kritis mengidikasikan penurunan komplians intrakranial karena
penambahan cairan sehingga TIK tidak seimbang.
Mekanisme biokimia juga berperan dalam cedera otak sekunder diaman pelepasan asam amino
eksitasi,ion kalsium, jenis oksigen reaktif, dan asam lemak bebas serta kaskade inflamasi sebagai
faktor utama cedera otak sekunder. Asam amino eksitasi glutamat menjadi penyebab iskemia
serebral karena kemampuannya yang berikatan dengan N-methyl-D-aspartate (NMDA)
memungkinkan terjadi influks natrium dan kalsium kedalam sel dan mengeluarkan kalium,
rangkaian kejadian ini menyebabkan edema selular.

7
2.1.3 Farmakologi
Obat Kerja Obat Kegunaan
Fenitol (dilantin) Mengganggu transmisi ion mencegah kejang
kejang
Furosemid (Lasix) Diuretik loop non-osmotik Mengurangi edema otak dan
mengeluarkan kelebihan NA dan
H2O dari aea edema. Sebagai
usaha menirunkan ICP
Manitol (Osmitrol) Cairan kristaloid hipertonis. Mengurangi Terapi lini pertama
viskositas darah meningkatkan aliran untukmengurangi ICP setelah
darah otak dan metabolisme oksigen. cedera otak
Mengurangi diameter arteri serebral
Pentobarbital Menginduksi koma barbiturat dan Mengurangi Icp karena
(nembutal) mengurangi ICP terapi lini kedua jika perlambatan metabolisme otak
Tiopental metode sedasi lain tidak dapat menurunkan kebutuhan oksigen
(sodium pentothal) mengendalikan sikap gelisah atau dan glukosa
meningkatnya ICP. Digunakan sebagai
antikonvlusan
Propofol (diprivan) Anastesi umum. Sedatif untuk kontrol Sedasi untuk pasien ventilasi
kejang setelah penggunaan mekanis
benzodiasepam tidak berhasil
Diazepam (valium) Sedatif. Menekan CNS dengan Kejang. Mengurangi gelisah
Lorazepam (antivan) melepaskan neurotranmitter inhibitor. pada pasien yang mengalami
Juga meningkatkan relaksasi otot peningkatan iICP atau mencoba
skeletal dengan mengurangi aktivitas melepas ventilator mekanis
jalur aferen spinal

8
2.1.4 Nutrisi pada Pasien Cedera Kepala
1. Perubahan Metabolisme Pasca Trauma
Pasien cedera kepala mengalami
malnutrisi protein akut karena
hipermetabolisme yang persisten,yangPada pasien cedera kepala terjadi gangguan keseimbangan
metabolisme tubuh, berupa hipermetabolisme dan katabolisme, sehingga tubuh dapat kekurangan
protein dan cadangan nutrien. Fase-fase respon inflamasi sistemik pada cedera kepala atau
trauma merupakan sarana yang penting untuk menginterprestasikan kejadian metabolik komplek
yang terjadi selama trauma. mendiskripsikan ada 2 fase yaitu fase ebb dan fase flow (Debora,
2009).
a. Fase ebb terdiri atas respon awal tehadap injuri dimana keadaan hemodinamik tidak stabil,
ekstremitas dingin dan hipometabolisme sering terjadi. Fase ebb lamanya bervariasi
umumnya berlangsung 24 jam pertama dan paling lama selama 3 hari, gejala yang muncul
adalah kardiak output yang rendah dan penurunan perfusi jaringan. Pada fase ebb terjadi
penurunan penggunaan substrat dan penurunan fungsi dari sel-sel akan terdepresi pada
mayoritas jaringan tubuh (Debora, 2009).
b. Fase flow ditandai dengan peningkatan kardiak output dan peningkatan kebutuhan energi dan
ekskresi nitrogen, pada fase hipermetabolik ini terjadi pelepasan insulin yang cukup tinggi
tetapi efek insulin ini tidak terlihat karena hormon-hormon anti insulin seperti glukagon,
cathecolamin serta kortisol yang dilepaskan juga dalam kadar yang tinggi,akibat dari
ketidakseimbangan hormon ini menghasilkan peningkatan mobilisasi asam amino dan asam
lemak bebas dari otot perifer dan jaringan lemak, dimana sebagian besar digunakan sebagai
sumber energi sedangkan yang lainnya akan dibentuk langsung menjadi glukosa dan melalui
proses di hepar menjadi trigliserida.
Keadaan hipermetabolik ini juga melibatkan proses anabolik dan katabolik dengan hasil akhir
tubuh kehilangan protein dan lemak yang sangat bermakna (Debora, 2009).
Fase hipermetabolik yang terdiri dari proses katabolik dan anabolik mengakibatkan kehilangan
lemak dan protein, yang dapat menyebabkan perubahan komposisi tubuh secara keseluruhan
yang ditandai dengan berkurangan cadangan prorein, karbohidrat yang disertai meningkatnya
cairan ekstraseluler (dan berkurangannya cairan intreaselulera)

9
Terapi nutrisi jelas lebih baik diberikan selama fase flow dari pada fase ebb, karena pada fase
ebb resusitasi adalah diprioritaskan, sebaliknya selama flow fase hipermetabolik terapi nutrisi
penting untuk mencegah efek dari puasa.
Penelitian dari metabolisme glukosa dan asam lemak bebas pada individu yangsehat
menunjukkan bahwa konsentrasi substrat tidak terpengaruh oleh keadaan hipermetabolik. Pada
prinsipnya fase hipermetabolik perubahan metabolisme oksidasi lebih digunakan
Perubahan metabolisme selama fase ebb dan fase flow:

Gambar 3 Perubahan metabolisme selama fase ebb dan fase flow


Sumber : Jurnal Anestesiologi Indonesia

Berdasarkan hal diatas, maka pemberian nutrisi sebaiknya diberikan pada saat fase flow, yaitu
pada 48 –72 Jam pertama pada pasien segera setelah trauma dan retensi lambung yang minimal.
Selama fase flow pada status hipermetabolik maka dukungan nutrisi penting untuk mencegahnya
terjadinya laju hiperkatabolisme yang cepat dan berat (Debora, 2009).
2. Rumus Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori : 25-30 kkal/kgBB/24jam
Sumber: (Hartono, 2004)
3. Pemberian Nutrisi Pada Pasien Cedera Otak
 Cedera otak ringan
- Pasien dipuasakan selama 6 jam.
- Observasi keluhan pasien berupa mual, muntah.
- Apabila tidak ada keluhan diperbolehkan minum.
 Cedera otak sedang-berat

10
Pada pasien dengan cedera otak sedang-berat perlu dipasang NGT
- Kebutuhan kalori : 25-30 kkal/kgBB/24jam
- NGT (Nasogastric Tube) atau pipa lambung yang digunakan untuk
- pemberian nutrisi
- Pada cedera otak sedang dan berat pasien dipuasakan
- Observasi retensi cairan lambung minimal (< 100ml), terdapat bising usus, tidak mual dan
muntah, tidak ada distensi abdomen dapat mulai diberikan diet cair.
- Pemberian nutrisi enteral dimulai “ start low, go slow” atau sedikit sedikit dan perlahan
- Diet cair dapat dimulai sejumlah 200ml kemudian diobservasi apakah ada retensi lambung,
normal jika < 150ml (Hartono, 2004).

4. Kebutuhan Nutrien Spesifik


Nitrogen
Beberapa asam amino menjadi esensial pada saat seseorang sakit berat; dikenal dengan “asam
amino esensial kondisional” dan meliputi glutamine, sistein, arginin, dan taurin. Sebagai
tambahan, beberapa asam amino tampaknya memiliki peran spesifik. Sebagai contoh, glutamine
digunakan sebagai sumber primer oleh enterosit dan sel imun, dan arginin dibutuhkan untuk
penyembuhan luka optimum dan fungsi imun. Protein memainkan peran utama dalam semua
proses biologis dan asam amino adalah blok pembangunnya. Sebagian besar otot, sel dan jaringan
terdiri dari asam amino, yang berarti mereka melakukan banyak fungsi tubuh yang penting. Asam
amino di otak berhubungan dengan tingkat normal neurotransmiter di otak. Dan suplementasi
dengan asam amino yang disebut leucine, isoleucine dan valine mengembalikan fungsi kognitif.
Makan makanan yang kaya protein seperti ayam tanpa lemak, ikan dan kacang-kacangan yang
dapat memberikan asam amino dosis yang baik.
Lemak
Asam linoleat merupakan asam lemak esensial; kebutuhan manusia 7% sampai 12% dari total
kalori yang disuplai sebagai asam linoleat. Asam lemak Omega-3 yang ditemukan pada ikan
berminyak seperti mackerel, salmon,
dan sarden telah terbukti meningkatkan kognisi, kelenturan dan pemulihan neuron. setelah cedera
otak traumatis. Asam Docosahexaenoic merupakan salah satu bentuk yang paling penting dari
asam lemak omega-3, yang telah ditemukan menjadi komponen kunci dari membran neuronal.

11
Docosahexaenoic acid (DHA) membantu dalam meningkatkan fungsi neuronal dengan
mendukung fluiditas dan fungsi membran
sinaptik.
Karbohidrat
Pati dan gula adalah sumber energi yang baik. Sumber serat lain menjadi kotoran, yang
meningkatkan massa feses, melunakkan feses, member bentuk feses, dan member stimulasi
massa pada usus.
Asam Nukleat
Asam nukleat diperlukan untuk fungsi imun dan ditambahkan untuk formulasi penguat sistem
imun.

2.2 Patofisiologi, Farmakologi dan Diet pada pasien gangguan muskuluskeletalOpen


Fraktur Femur
2.2.1 Definisi
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Helmi, 2016).
Fraktur terbuka merupakan salah satu jenis fraktur dimana kondisi patah tulang
dengan adanya luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan
udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah
juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka
membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat
karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya (Black & Hawks, 2014).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis. Hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya
kerusakan jaringan lunak seperti otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah . Fraktur
femur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila
tidak mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi yang timbul akibat fraktur femur
antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka, emboli lemak, sindroma
pernafasan, selain itu pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga

12
apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal, oleh karena itu diperlukan
tindakan segera (Suriya & Zurianti, 2019).
2.2.2 Patofisiologi
Patofisiologi fraktur menurut (Black, Joyce, & Hawks, 2014) Fraktur biasanya
disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana penyebab utamanya adalah trauma
langsung yang mengenai tulang seperti kecelakaan mobil, olah raga, jatuh/latihan berat.
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang
fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan
patah. Selain itu fraktur juga bisa akibat stress fatique (kecelakaan akibat tekanan
berulang) dan proses penyakit patologis. Perubahan fragmen tulang yang menyebabkan
kerusakan pada jaringan dan pembuluh darah mengakibatkan pendarahan yang biasanya
terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, maka
dapat terjadi penurunan volume darah dan jika COP menurun maka terjadilah perubahan
perfusi jaringan.
Selain itu perubahan perfusi perifer dapat terjadi akibat dari edema di sekitar
tempat patahan sehingga pembuluh darah di sekitar mengalami penekanan dan
berdampak pada penurunan perfusi jaringan ke perifer. Akibat terjadinya hematoma
maka pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan
cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan
inflamasi atau peradangan yang menyebabkan pembengkakan di daerah fraktur yang
menyebabkan terhambatnya dan berkurangnya aliran darah ke daerah distal yang berisiko
mengalami disfungsi neuromuskuler perifer yang ditandai dengan warna jaringan pucat,
nadi lemah, sianosis, kesemutan di daerah distal. Nyeri pada fraktur juga dapat
diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tertutup yang mengenai serabut saraf sehingga
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.
Kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadinya fraktur mengakibatkan
terjadinya perdarahan hebat yang menyebabkan tekanan darah menjadi turun, begitu pula
dengan suplay darah ke otak sehingga kesadaran pun menurun yang berakibat syok
hipovolemik. Ketika terjadi fraktur terbuka yang mengenai jaringan lunak sehingga
terdapat luka dan kman akan mudah masuk sehingga kemungkinan dapat terjadi infeksi

13
dengan terkontaminasinya dengan udara luar dan lama kelamaan akan berakibat delayed
union dan mal union sedangkan yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union. Selain
itu, akibaat dari kerusakan jaringan lunak akan menyebabkan terjadinya kerusakan
integritasa kulit.
Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Ditempat patahan
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Andra & Yessie, 2013)
2.2.3 Pola Pengobatan Pasien Fraktur Femur
Penggunaan jenis antibiotik, dimana antibiotik yang paling banyak digunakan
adalah seftriakson, bahkan hampir semua tindakan pasien fraktur femur dan radius
menggunakan terapi antibiotik ini sebagai pengobatan saat operasi sebagai profilaksis
maupun hari pertama pascaoperasi sebagai terapi fraktur femur dan radius. Kemudian
sefazolin, sefotaksim, amoksilin jarang digunakan sebagai terapi pasien fraktur femur dan
radius. Penggunaan antibiotic pada pasien fraktur saat operasi maupun pasca operasi
adalah untuk tujuanmenghindari adanya kontaminasi bakteri yang dapat menginfeksi dan
menimbulkan ILO. Antibiotik yang paling banyak digunakan adalah golongan
sefalosforin yang bekerja dengan mengambat sintesis dinding sel. Hal ini telah sesuai
dengan literatur bahwa pengobatan infeksi pada fraktur meliputi daerah luka ataupun
tulang menggunakan antibiotik golongan sefalosforin. Dari beberapa penelitian golongan
sefalosforin generasi pertama yaitu sefazolin merupakan antibiotik yang digunakan untuk
profilaksis dan terapi fraktur. Golongan sefalosforin generasi tiga yaitu seftriakson.
Seftriakson merupakan golongan sefalosforin generasi ketiga yang memiliki spektrum
antibakteri luas, seftriakson juga memiliki waktu paruh yang lebih panjang dari golongan
sefalosforin lain. Karena kemampuan seftriakson yang bisa mendorong superinfeksi
dengan bakteri resisten atau jamur, dan seftriakson juga dapat berpenetrasi keseluruh

14
jaringan menjadikan seftriakson sebagai pertimbangan dalam pemilihan antibiotik untuk
terapi penanganan infeksi.
Obat analgesik yang digunakan pada pasien fraktur femur dan radius baik terapi
saat operasi dan pasca perasi adalah analgesik non-opioid, seperti natrium metamizol,
ketorolac, tramadol drip, parasetamol dan antrain. analgesik natrium metamizol adalah
obat paling banyak diberikan kepada pasien fraktur femur dan radius, bahkan hampir
semua tindakan pasien fraktur femur dan radius menggunakan terapi ini sebagai
pengobatan saat operasi maupun hari
Kemudian obat yang paling sering diberikan sebagai pengobatan hari pertama
pasca operasi adalah ketorolak. Tramadol drip juga banyak diberikan kepada pasien pasca
operasi fraktur femur dan radius dan digunakan sebagai terapi hari pertama setelah
operasi. Sedangkan, parasetamol dan antrain jarang digunakan sebagai terapi pasien
fraktur femur dan radius. Kombinasi yang dimaksud diatas merupakan tahapan
penggunaan obat yang berbeda selama terapi penyembuhan, yang mana setiap pasien
tidak hanya menggunakan satu jenis obat saja tetapi lebih, bukan menggunakan dua atau
lebih jenis obat secara bersamaan tetapi, secara bertahap, seperti terapi hari pertama
menggunakan natrium metamizol, terapi hari kedua menggunakan ketorolac.
Metamizol merupakan obat yang bekerja sebagai analgesik dan antipiretik dari
kelompok turunan pirazolin. Obat ini diberikan sebagai prodrug secara oral, rektal,
intramuskular, atau intravena. Obat metamizol digunakan dalam bentuk sediaan ampul
dan diberikan secara intravena. Mula kerja obat setelah pemberian secara intravena
adalah 30 menit dengan durasi obat didalam tubuh selama 4 jam. Absorpsi obat setelah
pemberian oral adalah cepat dan hampir sempurna, dengan bioavailabilitas 85% dan
waktu konsentrasi maksimum dalam plasma sekitar 1,2-2 jam.
Pola penggunaan obat menunjukkan seftriakson adalah antibiotik yang paling banyak
digunakan pada kedua fraktur, digunakan selama operasi dan juga pasca operasi.
Penatalaksanaan fraktur terbuka terbagi menjadi penatalaksanaan di Unit Gawat
Darurat (UGD) dan pembedahan. Umumnya pada kasus fraktur terbuka diikuti dengan
cedera pada bagian tubuh lainnya (multiple injuries) sehingga diperlukan penilaian
keadaan umum dengan cepat dan keadaan yang mengancam jiwa segera ditangani.
Penatalaksanaan di Unit Gawat Darurat merupakan penanganan awal pada fraktur

15
terbuka meliputi survei primer dan resusitasi, pemberian profilaksis antibiotik dan
tetanus, debridement dan stabilisasi awal.
a. Debridement
Dilakukan irigasi dengan larutan garam fisiologis atau air steril untuk
membersihkan luka dari material asing dan jaringan mati sehingga memperbaiki suplai
darah pada daerah tersebut. Kemudian luka ditutup dengan kasa steril dan sekitar luka
dipastikan bersih, lalu disiapkan untuk operasi.Beberapa prinsip dalam melakukan
debridement, antara lain eksisi luka, ekstensi luka, penilaian terhadap fraktur,
membersihkan jaringan mati, dan membersihkan debris.Penggunaan povidone iodine dan
H2O2 tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

b. Pemberian Antibiotik Profilaksis


Pemberian antibiotik profilaksis pada fraktur terbuka dapat menurunkan risiko
infeksi. Pemberian antibiotik direkomendasikan sesegera mungkin dan dapat dipilih
berdasarkan derajat fraktur, dengan rekomendasi sebagai berikut :
 Derajat I-II : Cefazolin 1-2 g dosis awal, dilanjutkan dengan 1 gram setiap 8 jam selama
48 jam. Diberikan secara intravena. Apabila pasien memiliki riwayat alergi terhadap
sefalosporin, dapat digunakan clindamycin 900 mg intravena setiap 8 jam selama 48 jam.
 Derajat III : Ceftriaxone 1 g intravena setiap 24 jam selama 48 jam. Alternatif lain adalah
clindamycin 900 mg intravena setiap 8 jam dan aztreonam 1 gram intravena setiap 8 jam
selama 48 jam
 Derajat III dengan keadaan khusus seperti crush injury atau gangguan vaskular :
Tambahkan Penicillin G intravena setiap 4 jam selama 48 jam yang berfungsi untuk
mencegah infeksi Clostridium pada luka yang terkontaminasi tanah, terutama pada area
pertanian.
c. Pemberian Profilaksis Tetanus
Berikut indikasi pemberian profilaksis tetanus:
 Jika pemberian booster tetanus dalam 5 tahun terakhir, maka tidak perlu mendapatkan
profilaksis tetanus.
 Jika pemberian booster tetanus > 5 tahun atau vaksin tidak lengkap, maka perlu diberikan
Tetanus Toksoid (TT) 0,5 mL.

16
 Jika pemberian booster tetanus >10 tahun atau pasien imunokompromais, maka perlu
diberikan Tetanus Toksoid (TT) 0,5 mL dan Tetanus immunoglobulin (HTIG) sesuai
dengan usia.
Apabila Fraktur menyebabkan komplikasi syok maka akan diberikan terapi farmakologi
berupa:
a. Farmakologi Syok
1. Dopamin
Dopamin adalah obat untuk membantu kerja jantung dalam memompa darah saat terjadi
syok, yaitu kondisi di mana pasokan darah, oksigen, dan nutrisi ke jaringan serta organ tubuh
berkurang (hipoperfusi). Kondisi ini bisa dipicu oleh gagal jantung, sepsis, atau cedera.Dopamin
bisa juga dipakai untuk meningkatkan denyut jantung pada keadaan bradikardia disaat atropine
tidak menghasilkan kerja yang efektif pada dosis 5-20 mg/kg/menit. Kerja dari dopamin
tergantung pada dosisnya: pada dosis kecil (1-2 mg/kg/menit), dopamine mendilatasi pembuluh
darah ginjal dan pembuluh darah mesenteric, menghasilkan peningkatan pengeluaran urine pada
dosis 2-10 mg/kg/menit, dopamine meningkatkan curah jantung melalui peningkatan
kontraktilitas jantung dan meningkatkan tekanan darah melalui vasokonstriksi. Efek alfa
predominan pada dosis sama atau lebih besar dari dosis 10 mg/kg/menit: terjadi vasokonstriksi
ginjal, mesenteric dan pembuluh darah perifer.
2. Dobutamin
Obat simpatomimetik dengan betal adrenergic. Efek betal termasuk meningkatkan
kekuatan kontraksi miokardium dan meningkatkan deyut jantung. Debutamin merupakan
indikasi pada keadaan syok apabila ingin didapatkan perbaikan curah jantung dan kemempuan
kerja jantung secara menyeluruh. Tekanan darah hanya meningkat melalui peningkatan curah
jantung, debutamin tidak memiliki efek vasokonstriksi. Biasanya dosis IV bervariasi dari 2,5-20
mg/kg/menit diberikan melalui pompa infus volumetric untuk mendapatkan dosis yang tepat.
Konsentrasi debutamin yang sering dipakai adalah 1000 mg dicampur dalam 250 mL dekstrosa
5% dalam air atau normal salin. Seperti dopamine, pemberian debutamin harus dihentikan secara
bertahap, jika sudah tidak diperlukan lagi.
3. Norepinefrine
Suatu katekolamin dengan kerja vasokontriksi yang sangat kuat. Obat ini dipakai pada
keadaan syok, sering dipakai sebagai obat terakhir, pada saat obat-obat seperti dopamine dan

17
debutamin gagal menghasilkan tekanan darah yang memadai. Seperti dopamine dosis tinggi,
adanya vasokontriksi perifer mungkin dapat menimbulkan gangguan kemampuan jantung dan
menurunkan perfusi jaringan dan organ. Pada umumnya 4-8 mg norepinefrin ditambahkan ke
dalam 250 mL dekstrosa 5% dalam air atau larutan salin normal dan diinfuskan dengan dosis 2-
12 mg/menit untuk orang dewasa. Perlu dilakukan pemantauan tekanan darah dan jantung secara
terus menerus. Obat harus diberhentikan secara bertahap dan lambat; penghentian pemakaian
yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi yang berat.

4. Dekstrosa 50%
Dekstrosa 50% adalah suatu larutan pekat karbohisrat tinggi yang dipakai untuk
mengobati hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin atau karena syok insulin. Apabila diketahui
adanya syok insulin atau bila diduga terjadi syok insulin dan kesadaran klien terganggu
pemberian larutan gula secara oral merupakan kontraindikasi, seringkali diberikan 50 ml
dekstrosa 50% dan diberikan sebagai suatu bolus IV. Dextrosa 50% sangat mengiritasi
vena sehingga bila mungkin harus diberikan pada pembuluh vena perifer yang besar atau
pembuluh vena sentral. Bisa terjadi plebitis. Ekstravasasi larutan ini dapat
menimbulkan nekrosis jarinngan. Perawat harus memantau kadar gula darah klien dengan
seksama, sering timbul hiperglikemia, terutama setelah obat disuntikkan dengan cepat.
b. Terapi cairan Syok Hemoragik
• Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan
cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan
perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan
koreksi deficit cairan ekstraseluler (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia,
dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif)
atau packedred cell-O.
• Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, HES)
sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal elbih lama di intravaskular.
Namun deficit ECF tidak dapat dikoreksi oleh pasmaexpander. Dari segi harga juga jauh
lebih mahal dibandingkan dengan Ringer Laktat. Reaksi anafilaktik dapat terjadi pada

18
pemberian dextran atau gelatin.
• Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi
volume effect. Tetapi harganya sangat mahal dibandingkan dengan Ringer Laktat untuk
mendapatkan volume effect yang sama.
• Ringer Laktat atau NaCl 0,9
Cairan ini mirip komposisinya dengan ECF. Meskipun pemberian infus diikuti perembesan,
namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan interstitial penuh. Cairan lain seperti
dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.
Cairan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrose, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari
intravaskular,sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah
yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 11-30 menit. Ekspansi cairan dari
ruang intravaskular ke interstitial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar
dalam 24-48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume
ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. Cairan kristaloid cukup baik untuk
terapi syok hipovolemik. Keuntungannya yaitu mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada
pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu
dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremia, hipokhloremia, atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang
paling mirip dengan cairan eksraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besasr
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombusio, dan
sindrom syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara
untuk mengganti kehilangan cairan insensible.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolism laktat
terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada
hamper seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat
sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fugsi hati berat seperti

19
sirosis hepatis dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan
pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.

2.2.4 Diet Fraktur


Pada kondisi pasien yang sebelumnya mengalami fraktur terdapat rekomendasi diet yang dapat
membantu untuk mempercepat pemulihan. Makanan yang dapat diberikan yaitu makanan dengan
tinggi protein untuk mempercepat pemulihan seperti daging, ikan, susu, keju, serta kacang-
kacangan. Selain makanan tinggi protein, makanan tinggi zat besi, kalsium, serta vitamin C dan
D dapat membantu proses penyembuhan fraktur.
Kebutuhan Nutrisi Fraktur:
Kebutuhan nutrisi yang baik untuk pasien fraktur adalah dengan melakukan diet TKTP (Tinggi
Kalori Protein)
1. Pengertian diet TKTP
Diet TKTP adalah pengaturan jumlah protein dan kalori serta jenis zat makanan yang dimakan di
setiap hari agar tubuh tetap sehat
2. Tujuan diet TKTP
- Memberikan makanan secukupnya atau lebih dari pada biasa untuk memenuhi kebutuhan
- protein dan kalori
- Maksudnya, jumlah makanan khusus kebutuhan protein dan kalori dibutuhkan dalam jumlah
- lebih dari pada kebutuhan biasa.
- Menambah berat badan hingga mencapai normal.
- Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan.
3. Syarat Diet TKTP
a. Tinggi Energi
b. Tinggi Protein
c. Cukup mineral dan Vitamin
d. Mudah dicerna
e. Diberikan secara bertahap bila penyakit dalam keadaan darurat
f. Makanan yang dapat mengurangi nafsu makan dihindari.
4. Macam-Macam Diet TKTP
a. TKTP I : Kalori : 2600 kal/kg BB

20
Protein : 100 g (2 g/kgBB)
b. TKTP II : Kalori : 3000 kal / kg BB
Protein : 125 g (2½ g / kg BB)
Makanan yang dianjurkan dan dihindari oleh pasien fraktur:
- Makanan yang dihindari adalah makanan yang terlalu manis dan gurih yang dapat
mengurangi nafsu makan seperti: gula-gula, dodol, cake,tarcis, dan sebagainya.
- Makanan yang diberikan meliputi:
 Sumber kalori: nasi, kentang, roti, gandum, jagung dan lain-lain
 Sumber protein hewani: ayam, daging, hati, telur, susu dan keju
 Sumber protein nabati: kacang-kacangan, tahu, tempe, dan oncom
 Sumber protein vitamin D: ikan lele, ikan salmon, minyak ikan, telur ayam, hati sapi.
Zat-zat gizi yang dibutuhkan pada fraktur femur
 Kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan mempertahankan kepadatan tulang
 Vitamin D mendorong penyerapan kalsium dan membantu membentuk dan
mempertahankan tulang yang kuat
 Fosfor bergabung dengan kalsium untuk membentuk kalsium fosfat yaitu zat yang
memberikan kekerasan tulang.
 Magnesium kira-kira 50% dari seluruh magnesium tubuh ditemukan di dalam tulang dan
berkontribusi pada kerangka fisik tulang.

21
Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang
menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik,
fungsi tingkah laku dan emosional. Beberapa penyebab cidera kepala meliputi Trauma tajam :
Trauma oleh benda tajam , dan Trauma tumpul : Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan
cedera menyeluruh (difusi). Pasien dengan cedera kepala cenderung mengalami ketidakstabilan
hemodinamik yang disebabkan penurunan volume intravaskuler dan trauma miokardium yang
menyebabkan kegagalan pompa primer, bahkan bila terjadi trauma pada batang otak dapat
langsung mempengaruhi stabilitas kardiovaskuler. Berdasarkan Patricia dkk. 2008 patofisiologi
cidera kepala di kelompokkan berdasarkan jenisnya meliputi : cidera kepala Primer dan
sekunder. Nutrisi dapat menentukan outcome bagi pasien demi kelangsungan hidup dan
kecacatan, lebih lanjut lagi bila nutrisi diberikan awal secara agresif dapat meningkatkan fungsi
imun dengan meningkatkan sel CD4, rasio CD4-CD8 dan kepekaan limfosit T.
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat
total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Patofisiologi fraktur
menurut (Black, Joyce, & Hawks, 2014) Fraktur biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda
paksa dimana penyebab utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti
kecelakaan mobil, olah raga, jatuh/latihan berat.

22
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Orthopaedic Surgeons. Open Fractures.


https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/open-fractures/ Diakses pada tanggal
12 Januari 2022
American College of Surgeons Committeeon Trauma. Advanced Trauma Life
SupportsforDoctors. United States of America.
Berger R, Taylor B. Open Fractures. https://www.orthobullets .com/trauma/1004/open-fractures-
management Diakses pada tanggal 12 Januari 2022
Cross WW, Swiontkowski MF. 2008. Treatment Principles in The Management of Open
Fractures. Indian J Orthop.
Ganong W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1102. ed. Jakarta: 1106
Gosselin RA, Roberts I, Gillespie WJ. 2004. Antibiotics for preventing infection in open limb
fractures. Cochrane Database of Systematic Reviews.
Patricia dkk. 2008. Keperawatan Kritis Pendekatan dan Asuhan Holistik. Jakarta:EGC
Riyadina, W, Permana, M, dan Suhardi. 2009. Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera
Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia.
Rodriguez L, Jung HS, Goulet JA, et al. 2014. Evidence-based protocol for prophylactic
antibiotics in open fractures. Journal of Trauma and Acute Care Surgery.
Yusna dkk. 2019. Nutrisi Pada Pasien Cidera Kepala. Semarang:RSUP Dr Kariadi

23

Anda mungkin juga menyukai