Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA SISTEM NEUROLOGI

(ACUTE ISCHEMIC DAN HEMORRAGIC STROKE)

Memenuhi tugas keperawatan kritis

Dosen Pengampu:

Taufan Arif, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

Basilio Robertus P17212215041

Dwi Putri Y. P17212215053

Imelda S. P17212215092

Indira Marga Kusuma W. P17212215008

Lailaturrosidah P17212215073

Moh. Adib P17212215081

Sarmillawati P17212215117

Sekar Prana I. P17212215026

Shelvia Rosalinda P17212215038

Silva Niar Katamsi P17212215118

Yenny Yulistiani P17212215119

Yunda Arizatul P17212215063

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan
hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Sistem
Neurologi (Acute Ischemic Dan Hemorrajic Stroke)” makalah ini merupakan salah satu
tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.

Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami, dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

Malang, 4 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar...........................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 2


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................. 2

BAB II KONSEP MEDIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit Acute Ischemic.......................................................... 4


2.1.1 Definisi ................................................................................................ 4
2.1.2 Klasifikasi ............................................................................................ 4
2.1.3 Etiologi ................................................................................................ 5
2.1.4 Patofisiologi ......................................................................................... 6
2.1.5 Pathway iskemik...................................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................10
2.1.7 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang .................................................... 10
2.1.8 Penatalaksanaan Medis.......................................................................13
2.2 Konsep Dasar Penyakit Stroke Hemoragik........................................15
2.2.1 Definisi .............................................................................................16
2.2.2 Etiologi .................................................................................................16
2.2.3 Jenis-jenis Stroke..................................................................................16
2.2.4 Fator Resiko .........................................................................................17
2.2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................17
2.2.6 Patofisiologi ..........................................................................................18
2.2.7 Pathway hemoragik...............................................................................21
2.2.8 Komplikasi ............................................................................................22
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang......................................................................22
2.2.10 Penatalaksanaan Medis............................................................23

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik.............................................25

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................42
4.2 Saran .................................................................................................................43

Daftar Pustaka..............................................................................................................44
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke termasuk salah satu penyakit yang meninggalkan dampak berupa
kecacatan. Diperkirakan sepertiga dari jumlah penderita stroke di dunia mengalami
kecacatan yang permanen. Stroke terjadi ketika pembuluh darah otak gagal
menyuplai oksigen ke sel-sel otak. Jika sel otak tidak menerima nutrisi dan oksigen
dari darah, maka terjadilah kerusakan pada sel otak (Lestari, 2019). Gejala stroke
biasanya muncul secara tiba-tiba, dengan kehilangan kekuatan pada salah satu
sisi tubuh, bingung, sulit bicara atau sulit memahami, ada masalah pada
penglihatan, sulit berjalan, sakit kepala, dan hilang keseimbangan (Setyoadi et al.,
2018). Stroke terjadi karena hilangnya fungsi otak secara mendadak karena
gangguan suplai darah ke bagian otak (Bunner & Suddarth, 2018). Akibatnya
fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi otak atau gangguan perfusi
jaringan serebral (Solikin, 2016). Faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu faktor
yang dapat diubah seperti gaya hidup, diantaranya yaitu faktor hipertensi dan
merokok (Mutiarasari, 2019).
Menurut World Health Organitation (WHO) penyakit serebrovaskuler salah
satunya adalah stroke merupakan penyebabkan kematian kedua dan penyebab
kecacatan ketiga paling umum di dunia (WHO, 2019). Kejadian terbanyak dari
permasalahan penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama hampir di
seluruh RS di Indonesia, sekitar 15,6%. Hasil dari riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2017 menunjukkan telah terjadi prevelensi stroke
di Indonesia dari 8,3 per mil (tahun 2017) menjadi 12,1 per mil (tahun 2018).
Prevelensi penyakit stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per mil), Yogyakarta
(10,3 per mil), dan DKI Jakarta (9,7 per mil) (Kemenkes, 2017).
Stroke iskemik (acute ischemic) adalah gangguan pada fungsi otak yang terjadi
secara tiba-tiba, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran ataupun
penurunan fungsi neurologi lainnya, yang terjadi lebih dari 24 jam dimana
penyebabnya adalah gangguan sirkulasi aliran darah ke otak (Frotscher&Mathias,
2010). Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak, iskemik
yang terhadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen, sedangkan iskemik
2

yang terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak (Batticaca, 2012).
Iskemik pada otak akan mengakibatkan perubahan pada sel neuron otak
secara bertahap. Tahap pertama diawali dengan penurunan aliran darah sehingga
menyebabkan sel-sel neuron akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal ini
menyebabkan kegagalan metabolisme dan penurunan energi yang dihasilkan oleh
sel neuron tersebut. Sedangkan pada tahap II, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen tersebut memicu respon inflamasi dan diakhiri dengan kematian
sel serta apoptosis terhadapnya. Proses cedera pada susunan saraf pusat ini
menyebabkan berbagai hal, antara lain gangguan permeabilitas pada sawar darah
otak, kegagalan energy, hilangnya homestasis ion sel, asidosis, peningkatan
kalsium akstrasel, dan toksisitas yang dipicu oleh keberadaan radikal bebas
(Yasmara et al., 2016).
Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral dan perdarahan
subaraknoid yang biasanya terjadi pada siang hari, waktu beraktivitas, dan saat
emosi (Solikin, 2016). Darah yang keluar akan merembes dan masuk ke suatu
daerah di otak, kurangnya aliran darah ke otak akan menyebabkan beberapa
reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak sehingga dapat
menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan serebral (Junaidi, 2017).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari acute ischemic dan stroke hemoragik?
2. Apa etiologi dari acute ischemic dan stroke hemoragik?
3. Apa saja jenis-jenis stroke?
4. Apa saja faktor resiko acute ischemic dan stroke hemoragik?
5. Bagaimana manifestasi klinis acute ischemic dan stroke hemoragik?
6. Bagaimana patofisiologi acute ischemic dan stroke hemoragik?
7. Apa komplikasi dari acute ischemic dan stroke hemoragik?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang acute ischemic dan stroke hemoragik?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis acute ischemic dan stroke hemoragik?
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi acute ischemic dan stroke hemoragik


2. Untuk mengetahui etiologi stroke acute ischemic dan stroke hemoragik
3. Untuk mengetahui jenis-jenis stroke dan stroke hemoragik
3

4. Untuk mengetahui faktor resiko acute ischemic dan stroke hemoragik


5. Untuk mengetahui manifestasi klinis acute ischemic dan stroke hemoragik
6. Untuk mengetahui patofisiologi acute ischemic dan stroke hemoragik
7. Untuk mengetahui komplikasi pada acute ischemic dan stroke hemoragik
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk acute ischemic dan stroke
hemoragik
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis acute ischemic dan stroke hemoragik
BAB II

KONSEP MEDIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit Acute Ischemic


2.1.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih
dari 24 jam (kecuali ada tindakan dari pembedahan atau kematian) tanpa
tanda-tanda penyebab non vaskuler, termasuk didalamnya tanda-tanda
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraserebral, iskemik atau infark
serebri” (Mutiarasari, 2019).
Definisi Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi
yang tiba-tiba sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian
otak, akibat sumbatan baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini
terjadi hampir 90% dari kejadian stroke (Mirawati & et.al, 2021).
SI sering juga disebut cerebro vaskuler accident (CVA) yaitu gangguan
fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang
dapat timbul secara mendadak atau cepat dengan tanda atau gejala yang
sesuai dengan daerah yang teerganggu.
Stroke Non Haemoragik (SNH) juga didefinisikan sebagai defisit
neurologis fokal yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24
jam dimana diakibatkan oleh gangguan aliran darah di otak.
Stroke Non Haemoragik (SNH) adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di
arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Iskemik menurut (Mirawati & et.al, 2021) antara lain
sebagaimana berikut ini.
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak
lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)

4
5

RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa hari
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas stroke iskemik dapat dibagi menjadi:
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau
secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa
jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam
beberapa hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran
biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ
dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu
atau bulan.
2.1.3 Etiologi
Menurut (Mirawati & et.al, 2021) beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan stroke iskemik antara lain :
a. Thrombosis Cerebral
6

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi


sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa
keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

1) Atherosklerosis
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
3) Arteritis ( radang pada arteri )
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.
(RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-
embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi menurut (Mirawati & et.al, 2021), otak menerima aliran
darah dengan fungsi yang normal, serta membutuhkan oksigen dan
glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting untuk pergerakan
sampah dari metabolic, karbon dioksida, dan laksit aksid. Jika aliran darah
otak berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari autoregulasi
7

serebral aliran darah memenuhi angka rata-rata 750 ml/menit dalam


respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon dioksida arteri
serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood
Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang.
Derajat dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan
berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak
terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.
Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit
terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak
dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Stoke Non Haemoragik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan
trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.Dalam keadaan iskemik, kadar
kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan
tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali
normal.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan
bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan
glutamat dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium
ke dalam sel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan
membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam
arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan
mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang
terjadinya agregasi trombosit.
Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila
keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit.
Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan
enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema
8

seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam


perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan
neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi
peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.
Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh
manusia. Ia memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Harga fibrinogen
darah dalam tubuh normalnya antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen berlebihan
bisa memengaruhi aliran darah sehingga kemampuan penyediaan oksigen
dalam darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental dan alirannya
menjadi lambat. Fibrinogen, jika menyatu dengan trombosit, bisa
mencetuskan formasi bekuan darah pada pembuluh darah arteri.
Selanjutnya, ia bisa berubah menjadi fibrin dan hasil akhirnya terjadi
pembekuan darah. Fibrinogen bersamaan dengan kolesterol LDL bisa pula
membentuk endapan aterosklerosis yang akhirnya menyumbat pembuluh
darah arteri. Misalnya, pada pembuluh darah koroner jantung.
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak
yang diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal
di atas, sangat penting menurunkan kadar fibrinogen supaya risiko bekuan
darah yang tidak normal pada pembuluh darah arteri berkurang. Fibrinogen
yang berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif
untuk terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi pada
pembuluh darah otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski begitu,
fibrinogen bukan satu-satunya penyebab stroke. Banyak pula faktor
pencetus lain seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok,
obesitas, dan umur yang lanjut. Tingginya fibrinogen dalam tubuh bisa juga
disebabkan kebiasaan merokok. Udara yang dingin juga terkait dengan
peningkatan fibrinogen darah. Itu dibuktikan dari data penelitian dinegara
dengan empat musim. Angka kejadian stroke meningkat pada musim
dingin dibandingkan saat musim panas. Faktor keturunan yang dibawa
kelainan genetik juga merupakan salah satu penyebab peningkatan
fibrinogen
9

Faktor yang dapat dimodifikasi:Hipertensi,


PATHWAY ISKEMIK Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:Umur, ras,
hiperkolesterolemia, Diabetes, Riwayat Jantung, Obesitas,
jenis kelamin, genetik
diet, stress

Terbentukanya thrombus arterial


dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah otak

Suplay O2 ke otak ↓

Resiko
Iskemik jaringan pada otak Syok neurologik ketidakefektifan
perfusi jar. otak

Hipoksia

STROKE ISKEMIK

Iskemik pada arteri serebral anterior Iskemik pada arteri serebral ante
Iskemik pada arteri serebral anterior

Gg. Brocha’s Gg. Gustatory Refleks batuk ↓ Gangguan visual area


Gg. Premotor area
motorspeech area
area

Disatria, afasia, Disfagia


amourasis, fulgaks Diplopia Gg.
Kerusakan neuromuskular Gangguan Terjadi penglihatan
Risiko
komunikasi verbal ketidakseimba penumpukan
ngan nutrisi sputum
Hemiplegia Hemiparesis
Gangguan
persepsi
Bersihan Pola nafas
Resiko Gangguan Defisit sensori
jalan tidak
kerusakan mobilitas perawatan nafas efektif
integritas kulit fisik diri tidak
10

2.1.5 anifestasi Klinis


Serangan untuk tipe stroke apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang
bersifat akut. Tanda dan gejala stroke menurut (Brunner & Suddarth 2013) yakni ;
1. Hemidefisit motorik
2. Hemidefisit sensorik
3. Penurunan kesadaran
4. Kelumpuhan nervus VII (fasialis) dan nervus XII (hipoglosus) yang
bersifat sentral
5. Afasia dan demensia
6. Hemianopsia
7. Defisit batang otak

2.1.6 Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,
dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan),
jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial,
dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu
untuk menjaga jalan napasnya sendiri (Budianto, dkk, 2021).
b. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi.
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status
mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang
belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari.
Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pada pasien yang tidak dapat
mengererutkan dahi (Wijaya & Putri 2013).
c. Pemeriksaan Laboratorium menurut (Budianto, dkk, 2021).
1) Pemeriksaan darah rutin
11

diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor


resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,trombositopenia, leukemia).
Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang
diderita saat ini seperti anemia.
2) Pemeriksaan kimia
darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejalah seperti
stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang
diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
3) Pemeriksaan antikoagulasi
Dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.
4) Biomarker jantung
juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung
koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.
d. Pemeriksaan Radiologi
1) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
iskemik secara tepat kerena pasien stroke iskemik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi daristroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (neoplasma,
hematoma, abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut
harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan
ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke iskemik
adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white mater (Wijaya & Putri 2013).
2) CT Perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut (Wijaya & Putri 2013).
3) CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral
12

yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain
itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang
mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense(Wijaya & Putri 2013).
e. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2
standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted
imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan
sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke iskemik akut. DWI dapat mendeteksi
iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat
mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi
daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras
dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan
(Wijaya & Putri 2013).
f. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua
pasien dengan stroke iskemik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain
itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks (Wijaya & Putri 2013).
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik
yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. (Budianto,
dkk, 2021)
b. Antikoagulan
13

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin
adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli (Budianto, dkk, 2021).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan
kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan
gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi
hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi
viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200
mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset (Budianto, dkk, 2021).
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis
atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4
jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan
dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye
(Budianto, dkk, 2021).
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin
14

adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan
akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik (Budianto, dkk, 2021).
e. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral
maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan
(Budianto, dkk, 2021)..
f. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin
lebih baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau
oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarektomi
berkisar 1-5% (Budianto, dkk, 2021).
g. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko
untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS)
digunakan sebagai alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa
pasien. CAS berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk
penyakit jantung (Budianto, dkk, 2021).
1) Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di
lipatan paha.
2) Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri
karotis.
3) Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty).
4) Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka.
15

2.2 Konsep Dasar Penyakit Stroke Hemoragik


2.2.1 Definisi
Stroke adalah penyakit cerebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian
jaringan otak akibat berkurang/tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak mengalami
penyempitan, penyumbatan atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah
tersebut. Penyebab stroke adalah pecahnya pembuluh darah diotak atau
terjadinya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk kealiran darah
sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan
menyumbat arteri otak, akibatnya fungsi otak berhenti dan menjadi penurunan
fungsi otak (Fransisca, 2011). Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit vaskuler. Sedangkan stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intrakranial (Pajri et al., 2018). Pada stroke hemoragik darah
yang keluar akibat pecahnya pembuluh darah akan menyebar menuju jaringan
parenkim otak, ruang serebrospinal, atau terganggunya fungsi otak (Darotin et
al.2017).
2.2.2 Etiologi
Stroke disebabkan oleh keadaan ischemic atau proses hemorrhagic yang
seringkali diawali oleh adanya lesi atau perlukaan pada pembuluh darah arteri
(Dinata et al., 2013). Stroke hemoragic diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah di otak, sedangkan stroke non hemoragik (iskemik) disebabkan oleh okulasi
pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen
ke otak (Qurbany & Wibowo, 2016). Menurut (Rochmawati, 2012) stroke
hemoragik yang terjadi karena perdarahan sub arachnoid, mungkin disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu, bisanya terjadi saat
pasien melakukan aktivitas. Namun juga bisa terjadi saat istirahat, kesadaran
pasien umumnya menurun.Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu :
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Peyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
16

 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
2.2.3 Jenis-jenis Stroke
Stroke dibagi menjadi beberapa jenis, menurut (KEMENKES RI 2018) jenis stroke
yaitu:
 Stroke iskemik (sumbatan)
- Stroke emboli : bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam jantung atau
pembuluh arteri besar yang terangkut menuju otak.
- Stroke trombotik : bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam pembuluh
arteri yang mensuplai darah ke otak.
 Stroke hemoragik (perdarahan)
- Perdarahan intraserebral : pecahnya pembuluh darah dan darah masuk ke dalam
jaringan yang menyebabkan sel-sel otak mati sehingga berdampak pada kerja
otak berhenti. Penyebab tersering adalah Hipertensi.
- Perdarahan subarachnoid : pecahnya pembuluh darah yang berdekatan dengan
permukaan otak dan darah bocor diantara otak dan tulang tengkorak.
Penyebabnya bisa berbeda-beda, tetapi biasanya karena pecahnya aneurisma.
2.2.4 Faktor Resiko Stroke Hemoragik
Faktor risiko stroke hemoragik menurut Julianti (2015) terbagi menjadi: a.Faktor
risiko yang tidak dapat dikontrolUsia
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Riwayat keluarga dan herediter
4) Malformasi arteri vena
b. Faktor risiko yang dapat dikontrol

1.Hipertensi : mengakibatkan penebalan arteri, aneurisma, dan terbentuknya bekuan


darah.

2. Merokok : meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang menimbulkan plak pada


pembuluh darah.

3. Diabetes melitus : mengakibatkan penyempitan diameter pembuluh darah.

4. Transient Ischemic Attack (TIA) / serangan iskemik sesaat : serangan yang terjadi
pada salah satu sisi tubuh akan hilang dalam waktu kurang dari 24 jam atau terjadi
beberapa kali dalam seminggu.

2.2.5 Manifestasi Klinis


17

Manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata
serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral menurut Black,J.M &Hawks (2014)
yaitu :

a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparase atau hemiplegia) yang timbul
secara mendadak.
b. Gangguan sensabilitas pada anggota badan.
c. Penurunan kesadaran (delirium, latergi, koma, stupor atau konfusi).
d. Afasia (kesulitan dalam berbicara).
e. Disatria (bicara cadel atau pelo).
f. Gangguan penglihatan (diplopia).
g. Disfagia (kesulitan menelan).
h. Inkontinensia baik bowel maupun bladder.
i. Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala, terjadi karena peningkatan TIK dan edema
serebri.
2.2.5 Patofisiologi
Ada beberapa faktor penyebab stroke hemoragik yaitu hipertensi, diabeletes
melitus, hiperkolesterol, merokok, dan penyakit jantung. Faktor risiko tersebut dapat
menyebabkan aterosklerosis dan aneurisma. Aneurisma merupakan dilatasi pembuluh
darah arteri otak yang berkembang menjadi kelemahan pada dinding pembuluh
darahnya. Aneurisma dapat pecah sehingga menimbulkan perdarahan atau vasipasme
yang mengakibatkan gangguan aliran darah ke otak. Akibat pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak sehingga otak menjadi
bengkak dan jaringan otak menjadi tertekan sehingga terjadi infark otak dan edema
serebri sehingga mengakibatkan peningkatan TIK yang ditandai adanya defisit neurologi
seperti gangguan motorik, sensorik, nyeri kepala dan penurunan kesadaran.
Secara spesifik tanda dan gejala stroke tergantung pada lokasi
kerusakan, ukuran dan banyaknya perdarahan. Jika lokasi terjadi pada arteri karotis
interna menyebabkan disfungsi pada Nervus II (Optikus) yang menyebabkan
penurunan darah ke retina sehingga kemampuan retina untuk menagkap objek atau
bayangan menjadi tidak jelas dan menimbulkan masalah keperawatan risiko cedera :
jatuh dan gangguan perubahan persepsi sensori.
Sedangkan jika lokasi terjadi pada arteri vertebra basilaris menyebabkan kerusakan
fungsi pada beberapa Nervus yaitu Nervus I (Olfaktorius), Nervus III
(Okulomotorius), Nervus IV (Trokhrealis) dan Nervus XII (hipoglosus) mengalami
gangguan maka menimbulkan perubahan pada ketajaman penglihatan, penghidu, dan
pengecap sehingga menimbulkan masalah keperawatan gangguan perubahan persepsi
sensori. Kemudian pada Nervus X (Vagus) dan Nervus IX (Glosofaringeal)
mengakibatkan proses menelan menjadi tidak efektif dan terjadi refluks, maka refluks
18

inilah yang menyebabkan masalah keperawatan gangguan menelan. Selain itu,


refluks juga menyebabkan disfagia dan menimbulkan anoreksia sehingga masalah
keperawatan yang muncul adalah ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Dan kerusahan fungsi lainnya terjadi pada Nervus VII (Facialis) dan Nervus IX
(Glosofaringeal) mengakibatkan kontrol otot facial dan oral menjadi lemah sehingga
mengalami ketidak mampuan dalam berbicara, ketidak mampuan berbicara ini merusak
artikular dan menyebabkan disatria. Sehingga masalah keperawatan yang muncul
adalah gangguan komunikasi verbal.
Selain itu, gangguan fungsi nervus juga terjadi pada Nervus XI
(Assesorius) yang menyebabkan penurunan fungsi motorik dan muskuloskeletal
yang menimbulkan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak. Kelemahan ini
bisa menjadi hemiparase atau hemiplegi pada bagian kanan atau kiri. Kejadian ini
menyebabkan pasien mengalami tirah baring yang lama sehingga menimbulkan
masalah gangguan mobilitas fisik, selain itu tirah baring yang lama dapat
menyebabkan pasien mengalami luka dekubitus dan menimbulkan kerusahan
integritas kulit. Maka, masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan integritas
kulit. Ketika pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri maka
kondisi penampilan klien menjadi kurang bersih sehingga muncul masalah
keperawatan defisit perawatan diri (Huda, Amin dan Kusuma,
19

Hipertensi
PATHWAY HEMORAGIK
Rupture pembuluh
darah serebral

Hemoragik
serebral

Penambahan
masa

edema Tik meningkat

Pada Pada batang otak


Iskemik- hiposia jaringan serebral
cerebelum

Oblong Kesadar- Reflek


Metabolism anaerob
Defeisit tertekan an batuk
motorik

Asam laktat
Gangg- Apatis – Ganggu-
Gerakan
uan koma an
inkoordinas
pola bersihan
i nyeri
nafas jalan
Gangguan nafas
meninggal
mobilitas
fisik Gangguan rasa nyaman

Ganggu- Tirah
an ADL baring
kompresi
lama

dekubitus Menekan jaringan otak

Pada serebrum
Gangguan integritas
kulit
Gg fungsi motorik Gg pusat bicara Gg persepsi sensore

Kelemahan Gg bicara
Peng;ihatan, peraba,
anggota gerak
pendengaran,
Disfasia disastria pengecapan
hemiplegia
Nutrisi kurang dari
Gg mobilitas fisik Gangguan kebutuhan
komunikasi verbal
20

2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi pada stroke hemoragik menurut Munir (2017) yang
diakibatkan karena perdarahan intraserebral terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Perdarahan yang terjadi pada intrakranial menyebabkan herniasi otak, kejang dan
peningkatan TIK.
2) Perdarahan yang terjadi pada ekstrakranial menyebabkan sepsis dan dekubitus.
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Julianti (2015) untuk membantu menentukan diagnosa pasien stroke dan
mengetahui letak masalah dapat dilakukan dengan cara :
a. CT-Scan (Computerized Tomografi Scaning)
Memperlihatkan adanya cidera, edema, hematoma dan iskemik infark.
b. Fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya terdapat
thrombosis, emboli serebral dan TIK. Tekanan meningkat dan serta adanya cairan
yang mengandung darah menunjukkan adanya hemorragic intracranial dan
subarachnoid.
c. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti obstruksi arteri atau perdarahan
dan adanya ruptur.
d. USG dopler (Ultra Sonografi Dopler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena yaitu masalah pada sistem arteri karotis dan
atherosklerosis.
e. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan adanya yang mengalami infark, emboli, TIA, dan Malvormasi Arteri
Vena (MAV)
f. EEG (Elekro Encephalografi)
Mengidentifikasi masalah untuk memperlihatkan daerah lesi yang spesifik didasarkan
pada gelombang otak.
g. Sinar-X kranium
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal yang berlawanan dari masa
yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis cerebral dan
klasifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien stroke menurut Tarwoto (2013) yaitu :
A. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
- Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko mengalami dehidrasi karena
terjadi penurunan kesadaran atau mengalami disfagia.
21

- Terapi oksigen, pada pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami


gangguan aliran darah ke otak. Sehingga pemberian oksigen sangat
diperlukan untuk mengurangi hiposia.
- Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial, peningkatan tekanan
intrakranial biasanya disebabkan karena edema serebri maka penting
dilakukan pengurangan edema misalnya dengan pemberian manitol dan
mengukur tekanan darah.
- Monitor fungsi pernapasan : monitor Analisa Das Darah, monitor jantung dan
tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG, evaluasi status cairan dan elektrolit dan
monitor tanda-tanda neurologis dan motorik serta nervus cranial dan refleks.
- Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
emberian makanan.
2) Pada fase rehabilitatif
- Pertahankan nutrisi yang adekuat.
- Program managemen bladder&bowel.
- Pertahankan komunikasi yang efektif.
- Pertahankan keseimbangan tubuh dan rentan gerak (ROM)
- Pertahankan integritas kulit.
- Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Persiapan untuk pasien pulang.
A. Pembedahan
Dilakukan apabila perdarahan pada serebrum yang diameter lebih dari 3 cm dan
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo
peritoneal jika ada hidrosefalus obstruktif akut.
B. Terapi obat-obatan
C. Terapi obat diberikan tergantung dari jenis stroke, untuk stroke hemoragil diberikan obat
antihipertensi : kaptopril dan antagonis kalsium, obat diuretik : manitol 20% dan
furosemid, obat antikolvusan : fenitoin
BAB III

Konsep Asuhan Keperawatan

3.1 Asuhan Keperawatan

Adapun Fokus pengkajian pada klien dengan Stroke Hemoragik menurut Tarwoto (2013)
yaitu:

1) Identitas Kien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama,
suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama

Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitunya klien mengalami


kelemahan anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami
bicara pelo, biasanya klien kesulitan dalam berkomunikasi dan penurunan
tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan
aktivitas ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang muncul
seperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu

Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya memiliki riwayat hipertensi,


riwayat DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, riwayat
kotrasepsi oral yang lama, riwayat penggunan obat-obat anti koagulasi,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan
adanya riwayat anggota keluarga yang menderita stroke.
6) Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk
pengobatan secara komprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

7) Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran
23

Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan parameter untama yang


sangat penting pada penderita stroke. Perludikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan
stroke. Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas: Metoda Tingkat
Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang dinyatakan
pemeriksa dengan baik
2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak
acuh terhadap lingkungannya
3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi srta meronta-ronta
4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali
5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.

6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan


respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan
respons terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada
respons terhadap rangsang nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang
didapat dari penilaian GCS klien :

a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14

b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12

c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10

d. Nilai GCS Somnolen :9–7


24

e. Nilai GCS Semi Coma 4

f. Nilai GCS Coma 3

- Skala Koma Glasgow

Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu untuk


mengumpulkan data sangat terbatas, Skala koma Glasgow dapat memberikan
jalan pintas yang sangat berguna.
Tabel 2.1 Skala Koma Glasgow

Respon Membuka Mata Nilai


Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
respon

Respon Verbal Nilai


Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak 3
sesuai Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah Menunjuk 6
tempat ransangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal 2
(deserebrasi) Tidak ada respon 1

b. Gerakan, Kekuatan dan Koordinasi


Tanda dari terjadinya gangguan neurologis yaitu terjadinya kelemahan
otot yang menjadi tanda penting dalam stroke. Pemeriksaan kekuatan otot
dapt dilakukan oleh perawat dengan menilai ektremitas dengan memberika
tahanan bagi otot dan juga perawat bisa menggunakan gaya gravitasi.
Tabel 2.2. Skala peringkat untuk kekuatan otot

0 Tidak tampak ada kontraksi otot


25

1 Adanya tanda-tanda dari kontraksi


Dapat bergerak tapi tak mampu menahan gaya
2
Gravitasi
Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak
3
dapat melawan tahanan otot pemeriksa
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari
4
otot pemeriksa
5 Kekuatan dan regangan yang normal

1. Reflek
Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi melalui
stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak dibutuhkan untuk
terjadinya reflek. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi
atau gerakan ke atas ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki
yang lain.
2. Perubahan Pupil

Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya dibuat


dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang jauh dalam
ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu tangannya
sejajar dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah
satu mata dan perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon
langsung). Perhatikan bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi
(respon konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat normal pada
populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi indikasi adanya
disfungsi neural.
3) Tanda-tanda vital

Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan intra cranial meliputi


kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi yang
membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur.

- Saraf Kranial
1. Olfaktorius : saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk indera penghidu. Mata
pasien terpejam dan letakkan bahan-bahan aromatic dekat hidung untuk
diidentifikasi.
2. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca tulisan
cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus diperhatikan.
3. Okulomotoris : Menggerakkan sebagian besar otot mata
4. Troklear : Menggerakkan beberapa otot mata
26

5. Trigeminal : Saraf trigeminal mempunyai 3 bagian: optalmikus, maksilaris, dan


madibularis. Bagian sensori dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan
kornea. Bagian motorik mengontrol otot mengunyah. Saraf ini secara parsial dinilai
dengan menilai reflak kornea; jika itu baik pasien akan berkedip ketika kornea
diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk mengunyah dan mengatup rahang
harus diamati.
6. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya
mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien untuk
mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
7. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua pertiga
anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe
yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi
8. Akustikus : Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan vestibular, yang
secara berurutan mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf koklearis
diperiksa dengan konduksi tulang dan udara. Saraf vestibular mungkin tidak
diperiksa secara rutin namun perawat harus waspada, terhadap keluhan pusing
atau vertigo dari pasien.
9. Glosofaringeal : Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa. Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
10. Vagus : Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf Glosofaringeus
mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula dan
langit-langit lunak.Saraf vagus mempersarafi laring, faring dan langit-langit lunak
serta memperlihatkan respon otonom pada jantung, lambung, paru- paru dan usus
halus. Ketidak mampuan untuk batuk yang kuat, kesulitan menelan dan suara serak
dapat merupakan pertanda adanya kerusakan saraf ini.
11. Asesoris spinal : Saraf ini mengontrol otot-otot sternokliedomostoid dan otot
trapesius. Pemeriksa menilai saraf ini dengan menyuruh pasien mengangkat
bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain terhadap tahanan, bisa juga di
bagian kaki dan tangan.
12. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan menyuruh
pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor dan atropi.
Jika ada deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan mengarah pada
sisi yang terjadi lesi.
- Diagnosa Keperawatan
a) Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri, tumor
otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan hiperkolesteronemia.
b) Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas,
gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis.
27

c) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan.
d) Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan anggota
gerak
e) Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan gangguan
neuromuskuler
f) Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral.
g) Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
h) Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas

i) Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemah


(SDKI, Edisi 1)
28

4.Intervensi Keperawatan

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
1 (D.0017) Resiko perfusi serebral tidak (L.02014) (I.06194) Manajem
efektif b/d hipertensi Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Intrakranial
3x 24 jam diharapkan perfusi serebral Observasi
meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identikasi
a) Tingkat kesadaran meningkat (skala 5) 2. Monitor ta
b) kognitif meningkat (skala 5) 3. Monitor M
c) Gelisah menurun (skala 5) CPP, jika
d) Tekanan intrakranial menurun (skala 5) 4. Monitor ge
e) Kesadaran membaik (skala 5) 5. Monitor st
6. Monitor in
7. Monitor ca
Terapeutik
1. Minimalka
lingkunga
2. Berikan po
3. Hindari m
4. Cegah ter
5. Hindari pe
6. Atur ventil
7. Pertahank

Kolaborasi
1. Kolaboras
konvulsan
2. Kolaboras
3. Kolaboras

(I.06197) Pemant
Observasi :
1. Monitor uk
reaktifitas
2. Monitor tin
3. Monitor ta
29

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
4. Monitor s
darah, ok
pola napa
5. Monitor re
6. Monitor ke
7. Monitor re
8. Monitor re
Terapeutik
1. Tingkatka
neurologis
2. Hindari ak
tekanan in
3. Atur interv
dengan ko
4. Dokumen
Edukasi
1. Jelaskan t
Informasik

2. (D.0005) Pola Nafas tidak Efektif b/d (L.01004) (I.01012) Manajem


hambatan upaya napas Setelah dilakukan tindakan Observasi
asuhan keperawatan 3x 24 jam 1. Monitor po
diharapkan pola nafas membaik dengan kedalama
kriteria hasil: 2. Monitor bu
a) Penggunaan otot bantu napas menurun wheezing)
(skala 5) Terapeutik
b) Frekuensi napas membaik (skala 5) 1. Posisikan
c) Kedalaman napas membaik (skala 5) 2. Pertahank
d) Ekskursi dada membaik (skala 5) dengan he
3. Berikan m
4. Lakukan f
5. Lakukan p
15 de
6. Berikan ok
30

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
Edukasi
1. Ajarkan te

Kolaborasi
1. Kolaboras
mukolitik.

(I.01002) Dukung
Observasi
1. Identifikas
napas
2. Identifikas
status per
3. Monitor s
frekuensi,
pengguna
tambahan
oksigen)
Terapeutik
1. Pertahank
2. Berikan po
3. Fasilitasi m
mungkin
4. Berikan ok
Edukasi
1. Ajarkan m
dalam
2. Ajarkan m
3. Ajarkan te
Kolaborasi
1. Kolaborasi pe

3 (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif (L.01001) (I.01014) Pemant


b/d spasme jalan napas, disfungsi Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi
neuromuskuler dan sekresi yang keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Monitor fre
tertahan. bersihan jalan napas tetap paten dengan upaya
31

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
Kriteria Hasil : 2. Monitor po
1. Batuk efektif meningkat (skala 5) 3. Monitor ke
2. Produksi sputum menurun (skala 5) 4. Monitor ad
3. Frekuensi napas dan pola napas membaik
5. Monitor ad
(skala 5)
6. Monitor sa
7. Monitor ni
8. Monitor ha
Terapeutik
1. Atur interv
kondisi pa
2. Dokumen
Edukasi
1. Jelaskan t
Informasik
Edukasi
1. Anjurkan m
sebelum m
2. Anjurkan
selama in

4 (D.0054) Gangguan mobilitas fisik b/d (L.05042) (I.05173) Dukung


gangguan neuromuskuler dan kelemahan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi
anggota gerak keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Identifikas
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria fisik lainny
hasil : 2. Identifikas
a) Pergerakan ekstremitas meningkat pergeraka
(skala 5) 3. Monitor fr
b) Kekuatan otot meningkat (skala 5) darah seb
c) Rentang gerak( ROM) meningkat 4. Monitor ko
(skala 5) mobilisasi
d) Kelemahan fisik menurun (skala 5) Terapeutik
1. Fasilitasi a
bantu( mis
2. Fasilitasi m
32

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
3. Libatkan k
dalam me
Edukasi
1. Jelaskan t
2. Anjurkan m
3. Ajarkan m
dilakukan
(I.06197) Pemant
Observasi :
1. Monitor uk
reaktifitas
2. Monitor tin
3. Monitor ta
4. Monitor s
darah, ok
pola napa
5. Monitor re
6. Monitor ke
7. Monitor re
8. Monitor re
Terapeutik
1. Tingkatka
neurologis
2. Hindari ak
meningka
3. Atur interv
dengan k
4. Dokumen
Edukasi
5. Jelaskan t
6. Informasik

5 (D.0119) Gangguan komunikasi verbal b/d (L.13118) (I.13492) Promos


penurunan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi
sirkulasi serebral, dan gangguan keperawatan 3x 24 jam diharapkan 1. Monitor fr
33

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
neuromuskuler komunikasi verbal meningkat dengan lain yang m
kriteria hasil: 2. Identifikas
a) Kemampuan berbicara meningkat sebagai be
(skala 5) Terapeutik
b) Kemampuan mendengar meningkat 1. Gunakan
(skala 5) alternatif (

c) Kesesuaian ekspresi wajah/ tubuh isyarat tan

meningkat (skala 5) 2. Berikan d

d) Pelo menurun (skala 5) 3. Ulangi ap


4. Gunakan
e) Pemahaman komunikasi membaik
Edukasi
(skala 5)
1. Anjurkan b
2. Ajarkan p
kognitif
Kolaborasi
1. Rujuk keah

6 (D.0085) Gangguan persepsi sensori b/d (L.09083) Edukasi


gangguan penglihatan, pendengaran, Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Ajarkan
penghiduan, dan hipoksia serebral keperawatan 3x24 jam (mengatur
diharapkan persepsi sensori mengurang
membaik dengan Kriteria Hasil : kunjungan)
a) Respons sesuai stimulus membaik
Kolaborasi
(skala 5)
1. Kolaborasi
b) Konsentrasi membaik (skala 5)
prosedur/tin
Orientasi membaik (skala 5)
2. Kolaborasi
mempenga

(I.06189) Manajem
Observasi
1. Identifikasi
penglihatan
kemampua
2. Identifikasi
3. Monitor sta
34

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
Terapeutik
1. Berikan pen
2. Sediakan k
3. Sediakan in
dan apa ya
4. Batasi pem
5. Nyatakan p
meyakinkan
6. Fokus pada
saat intera
7. Lakukan re
8. Sediakan lin
yang konsis
9. Gunakan is
memori, r
perilaku yan
Edukasi
1. Anjurkan ku
2. Anjurkan pe
Kolaborasi
1. Kolaborasi
agitasi
7 (D.0019) Defisit nutrisi b/d (L.03030) (I.03119) Manajem
ketidakmampuan menelan makanan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi
keperawatan 3x24 jam 1. Identifikas
diharapkan nutrisi membaik dengan 2. Identifikas
Kriteria Hasil:
3. Identifikas
a) Porsi makanan yang dihabiskan
4. Identifikas
meningkat (skala 5)
b) Kekuatan otot mengunyah meningkat 5. Monitor as

(skala 5) 6. Monitor be
c) Kekuatan otot menelan meningkat Terapeutik
(skala 5) 1. Lakukan o
d) Berat badan membaik (skala 5) 2. Berikan m
e) Frekuensi makan membaik (skala 5) mencegah
35

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
f) Nafsu mkan membaik (skala 5) 3. Berikan m
g) Membran mukosa membaik (skala 5) protein

4. Berikan su
5. Hentikan p
selang

6. nasogastr
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan p
2. Ajarkan di
Kolaborasi
1. Kolabora
makan(
2. Kolabora

(I.03144) Terapi
1. Monitor t
2. Monitor g
3. Monitor
minum d
Terapeutik
1.Berikan li
2.Jaga priva
3.Gunakan
4.Hindari pe
5.Posisikan
6.Berikan p
kekuatan
7.Fasilitasi
lidah
8 Berikan p
Edukasi
1.Informasi
kepada p
2.Anjurkan
36

Standar Luaran Keperawatan Standar Interv


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI)
member
3. Anjurkan
Kolaborasi
1. Kolabora
dalam m

8 (D.0109) Defisit perawatan diri b/d (L.11103) (I.11349) Dukung


gangguan neuromuskuler dan kelemahan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi
keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Monitor ting
perawatan diri meningkat dengan Kriteria 2. Identifikasi
Hasil: diri, berpa
a) Kemampuan mandi meningkat (skala Terapeutik
5) 1. Sediakan li
b) Kemampuanmengenakan pakaian ( mis: suasa
meningkat (skala 5) 2. Siapkan ke
c) Kemampuan makan meningkat (skala sabun man
5) 3. Dampingi d
d) Verbalisasi keinginan melakukan sampai man
perawatan diri meningkat (skala 5) 4. Fasilitasi ke
mampu
5. Jadwalkan
Edukasi
1. Anjurkan m
konsisten s
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran


Stroke merupakan penyakit cerebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang di tandai
dengan adanya kerusakan dan kematian jaringan akibat tersumbatnya aliran darah dan
oksigen ke otak (Fransisca, 2011). Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba sebagai akibat dari
gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan baik sebagian atau total
pada arteri. Stroke ini disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah akibat dari
adanya Thrombosis Cerebral dan Emboli. Tanda dan gejala yang nampak pada penyakit
antara lain Hemidefisit motorik, Hemidefisit sensorik, Penurunan kesadaran, Kelumpuhan
nervus VII (fasialis) dan nervus XII (hipoglosus) yang bersifat sentral, Afasia dan
demensia , Hemianopsia , dan defisit batang otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau
langsung ke dalam jaringan otak (Pajri et al., 2018). Berdasarkan etiologi dari stroke
hemoragik diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak yang disebabkan okulasi
pembuluh darah otak yang kemudian terhentinya pasokan oksigen ke otak (Qurbany &
Wibowo, 2016). Faktor resiko yang terjadi pada stroke hemoragik terbagi menjadi dapat
dikontrol dan tidak dapat dikontrol. Beberapa gejala yang mengarah dalam diagnosis
stroke antara lain hemiparase atau hemiplegia, inkontinensia baik bowel maupun bladder,
disfagia, vertigo, diplopia, penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara
mendadak.

Pemeriksaan pada penderita stroke pada umumnya meliputi Pemeriksaan Fisik,


Pemeriksaan Neurologi, Pemeriksaan Laboratorium (Pemeriksaan darah rutin,
Pemeriksaan kimia, Pemeriksaan antikoagulasi , dan Biomarker jantung), Pemeriksaan
Radiologi (CT scan kepala non kontras, CT Perfussion, CT angiografi (CTA), MR
angiografi (MRA) , USG, ECG, EKG, dan Chest X-Ray).

Penatalaksanaan pada pasien stroke secara umum diberikan terapi cairan,


oksigen, monitor fungsi pernapasan , dilakukan pembedahan jika ada indikasi,
pengobatan anti fibrinolitik, antihipertensi: kaptopril dan antagonis kalsium, obat diuretik :
manitol 20% dan furosemid, obat antikolvusan : fenitoin dan terapi tambahan berupa
terapi simtomatik dan terapi suportif.

4.2 Saran

37
38

Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke hemoragik adalah
edukasi pasien maupun keluarga bahwa stroke adalah penyakit yang membutuhkan
penanganan yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus memahami bahwa stroke
dapat menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu dan terapi panjang untuk
mengembalikan fungsinya seperti semula. Akan tetapi tidak ada jaminan bahwa pasien
stroke dapat sembuh seutuhnya atau mengalami disabilitas permanen. Edukasi lain yang
penting adalah bahwa stroke yang diderita pasti memiliki penyebab yang mendasarinya,
jadi apabila penderita memiliki faktor risiko, maka diharapkan partisipasi dari keluarga dan
lingkungan untuk menjaganya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC, Jakarta

Black, J.M & Hawks, J. (2014) Keperawatan Medikal Bedah : Managemen Klinis untuk hasil
yang diharapkan (8th ed). Jakarta : Salemba Medika.

Darotin, R., Nurdiana & Nasution, T.h. (2017). Analisa Faktor Prediktor Mortalitas Stroke
Hemoragik di Rumah Sakit Daerah dr Soebandi Jember. Nurseline JournaL, 2(2), 9.

Dinata, C. A., Safrita, Y. S., & Sastri, S. (2013). Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada
Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode
1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2), 57.
https://doi.org/10.25077/jka.v2i2.119

Huda, Amin dan Kusuma, H.(2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda NOC NOC dalam Berbagai Kasus (2nd ed.) Yogyakarta : Mediaction
Jogja.

Julianti, N. (2015). Haemorrhagic Stroke On Elderly Man With Uncontrolled Hypertension.


Agromed Unila, 2(1), 32-38

Junaidi, (2017). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : Andi Offset.

Kemenkes RI.(2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017. Diakses: 22 Mei
2017

Munir, B. (2017). Neurologi Dasar (3rd ed). Jakarta : Sagung seto.

Pajri, R. N., Safri, & Dewi, Y. I. (2018). Gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya stroke.
Jurnal Online Mahasiswa, 5(1), 436–444.

Rikesdas, 2018. Info Datin PusatData dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta :
Pusdatin Kementerian Kesehatan RI.

Solikin dkk (2016). Pengaruh Pemberian Oksigen Dalam Posisi Kepala 30 derajat Terhadap
Perubahan Tingkat Kesadaran . diakses pada tanggal 12 Oktober 2018.

Qurbany, Z. T., & Wibowo, A. (2016). Stroke Hemoragik e.c Hipertensi Grade II. Jurnal Medula,
5(2), 114–118. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/1520

Rochmawati, D. I. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN STROKE


HEMORAGIK DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD Dr. MOEWARDI

39
SURAKARTA. Karya Tulis Ilmiah,2012.
http://eprints.ums.ac.id/24120/10/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Sagung
Seto.

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.Jakarta
EGC.

Budianto,Pepi, Dkk. 2021. Stroke Iskemik Akut (Dasar dan Klinis). Surkarta. Unspress.

Goldszmidt, & Caplan. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.

Mirawati, D. K., & et.al. (2021). Stroke Iskemik Akut Dasar dan Klinis. Surakarta:
www.unspress.uns.ac.id ISBN: ID Patent : 000227313.

Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symtoms, Risk Factors, and Prevention. Medika
Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran Vol. 6 No. 1, 60 - 73.

PPNI. 2016. Stndar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawatn Nasional Indonesia.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M.2013.Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

40

Anda mungkin juga menyukai