Anda di halaman 1dari 78

MAKALAH

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN KRITIS

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke”

Disusun oleh

Kelompok II

Amelza Pramita (1710142010002)

Angle Septa Mega (1710142010003)

Dwi Indah Lestari (1710142010006)

Mesi Kartika Sari (1710142010017)

Nadia Hanifa (1710142010020)

Noveldo Eko Putra (1710142010023)

Ovilia Zulita (1710142010025)

Rany Nadya Aliyyan (1710142010030)

Dosen Pembimbing :

Ns. Junaidy S Rustam, MNS

STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

PRODI S1 KEPERAWATAN

T.A 2020/200
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur atas ke hadirat allah swt karena
berkatrahmat dan karunia-nya maka penulis dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan Stroke. Penulis menyadari dalam makalah masih banyak terdapat
kekurangan baik teknik penulisan maupun isinya. Hal ini karena keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun guna perbaikan di masa yang akan datang
dan peneliti banyak mendapatkan bantuan, bimbingan serta saran baik secara tertulis
maupun secara tidak tertulis, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Ns. Junaidy S Rustam, MNS selaku pembimbing akademik dalam mata kuliah
Keperawatan Kritis.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga Allah SWT melimpahkan


karunia serta rahmat-Nya untuk kita semua dan semoga literature review ini berguna
bagi kita semua. Amin.

Bukittinggi, 13 Desember 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................3

1.3. Tujuan penulisan.................................................................................................3

1.3.1. Tujuan Umum..............................................................................................3

1.3.2. Tujuan Khusus..............................................................................................3

1.4. Manfaat penulisan...............................................................................................4

1.4.1. Manfaat Bagi Penulis...................................................................................4

1.4.2. Manfaat Bagi Program Study S1 Keperawatan Stikes Yarsi Sumbar


Bukittingi................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Defenisi...............................................................................................................5

2.2. Anatomi Fisiologi...............................................................................................6

2.2.1. Anatomi........................................................................................................6

2.2.2. Fisiologis......................................................................................................7

2.3. Klasifikasi.........................................................................................................17

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko...............................................................................20

2.5. Manifestasi Klinis.............................................................................................23

2.6. Patofisiologi......................................................................................................25

2.7. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................27

ii
2.8. Komplikasi........................................................................................................29

2.9. Penatalaksanaan................................................................................................29

2.10. Pencegahan.....................................................................................................32

2.10.1. Pencegahan Primer...................................................................................32

2.10.2. Pencegahan Sekunder...............................................................................33

2.10.3. Pencegahan Tertier...................................................................................33

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

3.1. Pengkajian Keperawatan...................................................................................35

3.1.1. Pengkajian Sebelum Pasien Datang (Pre Arrival)......................................35

3.1.2. Pengkajian Segera (Quick Assessment).....................................................36

3.1.3. Pengkajian Lengkap (Komprehensif Assessment).....................................38

3.1.4. Pengkajian Berkelanjutan (On Going Assessment)...................................47

3.2. Analisa Data dan Diagnosa...............................................................................47

3.2.1. Analisa Data...............................................................................................47

3.2.2. Diagnosa Keperawatan...............................................................................50

3.3. Intervensi Keperawatan....................................................................................51

BAB IV EVIDENCE BASED PRACTICE................................................................57

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan.......................................................................................................71

5.2. Saran.................................................................................................................71

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut World Heart Organisation atau WHO (2012) definisi stroke adalah
suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah yang mensuplai
otak secara tiba-tiba, baik karena adanya sumbatan maupun rupturnya pembuluh
darah. Kondisi ini menyebabkan jaringan otak yang tidak terkena aliran darah
kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga sel otak mengalami kerusakan (Wijaya &
Putri, 2013).

Stroke terbagi menjadi 2 jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
iskemik disebabkan oleh sumbatan yang terjadi dari bekuan darah (baik sebagai
trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang terjadi akibat
penumpukan plak, jenis stroke ini terjadi pada 87% dari semua stroke (Hickey, 2009).
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus stroke. Stroke hemoragik ini
terjadi ketika pembuluh darah serebral ruptur. Adapun faktor resiko yang
menyebabkan stroke adalah usia, jenis kelamin, ras, keturunan, penyakit jantung
bawaan, diabetes melitus, hipertensi, perokok, peminum alkohol, hiperlipidemia, dan
obesitas (Tarwoto, 2013).

Stroke terbagi menjadi 2 jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
iskemik disebabkan oleh sumbatan yang terjadi dari bekuan darah (baik sebagai
trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang terjadi akibat
penumpukan plak, jenis stroke ini terjadi pada 87% dari semua stroke (Hickey, 2009).
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus stroke. Stroke hemoragik ini
terjadi ketika pembuluh darah serebral ruptur. Adapun faktor resiko yang
menyebabkan stroke adalah usia, jenis kelamin, ras, keturunan, penyakit jantung
bawaan, diabetes melitus, hipertensi, perokok, peminum alkohol, hiperlipidemia, dan
obesitas (Tarwoto, 2013).

1
Saat ini stroke menjadi penyebab utama ketiga kematian dan mengakibatkan
disabilitas pada orang dewasa di Amerika Utara, yaitu hampir 800.000 orang
menderita stroke setiap tahun. Diantara 800.000 orang tersebut, 160.000 meninggal
dan banyak pasien yang selamat hidup dengan beberapa jenis gangguan fungsional
(LeMone Dll, 2012). Menurut Riskesdas tahun 2018 sebanyak 713.789 jiwa atau
sekitar 10,9 persen masyarakat Indonesia mengalami stroke.

Dampak dari terjadinya serangan stroke akan mengakibatkan berbagai gangguan


pemenuhan kebutuhan dasar manusia baik bio, psiko, sosial dan spiritual. Pada
kebutuhan dasar fisiologis gangguan yang akan terjadi adalah gangguan oksigenasi
hal ini terjadi karena penurunan suplai oksigen ke otak dan masalah keperawatan
yang dapat di tegakkan adalah gangguan perfusi jaringan serebral. Gangguan lain
yang dapat terjadi pada pasien stroke adalah gangguan aktivitas adanya kelemahan
fisik akibat gangguan neuromuskuler mengakibatkan masalah keperawatan hambatan
mobilisasi. Jika gangguan yang terjadi tidak segera di atasi maka akan menimbulkan
berbagai komplikasi hingga sebagai penyebab kematian. Komplikasi yang dapat di
timbulkan dari stroke diantaranya adalah defisit sensori presepsi, perubahan kognitif
dan perilaku, gangguan komunikasi, defisit motorik dan gangguan eliminasi (Hidayat,
2014).

Untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada pasien stroke, mencegah


komplikasi dan meningkatkan kesembuhan maka diperlukan peran perawat. Peran
perawat vokasi sebagai care giver dan edukator melalui upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Upaya promotif adalah memberikan edukasi tentang
pencegahan terjadinya stroke berulang dengan mengatur pola makan dan aktivitas.
Upaya preventif adalah tindakan untuk mencegah terjadinya komplikasi misalnya
dengan memberikan posisi semifowler dan merubah posisi tiap 2 sampai 4 jam untuk
mencegah gangguan integritas kulit. Upaya kuratif adalah berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat-obatan untuk meningkatkan sirkulasi darah ke otak
seperti koagulan dan antihipertensi. Upaya rehabilitatif dapat dilakukan dengan

2
tujuan untuk memperbaiki fungsi-fungsi tubuh yang mengalami gangguan, tindakan
yang dapat dilakukan adalah fisioterapi.

Berdasarkan uraian diatas dimana angka kejadian stroke masih tinggi di


Indonesia kemudian masalah keperawatan yang ditimbulkan serta 3 pentingnya peran
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke maka
penulis tertarik untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien stroke.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Apa defenisi stroke ?
2. Apa saja klasifikasi stroke ?
3. Apa saja etiologi stroke ?
4. Apa saja manifestasi klinis stroke?
5. Bagaimana patofisiologi stroke?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang stroke ?
7. Apa saja komplikasi stroke?
8. Bagaimana penatalaksanaan stroke ?
9. Bagaimana cara pencehagan stroke?
10. Bagaimana asuhan keperawatan stroke ?

1.3. Tujuan penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kritis dengan kasus stroke

1.3.2. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui defenisi stroke
b. Untuk mengetahui klasifikasi stroke
c. Untuk mengetahui etiologi sroke

3
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis stroke
e. Untuk mengetahui patofisiologi stroke
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang stoke
g. Untuk mengetahui komplikasi stroke
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan stroke
i. Untuk mengetahui cara pencegahan stroke
j. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan stroke

1.4. Manfaat penulisan


1.4.1. Manfaat Bagi Penulis
Diharapkan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan Stroke pada klien dengan
Stroke sesuai dengan teori yang didapat di bangku kuliah serta menambah
wawasan dan memperluas pengetahuan bagi penulis.

1.4.2. Manfaat Bagi Program Study S1 Keperawatan Stikes Yarsi Sumbar


Bukittingi
Studi kasus ini diharapkan dapat menambah literatur perpustakaan dalam
bidang Keperawatan Kritis.

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Defenisi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana
stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak
karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi,
2011). Mulanya stroke ini dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa
Yunani yag berarti “memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya
lalu dipakai istilah CVA atau cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan
pada pembuluh darah dan otak. Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu
syndrome neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia.

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit


neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak.
Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum
(Nurarif & Hardhi, 2015). Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak (GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa
defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan
saraf pusat (Dewanto, 2009).

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani
secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder (Arif Muttaqin, 2008).

5
2.2. Anatomi Fisiologi
2.2.1. Anatomi

Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa (3Ibs).Otak menerima
20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20%pemakaian oksigen tubuh, dan
sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya.Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi
menjadi 31 pasang saraf spinal dan12 pasang saraf cranial. Saraf perifer terdiri dari
neuron- neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke
system saraf pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural motorik ( eferen) dari
system saraf pusat. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf
spinal dinamakan saraf campuran.

Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa baik
informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak disadari.

6
Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran.Serabut-serabut aferen
membawa masukan dari organ- organ visceral. Saraf parasimpatis adalah
menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan,dan meningkatkan pergerakan
saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.

2.2.2. Fisiologis
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer
dari semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang terletak didalam rongga
tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam
rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga
gejala pembesaran otak awal.

a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta


hipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpuskuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medullaoblongata, dan serebellum.

Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah. Korteks
serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya
(lobusfrontalis, temporalis,oarientali sdan oksipitalis).

Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media laterali


memisahkan lobus temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus
parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan lobus frontalis juga
memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis. Adapun bagian-bagian otak
meluputi :

a. Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.

7
Masing-masing disebut fosakranialis anterior atas dan media. Kedua
permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian
korteks serebral dan zat putig terdapat pada bagian dalam yang
mengndung serabut syaraf. Pada otak besar ditemukan beberapa lobus
yaitu :
1) Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian
sulkussentralis.
2) Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang
oleh korakooksipitalis.
3) Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan
didepan lobusoksipitalis.
4) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dariserebrum.

Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam
banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan
demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama
seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai
titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri selain dibagi dalam lobus
juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk
korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi
empat bagian:

1) Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri


yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani
suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang
bersangkutan. Korteks sensori bagian fisura lateralis menangani
bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,
ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta

8
dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis
mmpunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokortek.
3) Kortek motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur
bagian tubuhkontralateral.
4) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan
sikap mental dankepribadian.

b. Batang otak
Batang otak terdiri :
1. Diensephalon
Diensephalon merupakan bagian atas batang otak. Yang terdapat
diantara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf
yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna
dengan sudut menghadap kesamping. Fungsinya dari diensephalon
yaitu:
a) Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.
b) Respirator, membantu prosespernafasan.
c) Mengontrol kegiatan refleks.
d) Membantu kerja jantung, Mesensefalon, atap dari mesensefalon
terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas. Dua disebelah atas
disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah
selaput korpus kuadrigeminus inferior. Serat nervus toklearis
berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain.
Fungsinya:
 Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
 Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

2. Ponsvaroli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan


pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara

9
otak tengah dan medulla oblongata. Disini terdapat premoktosid yang
mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya adalah:
a) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara
medulla oblongata dengan serebellum.
b) Pusat saraf nervustrigeminus.

3. Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling


bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.
Bagian bawah medulla oblongata merupakan persambungan medulla
spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar disebut
kanalis sentralis di daerag tengah bagian ventral medulla oblongata.
Medulla oblongata mengandung nukleus atau badan sel dari berbagai
saraftak yang penting. Selain itu medulla mengandung “pusat-pusat
vital” yang berfungsi mengendalikan pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian ini
dalam batang otak dapat membawa akibat yang sangat serius.

c. Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas
medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang
kecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral
disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui
pundunkulus serebri inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat
menyerupai serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur.
Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks serebellum
dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar,
lapisan purkinye dan lapisan granular dalam.Serabut saraf yang masuk dan
yang keluar dari serebrum harus melewati serebellum.

10
d. Saraf otak
Urutan Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk dan
saraf fungsi
I Nervus Sensorik Hidung, sebagai alat
Olfaktorius penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak
mata

1V Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan


penggerak bola mata
V Nervus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak
trigeminus Motorik dan sensorik mata atas
N. Oftalmikus Sensorik Rahang atas, palatum dan
N. Maksilaris Motorik dan sensorik hidung
N. Mandibularis Rahang bawah dan lidah

VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata


VII Nervus fasialis Motorik dan Otot lidah, menggerakkan
Sensorik lidah dan selaput
lendir rongga mulut

VII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan


pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan Faring, tonsil, dan lidah,
motorik rangsangan citarasa

X Nervus vagus Sensorik dan Faring, laring, paru-paru dan


motorik esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
hipoglosus

e. Saraf otonom

11
1. Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan
sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf. Sistem
simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a) Kornu anterior segmen torakalis ke-1 sampai ke-12 dan segmen
lumbalis 1-3 terdapat nucleus vegetative yang berisi kumpulan -
kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf simpatis ini mempunyai
serabut-serabut preganglion yang keluar dari kornu anterior
bersama- sama dengan radiks anterior dan nucleus spinalis.
Setelah keluar dari foramen intervertebralis, serabut-
serabut preganglion ini segera memusnahkan diri dari nucleus
spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus serabut. Serabut
preganglion ini membentuk sinap terhadap sel-sel simpatis yang
ada dalam trunkus simpatikus. Tetapi ada pula serabut-serabut
preganglion setelah berada di dalam trunkus simpatikus terus
keluar lagi dengan terlebih dahulu membentuk sinaps menuju
ganglion-ganglion / pleksus simpatikus.

b) Trunkus simpatikus beserta cabang-cabangnya. Di sebelah kiri dan


kanan vertebra terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang
membujur di sepanjang vertebra. Barisan ganglion-ganglion saraf
simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion-ganglion ini
berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion
lainnya, atas, bawah, kiri, kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis
yang keluar masuk ke dalam ganglion - ganglion itu. Hali ini
menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga menerima serabut-
serabut saraf yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus
di bagi menjadi 4 bagian yaitu :
 Trunkus simpatikus servikalis.Terdiri dari 3 pasang ganglion.
Dari ganglion-ganglion ini keluar cabang-cabang saraf simpatis

12
yang menuju ke jantung dari arteri karotis. Disekitar arteri
karotis membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang-
cabang yang menuju ke atas cabang lain mempersarafi
pembuluh darah serta organ-organ yang terletak di kepala.
Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, otot-otot
dilatators, pupil mata, dan sebagainya.
 Trunkus simpatikus torakalis.Terdiri dari 10-11 ganglion, dari
ganglion ini keluar cabang-cabang simpatis seperti cabang
yang mensarafi organ-organ di dalam toraks (mis, orta, paru-
paru, bronkus, esophagus, dsb ) dan cabang-cabang yang
menembus diafragma dan masuk ke dalam abdomen, Cabang
ini dalam rongga abdomen mensarafi organ-organ di dalamnya.
 Trunkus simpatikus lumbalis.Bercabang-cabang menuju ke
dalam abdomen, juga ikut membentuk pleksus solare yang
bercabang-cabang ke dalam pelvis untuk turut membentuk
pleksus pelvini.
 Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang cabang ke dalam pelvis
untuk membentuk pleksus pelvini.

c) Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam abdomen,


pelvis, toraks, serta di dekat organ-organ yang dipersarafi oleh
saraf simpatis (otonom).
Umumnya terdapat pleksus-pleksus Umumnya terdapat pleksus-
pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis/ganglion yaitu pleksus/ganglion
simpatikus. Ganglion lainnya (simpatis) berhubungan dengan rangkaian
dua ganglion besar, ini bersama serabutnya membentuk pleksus-pleksus
simpatis :
1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan
cabangnya ke daerah tersebut dan paru-paru

13
2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan
mempersarafi organ -organ dalam rongga abdomen
3. Pleksus mesentrikus (pleksus higratrikus), terletak depan sacrum dan
mencapai organ-organ pelvis

Tabel Organ tubuh dan system pengendalian ganda

Organ Rangsangan Rangsangan


Simpatis parasimpatis
Jantung Denyut dipercepat Denyut dipercepat
Arteri koronari Dilatasi Konstriksi
Pembuluh darah perifer Vasokonstriksi Vasodilatasi
Tekanan darah Naik Turun
Bronkus Dilatasi Konstriksi
Kelenjar ludah Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Kelenjar lakrimalis Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Pupil mata Dilatasi Konstriksi
Sistem pencernaan Peristaltik berkurang Peristaltik bertambah
makanan (SPM)
Kelenjar – kelenjar SPM Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Kelenjar keringat Ekskresi bertambah Ekskresi berkurang
Fungsi serabut saraf simpatis

1. Mensarafi otot jantung


2. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
3. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
4. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
5. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
6. Mempertahankan tonus semua otot sadar.

f. Sistem Parasimpatis

14
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini
merupakan penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam
perjalanan keluar dari otak menuju organ – organ sebagian dikendalikan
oleh serabut – serabut menuju iris. Dan dengan demikian merangsang
gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik. Saraf simpatis
sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral. Saraf –
saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan bersama
saraf – saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon
rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih
mengalami gangguan. System pengendalian ganda (simpatis dan
parasimpatis). Sebagian kecil organ dan kelenjar memiliki satu sumber
persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis. Sebagian besar organ
memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari saraf
otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok
urat saraf (masing – masing bekerja berlawanan). Dengan demikian
penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap dipertahankan.
Demikian pula jantung menerima serabut – serabut ekselevator dari saraf
simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus.
Saluran pencernaan memiliki urat saraf ekselevator dan inhibitor yang
mempercepat dan memperlambat peristaltic berturut – turut.Fungsi serabut
parasimpatis :
1) Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,
submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga
hidung.
2) Mempersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat
di nuclei lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama nervus fasialis.
3) Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ),
berpusat di nucleus salivatorius superior, saraf – saraf ini mengikuti
nervus VII

15
4) Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di
dalam medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5) Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru,
gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar
suprarenalis yang berpusat pada nucleus dorsalis nervus X
6) Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan
alat kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.
7) Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di
kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan
rectum tegang miksi dan defekasi secara reflex. Pada orang dewasa
reflex ini dapat dikendalikan oleh kehendak. Saraf yang berpengaruh
menghambat ini berasal dari korteks di daerah lotus parasentralis yang
berjalan dalam traktus piramidalis.

2.3. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Stroke Hemorargik
Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Terjadi
karena adanya tekanan darah ke otak tinggi sehingga menekan pembuluh darah
dan pembuluh darah yang tersumbat tidak dapat menahan tekanan tersebut.
Akibat dari perdarahan, darah akan menggenangi otak. Darah yang membawa
oksigen dan nutrisi tidak sampai ke target organ atau sel otak. Akibatnya,
sebagian otak tidak mendapat pasokan makanan. Tekanan yang kuat membuat
kebocoran dan juga merusak sel-sel otak di sekelilingnya, Bila tekanannya
sangat tinggi, pasien koma bahkan meninggal dunia. Pecahnya pembuluh darah
juga bisa terjadi lantaran dinding pembuluh yang lemah, sehingga mudah
robek. Stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yaitu stroke hemoragik
intraserebral dan hemorargik subarachnoid (Sutrisno, 2007).
Pembagian stroke hemorargik yaitu :
a) Perdarahan intra serebral (PIS)

16
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian
masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya
karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding
pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma.
Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi, peningkatan tekanan
darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah.
Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya
adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan,
70% kasus berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif)
(Junaidi, 2011).
b) Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder)
dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri
(perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011) Penyebab yang paling
sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar
90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital,
angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan),
kelainan hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia
aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes
simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta
trauma kepala (Junaidi, 2011) Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab
dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik.
Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk,
batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim
(koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).
2. Stroke Iskemik

17
Tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik dibagi menjadi empat jenis,
yaitu :
a) TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA (Transient Ischemic Attack) merupakan serangan stroke sementara.
Terjadi secara mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang
cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan
bervariasi dalam 24 jam. TIA merupakan hal penting yang merupakan
peringatan dini akan kemungkinan terjadinya stroke di masa mendatang.
Serangan-serangan TIA ini berkembang menjadi stroke iskemik
trombotik sangatlah besar. Gejalanya antara lain pucat, ekstremitas
lumpuh, vertigo, disfagia (sulit menelan), mual, ataksia (jalan
sempoyongan). Pasien juga tidak bisa memahami pembicaraan dengan
orang lain, kesulitam melihat, serta hilangnya keseimbangan dan
koordinasi (Price & Wilson, 2012)
b) Stroke Lakunar
Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus dan dapat
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa
jam atau kadang-kadang lebih lama. Terdapat empat sindrom lakunar
yang sering dijumpai diantaranya hemiparesis motorik murni akibat
infark kapsula interna posterior, stroke sensorik murni akibat infark
thalamus dan hemiparesis ataksik atau disatria serta gerakan tangan atau
lengan, Infark lakunar terjadi setelah oklusi aterotrombotik. Oklusi
menyebabkan thrombosis pada arteria serebri media, arteri vertebra
basilaris, arteri karotis interna. Thrombosis yang terjadi menyebabkan
daerah-daerah tersebut infark, bersifat lunak, dan disebut lakuna (Price
& Wilson, 2012).
c) Stroke Iskemik Trombotik.
Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah ke otak. Stroke iskemik trombotik secara klinis disebut juga

18
sebagai serebral thrombosis. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat
tidur ketika pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi
menurun. Lokasi yang kerap terjadi terdapat di arteri serebri media,
arteri vertebra basilaris dan arteri karotis interna. Para pasien stroke ini
mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar
sebelum akhirnya mengalami stroke. Dalam banyak kasus, thrombosis
pembuluh darah besar diakibatkan oleh ateroskerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat, juga ditopang oleh tingginya
kadar kolesterol (Sutrisno, 2007).
d) Stroken iskemik embolitik
Stroke embolitik tidak terjadi di otak, melainkan di jantung. Embolus
berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung
atau katup mitralis. Penggumpalan darah yang terjadi di area sirkulasi
organ jantung mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung
berkurang dan perfusi mengalami penurunan . Stroke jenis ini muncul
pada saat penderita menjalani aktivitas fisik, misalnya berolahraga.
Ketika berolahraga, tiba-tiba tekanan darah menurun. Ketika
berolahraga, tiba-tiba tekanan darah menurun. Akibatnya, jantung gagal
memompa darah ke otak atau adanya embolus yang terlepas dari jantung
sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh darah di otak (Sutrisno,
2007)

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko


Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut :

19
a. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis
c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik.
3. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


1. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke
otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak
kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lamakelamaan jaringan otak akan
mati
2. Penyakit jantung

20
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot
jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan
pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan,
maka aliran darah tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah
menuju otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak
secara mendadak ataupun bertahap.
3. Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau
tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau oenurunan
kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian
otak.
4. Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah
berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak.
5. Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam
darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (Low- Density
Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (High- Density
Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan obes jika
indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis
obesitas atau kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer.
Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm
bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6. Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok
mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-
orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah

21
terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku. Karena pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka
dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


1. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal
ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada
orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak
penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan
berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2. Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar
mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Bahaya
terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
3. Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan dari
keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang dengan riwayat
stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke
disbanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4. Ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia sekitar
dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini dimungkinkan
karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering terjadi pada orang
afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga
oleh factor genetic dan faktor lingkungan.

2.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebri yang terkena, fungsi otak
yang dikendalikan atau diperantarai oleh keparahan kerusakan dan ukuran daerah

22
otak yang terkena selain bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral. (Price,
2006; Chang, 2009).
Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015), gejala stroke :
1. Stroke serangan pada otak hemisfer kanan :
a) Kelumpuhan sebelah kiri tubuh.
b) Penilaian terhadap objek menurun.
2. Stroke serangan pada otak hemisfer kiri :
a) Terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh .
b) Perilaku lambat dan sangat hati-hati.
c) Gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan.
d) Kesulitan menelan.
e) Sulit bicara.
f) Mudah tersinggung dan mudah frustasi.
Selain itu, gejala pada pasien stroke :
1. Kehilangan motoric
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunteer terhadap gerakan motoric misalnya :
a. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
b. Hemiparesis (kelemahan pada salah satu tubuh)
c. Menurunnya tonus otot abnormal.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi,
misalnya :
a. Disartria, yaitu kesulitan bicara yang ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama
ekspresif/represif. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya.
3. Gangguan Persepsi

23
a. Homonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang pandang
dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang
paralisis.
b. Amorfotosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi
tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi/ruang yang sakit tersebut.
c. Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial.
d. Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh (kehilangan proprioseptik) sulit
menginterprestasikan stimulasi visual, taktil auditorius.

Tanda dan gejala yang sering muncul berdasarkan jenis stroke adalah sebagai
berikut :
a) Stroke iskemik
- Kejadiannya mendadak terjadi saat istirahat
- Ada peringatan
- Nyeri kepala ringan
- Tidak ada kejang dan muntah
- Penurunan kesadaran ringan
b) Stroke perdarahan
- Kejadiannya mendadak terjadi saat sedang aktif beraktivitas
- Tidak ada peringatan
- Nyeri kepala hebat
- Ada kejang dan muntah
- Penurunan kesadaran sangat nyata (Nurarif & Kusuma, 2015)

2.6. Patofisiologi
Stroke dapat disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi
vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang
tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang

24
terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada
permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan
memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus (Sudoyo, Setyohadi, & dkk,
2009).
Pada emboli, dapat berupa bekuan darah, udara, plaque, atheroma fragmen lemak
yang akan terlepas dan terbawa darah hingga terperangkap dalam pembuluh darah
distal. Sedangkan, jika etiologi stroke adalah hemoragi maka faktor pencetus adalah
hipertensi. Emboli septik dapat menyebabkan pembentukan aneurisma serebral
mikotik, sehingga terjadi rupture dan dapat menyebabkan hemorargi (Wijaya & Putri,
2013).
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen.
Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus, maka
mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak (Wijaya & Putri, 2013).
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan energi-terutama adenosin trifosfat (ATP) dan mengalami asidosis
metabolik. Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi sehingga neuron membengkak, hal ini akan menimbulkan peningkatan
intrakranial dan akan menimbulkan nyeri. Salah satu cara sel otak berespon terhadap
kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan kalsium intrasel. Hal ini juga
mendorong proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neuro transmitter
eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang
aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di
neuron lain yaitu reseptor N-metil-Daspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitratoksida sintase (NOS),
yang menyebabkan terbentuknya molekul gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO
dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi kerusakan dan
kematian neuron. Akhirnya jaringan otak yang mengalami infark dan respon
inflamasi akan terpicu (Ester, 2010 ; Wakhidah, 2015)
Ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi : arteria karotis interna dan system

25
vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum apabila darah ke
jaringan otak terputus selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Namun, perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
didaerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Apabila terjadi infark pada bagian otak yang berperan sebagai pengendali otot
maka tubuh akan mengalami penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan
hemiplagia atau hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas,
defisit perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri
sendiri, pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan pencernaan sehingga
mengalami disfungsi saluran pencernaan dan kandung kemih lalu akan mengalami
gangguan eliminasi. Karena ada penurunan kontrol volunter maka kemampuan batuk
juga akan berkurang dan mengakibatkan penumpukan sekret sehingga pasien akan
mengalami gangguan jalan nafas dan pasien kemungkinan tidak mampu
menggerakkan otot-otot untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan
komunikasi verbal berupa disfungsi bahasa dan komunikasi.

26
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang pada penyakit stroke
antara lain :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,
obstruksi arteri, oklusi/ruptur.
2. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pasa gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

27
3. Sinar x tengorak
Menggambar perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombus
serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub
arachnoid.
4. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/aliran
darah/muncul plaque/arteriskerosis)
5. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
6. MRI
Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada thrombosis, emboli
dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan
hemorargi sub arachnois/perdarahan intracranial.
7. Pemeriksaan Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
berlawanan dari massa yang meluas.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pungsi lumbal : Tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli dan
TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intracranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan
proses inflamasi.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Guladarah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.

28
2.8. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

a. Berhubungan dengan immobilisasi, infeksi pernafasan, nyeri pada daerah


tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

b. Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,


deformitas dan terjatuh

c. Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.

d. Hidrocephalus

e. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal

2.9. Penatalaksanaan

Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke di rumah sakit terbagi atas :

1. Penatalaksanaan umum

a. Pada fase akut (Golden Period selama 3 jam)

a) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami


gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai
hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri

b) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) Peningkatan


intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu
pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian
manitol, control atau pengendalian tekanan darah

29
c) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah

d) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG

e) Evaluasi status cairan dan elektrolit

f) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah


resiko injuri

g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan


pemberian makanan

h) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan

i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,


fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex

j) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan


kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-
jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik
stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi
kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke,
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit,
khususnya kalium dan natrium.

b. Fase rehabilitasi

1. Pertahankan nutrisi yang adekuat

2. Program manajemen bladder dan bowel

3. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)

4. Pertahankan integritas kulit

5. Pertahankan komunikasi yang efektif

6. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

30
7. Persiapan pasien pulang

2. Penatalaksanaan kolaboratif

a. Fisioterapi, lumpuh seluruhnya sangat jarang seorang fisioterapi akan


membantu anda mengatasi kegiatan menyangkut atot yang kecil
sekalipun, anda juga akan dilibatkan dalam program peregangan untuk
otot-otot tertentu. Beberapa bidang yang dilatih adalah: berdiri, berjalan,
menjangkau dan menggunakan benda-benda, khususnya peralatan makan

b. Terapi bicara, hal ini untuk mengatasi gangguan komunikasi

c. Terapi obat-obatan

a) Antihipertensi : captopril, antagonis kalsium

b) Diuretic : manitol 20%, furosemide

c) Antikolvusan : fenitoin

d. Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3


cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.

31
2.10. Pencegahan
2.10.1. Pencegahan Primer
Adalah pencegahan yang dilakukan pada orang sehat atau kelompok berisiko
yang belum terkena stroke untuk mencegah kemungkinan terjadinya
serangan stroke yang pertama, dengan mengendalikan faktor risiko dan
mendeteksi dini serangan stroke.
Pencegahan primer yang dilakukan dengan melakukan 3M :
 Menghindari : rokok, stres mental, minum kopi dan alkohol,
kegemukan, dan golongan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
serebrovaskuler(amfetamin, kokain, dan sejenisnya).
 Mengurangi : asupan lemak, kalori, garam, dan kolesterol berlebih.
 Mengontrol ata mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung dan asterosklerosis, kadar lemak darah, konsumsi
makanan seimbang, serta olahraga teratur 3-4 kali seminggu.

32
2.10.2. Pencegahan Sekunder
Adalah pencegahan yang dilakukan pada orang yang sudah mengalami
serangan stroke, agar tidak terjadi serangan stroke berulang yaitu dengan
penambahan obat pengencer darah seperti aspirin, disamping pengendalian
faktor Risiko lainnya. Disamping pengendalian factor resiko lainnya
individu pasca stroke tetap secara rutin dan teratur mengontrol factor resiko.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan yaitu :

 Mengontrol faktor risiko stroke atau aterosklerosis, melalui gaya


hidup, seperti mengobati hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
jantung dengan obat dan diet, stop merokok dan minum beralkohol,
turunkan berat badan dan rajin berolah raga, serta menghindari stress.
 Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin, yang dapat
mengatasi krisis sosial dan emosional penderita stroke dengan cara
memahami kondisi baru bagi pasien pasca stroke yang bergantung
pada orang lain.
 Menggunakan obat-obatan dalam pengelolaan dan pencegahan
stroke, seperti anti agregasi trombosit dan anti koagulan.

2.10.3. Pencegahan Tertier


Pencegahan tersier dilihat dari 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit
yaitu gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan (Bustan,
2007 dalan Dian Nastiti, 2012). Pencegahan tersier dilakukan kepada pasien
yang telah menderita stroke dan mengalami kelumpuhan pada tubuhnya agar
tidak bertambah parah dan dapat mengalihkan fungsi anggota badan yang
lumpuh pada anggota badan yang masih normal, yaitu dengan cara :

 Gaya hidup : reduksi stres, exercise sedang, dan berhenti merokok.


 Lingkungan : menjaga keamana dan keselamatan (tinggal di rumah
lantai pertama, menggunakan wheel-chair) dan dukungan penuh
keluarga.

33
 Biologi : kepatuhan berobat, terapi fisik dan bicara. 4. Pelayanan
kesehatan : emergency medical techmic dan asuransi.

34
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


3.1. Pengkajian Keperawatan
3.1.1. Pengkajian Sebelum Pasien Datang (Pre Arrival)
3.1.1.1. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, nomor MR dan alamat.

Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,


pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien

3.1.1.2. Tanda-Tanda Vital


1. GCS menurun : letargi, samnolen, sopor dan semikoma
GCS = < 9
2. TD : >180/120 (biasanya meningkat)

MAP = Tekanan Darah Sistolik + 2 (Tekanan Darah Diastolik)


3

MAP = 180 + 2(120) = 180 + 240 = 420 = 140 mmHg


3 3 3
3. RR : 30x/ menit (meningkat)
4. Nadi : 60 x/menit (menurun)
5. Suhu : 36,5 C (Biasanya Normal)
6. Saturasi O2 : 90%
7. CRT < 2 detik
8. Keseimbangan cairan dan elektrolit :
PCo₂ = 20-30 mmHg

35
9. Tekanan Intrakranial :
TIK ↑ = > 15 mmHg

3.1.2. Pengkajian Segera (Quick Assessment)


Obesevasi ABCDE :

1. Airway :
- Jalan napas pasien tidak paten
- Adanya sumbatan / penumpukan secret
- Terdengar suara napas stridor
2. Breathing :
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pasien kesulitan bernapas
- RR: 30 x / menit (Meningkat)
- Saturasi O2 : 90 %
- Irama napas tidak teratur
- Napas cepat dan pendek
- Ronchi
- Kemampuan batuk menurun
- Adanya penggunaan otot pernapasan
3. Circulation :
- TD meningkat (> 180/120 mmhg)
- Nadi : 60 x / menit
- CRT < 2 detik
- Akral : hangat
- Terdengar suara jantung S1 dan S2 reguler
- Tidak ada suara jantung tambahan
4. Drug :
 Obat/terapi yang diberikan :
- antihipertensi : katropil, antagonis kalsium

36
- Duretic : manitol 20%, furosemid
Merupakan langkah untuk meningkatka pengeluaran air, natrium,
klorida dan kalium tanpa mempengaruhi tekanan darah normal.
Pemberian obat sudah tepat bagi pasien stroke adalah diuretic maka
pemberian furosemid sudah tepat.
- Antikolvusan : fenitoin
Anticonvulsan therapy, obat ini digunakan untuk menghentikan
serangan tiba-tiba/ kejang. Jika pasien tidak mengalami serangan
tersebut itu bukan suatu masalah, karena hal itu bukanlah sesuatu
yang harus dialami pasien. Namun biasanya pasien yang
mengalami keadaan tersebut biasanya diberi anticonvulsan. Pada
penggunaan obat ini perlu diketahui efek samping obat, dan jika
ada peningkatan perdarahan maka pasien harus diawasi secara
teliti.
- Antifibriolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
 Aminocaproic acid 100-150 ml% dalam cairan isotonic
2 kali selama 3-5 hari kemudian 1 kali selama 1-3 hari
 Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali
perhari IV ; contrical dosis pertama 30.000 ATU,
kemudian 10.000 ATU 2 kali per hari selama 5-10 hari
- Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
- Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
- Profilaksis Vasospasme
 Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg
per hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14
hari])
 Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa
DM, perdarahan internal, hipertensi maligna) atau
osmotic diuretic (dua hari sekali Rheugloman

37
(Manitol) 15% 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix
minimal 10-15 hari kemudian.
 Menanyakan obat-obat yang alergi pada pasien
5. Equitment :
 Alat saat pasien di UGD:
- Terapi O₂ nasal 4lpm
- Pemasangan NGT dan DC pada pasien
- Pemeriksaan EKG
- Saturasi O2 dengan pulse oximetry
- CT Scan :tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya
hemoragik,menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak.
- MRI (magnetic resonance imaging) : Digunakan sama seperti
CTScan
- Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
- Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
- Kadar elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial.
- Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
 Alat yang dipasang di ICU :
Ventilator, jika kondisi pasien memburuk (pasien makin sesak,
takipnea, ronchi bertambah), intubasi endotrakeal (ETT), Jalur arteri
dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau
tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak
diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
 Setting Ventilator :
- Mode : SCMV Vt 400

38
- PeeP : 8
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada
alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas
residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan
penyerapan O2 oleh kapiler paru.
- Rate : 16
- FiO2 : 80%
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-
100%. Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator
direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2
yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator
dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan
AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat
bagi pasien.
- Frekuensi pernafasan per menit :
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20
x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR
yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm
sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat
mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

3.1.3. Pengkajian Lengkap (Komprehensif Assessment)


3.1.3.1. Keluhan Utama
 GCS menurun : letargi, samnolen, sopor dan semikoma
GCS = < 9
 TD : >180/120 (biasanya meningkat)

MAP = Tekanan Darah Sistolik + 2 (Tekanan Darah Diastolik)


3

39
MAP = 180 + 2(120) = 180 + 240 = 420 = 140 mmHg
3 3 3
 RR : 30x/ menit (meningkat)
 Nadi : 60 x/menit (menurun)
 Suhu : 36,5 C (Biasanya Normal)
 Saturasi O2 : 90%
 CRT < 2 detik
 Penurunan Kesadaran
 Kelemahan anggota gerak sebelah badan
 Bicara pelo
 Nyeri kepala
 Gangguan sensori
 Kejang (ada / tidak)
 Muntah / (ada / tidak)
 Kehilangan setengah lapang penglihatan
 Kesulitan melihat pada malam hari
 Kesulitan dalam komunikasi
 Penurunan tonus otot abnormal
 Tidak ada sianosis
 Turgor kulit baik
 Keseimbangan cairan dan elektrolit :
PCo₂ = 20-30 mmHg (hiperventilasi)
 Tekanan intracranial :
TIK ↑ = >15 mmHg

3.1.3.2. Riwayat Kesehatan Lalu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

40
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.

3.1.3.3. Riwayat Keluarga


Dalam hal ini kaji penyakit penyerta yang pernah diderita keluarga pasien
seperti diabetes mellitus dan obesitas, adakah keluarga pasien

3.1.3.4. Riwayat Sosial


Pasien stroke mempunyai keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-
hari karena mengalami kelemahan anggota gerak dan kesulitan
komunikasi, sehingga segala aktifitasnya dibantu.

3.1.3.5. Riwayat Psikososial


Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga.

3.1.3.6. Riwayat Spiritual


Pada riwayat spiritual, klien mengalami perubahan dalam melaksanakan
ibadah sehari-hari dan merasa ketakutan dengan kematian yang disebabkan
oleh penyakitnya.
Rasa cemas dan takut klien juga dialami karena pasien harus menghadapi
gangguan citra tubuh. Rasa cemas pada klien mengakibatkan kegelisahan,
kegelisahan tersebut menyebabkan gangguan dalam pelaksanaan tindakan
kebutuhan deficit diri klien.

41
3.1.3.7. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami,
gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan
pada vital sign tekanan darah meningkat dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatlan raktil premitus seimbang kanan dan kiri.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif
(tekanan darah>200 mmhg)
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defcit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
a. Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap

42
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
peubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan
lanjut tingkat kesadaraan klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
b. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa lobus frontal dan hemisfer (Arif, 2012).
 Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motoric klien. Pada klen
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
 Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan
untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
 Kemampuan bahasa. Penurunan kemampuan bahasa
bergantung daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada
bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak

43
lancar. Disartia (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
 Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih
tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa
dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam progam rehabilitasi
mereka.
 Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral sehinnga dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut.
c. Pengkajian Saraf Kranial Pemeriksan ini meliputi pemeriksaan
saraf cranial I-XII
 Saraf I, biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
 Saraf II, Disfungsipersepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer daiantara mata dan korkes visual. Gangguan
hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
 Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugar unilateral di sisi yang sakit.

44
 Saraf V, pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilatera,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
ekstremitas.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
 Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot stenokleidomastoideus dan
trapezius.
 Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal
d. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motoric atas atau Upper Motor
Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan control volunteer
terhadap gerakan motoric. Oleh karena UMN bersilangan,
gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari
otak.
 Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis salah satu
sisi)
 Fasikulasi. Didapatkan pada otot ekstremitas
 Tonus otot. Didapatkan meningkat.
 Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.

45
 Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia
e. Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex terdiri atas pemeriksaan
reflex profunda dan pemeriksaan refleks pada respons normal.
 Pemeriksaan Refleks Profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons
normal.
 Pemeriksaan Refleks Patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului refleks patologis.
f. Pengkajian Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada
persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterprestasikan
sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan saraf sensori
primer antara mata dan kortaks visual. Kehilangan sensori karena
stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan proprisepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan strimuli visual, taktil dan auditorius.
5) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motoric dan postural. Kadang kontrol
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten denngan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh

46
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motoric. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan control monitor volunteer pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motoric paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji beberapa tanda decubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensoria tau paralise/plegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

3.1.3.8. Pemeriksaan Diagnostik


1) Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur.
2) Elektro encefalography Mengidentifikasi masalah didasarkan pasa
gelombang otak atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
3) Sinar x tengorak Menggambar perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis
interna terdapat pada trombus serebral. Klasifikasi parsial dinding,
aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.

47
4) Ultrasonography Doppler Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis/aliran darah/muncul
plaque/arteriskerosis)
5) CT-Scan Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan
adanya infark.

6) MRI Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada


thrombosis, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukkan hemorargi sub
arachnois/perdarahan intracranial.
7) Pemeriksaan Foto Thorax Dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa
yang meluas.
8) Pemeriksaan Laboratorium
 Pungsi lumbal : Tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli
dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid
atau intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
 Pemeriksaan darah rutin

48
 Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Guladarah dapat mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

3.1.4. Pengkajian Berkelanjutan (On Going Assessment)


 Tanda-tanda vital : keadaan umum pasien menurun dengan penurunan
kesadaran (GCS = < 9),TD meningkat (> 180/120 mmhg) Nadi : 60 x / menit
(menurun) RR : 30X/menit, CRT < 2 detik, Keseimbangan cairan dan
elektrolit : PCO2 20-30 mmHg.

 Hemodinamika : Mengidentifikasi perubahan status hemodinamika secara dini


yaitu MAP : 60-70 mmHg (hipotensi) dan MAP : 100-120 mmHg
(hipertensi).

 Memperhatikan komplikasi dari Stroke yaitu terjadinya kerusakan otak. Alat


yang dipasang : Ventilator, jika kondisi pasien memburuk (pasien makin
sesak, takipnea, ronchi bertambah), ditemukan laju nafas > 30 X/menit
kemudian peningkatan settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator
direkomendasikan sebesar 80%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang
sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah.

3.2. Analisa Data dan Diagnosa


3.2.1. Analisa Data
Masalah
No Analisa Data Etiologi
Keperawatan
1. Ds : Terhentinya suplay Gangguan perfusi
- Keluarga mengatakan o2 ke otak jaringan serebral
kaki dan tangan pasien
sebelah kanan tidak Kehilangan fungsi
bisa bergerak otak
- Keluarga mengatakan
pasien berbicara pelo Gangguan perfusi
sebelum masuk rumah jaringan serebral

49
sakit
- Keluarga mengatakan
pasien sering mengeluh
pusing
Do :
- Keadaan umum :
lemah
- GCS : komposmentis
- TD:180/120 mmHg
(meningkat)
- Suhu : 36,5 C
- Nadi : 60x/menit
- RR 30 x/menit
- Pasien bicara pelo
- Hemiprase kanan
- Pipil isokor
Ds : Gerakan lidah
-Keluarga pasien ↓
mengatakan lidah pasien Lidah pelo
pelo sebelum masuk ke ↓
Bersihan jalan napas
2. rumah sakit Obstruksi jalan
tidak efektif
Do : nafas
-Pasien bicara pelo ↓
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
3. Ds : Disfagia Ketidakseimbangan
- Keluarga mengatakan nutrisi kurang dari
pasien bicara pelo Kesulitan menelan kebutuhan tubuh
sebelum masuk rumah
sakit Gangguan nutrisi

50
- Pasien mengatakan
sakit saat menelan
Do :
kurang dari
- Pasien terlihat lemah
kebutuhan tubuh
- Pasien terlihat kurus
- Pasien terlihat
kesakitan saat menelan
Ds:
-Keluarga mengatakan
pasien sulit berbicara
Hemisfer kiri
-Keluarga mengatakan

pasien bicara tidak jelas
Afasia Hambatan komunikasi
4. Do:
↓ verbal
-Pasien tampak sulit
Gangguan
berbicara
komunikasi verbal
-Pasien tampak sulit
mengungkapkan kata
-pasien pelo
5. Ds : Defisit perawatan diri
- Pasien mengatakan Hemisfer kanan
anggota gerak badan ↓
lemah sebalah Kelemahan fisik
- Pasien mengatakan ↓
segala kebutuhannya Defisit perawatan
dibantu diri
Do :
- Segala aktifitas makan,
minum, mandi dan
berpakaian dibantu
keluarga

51
- Kelemahan pada
anggota gerak badan
sebelah kanan
Ds : Hemisfer kanan
- Pasien mengatakan
tangan dan kaki kanan Kelemahan fisik
mengalami kelemahan
- Pasien mengatakan Gangguan
kebutuhannya dibantu mobilitas fisik
keluarga
Do :
- Keadaan umum :
lemah
Gangguan mobilitas
6. - GCS : komposmentis
fisik
- TD : >180/120 mmhg
- Suhu : 36,5 C
- Nadi : 60 x/menit
- RR : 30 x/menit
- Segala aktifitas dibantu
seperti makan, minum,
berganti pakaian
- Kekuatan otot
4 5
4 5

3.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan serebra b.d. penurunan suplay O₂ ke otak
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. Disfungsi neuromuskular
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. gangguan
menelan

52
4. Gangguan komunikasi verbal b.d. afasia
5. Defisit perawatan diri b.d.kelemahan fisik
6. Gangguan mobilitas fisik b.d. penurunan kekuatan otot

3.3. Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)

53
1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan Status neurologi
jaringan serebra tindakan keperawatan - Monitor ukuran dan
b.d. penurunan 3x24 jam diharapkan bentuk pupil
suplay o2 ke otak suplai aliran darah - Monitor tingkat
keotak ancer dengan kesadaran
kriteria hasil: - Monitor orentasi
Perfusi jaringan dan - Monitor kekuatan otot
serebral Indikator - Monitor nyeri kepala
- Pengisian kapiler refiil - Monitor klien pada
- Kekuatan pulsasi pengobatan
perifer distal - Informasikan pada
- Tingkat sensasi dokter tentang
normal perubahan kondisi
- Kekuatan fungsi otot klien
- Tidak ada sakit kepala - Memberikan
- Warna kulit normal pendidikan kesehatan
- Suhu kulit hangat kepada klien dan
- Tidak ada nyeri pada keluarga
ekstremitas Perawatan sirkulasi
Status sirkulasi - Monitor tanda-tanda
Indikator vital tiap 4 jam
- Tekanan darah sistolik - Cek kapiler refiil
- Tekanan darah Aktivitas kolaborasi
diastolic - Berikan obat-obatan
- Kekuatan nadi untuk meningkatkan
- Rata-rata tekanan volume intavaskular
darah sesuai program
- Tidak ada hipotensi - Berikan diurectic dan
ortostastik osmotic sesuai
- Tidak ada pelebaran program

54
vena jugularis - Tinggikan bagian
- Tidak ada bunyai kepala tidur 15-30
jantung abnormal derajat, bergantung
- Perbedaan O2 arteri pada kondisi klien dan
dan vena program dokter
- Tidak ada edema
perifer
Setelah dilakukan Manajemen Jalan
tindakan perawatan Nafas
selama 3x24 jam, -Kaji pola nafas dan
diharapkan bersihan bunyi nafas
jalan nafas yang efektif -pertahankan kepatenan
Bersihan jalan pada pasien dengan jalan nafas dengan head
napas tidak efektif kriteria hasil: tiit dan chin lift (jaw
2.
b.d. Disfungsi -Dispnea cukup menurun trust jika curiga trauma
neuromuscular -Sulit bicara cukup servikal)
menurun -posisikan semi fowler
-Tidak adanya sianosis atau fowler
-Berikan O2 jika perlu
Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Nutrition Management
nutrisi kurang dari tindakan perawatan - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam, makanan
b.d. gangguan diharapkan tidak terjadi - Anjurkan pasien
menelan trauma pada pasien untuk meningkatkan
dengan kriteria hasil: intake Fe
- Adanya peningkatan - Anjurkan pasien
berat badan sesuai untuk meningkatkan
dengan tujuan (3) protein dan vitamin c

55
- Berat badan ideal - Ajarkan pasien
sesuai dengan tinggi bagaimana membuat
badan (4) catatan makanan
- Mampu harian
mengidentifikasi - Monitor jumlah
kebutuhan nutrisi (4) nutrisi dan kandungan
- Tidak ada tanda-tanda kalori
malnutrisi (3) - Berikan makanan
- Menunjukkan yang terpilih (sudah
peningkatan fungsi dikonsultasikan
pengecapan dan dengan ahli gizi)
menelan (3) - Kolaborasi dengan
- Tidak terjadi ahli gizi untuk
penurunan berat badan menentukan jumlah
yang berarti (3) kalori dan nutrisi yang
di butuhkan pasien
4. Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi :
komunikasi verbal tindakan keperawatan deficit bicara
b.d perubahan saraf 3x24 jam, diharapkan -identifikasi perilaku
pusat pasien dapat berbicara emosional dan fisik
atau mengekspresikan sebagai bentuk
wajah/tubuh dengan komunikasi
kriteria hasil: -Gunakan metode
-kemampuan berbicara komunikasi alternative
cukup meningkat (mis, mata berkedip,
-kemampuan papan komunikasi
mengekspresikan dengan gambar atau
wajah /tubuh cukup huruf, isyarat tangan dan
meningkat computer)
-menurunnya -modifikasi lingkungan

56
afasia,difasia,pelo dan untuk meminimalkan
gagap bantuan
-pemahaman komunikasi -Ulangi apa yang
cukup membaik disampaikan pasien
-Berika dukungan
psikologis
-Gunakan juru bicara
jika perlu
-Anjurkan berbicara
perlahan
5. Defisit perawatan Setelah dilakukan Self-Care Assstance :
diri b.d. kelemahan tindakan keperawatan Bathing/Hygiene,
fisik 3x24 jam, diharapkan Feeding, Toileting,
kebutuhan mandiri klien Dressing/Grooming
terpenuhi, dengan - Kaji kamampuan klien
kriteria hasil: untuk perawatan diri
- Klien dapat makan - Pantau kebutuhan klien
dengan bantuan orang untuk alat-alat bantu
lain / mandiri (2) dalam makan, mandi,
- Klien dapat mandi de- berpakaian dan
ngan bantuan orang toileting
lain (3) - Berikan bantuan pada
- Klien dapat memakai klien hingga klien
pakaian dengan sepenuhnya bisa
bantuan orang lain / mandiri
mandiri (2) - Berikan dukungan pada
- Klien dapat toileting klien untuk
dengan bantuan alat menunjukkan aktivitas
(2) normal sesuai
kemampuannya

57
- Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
kebutuhan perawatan
diri klien
6. Gangguan Setelah dilakukan Latihan : Gerakan
mobilitas fisik b.d. tindakan keperawatan sendi ROM
penurunan selama 3x24 jam, - Kaji kemampuan
kekuatan otot diharapkan klien dapat klien dalam
melakukan pergerakan melakukan mobilitas
fisik dengan kriteria fisik
hasil: - Ajarkan klien untuk
- Peningkatan fungsi latihan rentang gerak
dan kekuatan otot aktif pada sisi
- ROM aktif/ pasif ekstrimitas yang
meningkat sehat
- Perubahan posisi - Ajarkan rentang
adekuat gerak pasif
- Kekuatan fungsi - Ajarkan ambulasi
motoric meningkat sesuai dengan
- ADL optimal tahapan dan
kemampuan klien
- Kolaborasi dengan
fisioterapi untuk
program latihan
- Kaji lokasi nyeri
ketidak nyamanan
selama latihan
- Jaga keamanan klien
- Mengoptimalkan
gerak sendi

58
- Beri einforcement
positif setiap
kemajuan.

59
BAB IV

EVIDENCE BASED PRACTICE


4.1. Latihan ROM
4.1.1. Perumusan PICO
Penerapan ROM untuk melatih ekstremitas pada pasien stroke

P : Pasien dengan stroke

I : Penerapan ROM

C:-

O : Melatih ekstremitas

4.1.2. Perumusan Pertanyaan


Bagaimana cara penerapan ROM untuk melatih ekstremitas pada pasien stroke

Judul 1 : Effects of sensory stimulation on upper limb strength, active joint range of motion and function in chronic stroke
virtual reality training
Bukti
Penulis Tujuan Design/Metode Temuan
Temuan
Dong-Hoon Penelitian ini Desain 1. Hasil menunjukkan bahwa di masa depan, VR dalam Physical
Kim, Suk- bertujuan untuk penelitian ini kombinasi dengan stimulasi sensorik pada ekstremitas Therapy
Min Lee  mengetahui adalah pretest- atas kemungkinan besar menjadi metode yang efektif Rehabilitatio

60
kekuatan posttest dua (program pelatihan rehabilitasi) untuk meningkatkan n Science
ekstremitas atas, kelompok fungsi ekstremitas atas pada penderita stroke kronis. 2020: 17 1-7
active joint range 2. Dalam kasus fungsi ekstremitas atas, kelompok SMVR
of motion menunjukkan peningkatan yang lebih besar daripada
(AROM), dan kelompok VR.
fungsi ekstremitas 3. Penelitian ini hanya melibatkan pasien yang memenuhi
atas pada orang kriteria inklusi; dengan demikian, sulit untuk
dengan stroke menggeneralisasikan interpretasi data kami ke seluruh
kronis populasi stroke
menggunakan
latihan realitas
virtual yang
dikombinasikan
dengan stimulasi
sensorik
ekstremitas atas.

Judul 2 : Decreased Shoulder Range of Motion on Paretic Side  After Stroke 


Bukti
Penulis Tujuan Design/Metode Temuan
Temuan
A Williams menentukan dan  Design/metode 1. pengukuran pasif SLRROM di ambang nyeri yang UniversitasUt
Andrews membandingkan yang digunakan lebih besar dari KASIH ukuran pasif dilaporkan oleh ara Caro
Richard W bahu rotasi lateral menggunakan Clarke et al7 tetapi secara kasar sebanding dengan linadi Chapel
Bohannon rentang gerak gravitasi. pengukuran aktif yang dilaporkan oleh Murray et  al. Hill, Chapel
(SLRROM) yang goniometer 2. Dua puluh dari 25 subjek memiliki SLRROM yang Hill, NC
diukur pada Sebuah analisis lebih besar pada sisi nonparetik dibandingkan pada sisi 27514. 
ambang nyeri varians paretik. SLRROM sisi non-paretik lebih besar dari pada
pada sisi paretik (ANOVA) sisi paretik sebesar 10 derajat atau lebih pada 19 subjek
dan nonparetik 2) dan 20 derajat atau lebih pada 14 subjek

61
menetapkan 3. Pasien dengan stroke yang diukur segera setelah masuk
intrarater  dan ke pusat rehabilitasi menunjukkan pengukuran
interrater SLRROM yang secara signifikan lebih sedikit  pada
keandalan sisi paretik dibandingkan pada sisi non paretic
pengukuran; dan 4. pasien stroke cenderung kehilangan SLRROM di sisi
3) menentukan paretic
hubungan antara 5. pasien stroke cenderung kehilangan SLRROM di sisi
pengukuran paretic
SLRROM  dan 6. pengukuran SLRROM yang diperoleh dengan
independen goniometer gravitasi dapat diandalkan dan sensitif.
variabel dari usia,
jenis kelamin, dan
waktu sejak onset
stroke. Subjek
penelitian adalah
25 rehabilitasi
pasien rawat inap

Judul 3 : Prosedur Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Sedini Mungkin Pada Pasien Stroke Non Hemorogik (SNH)
Bukti
Penulis Tujuan Design/Metode Temuan
Temuan
Anita Shinta mengetahui Metode yang 1. ROM harus dilakukan sedini mungkin  dan secara terus Syntax
Kusuma dan pengaruh ROM digunakan  menerus minimal pelaksanaan 4 minggu. Literate:
Oktavia Sara pasif sedini dalam penelitian 2. Latihan ROM harus  dilakukan sedini mungkin untuk Jurnal
mungkin  ini adalah mencegah terjadinya komplikasi stroke (kontraktur),  Ilmiah
terhadap kekuatan literature melancarkan sirkulasi peredaran darah, dan Indonesia p–
otot pada pasien review. Sumber meningkatkan kualitas hidup. ISSN: 2541-
stroke non jurnal 3. Pemberian  latihan ROM dengan durasi waktu 15-35 0849  
hemoragik menggunakan menit dilakukan 2x perhari di pagi dan sore. 

62
database  google 4. Latihan ROM yang dilakukan berkelanjutan terbukti
scholar, Garuda dapat meningkatkan kekuatan otot,  meningkatkan ADL
Garba, fulltext dan kekuatan otot, pasien terhindar dari depresi serta
artikel yang dapat  meningkatkan kualitas hidup pada pasien stroke.
sesuai dengan Saran dalam melakukan intervensi  keperawatan pada
tujuan pasien stroke dapat dilakukan secara menyeluruh
penelitian,  meliputi bio, psiko,  spiritual.
merupakan 5. Tindakan keperawatan yang mencakup biologis dalam
jurnal intervensi kasus stroke seperti  melakukan latihan ROM, yang
latihan ROM mencakup psikologis dengan teknik relaksasi berupa 
terhadap latihan pernapasan atau mendengarkan musik, dan yang
peningkatan mencakup spiritual dengan  berdoa. Jadi untuk
kekuatan otot meningkatkan kekuatan otot secara optimal dapat
pada  stroke dan dilakukan dengan  mengkombinasikan latihan yang
jurnal kesehatan dilakukan sedini mungkin.
terindeks di 6. Relaksasi dan berdoa  dilakukan sebelum latihan ROM
Indonesia dimulai agar pasien merasa tenang

Judul 4 : Comparison of Physical Therapy Interventions on the Improvement of Ankle Joint Range of Motion with Stroke
Patients
Bukti
Penulis Tujuan Design/Metode Temuan
Temuan
Yoo Tujuan dari Metode yang 1. mobilisasi sendi yang diterapkan pada pasien stroke Jurnal
Byungho, penelitian ini digunakan mampu meningkatkan rentang fleksi punggung kaki Konvergensi
Taeseok adalah untuk dalam penelitian dengan meningkatkan ruang di dalam sendi karena Teknologi
Choi, Lee membandingkan metode rump perluasan jaringan non-konstriktifHal ini karena Informasi
Sang-bin perubahan metode operasi perbaikan kesejajaran posisi tulang leher melalui Vol. 9. Tidak.
rentang gerak metode mobilisasi sendi pasien stroke, dan peningkatan 12,
pergelangan kaki peregangan elastisitas serta respon refleks

63
setelah intervensi 2. Pada fleksi punggung kaki, interaksi adalah efek utama
untuk dalam kelompok dan waktu, dan perubahan dalam
meningkatkan kelompokpada kelompok mobilitas sendi
rentang gerak 3. teknik kontraksi-relaksasi yang diterapkan pada pasien
sendi pergelangan stroke menginduksi kontraksi yang dapat diperluas
kaki pada pasien melawan resistensi statis, dan dengan demikian
stroke. Saya menginduksi relaksasi otot antagonis dalam rentang yang
melakukannya. meningkat, dan diterapkan untuk tujuan meningkatkan
rentang gerak

4.2. Rehabilitas Ekstremitas Atas


4.2.1. Perumusan PICO
Untuk melatih dan merehabilitasi ekstremitas atas pada pasien stroke

P : Pasien dengan stroke

I : Terapi

C:-

O : Rehabilirasi ekstremitas atas

4.2.2. Perumusan Pertanyaan


Bagaimana cara untuk melatih dan merehabilitasi ekstremitas atas pada pasien stroke

64
Judul 1 : : Pengaruh terapi observasi tindakan pada aktivitas sehari-hari dan pemulihan motorik pada pasien stroke
Bukti
Penulis Tujuan Design/Metode Temuan
Temuan
Mei-Hong Untuk Kuesioner - Hasil : Tidak ada perbedaan yang signifikan secara http://www.el
Zhu, Jing mengevaluasi Kinaestetik dan statistik antara kelompok eksperimen dan kontrol sevier.com/jo
Wang, Xu- efek terapi Citra Visual sehubungan dengan jenis kelamin, usia, perjalanan urnals/interna
Dong Gu, observasi diberikan penyakit atau lokasi hemiplegic. Tidak ada perbedaan tiojurnal-dari-
Mei-Fang Shi tindakan yang kepada semua yang signifikan dalam indeks evaluasi antara kelompok ilmu-
* , Ming didasarkan pada pasien sebelum sebelum pengobatan. Namun, skor FMA, BI dan MAS keperawatan/
Zeng, Chun- teori neuron dan sesudah secara signifikan meningkat pada kedua kelompok 2352-0132
Yuan Wang, cermin terhadap perawatan untuk setelah pengobatan 8 minggu dibandingkan sebelum
Qiao-Ying fungsi ekstremitas menentukan dan pengobatan (semua p < 0,05). Selanjutnya, skor FMA,
Chen, Jian- atas dan aktivitas menilai metode BI dan MAS secara signifikan lebih baik setelah
Ming Fu sehari-hari pada operasi, pengobatan pada kelompok eksperimen dibandingkan
international pasien stroke prosedur, waktu dengan kontrol (semua p < 0,05).
journal of dan intensitas - Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
nursing ilmu spesifik dari suplementasi rehabilitasi konvensional dengan terapi
2 (2015) 279 rehabilitasi observasi tindakan secara signifikan meningkatkan
e 282 ekstremitas. spastisitas otot, fungsi motorik ekstremitas atas dan
Evaluasi aktivitas sehari-hari pada pasien hemiplegia dengan
tersebut stroke. Terapi kombinasi ini layak untuk promosi dan

65
dilakukan oleh penerapan klinis.
perawat khusus
dan terapis
rehabilitasi yang
sama, yang telah
menjalani
pelatihan
profesional
khusus, tidak
mengetahui
status
pengelompokan
pasien dan tidak
berpartisipasi
dalam
pengobatan.
Pasien dalam
kedua kelompok
menerima
pengobatan obat

66
konvensional,
terapi fisik
tradisional dan
terapi okupasi
untuk 2 orang e
5 jam, enam kali
/ minggu selama
total delapan
minggu. Para
pasien dalam
kelompok
eksperimen juga
menerima terapi
observasi
tindakan selama
30 menit, enam
kali / minggu
selama delapan
minggu.

67
Judul 2 : Pengaruh Pelatihan Ekstremitas Atas Dalam Posisi Berdiri pada Kesejajaran Batang Tubuh pada Pasien Stroke
Bukti
Penulis Tujuan Design/Metode Temuan
Temuan
Eun Ja Kim, Penelitian ini Dua belas pasien Tidak ada perubahan signifikan pada lordosis atau Ini adalah
PT, PhD 1), bertujuan untuk stroke terdaftar kyphosis yang terlihat pada hasil kelompok duduk, artikel akses
Kyoung Bo mengetahui dalam penelitian sebelum dan sesudah latihan ekstremitas atas (p> 0,05). terbuka yang
Lee, PT, PhD pengaruh latihan ini dan dibagi Pada kelompok berdiri, tidak ada perubahan signifikan didistribusika
2), Byong ekstremitas atas menjadi dua pada lordosis lumbal yang ditemukan (p> 0,05) tetapi n di bawah
Yong posisi berdiri kelompok: perubahan signifikan pada kifosis toraks ditemukan (p persyaratan
Hwang, PT, terhadap kelompok yang <0,05) ( Tabel 1 ). Tidak ada perbedaan signifikan dalam Lisensi
PhD 3) * kesejajaran terdiri dari enam perubahan sebelum dan sesudah pelatihan ekstremitas atas Creative
J. Phys. Ada. batang tubuh pasien dalam pada lordosis lumbal yang ditemukan antara kedua Commons
Sci. Vol. 28, pasien stroke posisi duduk kelompok (p <0. 05) tetapi perbedaan yang signifikan Attribution
No. 9, 2016 dan sekelompok dalam perubahan kifosis toraks setelah pelatihan ditemukan Non-
enam pasien antara kedua kelompok (p < 0,05) Commercial
dalam posisi [Hasil] Setelah pelatihan kelompok posisi berdiri tidak No
berdiri. mengalami perubahan signifikan pada lordosis lumbal Derivatives
Pelatihan tetapi perubahan signifikan pada kifosis toraks. Kelompok (by-nc-nd)
ekstremitas atas posisi duduk tidak menunjukkan perubahan signifikan pada <http://creati
selama 30 menit lordosis lumbal atau kifosis toraks. Perbandingan antar vecommons.o
per hari, lima kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna rg/licenses/by

68
kali seminggu pada perubahan lordosis lumbal tetapi terdapat perbedaan -nc-nd/4.0/>.
selama enam bermakna pada perubahan kifosis toraks. [Kesimpulan]
minggu Pemeriksaan trunk alignment menunjukkan bahwa
diberikan dilakukan pelatihan ekstremitas atas dalam posisi berdiri
kepada subjek di lebih berkurang kyphosis toraks dibandingkan dengan
kedua posisi duduk.
kelompok.
Untuk menilai
kesejajaran
batang tubuh,
lordosis lumbal
dan kifosis
toraks diperiksa
sebelum dan
setelah pelatihan
ekstremitas atas
menggunakan
Formetric 4D.

Judul 3 : Orthosis Robotik untuk Rehabilitasi Ekstremitas Atas


Penulis Tujuan Design/Metode Temuan Bukti

69
Temuan
Frenanda Penelitian ini Peralatan ini Kesimpulan : Uji klinis menunjukkan bahwa peralatan www.mdpi.c
Marcia bertujuan untuk dicirikan oleh tersebut mampu melakukan gerakan secara efektif, om/journal/p
Rodriguess mengembangkan modularitasnya, dengan fungsi biomekanik yang benar. Namun, kesulitan roceedings
Martins robotik orthosis yang terdiri dari dan keterbatasan diamati selama pengembangan
Ferreira, untuk individu dua modul perangkat, karena jari-jari saling mengganggu dan modul
Guilherman dengan gangguan independen, siku menunjukkan kesulitan relatif dalam melakukan
de Paula motorik pada yaitu modul gerakan menutup siku relawan.
Rubio ekstremitas atas tangan dan Karya ini menghadirkan perangkat robotik baru yang
2020 akibat stroke yang modul siku, terdiri dari motor dan aktuator yang kuat, yang terletak di
membantu keduanya dapat luar struktur perangkat. Meskipun tidak portabel untuk
gerakan fleksi dan bertindak penggunaan sehari-hari, perangkat ini dapat melakukan
ekstensi siku dan bersama atau gerakan secara efektif, dapat digunakan secara eksklusif di
jari serta terpisah. klinik rehabilitasi, dengan cara yang membantu pemulihan
memvalidasi Selanjutnya, ekstremitas atas. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk
perangkat pada orthosis akan memperbaiki struktur mekanis orthosis, membuatnya lebih
relawan. dirinci, dibagi sederhana, lebih ringan, dan portabel, sehingga
menjadi dua memungkinkan untuk digunakan di rumah. Selain itu,
bagian: orthosis penting untuk menilai pengaruhnya terhadap tingkat
statis dan rehabilitasi pada individu dengan gangguan ekstremitas

70
struktur atas.
mekanis, yang
pertama terdiri
dari bagian-
bagian yang
menempel pada
lengan
pengguna dan
posisinya, dan
yang terakhir
terdiri dari
bagian-bagian
lainnya.
Terakhir, sistem
kendali dan
motor aktuator
juga akan
dirinci.

71
BAB V

PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Stroke merupakan kelainan otak secara fungsional ataupun structural yang
disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral dari seluruh system
pembuluh darah otak (Doenges 200 dalam Digiukio dkk, 2014). Stroke terbagi
menjadi 2 yaitu stroke hemorogik dan stroke iskemik.

Stroke disebabkan karena adanya aterosklerosis, DM, hipertensi, adanya


gangguan jantung, gangguan paru dan factor resiko lainnya. Pasien yang menderita
stroke akan mengalami gejala kelemahan pada sebelah anggota gerak badan, bicara
pelo, kelemahan otot, gangguan menelan, mulut asimetris, pusing bahkan kehilangan
kesadaran.

Pada penderita stroke dapat diobati atau diselamatkan dengan cara melakukan
pengobatan yang tepat dan akurat pada waktu terjadinya serangan, khusunya stroke
yang bukan pendarahan. Pengobatan biasanya diberikan pada pasien stroke adalah
oksigen dan dipasang infus untuk dimasukkan cairan dan zat makanan

5.2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis serta
pembaca mengenai pemahaman tentang Asuhan Keperawatan ICU pada pasien
stroke. Penulis juga membutuhkan kritikan ataupun saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah yang disusun.

72
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, D. (2019). Konsep Dasar Stroke. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.

Lusiana, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Iskemik Pada Ny. D Dan Tn.
K Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati
RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun2019. 100.

Mufattichah, F. U. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Ny. G


Dengan Stroke Hemoragik Di Instalansi Gawat Darurat RSUD Sragen Naskah
Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 14.

Nusatirin. (2018). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Tn . H Dengan Stroke


Non Hemoragik Di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Asuhan Keperawatan Tn . H
Dengan Stroke Non.

Kayana et al. (2020). Tehnik Pemantauan Tekanan Intrakranial. 1–22.

SEPTARINI, N. W. (2017). Mata Kuliah Metode Pengendalian Penyakit.

World Economic Forum (WEF), Mnif, S., Feki, C., Abdelkafi, I., Terziyan, V.,
Gryshko, S., Golovianko, M., Krousie, C., Kapeliushnikov, R., Personal, M.,
Archive, R., Henk, L. M., Kyvik, H., Analysis, E. P., Affairs, I., Board, E., Affairs, I.,
Smolny, W., Pierse, R. G., … Vivarelli, M. (2018).

Andrews, A. W., & Bohannon, R. W. (1989). Decreased shoulder range of motion on


paretic side after stroke. Physical Therapy, 69(9), 768–772.
https://doi.org/10.1093/ptj/69.9.768

Kim, E. J., Lee, K. B., & Hwang, B. Y. (2016). Effects of upper extremity training in
a standing position on trunk alignment in stroke patients. Journal of Physical
Therapy Science, 28(9), 2426–2429. https://doi.org/10.1589/jpts.28.2426
Kusuma, A. S., & Sara, O. (2020). Penerapan Prosedur Latihan Range of Motion
(Rom) Pasif Sedini Mungkin Pada Pasien Stroke Non Hemoragik (Snh). Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(10), 1015–1021.

Márcia, F., Martins, R., Rúbio, G. D. P., Henrique, F., Brandão, D. L., Mazzini, A.,
Batista, N., Avellar, C. De, Paulo, J., Bonfim, F., Tonelli, L. G., Silva, T. G.,
Mariane, R., Dutra, A., Maria, A., Novais, V., Bruno, C., & Vimieiro, S. (n.d.).
Robotic Orthosis for Upper Limb Rehabilitation †. 1–13.
https://doi.org/10.3390/IeCAT2020-08519

Ryu, B. H., Choi, T. S., & Lee, S. Bin. (2019). Comparison of Physical Therapy
Interventions on the Improvement of Ankle Joint Range of Motion with Stroke
Patients. Journal of Convergence Information Technology, 9(12), 184–189.
https://doi.org/10.22156/CS4SMB.2019.9.12.184

Zhu, M. H., Wang, J., Gu, X. D., Shi, M. F., Zeng, M., Wang, C. Y., Chen, Q. Y., &
Fu, J. M. (2015). Effect of action observation therapy on daily activities and
motor recovery in stroke patients. International Journal of Nursing Sciences,
2(3), 279–282. https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2015.08.006

Anda mungkin juga menyukai