Anda di halaman 1dari 7

METODE PENELITIAN

PRAKTIK

DISUSUN OLEH :
NAMA : SINDY EKA PUTRI
NIM : 1710142010038

Prodi S1 Keperawatan

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Ade Sri Wahyuni S.Kep, MNS

STIKES YARSI BUKITTINGGI


SUMBAR
T.A 2019/2020
Salah satu masalah gizi di Indonesia adalah stunting. Stunting merupakan keadaan anak
terlalu pendek sesuai usianya karena mengalami kegagalan pertumbuhan yang disebabkan oleh
buruknya gizi dan kesehatan anak sebelum dan sesudah kelahiran. Stunting didefenisikan
sebagai tinggi badan menurut usia dibawah -2 standar deviasi sesuai kurva pertumbuhan
(UNICEF, 2009) .Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balitata akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak menjdi terlalu pendek untuk usianya.Kekurangan gizi
dapat sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir,tetapi baru Nampak
setelah anak berusia 2 tahun,dimana keadaan gizi ibu dan anak merupakan faktor penting dari
pertumbuhan anak.Periode 0-24 bulan usia anak merupakan periode yang menentukan kualitas
kehidupan sehingga disebut dengan periode emas.Periode ini merupakan periode yang sensitif
karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi masa ini bersifat permanen,tidak dapat dikoreksi.
Prevelensi stunting pada anak balita di dunia tahun 2017 sebesar 22,2% namun angka ini
sudah mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2010 sebesar 26,1% dan 2015 sebesar
23,2%.Prevelensi tersebut terdiri dari 29% di Afrika dan 55% di Asia.Kejadian stunting di Asia
Tenggara sebesar 14,9% (WHO,2018 ) .Permasalahan stunting di Indonesia masih menjadi
kepribadian bersama.Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun 2018,angka
kejadian stunting di Indonesia mencapai 30,8%. Walaupun sudah menurun dibandingkan
dengan tahun 2013 yaitu sekitar 37,2%,terdiri dari prevalensi pendek sebesar 18,0% san sangat
pendek sebesar 19,2%. Angka tersebut masih tergolong tinggi karena masih berada di atas
ambang maksimal dari WHO yaitu sebesar 20%. (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,2018) Stunting dianggap sebagai masalah kesehatan
masyarakat yang berat bila prevalensi stunting berada pada rentang 30-39 %. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan masyarakat yang berat
dalam kasus balita stunting.
Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang.Dampak jangka pendek
terdiri dari peningkatan mortalitas dan morbilitas,penurunan fungsi kognitif,motorik,dan
bahasa,serta peningkatan biaya pengobatan untuk anak yang sakit.Sedangkan dampak jangka
panjang terdiri dari penurunan tinggi badan saat dewasa,obesitas,penurunan kesehatan
reproduksi,penurunan peforma disekolah,kapasitas belajar tidak maksimal,dan penurunan
produktivitas dan kapasitas kerja (WHO, 2013). Anak yang mengalami stunting berdampak
pada pertumbuhan yang terhambat dan bersifat irreversible. Dampak stunting dapat bertahan
seumur hidup dan mempengaruhi generasi selanjutnya (WHO , 2018).
Stunting dapat terjadi karena faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor langsung
terdiri dari berat badan bayi lahir,status gizi ibu sebelum hamil,saat hamil dan saat menyusui,dan
kejadian diare.Faktor penyebab tidak langsung terdiri dari ketahanan pangan berupa
ketersediaan,keterjangkauan dan akses makanan bergizi,rendahnya tingkat pendidikan
pengasuh,praktik pengasuhan yang buruk ,persediaan air bersih dan sanitasi yang
buruk,rendahnya keberagaman makanan,asupan hewani dan kandungan energi dalam makanan
(WHO , 2013)
Dengan fenomena stunting ini,anemia merupakan faktor penyebabnya. Anemia pada saat
kehamilan merupakan suatu kondisi terjadinya kekurangan sel darah merah atau
Hemoglobin(Hb) pada saat kehamilan.Ada banyak faktor predisposisi dari anemia tersebut
yaitu diet rendah zat besi,vitamin B12,dan asam folat,adanya penyakit gastrointestinal,serta
adanya penyakit kronis atau pun adanya riwayat dari keluarga sendiri(Moegni,Prof
dr.Endy,2013). Ibu hamil dengan anemia sering dijumpai karena pada saat kehamilan keperluan
zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang
(Wiknjosastro,2009).Nilai cut off anemia ibu hamil adalah bila hasil pemeriksaan Hb 11 gr%.
Akibat dari anemia bagi janin adalah hambatan pada pertumbuhan janin,bayi lahir
premature,bayi lahir dengan BBLR,serta lahir dengan cadangan zat besi kurang sedangkan
akibat dari anemia bagi ibu hamil dapat menimbulkan koplikasi,gangguan pada persalinan dan
dapat membahayakan kondisi ibu seperti pingsan,bahkan sampai pada kematian(Direktor
Jendral Bina Gizi Masyarakat,2015). Kadar hemoglobin saat ibu hamil berhubungan dengan
panjang bayi yang nantinya akan dilahirkan,semakin tinggi kadar Hb semakin panjang ukuran
bayi yang akan dilahirkan (Ruchayati,2012)
Anemia pada ibu hamil ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin atau hematocrit
dari nilai ambang yang telah ditentukan yang disebabkan karena rendahnya produksi eritrosit
dan hemoglobin,kerusakan eritrosit yang meningkat,atau kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak.Anemia pada ibu hamil dapat menimbulkan badan lemah,penurunan kemampuan
kerja,mudah lelah dan penurunan nafsu makan(Fatmah,2014).
Anemia pada ibu hamil memiliki kadar Hb dibawah 11 g/dL pada trimester 1 dan trimester III
dan memili kadar Hb <10,5 g/dL pada trimester II,akam tetapi gejala yang akan muncul
bersifat individual,sehingga ada yang memiliki Hb 10 gr/dL tapi masih bisa beraktivitas
biasa,namun pada ibu lain dengan kadar Hb yang sama dapat mengalami letih dan lesuh
(Fathonah,2016)
Maka dari itu saya ingin mengangkat pada penelitian ini untuk meneliti seberapa jauh riwayat
anemia ibu saat hamil yang mengakibatkan stunting pada balita.
“RIWAYAT ANEMIA IBU SAAT HAMIL DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA”
LEMBAR KONSUL TUGAS METODOLOGI KEPERAWATAN
SEMESTER VI STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
NAMA: Sindy Eka Putri
PEMBIMBING TUGAS: Ns.H.Junaidy S Rustam,MNS
 
 
NO  TANGGAL KEGIATAN  TTD PEMBIMBING TUGAS

       

       

       

       

       

       

Anda mungkin juga menyukai