Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah : Keperawatan komunitas II

Dosen Pengampu : SITTI MASRIAWATI S,Kep N.s M.Kes

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA PENYAKIT MENTAL

DI SUSUN OLEH :

Kelas L2 Keperawatan

KELOMPOK II

Egy Fahriar (P201801065)


Asti Nedila (P201801064)
Dita Rulan (P201801045)
Fatimah (P201801057)
Ayu Aprilia Musafir (P201801073)
Yusni (P201801059)
Wiwin (P201801077)
Nurul Izah Leman (P201801055)
Nuning Meisa (P201801025)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami berbagai
macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan keberkahan.Dengan
kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Ucapkan terima kasih tidak lupa kami hanturkan kepada dosen dan teman-teman yang
banyak membantu dalam penyusunan makalah yang berjudul “Askep Komunitas Pada
Penyakit Mental”. Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal perbuatan.

Oleh karena itu, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaan dalam pembuatan
makalah ini dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam
membuat karya tulis ini. Harapan kami mudah-mudahan apa yang akan kami susun ini bisa
memberikan manfaat untuk diri kami sendiri, teman-teman, maupun orang lain.

Kendari, 22 Mei 2021

(Kelompok 2)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit gangguan jiwa ( mental disorder) merupakan salah satu dari empat
masalah kesehatan utama dinegara-negara maju tetapi masih kurang popular di kalangan
masyarakat awam. Dimasa lalu banyak orang menganggap gangguan jiwa merupakan
penyakit yang tidak dapat diobati (hawari, 2001). Gangguan jiwa adalah gangguan pada
fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya titik diri dan persepsi
yang menyebabkan penurnan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi
sehingga mengganggu seseorang dalam proses hidup di masyarakat ( Nasir dan Muhit,
2011).

Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa diperkirakan terus meningkat.


Hal ini disebabkan karena seseorang tidak bisa menyesuaikan atau beradaptasi dengan
suatu perubahan atau gejolak hidup. Apalagi diera modern ini, perubahan-perubahan
terjadi sedemikian cepat. Berbagai aspek seperti sosial ekonomi dan sosial politik yang
tidak menentu serta kondisi lingkungan sosial yang semakin keras sehingga menggangu
dalam proses hidup di masyarakat. Gangguan jiwa terjadi tidak hanya pada kalangan
menengah kebawah sebagai dampak perubahan dari perubahan sosial ekonomi, tetapi juga
kalangan menengah keatas yang disebabkan karena tidak mampu mengelola stress (Yosep,
2009).

Menurut WHO 2007 saat ini lebih dari 450 juta penduduk didunia hidup dengan
gangguan jiwa. Di Indonesia, berdasarkan data riskesdas tahun 2007, menunjukan
prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar
11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa
Indonesia lebih kurang 150 juta ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental
emosional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi gangguan mental (mental disorder) ?
2. Apa macam-macam ganguan mental (mental disorder) ?
3. Apa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan Mental (Mental
disorder) ?
4. Bagaimana pencegahan gangguan mental (Mental disorder) ?
5. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit mental ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi gangguan mental (mental disorder)
2. Untuk mengetahui macam-macam ganguan mental (mental disorder)
3. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan
Mental (Menta disorder)
4. Untuk mengetahui pencegahan gangguan mental (Mental disorder)
5. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada penyakit mental
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Gangguan Mental (Mental Disorder)

Istilah gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa merupakan istilah
resmi yang digunakan dalam PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan
Jiwa). Definisi gangguan mental (mental disorder) dalam PPDGJ II yang merujuk pada
DSM-III adalah: “Gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa adalah sindrom
atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan
secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment/disability) dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia.

Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga dapat didefinisikan
sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental,
disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan/mental
terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan
fungsional atau struktural dari satu bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental
(Kartono, 2000:80)

Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi
perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam
hubungan orang dengan masyarakat”. (Maslim, tth:7).

Dari penjelasan di atas, kemudian dirumuskan bahwa di dalam konsep


gangguan mental (mental disorder) terdapat butir-butir sebagai berikut:

a. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: Sindrom atau pola perilaku
Sindrom atau pola psikologik
b. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain
berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ
tubuh, dll.
c. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll) (Maslim,
tth:7).

Pendapat yang sejalan juga dikemukakan Chaplin (1981) (dalam Kartono,


2000:80), yaitu: “Gangguan mental (mental disorder) ialah sebarang bentuk
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi
lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber
gangguan/kekacauannya bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasus kasus
reaksi psikopatis dan reaksi-reaksi neurotis yang gawat”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gangguan mental (mental disorder)


adalah ketidakmampuan seseorang atau tidak berfungsinya segala potensi baik secara fisik
maupun phsikis yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam jiwanya.

B. Macam-Macam Gangguan Mental (Mental Disorder).

Dalam menjelaskan macam-macam gangguan mental (mental disorder), penulis


merujuk pada PPDGJ III (Dalam Rusdi Maslim, tth:10), yang digolongkan sebagai
berikut:

1. Gangguan mental organik dan simtomatik; Gangguan mental organik adalah


gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistematik atau
otak yang dapat di diagnosis secara tersendiri. Sedangkan gangguan simtomatik
adalah gangguan yang diakibatkan oleh pengaruh otak akibat sekunder dari
penyakit atau gangguan sistematik di luar otak (extracerebral). (Maslim, tth:22).
2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif. Gangguan yang disebabkan
karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau tidak
menggunakan resep dokter). (Maslim, tth:36).
3. Gangguan skizofrenia dan gangguan waham. Gangguan skizofrenia adalah
gangguan yang pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental
dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted).” (Maslim, tth:46). Sedangkan gangguan
waham adalah gejala ganguan jiwa di mana jalan pikirannya tidak benar dan
penderita itu tidak mau di koreksi bahwa hal itu tidak betul suatu jalan pikiran
yang tidak beralasan. (Sudarsono, 1993:272).
4. Gangguan suasana perasaan (mood/afektif). Gangguan suasana perasaan
(mood/afektif) adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya
kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau kearah elasi
(suasana perasaan yang meningkat) (Maslim, tth:60).
5. Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres. Gangguan neurotik,
somatoform dan gangguan stres merupakan satu kesatuan dari gangguan jiwa
yang disebabkan oleh faktor psikologis. (Maslim, tth:72).
6. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik.
Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi berat badan
dengan sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita (Maslim, tth:90).
7. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa Suatu kondisi klinis yang
bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan merupakan ekspresi
dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan diri-
sendiri maupun orang lain (Maslim, tth:102).
8. Retardasi mental, Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
keterampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh (Maslim, tth:119).
9. Gangguan perkembangan psikologis. Gangguan yang disebabkan kelambatan
perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis
dari susunan saraf pusat, dan berlangsung secara terus menerus tanpa adanya
remisi dan kekambuhan yang khas. Yang dimaksud “yang khas” ialah
hendayanya berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia anak
(walaupun defisit yang lebih ringan sering menetap sampai masa dewasa)
(Maslim, tth:122).
10. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-kanak. Gangguan
yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan.
Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini tugas atau suatu
kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan (hiperaktifitas) ialah
bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut
keadaan yang relatif tenang (Maslim, tth:136).

Berkaitan dengan pemaparan di atas, Sutardjo A. Wiramihardja (2004:15-16),


mengungkapkan bahwa gangguan mental (mental disorder) memiliki rentang yang
lebar, dari yang ringan sampai yang berat. Secara ringkas dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

a) Gangguan emosional (emotional distubance) merupakan integrasi kepribadian


yang tidak adekuat (memenuhi syarat) dan distress personal. Istilah ini lebih
sering digunakan untuk perilaku maladaptive pada anak-anak.
b) Psikopatologi (psychopathology), diartikan sama atau sebagai kata lain dari
perilaku abnormal, psikologi abnormal atau gangguan mental.
c) Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari gangguan
mental, namun penggunaannya saat ini terbatas pada gangguan yang
berhubungan dengan patologi otak atau disorganisasi kepribadian yang berat.
d) Gangguan mental (mental disorder) semula digunakan untuk nama
gangguan gangguan yang berhubungan dengan patologi otak, tetapi saat ini
jarang digunakan. Nama inipun sering digunakan sebagai istilah yang umum
untuk setiap gangguan dan kelainan.
e) Ganguan prilaku (behavior disorder), digunakan secara khusus untuk
gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal mempelajari
kompetensi yang dibutuhkan ataupun gagal dalam mempelajari pola
penanggulangan masalah yang maladaptif.
f) Gila (insanity), merupakan istilah hukum yang mengidentifikasikan bahwa
individu secara mental tidak mampu untuk mengelolah masalah-masalahnya
atau melihat konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya. Istilah ini menunjuk
pada gangguan mental yang serius terutama penggunaan istilah yang
bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak
pidana di hukum atau tidak.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan Mental


(Mental Disorder)

Untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor faktor-faktor yang mempengaruhi


timbulnya gangguan mental (mental disorder), maka yang perlu ditelusuri pertama kali
adalah faktor dominan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Dalam hal ini,
penulis merujuk pada pendapat Artini Kartono (1982:81), yang membagi faktor
dominan yang mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder) ke dalam
dua faktor, yaitu:

1) Faktor Organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan proses
demensia.
2) Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan reaksi
psikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain. Kecemasan,
kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan rendah diri bisa menyebabkan orang sakit
secara psikis, yaitu yang mengakibatkan ketidakseimbangan mental dan
desintegrasi kepribadiannya. Maka sruktur kepribadian dan pemasakan dari
pengalaman-pengalaman dengan cara yang keliru bisa membuat orang terganggu
psikisnya. Terutama sekali apabila beban psikis ternyata jauh lebih berat dan
melampaui kesanggupan memikul beban tersebut.
3) Faktor-faktor lingkungan (milieu) atau faktor-faktor sosial. Usaha pembangunan
dan modernisasi, arus urbanisasi dan industialisasi menyebabkan problem yang
dihadapi masyarakat modern menjadi sangat kompleks. Sehingga usaha
penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan sosial dan arus moderenisasi
menjadi sangat sulit. Banyak orang mengalami frustasi, konflik bathin dan
konflik terbuka dengan orang lain, serta menderita macam-macam gangguan
psikis.

D. Pencegahan Gangguan Mental

Tujuan utama pencegahan gangguan mental adalah membimbing mental yang sakit
agar menjadi sehat mental dan menjaga mental yang sehat agar tetap sehat. Dalam dunia
kesehatan mental pencegahan didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara
yang positif dan bijaksana dari lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau
kerugian. (Prayitno, 1994:205). Sementara AF. Jaelani (2000:87), berpendapat bahwa
pencegahan mempunyai pengertian sebagai metode yang digunakan manusia untuk
menghadapi diri sendiri dan orang lain guna meniadakan atau mengurangi terjadinya
gangguan kejiwaan. Dengan demikian pencegahan gangguan mental didasarkan pada
upaya individu terhadap diri dan orang lain untuk menekan serendah mungkin agar
tidak terjadi gangguan mental sesuai dengan kemampuannya.

Upaya pencegahan, banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan
mulai dari faktor yang mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada dasarnya
upaya pencegahan ialah didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan mental.

Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

a) Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri


Orang yang memiliki kemampuan mnyesuaikan diri, baik dengan diri sendiri
maupun hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam lingkungan, serta
hubungan dengan Tuhan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara penerimaan diri,
keyakinan diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri (Yahya, 1993:83).
b) Keterpaduan atau integrasi diri
Berarti adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan
pandangan (falsafah dalam hidup) dan kesanggupan mengatasi ketegangan emosi
(stres) (Yahya, 1993:84).
c) Perwujudan diri (aktualisasi diri)
Merupakan sebuah proses pematangan diri dapat berarti sebagai kemampuan
mempengaruhi potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri-sendiri serta meningkatkan motivasi dan semangat hidup. Oleh karena itu, agar
terhindar dari gangguan mental, maka sedapat mungkin mengaktualisasikan diri dan
memenuhi kebutuhan dengan baik dan memuaskan (Kartono, 1986:231). Dengan
demikian upaya pencegahan dapat berhasil apabila manusia dapat berpotensi untuk
menjadikan dirinya sebagai yang terbaik dan tidak hanya pasrah pada kemampuan
dasar manusia seperti menggembangkan bakat dan sebagainya.
d) Kemampuan menerima orang lain.
Melakukan aktivitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat
tinggal. Lingkungan di samping sebagai faktor penyebab timbulnya gangguan
mental, juga memiliki peran penting dalam usaha mencegah timbulnya gangguan
mental. Sebab bagi individu yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dan kesulitan dalam
mengahadapi tuntutan dan persoalan yang dapat terjadi setiap hari. (Syukur,
2000:13). Sebagai upaya pencegahannya manusia sedapat mungkin
menghindarinya, yaitu dengan melakukan aktivitas sosial dalam masyarakat, dan
lain sebagainya.
e) Agama dan falsafah hidup.
Dalam hal ini agama berfungsi sebagai therapy bagi jiwa yang gelisah dan
terganggu. Selain itu agama juga berperan sebagai alat pencegah (preventif)
terhadap kemungkinan gangguan mental dan merupakan faktor pembinaan
(konstruktif) bagi kesehatan mental. (Daradjat, 1975:80). Dengan keyakinan
beragama, berarti seseorang telah hidup dekat dengan Tuhan serta tekun
menjalankan agama. Pada akhirnya akan terwujud kesehatan mental secara utuh.
Sedangkan falsafah hidup merupakan wujud dari kumpulan prinsip atau nilai-nilai.
Sehingga setiap orang berusaha sesuai dengan ketentuannya. Dengan demikian
apabila seseorang memiliki falsafah hidup, maka akan dapat menghadapi
tantangannya dengan mudah (Fahmi, 1982:92).
f) Pengawasan diri
Agar dapat terhindar dari gangguan mental, maka sedapat mungkin melindungi diri
dari dorongan dan keinginan atau berbuat maksiat dengan mengawasi diri kita.
Secara umum orang yang wajar adalah orang yang mampu mengendalikan
keinginannya dan mampu menunda sebagian dari pemenuhan kebutuhannya demi
untuk mencapai keuntungan yang lebih lama sifatnya serta lebih kekal (Fahmi,
1982:114). Manfaat lain dari pengawasan diri adalah menghindarkan seseorang dari
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma dan adat yang berlaku.
Berdasarkan pada eksplorasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pencegahan
gangguan mental dimaksudkan untuk mewujudkan kesehatan mental yang
didasarkan pada kemauan dan kemampuan setiap pribadi untuk merubah dari
masalah yang buruk agar menjadi baik.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data inti komunitas (Core)
Usia penderita : 12- 19 tahun
Jenis kelamin : remaja perempuan dan laki-laki
Agama : islam
Kebiasaan : menyendiri
Perilaku yang di tampilkan : rasa takut yang berlebihan
1. Lingkungan fisik
Kondisi bangunan : jarak rumah warga berdekatan, tipe rumah permanen,
lingkungan bersih
Keadaan jalan : di sekitar jalan bersih
Fasilitas umum : terdapat sekolah terdekat di lingkungan tersebut dapat di
tempuh oleh remaja dengan berjalan kaki.
2. Pelayanan kesehatann & sosial
Pelayanan kesehatan : tidak terdapat puskesmas terdekat di daerah tersebut.
Untuk menjangkau akses pelayanan kesehatan seperti ke puskesmas masyarakat
harus ke daerah lain yang bisa di tempuh sekitar 2,5 km.
3. Ekonomi
Perekonomian di tempat tersebut : pendapatan ekonomi di lingungan tersebut
sangat minim karena keterbatasan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya dan
sumber mata pencaharian sebagian besar sebagai pedagang kaki lima, karyawan
dan buruh.
4. Transportasi dan keamanan
Tempat tinggal remaja memiliki mobilitas yang tinggi : alat transportasi seperti
motor saja yang dapat masuk dipermukiman warga karena jarak antar rumah
berdekatan dan gangnya sangat sempit.
Fasilitas transportasi yang dimiliki remaja : Banyak remaja yang beraktivitas di
lingkungan tersebut menggunakan sepeda motor dan berjalan kaki.
5. Politik dan pemerintahan
Dukungan pemerintah setempat tentang kesehatan : pemerintah kurang
memperhatikan kondisi kesehatan remaja di lingkungan tersebut karena tidak
adanya tenaga kesehatan yang melakukan edukasi pada remaja melalui
sosialisasi
Strategi pemerintah setempat dalam membina remaja : pemerintah mendukung
adanya karang taruna pada remaja di lingkungan tersebut.
6. Komunikasi
Remaja berkomunikasi dengan remaja lain atau keluarga : remaja kurang
berkomunikasi secara langsung dengan remaja lain atau keluarga karena merasa
kurang percaya diri
7. Pendidikan
Sekolah yang ada di tempat tinggal remaja cukup dekat dengan lingkungan
karena remaja di lingkungan tersebut selalu berjalan kaki saat ke sekolah.
Kegiatan yang dilakukan di luar sekolah yaitu selalu menyendiri.
8. Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan remaja : tidak ada

Diagnosa
Diagnosa yang diangkat berdasarkan Nanda :
1. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan penurunan control terhadap
lingkungan

Intervensi
1. Upaya pencegaan primer
 Memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua dan remaja penyakit
mental
 Melatih remaja dan keluarga dengan tehnik komunikasi, cara menyelesaikan
masalah
2. Upaya pencegahan sekunder
 Deteksi dini adanya ciri-ciri penyakit mental
 Tindakan perawatan segera yang dilanjutkan dengan pembinaan atau
layanan konsultasi
3. Upaya tersier
 Melakukan rehabilitasi pembinaan lanjutan
 Melakukan rujukan

Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah ditetapkan
dengan menggunakan 4 pendekatan yaitu:

1. Proses kelompok : Kegiatan bimbingan konseling dan pemberian terapi baik


farmakologi maupun non-farmakologi yang dilakukan pada remaja melibatkan
keluarga dan petugas pelayanan kesehatan serta pemerintah.
2. Pendidikan kesehatan tentang penyakit mental
3. Kemitraan: Melibatkan organisasi yang ada ditempat tinggal seperti perangkat
desa dan ormas.
4. Pemberdayaan masyarakat: melibatkan masyarakat sekitar untuk mengatasi
masalah pada remaja seperti membentuk kader peduli remaja-remaja

Evaluasi

Setelah dilakukan bimbingan konseling dan rehabilitasi pada Remaja


masalah yang dialami remaja dengan penyakit mental dapat teratasi, setelah
dilakukan intervensi masalah pasien teratasi.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga dapat didefinisikan
sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental,
disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan/mental
terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan
fungsional atau struktural dari satu bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental
(Kartono, 2000:80)

Dari penjelasan di atas, kemudian dirumuskan bahwa di dalam konsep


gangguan mental (mental disorder) terdapat butir-butir sebagai berikut:

d. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: Sindrom atau pola perilaku
Sindrom atau pola psikologik
e. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain
berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ
tubuh, dll.
f. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll)
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T .(2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik , Jakarta

: EGC

Mary A. Nies, Melaine Mc Ewen (2019). Keperawatan Kesehatan Komunitas Dan

Keluarga.Singapore: Elsevier

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan

Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

R, Fallen (2010). Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai