Disusun Oleh :
AYU APRILIA MUSAFIR
(N202201009)
CI Lahan CI Institusi
(…………………………………………) (………………………………………)
Disusun Oleh :
AYU APRILIA MUSAFIR
(N202201009)
CI Lahan CI Institusi
(…………………………………………) (………………………………………)
Pathway
Mycobacterium Tuberculosis
Risti Penyebaran
Masuk ke Sal. Pernapasan mll droplet udara
Infeksi
Menuju Alveoli
Memperbanyak Diri
Menginfeksi Paru
Tuberkulosis (TBC)
Bronkus Alveoli
HCL meningkat
Mual, muntah
c. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, BB menurun, sakitkepala, meriang, nyeriotot, keringatmalam, dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara teratur.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemerikasaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia
memberikan keuntungan seperti pda tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier.
Pada kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal lobus atas atu segemen apikal lobus
bawah) tetapi dapt pula mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupi tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).Pada awal penyakit
saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambara radiologi berupa
bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas.
Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa
bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), masa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan
hitam radio-lusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks).Pada suatu foto dada
sering didapatkan bemacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang
sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik
maupun sklerotik) maupun antelekstasis dan empisema.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi,
yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkolosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan
paru.Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih saat ini sudah banyak dipakai di
rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan
ini lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih
jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-
proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bila dibuat
transversal, sagital dan koronal.
F. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’sarthropathy Komplikasi lanjut :obstruksi jalan nafas (SOPT—Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, korpulmonal,
amiloidosis, sinrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier dan kavitas
TB.
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan
tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain
dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal
pleura, iga atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput
paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura.
Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat
pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura
yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis
(pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
h. Kor pulmonale
Merupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik akibat kerusakan paru,
dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. Keadaan ini juga dapat terjadi
sekalipun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, tetapi meninggalkan banyak
jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit tuberkulosis dengan jelas dapat
mengurangi komplikasi ini.
i. Aspergiloma
Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds sphrophyte dari genus
aspergillus dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan
dan spesies aspergillus yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu
aspergillus fumigatus. Umumnya aspergillus akan menginfeksi paru-paru, yang
menyebabkan empatsindrom, yakni Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis
(ABPA), Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA), aspergiloma dan
aspergilosis invasif. Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat
menyebar ke berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses
miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang. Aspergiloma
merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim
akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling
sering) atau proses infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan bula
emfisema.
G. Penatalaksanaan Medis
Zain (2001) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis paru menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak
Pemeriksaan kontakyaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin,
klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis
foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil test tuberkulin
dan diberikan kemoprofilaksis.
3) Vaksinasi BCG
Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG), satu bentuk strain hidup basil TB sapi
yang dilemahkan adalah jenis vaksin yang paling banyak dipakai diberbagai
Negara. Pada vaksinasi BCG, organisme ini disuntikan ke kulit untuk membentuk
vokus primer yang berdinsing, berkapur dan berbatas tegas. BCG tetap
berkemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan
manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi
dengan organisme virulent karena tidak menimbulkan penyakit pada pnjamunya.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol
(Depkes RI, 2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasrkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi,
apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu, perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTSC).
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2006. Buku Ajar FisiologiKedokteran, Edisi 11. Jakarta:
PenerbitBukuKedokteran EGC