KONSEP TEORI
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Manaf, Abdul, dkk, 2016). Tuberkulosis merupakan
penyakit menular yang berbahaya. Setiap penderita tuberkulosis dapat menularkan
penyakitnya pada orang lain yang berada disekelilingnya dan atau yang berhubungan erat
dengan penderita (Amiruddin, Jaorana, dkk, 2014). TB atau TBC adalah penyakit
menular disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Umumnya
menyerang paru, tetapi bisa juga menyerang bagian tubuh lainnya seperti kelenjar getah
bening, selaput otak, kulit, tulang dan persendian, usus, ginjal dan organ tubuh lainnya
(PPTI, 2018)
ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis adalah Micobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Kuman TB terdiri atas
asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi.
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya (Azril
Bahar, 2011)
Menurut Depkes RI tahun 2002 penyebab dari penyakit Tuberkulosis paru adalah
terinfeksinya paru oleh Micobacterium Tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk
batang dengan ukuran sampai 4 mikron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru
merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak
(lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran
kuman TB ini melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi.
FAKTOR RESIKO
Pada dasarnya berbagai faktor resiko tuberkulosis saling berkaitan satu sama lain. Faktor
resiko yang berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis antara lain :
1) Umur
Umur merupakan hubungan dengan besarnya resiko terhadap penyakit TB paru dan
sifat resisten pada berbagai kelompok umur tertentu. Berdasarkan penelitian Ubon
(2010) menyatakan bahwa usia yang beresiko untuk mengalami kejadian TB paru
adalah pada usia 25-44 tahun (64,7%). Orang yang produktif memiliki resiko 5-6 kali
untuk mengalami kejadian TB paru, hal ini karena pada kelompok usia produktif
setiap orang akan cenderung beraktivitas tinggi, sehingga kemungkinan terpapar
kuman micobacterium tuberculosis lebih besar, selain itu reaktif andogen (aktif
kembali basil yang telah ada dalam tubuh) cenderung terjadi pada usia produktif.
2) Jenis kelamin
WHO (2012) melaporkan bahwa disebagian besar dunia, lebih banyak laki-laki dari
pada perempuan yang didiagnosis tuberkulosis paru. Kejadian tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada laki-laki dari pada perempuan karena sebagian besar laki-
laki mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkit tuberkulosis
paru. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dotulong (2015) menyatakan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian tuberkulosis paru,
jenis kelamin laki-laki mempunyai kemungkinan 6 kali lebih besar untuk terkena
penyakit TB dibanding jenis kelamin perempuan dengan nilai p 0,000
3) Penyakit penyerta
Orang yang memiliki penyakit penyerta memiliki resiko 5 kali untuk mengalami
penyakit TB paru dibanding orang yang tidak mempunyai penyakit penyerta. Penyakit
penyerta seperti Diabetus Mellitus (DM), HIV, gagal jantung, hepatitis akut dan lain-
lain merupakan slah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan kambuhnya penyakit
TB paru. Prevalensi TB paru pada penderita DM meningkat 20 kali dibanding
penyakit non DM. Penderita TB paru yang juga mengidap HIV berpotensi sebagai
penular tuberkulosis tertinggi (Prabu, 2008)
4) Sosial ekonomi
Seseorang yang memiliki sosial ekonomi rendah kemungkinan beresiko 2 kali untuk
mengalami penyakit TB paru. Sosial ekonomi yang rendah menggambarkan
kepadatan hunian yang tinggi dan lingkungan buruk, pemenuhan gizi yang kurang dan
kesulitan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
5) Kebiasaan merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko infeksi paru-
paru. Penderita TB paru yang mempunyai kebiasaan merokok berpengaruh pada
kejadian. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terkena TB paru berulang 5-6 kali.
6) Lingkungan
Keadaan lingkungan yang kurang sehat antara lain intensitas pencahayaan yang
minimum, sirkulasi udara yang buruk, kelembapan, jenis lantai yang berkaitan dengan
kelembapan, jenis dinding yang terbuat dari anyaman daun rumbia, anyaman bambu
yang sulit untuk dijaga kebersihannya, dan kepadatan hunian kamar yang dapat
memicu kejadian pada penderita TB paru.
7) Status nutrisi
Status gizi yang kurang pada orang dewasa mengakibatkan kelemahan fisik dan daya
tubuh, sehingga meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan penyakit lainnya.
Kekurangan gizi juga dapat berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan
respon imunologik terhadap penyakit dan meningkatkan resiko meningkatkan
kejadian TB paru
PETA PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan
reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai
tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus,
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.
Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi
oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian
lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus.
Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar
bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura
tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di
luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks,
efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan
Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011)
Diagnosa Medik :
TB Paru
Keluhan Utama:
Ny. M mengatakan batuk berdahak selama 1bulan, jika batuk nyeri terasa pada dada sebelah
kanan
Pengkajian
Kepala
Bentuk kepala meschepal, rambut panjang , rambut warna hitam beruban, tekstur kasar, dan
tidak ada benjolan.
Status Neurologi
Tidak ada masalah yang ditemukan pada pemeriksaan 12 saraf cranial
Ekstremitas
a) Atas: Tidak ada luka, tangan kiri dan kanan lengkap, kuku tampak bersih, kekuatan otot
normal(555/555), terpasang IVFD D5% 20gtt/i
b) Bawah: tidak ada udema, kaki kiri dan kanan lengkap, terasa panas saat diraba pada lutut,
nyeri tekan pada lutut (+), kekuatan otot normal (555/555)
Abdomen
a) Inspeksi : Simetris, tidak ada benjolan
b) Auskultasi : Bising usus normal
c) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d) Perkusi : Timpani
TEST DIAGNOSTIK
Laboratorium Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 10Mg/dl 12-14mg/dl
Rontgen - -
RO Thorak
EKG - -
ANALISA DATA
Objek
Ny. M Tampak :
1) Ny. M Tampak Batuk dan susah
mengeluarkan dahaknya
2) TTV
TD: 100/80 mmhg
N: 90x/menit
RR: 28x/menit
S: 39, 2
BB Sekarang:45 Kg
BB Sebelum Sakit:50 Kg
Objek
1. Porsi makanan yang diberikan tampak
tidak dimakan
2. Ny. M tampak kurus
BB Sekarang : 45Kg
BB Sebelum Sakit: 50Kg
Objek
1) Ny. M dan keluarga tampak bertanya
kepada perawat tentang penyakit yang
diderita Ny. M, apakah bisa
disembuhkan.
2) Ny. M tampak bingung saat
ditanyakan tentang penyakit dan cara
perawatan penyakitnya
3) TTV
TD: 100/80 mmhg
N: 90x/menit
RR: 28x/menit
S: 39,2o C
BB Sekarang: 45Kg
BB Sebelum Sakit: 50Kg
ASUHAN KEPERAWATAN
KONSEP TEORI
DEFINISI
Gastritis merupakan suatu peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis
superfisial akut dan gastritis atropik kronis (Hardi & Huda, 2015). Gastritis merupakan
peradangan yang terjadi pada mukosa lambung. Peradangan ini dapat menyebabkan
pembengkakan lambung sampai terlepasnya epitel mukosa superfisial yang menjadi
penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel dapat
merangsang timbulnya inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2011)
ETIOLOGI
Penyebab utama gastritis adalah bakteri Helicobacter pylori, virus, atau parasit lainnya
juga dapat menyebakan gastritis. Kontributor gastritis akut adalah meminum alkohol
secara berlebihan, infeksi dari kontaminasi makanan yang dimakan, dan penggunaan
kokain. Kortikosteroid juga dapat menyebabkan gastritis seperti NSAID aspirin dan
ibuprofen (Dewit, dkk. 2016).
Menurut Gomez (2012) penyebab gastritis adalah sebagagi berikut :
a. Infeksi bakteri
b. Sering menggunakan pereda nyeri
c. Konsumsi minuman alkohol yang berlebihan
d. Stres
e. Autoimun
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko gastritis adalah menggunakan obat aspirin atau anti-radang non
steroid, infeksi kuman helicobacter pylori, memiliki kebiasaan mengkonsumsi
minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami stres, pola
makan yang tidak teratur serta terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
pedas
PETA PATOFISIOLOGI
Diagnosa Medik :
Keluhan Utama:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah ulu hati dan perut bagian kiri bawah
O (onzet) : pasien mengatakan nyeri di rasakan sekarang dan mulai timbul sejak 6 jam
sebelum masuk RS
P (provocative) : pasien mengatakan nyeri dirasakan terus menerus
Q (Quality) : pasien mengatakan nyeri terasa seperti diremasremas
R (Region) : Pasien mengatakan nyeri di rasakan pada ulun hati dan perut kiri bawah
S (Scale) : Pasien mengatakan skala 4
T (Tretment) : Klien berusaha mengurangi gerakan agar nyeri terasa lebih ringan
U (Understanding) : Klien mengatakan paham nyeri yang dirasakan
V (Value) : Klien berharap nyeri cepat hilang dan lekas sembuh
Pengkajian
Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut berwarna hitam dan putih beruban, lebat, rambut bersih tidak
ada ketombe, tidak ada nyeri tekan, wajah bentuk lonjong.
Status Neurologi
Tidak ada ditemukan kelainan pada 12 saraf kranial pasien
Ekstremitas
1) Atas : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan Terpasang infus RL 20 tpm
2) Bawah : anggota gerak lengkap tidak ada kelainan
Abdomen
1) Inspeksi : warna coklat , tidak ada bekas luka, tidak nterdapat bekas luka, tidak ada
benjolan
2) Auskultasi : suara usus peristaltik 12X/ menit
3) Perkusi : terdengar suara timpati
4) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut bawah kanan skala 4
TEST DIAGNOSTIK
Laboratorium Hasil Nilai Normal
WBC 10,3 3,6 11,0
GDS 109 70-170 mg/dc
Ureum 29 0-40mg/dl
Rontgen
Tidak dilakukan
Lain-lain
ANALISA DATA
Objek
Pasien tampak gelisah dan tidak nyaman
Klien wajahnya menyeringa
Objek
Pasien terlihat lemas Diet Cair (3x200cc)
Pasien terpasang Biocemical Hb : 12
Albumin : - Clinical : Psien terlihat lemas
Diet : cair 3x200cc
Subjek: Masalah Keperawatan
Psien mengatakan kurang mengerti Defisit pengetahuan
tentang penyakitnya
Objek
1. Pasien tampak bingung
2. Pasien kurang mengerti tentang
penyakitnya
ASUHAN KEPERAWATAN
KONSEP TEORI
DEFINISI
Angina Pektoris (biasanya disebut sebagai angine) berarti “nyeri dada”.
Angina terjadi secara tiba – tiba ketika beraktivitas berat mengharuskan
arteri meningkatkan suplai darah ke jantung. Arteri yang menyempit atau
obstruksi tidak dapat memberikan suplai yang diperlukan. Akibatnya otot
jantung terbebani (Rosdahl & Kowalski, 2017). Angina pektoris adalah suatu
sindrom klinis yang ditandai dengan episode atau tertekan di depan dada
akibat kurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke
jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen
jantung meningkat (Ns. Reny Yuli Aspiani, 2016). Angina pektoris adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan nyeri dada atau
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit arteri koronaria. Pasien
dapat menggambarkan sensasi seperti tekanan, rasa penuh, diremas, berat,
atau nyeri.
ETIOLOGI
Beberapa penyebab angina pektoris menurut yaitu:
1. Faktor penyebab
1) Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh tiga faktor:
faktor pebuluh darah: aterosklerosis, spasme, dan ateritis, faktor sirkulasi:
hipotensi, stenosis aorta, dan insufisiensi aorta, dan faktor darah: anemia,
hipoksemia, dan polisitemia.
2) Peningkatan curah jantung dapat disebabkan oleh aktivitas emosi,
makan terlalu banyak, anemia, hipertiroidisme.
3) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard dapat disebabkan oleh
kerusakan miokard, hipertrofi miokard, hipertensi diastolik.
2. Faktor predisposisi
1) Dapat diubah (dimodifikasi): diet (hiperlipidemia), merokok, hipertensi,
obesitas, kurang aktivitas, diabetes mellitus, pemakaian kontrasepsi oral.
2) Tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, hereditas.
3. Faktor pencetus serangan
1) Emosi atau berbagai emosi akibat sesuatu situasi yang menegangkan,
mengakibatkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin
dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung
juga meningkat.
2) Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.
3) Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah
mesentrik untuk pencernaan sehingga menurunkan ketersediaan darah
untuk suplai jantung (pada jantung yang sudah sangat parah, pintasan
darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).
4) Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
(Ns. Reny Yuli Aspiani, 2016)
FAKTOR RESIKO
Nyeri lebih hebat di atas dada, meskipun nyeri dapat menyebar ke bahu,
lengan, leher, rahang, dan punggung. Klien mendeskripsikan sensasi sebagai
pengencangan, seperti terjepit, atau tercekik. Dyspepsia sering kali menjadi
keluhan utama. Klien lebih sering merasakan nyeri pada lengan kiri, karena
merupakan arah percabangan aorta. Namun, klien dapat merasakan nyeri
pada lengan yang lain. Klien Nampak pucat, merasa seperti pingsan, atau
dispnea. Nyeri sering berhenti dalam waktu kurang dari 5 menit, tetapi nyeri
dapat terjadi secara intens saat berlangsung. Nyeri merupakan tanda
peringatan bahwa jantung tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen.
Klien yang mengabaikan tanda peringatan ini, berisiko mengalami penyakit
yang serius atau kematian yang tiba – tiba jika mereka tidak segera
mendapatkan perawatan dari dokter. Klien mungkin akan mengalami
serangan angina berulang, tetapi terapi mengurangi bahaya serangan yang
fatal (Rosdahl & Kowalski, 2017).
Sedangkan menurut (Ns. Reny Yuli Aspiani, 2016) mengatakan bahwa
manifestasi klinis dari angina pektoris, yaitu ditandai dengan nyeri dada
substernal atau retrosternal yang menjalar ke leher, tenggorokan daerah
interskapula atau lengan kiri. Nyeri ini berawal sebagai rasa terhimpit, rasa
terjepit atau rasa terbakar yang menyebar ke lengan kiri bagian dalam dan
kadang hingga pundak, bahu dan leher kiri bahkan sampai ke kelingking
kiri. Perasaan ini juga dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan, rahang
dan ada juga yang sampai ke lengan kanan. Rasa tidak enak ini juga dapat
dirasakan di ulu hati, tetapi jarang terasa di daerah apeks kordis. Nyeri
dapat disertai beberapa atau salah satu gejala, sepertikeringat dingin,
mual dan muntah, lemas, berdebar dan rasa akan pingsan (fainting).
Serangan nyeri berlangsung hanya beberapa menit (1 – 5 menit) tetapi dapat
hingga lebih dari 20 menit. Tanda yang lain, yaitu:
1. Pemeriksaan fisik di luar serangan umumnya tidak menunjukan
kelainan yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah,
tekanan darah meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa
keras.
2. Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh bising sistolik terdengar
pada pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat.
3. Nyeri hilang atau berkurang bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
4. Gambaran EKG: depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
5. Gambaran EKG sering kali normal pada waktu tidak timbul serangan.
PETA PATOFISIOLOGI
Patofisiologi angina pektoris didasari oleh iskemia miokard yang timbul
karena ketidakseimbangan kebutuhan dan pasokan oksigen di miokard.
Kebutuhan oksigen miokard dapat meningkat ketika terjadi kenaikan denyut
jantung, tekanan dinding jantung, dan kontraktilitas ventrikel kiri. Sementara
itu, ketersediaan oksigen miokard ditentukan oleh aliran darah dan pasokan
oksigen di arteri koroner.
Diagnosa Medik :
Angina Pectoris
Keluhan Utama:
pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri menjalar kepunggung
Pengkajian PQRST:
P: nyeri muncul saat pasien miring kiri/kanan dan pada saat istirahat
Q: nyerinya menjalar hingga ke punggung belakang R: dibagian dada kiri
menjalar ke punggung belakang S: skala 4, nyeri sedang
T: nyerinya terasa terus – menerus
Saat nyeri wajah pasien tampak meringis dan pasien mengatakan bahwa ia
lelah
Kejadian penyebab/ awal dari masalah:
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki riwayat penyakit jantung, pasien
rajin minum obat, akan tetapi sudah 2 bulan pasien tidak kontrol, dan jika
bekerja terlalu keras sampai pasien lelah, maka pasien akan merasa nyeri dada
Kronologis riwayat gejala pertama kejadian atau perawatan yang telah
diterimah pasien:
pasien mengatakan bahwa ia diantar oleh ponakannya ke IGD RSU Royal Prima
Medan dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung serta sakit
kepala pada saat pasien sedang mencuci pakaian. Setelah mendapat
penanganan di IGD.
Pengkajian
Pengkajian primer
Airways (jalan napas) Sumbatan:
(- ) benda asing (- ) broncospasme
( -) darah (- ) sputum (- ) lendir (- ) lain – lain sebutkan: Tidak ada
Pupil:
() isokor ( -) miosis (- ) anisiokor ( -) midriasis (- ) pin poin Reaksi terhadap
cahaya:
Kanan ( ) positif ( -) negative
Kiri () positif ( -) negative
GCS: E4M6V5
Jumlah: 15
Pengkajian sekunder Musculoskeletal
Spasme otot
Vulnus, kerusakan jaringan
Krepitasi
Fraktur
Dislokasi
Kekuatan otot
5 5
5 5
Keterangan:
Pasien disarankan untuk bedrest
ADL (makan/minum, toileting, personal hygiene) dibantu oleh perawat dan
keluarga
Integument
Vulnus
Luka bakar
Psikososial
• Ketegangan meningkat
• Focus pada diri sendiri
• Kurang pengetahuan
2. Pemeriksaan-pemeriksaan khusus
Tanggal Jenis pemeriksaan Nilai normal Hasil Intepretasi
pemerik
saan
23/12/2020 Darah rutin
Jam 19.13 - Hb 12.0 – 16.0 10.8 g/dL Menurun
- Ht 37.0 – 47.0 33.8 % Menurun
- MCV 81.0 – 96.0 73.8 fl Menurun
- MCH 27.0 – 36.0 23.6 pg Menurun
- Lekosit 4.0 – 10.0 10.43 103/ul Meningkat
- Limfosit 1.00 – 3.70 3.75 103/ul Meningkat
- Monosit 0.00 – 0.70 0.79 103/ul Meningkat
Serologi
- Troponin I < 0.60 < 0.10 ug/L Normal
Kimia darah
- Glukosa 70 – 150 102 mg/dL Normal
sewaktu
- Kreatinin 0.6 – 1.1 0.58 mg/dL Menurun
darah
Elektrolit
- Natrium 132 – 147 140 mmol/L Normal
darah
- Kalium 3.5 – 4.5 3.8 mmol/L Normal
darah
ANALISA DATA
DO:
- Pasien terlihat meringis
- Nadi: 63 x/menit, RR: 20
x/menit