Anda di halaman 1dari 26

KONSEP MEDIS

1. Definisi
Tubercle Bacillus atau Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit
infeksi paling sering menyerang jaringan paru, disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB paru ini dapat menyerang
semua usia dengan kondisi klinis yang berbeda-beda atau tanpa dengan
gejala sama sekali hingga manifestasi berat (Kenedyanti & Sulistyorini,
2017).
TB adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis terutama menyerang paru-paru, menjadikan penyakit paru
sebagai gejala yang paling umum (K. Zaman, 2010)
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.
tuberculosis). Mycobacterium Tuberculosis, adalah kuman batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultraviolet (Somantri, 2009).
Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah berbentuk
batang dengan diameter 0,2-0,5 dan panjang 2-4, Asam kolik di dinding
selnya membuatnya tahan asam, jadi tahan dekolorisasi dengan asam &
alcohol, memiliki sifat aerob yang menyukai daerah banyak oksigen,
berlipat ganda dengan lambat, dan dapat tetap tidak aktif selama
beberapa decade (Adamia & Cervantes, 2015).
Anak-anak dalah kelompok yang rentang sekali terinfeksi
tuberculosis. Terutam anak yang masih berusiah dibawah lima tahun.
Imunitas mereka tidak seoptimal orang dewasa muda. Sehingga apabila
terpapr oleh penderita TB (Sembiring, 2019).
Faktor resiko yang mempengaruhi seseorang dapat terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis (Rosdiana, 2018) :
a. Umur
Menurut Nakaoka 2006 dalam (Yustikarini & Sidhartani, 2015)
Infeksi TB sering terjadi pada masa kanak-kanak dan anak dengan
infeksi TB berisiko tinggi sakit TB, yang paling rentan anak usia <5
tahun
b. Jenis Kelamin
Menurut Stevens (2014) dalam Budi, Ardillah, Sari, & Septiawati
( 2018)Tuberculosis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan
merokok sehingga memudahkan terjangkitnya Tuberculosis
c. Pendidikan
Menurut Muhammad (2019), ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, semakin berkembang pula potensi keterampilan
yang ada, serta mempengaruhi pola piker seseorang untuk terus
berkembang dan belajar mengenai penyakit tuberkulosis. Hal ini
dikarenakan tingkat pendidikan yang tinggi dapat mudah menyerap
berbagai informasi mengenai penyakit tuberkulosis, baik dari
pencegahan maupun pengobatan
d. Kondisi rumah
Menurut Budi et al., (2018) Pencahayaan, kelembapan, suhu,
kondisi atap rumah, dinding dan lantai rumah serta kepadatan hunian
menjadi faktor terjadinya tuberkulosis.
Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri
dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah. Kondisi
rumah dengan kelembapan tinggi dapat menyebabkan Bakteri
Mycobacterium tuberculosis dan bakteri lain akan tumbuh dengan
subur (Budi et al., 2018). Rumah atau tempat tinggal yang tidak
memenuhi standar dapat mendukung terjadinya penularan penyakit
dan gangguan kesehatan serta perkembang biakan bakteri. Bagian
rumah berupa lantai dan dinding yang jarang dibersihkan akan
menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai
media yang baik bagi berkembangbiaknya bakteri Mycrobacterium
tuberculosis.
e. Keadaan sosial ekonomi
Menurut Irawati, Oktarizal, & Haryanto (2020) dijelaskan bahwa
keadaan sosial ekonomi tidak berdampak secara langsung akan tetapi
hal ini merupakan faktor terjadinya kondisi gizi memburuk,
perumahan tidak sehat, dan kemampuan dalam akses pelayanan
kesehatan menurun yang berdampak pada terjadinya tuberkulosis
f. Status gizi
Menurut Almatsier, 2006 dalam Yusuf & Nurleli (2018)keadaan
kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit infeksi salah satunya TB Paru
3. Patofisiologi
Menurut Bachrudin & Najib (2016) setelah seseorang menghirup
Mycobakterium Tuberkolosis, Cara penyebaran utama adalah melalui
tetesan lendir atau air liur  yang terinfeksi. Kontak pertama organisme
Mycobacterium dengan host mengarah pada manifestasi yang dikenal
sebagai TB primer (Adigun & Singh, 2020), kemudian masuk melalui
mukosiliar saluran pernafasan, akhirnya basil TBC sampai ke alveoli
(paru), kuman mengalami multiplikasi di dalam paru-paru disebut dengan
Focus Ghon, melalui kelenjar limfe basil mencapai kelenjar limfe hilus
(Bachrudin & Najib, 2016). Pada kebanyakan orang yang terinfeksi, fokus
Ghon memasuki keadaan laten. Keadaan ini dikenal sebagai TB laten
(ketika virus dalam keadaan tidak bisa menularkan ke orang lain atau
bersifat dorman) (Adigun & Singh, 2020). Focus Ghon dan limfe denopati
hilus membentuk Kompleks Primer. Melalui kompleks Primer inilah basil
dapat menyebar melalui pembulih darah samapi keseluruh
tubuh(Bachrudin & Najib, 2016).
penyakit selanjutnya ditentukan oleh banyaknya basil TBC dan
kemampuan daya tahan tubuh seseorang, kebanyakan respon imun tubuh
dapat menghentikan multiplikasi kuman, namun sebagian kecil basil TBC
menjadi kuman Dorman (TBC Laten). Kemudian kuman tersebut
menyebar kejaringan sekitar, penyebaran secara Bronchogen keparu-paru
sebelahnya, penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain
seperti; tulang, ginjal, otak(Bachrudin & Najib, 2016).
TBC laten mampu diaktifkan kembali setelah imunosupresi pada host.
Sebagian kecil orang akan mengembangkan penyakit aktif setelah paparan
pertama. Kasus-kasus seperti ini disebut sebagai TB progresif primer. TBC
progresif primer terlihat pada anak-anak, orang-orang yang kekurangan
gizi, orang-orang dengan penekanan kekebalan, dan orang-orang yang
menggunakan steroid jangka panjang (Adigun & Singh, 2020).
Terjadi setelah periode beberapa bulan atau tahun setelah infeksi
primer, reaktivasi kuman Dorman pada jaringan setelah mengalam
multiplikasi terjadi akibat daya tahan tubuh yang menurun/lemah.
Reinfeksi dapat terjadi apabila ; ada sumber infeksi, julmlah basil cukup,
virulensi kuman tinggi dan daya tahan tubuh menurun (Bachrudin &
Najib, 2016)
4. Patway/Peyimpangan KDM
Microbacterium Masuk lewat jalan
Droplet infection
tuberkulosa nafas

Menempel pada paru

Keluar dari
tracheobionchial Dibersihkan oleh
Menetap di jaringan paru
bersama sekret makrofag

Sembuh tampa Terjadi proses peradangan


pengobatan

Pengekuaran zat pirogen Tubuh dan berkembangan di


sitoplasma makrofaf
Mempengaruhi Sarang primer/efek primer
hipothalamus (focus ghon)

Mempengaruhi sel poin

Hipertemi

Komplek primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Menyebar ke organ Sembuh sendiri Sembuh dengan


lain (paru lain, tanpa pengobatan bekas fibrosis
saluran pencernaan,
tulang) melalui media
(bronchogen
percontinutum,
hematogen, limfogen

Radang tahunan Pertahanan primer


dibronkus tidak adekuat

Berkembang Pembentukan Kerusakan


menghancurkan tuberkel membrane alveora
jaringan ikat
sekitar

Pembentukan sputum Menurunnya


Bagian tengah nekrosis
berlebihan permukaan efek paru
Membentuk jaringan Ketidak efektifan
keju bersih jalan nafas Alveolus

Alveolus mengalami
Secret keluar saat batuk
konsolidasi & eksudasi

Batuk produktif (batuk


terus menerus) Gangguan pertukaran gas

Droplet infection Bztuk berat

Terhirup orang sehat Distensi abdomen

Resiko infeksi Mual,muntah

Intake nutrisi kurang

Defisit Nutrisi

5. Manifestasi klinik
Gambaran klinik TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistematik (Wijaya & Putri, 2013) :
a. Gejala respiratorik,meliputi:
1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan
2) Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah.
3) Sesak napas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura,pneumothorax,anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip demam influenza,hilang timbul
dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
2) Gejala sistematik lain : gejala sistematik lain ialah keringat
malam,anoreksia,penurunan berat badan serta malaise.
3) Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-
bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak
napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia

Ada tiga status anak dalam ruang lingkup kontak TB yaitu terpajan,
terinfeksi dan sakit TB. (Sembiring, 2019)
a. Terpajan berarti ada kontak dengan pasien TB
b. Terinfeksi berarti ada kontak dengan pasien TB dan hasil uji
Tuberkuliun positif dan tidak memiliki gejala
c. Sakit TB yaitu anak menderita tuberculosis aktif.
6. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’s arthropathy.
b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat ->
SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas.
c. Komplikasi penderita stadium lanjut adalah hemoptisis berat
(perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan
paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, ginjal, dan sebagainya
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Bakteriologis dengan specimen dahak, cairan pleura, cairan
serebrospinalis.
b. Dahak untuk menentukan BTA, specimen dahak SPS (sewaktu, Pagi,
sewaktu). Dinyatakan positip bila 2 dari 3 pemeriksaan tersebut
ditemukan BTA positif.
c. Foto thorax : Bila ditemukan 1 pemeriksaan BTA positip, maka
perlu dilakukan foto thorax atau SPS ulang, bila foto thorax
dinyatakan positip maka dinyatakan seseorang tersebut dinyatakan
BTA positip, bila foto thorax tidak mendukung maka dilakukan SPS
ulang, bila hasilnya negatip berarti bukan TB paru. d. Uji Tuberkulin
yaitu periksaan guna menunjukan reaksi imunitas seluler yang
timbul setelah 4 – 6 minggu pasien mengalami infeksi pertama
dengan basil BTA. Uji ini sering dengan menggunakan cara
Mantoux test. Bahan yang dipakai adalah OT (old tuberculin), PPD
(purified protein derivate of tuberculin). Cara pemberian, Intra
Cutan (IC), pada 1/3 atas lengan bawah kiri, pembacaan hasil
dilakukan setelah 6-8 jam penyuntikan, hasil positip, bila diameter
indurasi lebih dari 10 mm, negatip bila kurang dari 5 mm,
meragukan bila indurasi 5-10 mm (Bachrudin & Najib, 2016)
8. Penatalaksanaan
Pengobatan TBC bertujuan untuk; menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang
lain, mencegah terjadinya resistensi terhadap obat. Pengobatan
membutuhkan waktu yang lama 6-8 bulan untuk membunuh kuman
Dorman (Bachrudin & Najib, 2016). Terdapat 3 aktifitas anti TBC yaitu:
a. Obat bacterisidal : Isoniasid (INH), rifampisin, pirasinamid
b. Obat dengan kemampuan sterilisasi : rifampisin, PZA
c. Obat dengan kemampuan mencegah resistensi: rifampisin dan INH,
sedangkan etambutol dengan streptomisin kurang efektif.
9. Progmosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis
yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB (Kemenkes RI,
2016).
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain
adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2016):
a. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6
mikron.
b. Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen,
berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.
c. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein
Jensen, Ogawa.
d. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
e. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra
violet. Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar
kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada
suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
f. Kuman dapat bersifat dorman.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi (Harnanto & Rahayu, 2016):
1) Inspeksi
Observasi dari kepala sampai ujung kaki untuk mengkaji kulit dan
warna membran mukosa (pucat, sianosis), penampilan umum,
tingkat kesadaran (gelisah), keadekuatan sirkulasi sistemik, pola
pernapasan, dan gerakan dinding dada.
2) Palpasi
Dengan palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah kerja
thoraks, daerah nyeri tekan, taktil fremitus, getaran dada (thrill),
angkat dada (heaves), dan titik impuls jantung maksimal, adanya
massa di aksila dan payudara. Palpasi ekstremitas untuk
mengetahui sirkulasi perifer, nadi perifer (takhikardia), suhu kulit,
warna, dan pengisian kapiler.
3) Perkusi
Perkusi untuk mengetahui adanya udara, cairan, atau benda padat
di jaringan. Lima nada perkusi adalah resonansi, hiperresonansi,
redup, datar, timpani.
4) Auskultasi
Auskultasi untuk mendengarkan bunyi paru. Pemeriksa harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas.
Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan
udara di sepanjang lapangan paru : anterior, posterior, dan lateral.
Suara napas tambahan terdengar jika paru mengalami kolaps,
terdapat cairan, atau obstruksi.
b. Pengkajian focus
Batuk lebih dari 3 minggu, berdahak, kadang batuk darah, nyeri dada,
sesak nafas, demam keringat malam hari, lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, riwayat paparan TBC, riwayat
vaksinasi. Suara nafas bronchial, ronchi basah, gerakan nafas
tertinggal, perkusi redup.(Sataloff et al., 2016)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Pengertian :
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Penyebab :
1) Fisiologis
a) Spasme jalan nafas
b) Hipersekresi jalan nafas
c) Disfungsi neuromuskular
d) Benda asing dalam di jalan napas
e) Adanya jalan nafas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan nafas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi efek agen farmakologis (mis anastesi)
2) Situational
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan

Tanda dan Gejala :


1) Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
 Batuk tidak efektif
 Tidak mampu batuk
 Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering
 Mekonium di jalan napas pada neonates

b. Gangguan Pertukaran Gas


Pengertian :
Kelebihan atau kekurangan oksigen ASI dan atau eliminasi karbondioksida
pada membran alveolus kapiler (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Penyebab :
1) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
2) Perubahan membran alveolus-kapiler
Gejala dan Tanda :
1) Mayor
a) Subjektif
Dyspnea
b) Objektif
 PCO2 meningkat atau menurun
 PO2 menurun
 Takikardia
 Ph Arteri meningkat/menurun
 Bunyi nafas tambahan
2) Minor
a) Subjektif
 Pusing
 Penglihatan kabur
b) Objektif
 Sianosis
 Diaforesis
 Gelisah
 Nafas cuping hidung
 Pola nafas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
 Warna kulit abnormal (mis. Pucat kebiruan)
 Kesadaran menurun
c. Deficit nutrisi
Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism
Penyebab :
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4) Peningkatan kebutuhan metabolism
5) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan
Gejala dan tanda
1) Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
2) Minor
a) Subjektif
 Cepat kenyang setelah makan
 Kram/nyeri abdomen
 Nafsu makan menurun
b) Objektif
 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membrane mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare

d. Hipertermia
Pengertian
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
Penyebab
1) Dehidrasi
2) terpapar lingkungan panas
3) proses penyakit misal (infeksi kanker)
4) ketidak sesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) peningkatan laju metabolism
6) respon trauma
7) aktivitas berlebiha
8) penggunaan inkubator
Tanda dan Gejala Mayor
1) mayor
subjektif : tidak tersedia
objektif : suhu tubuh diatas nilai normal
2) Minor
Subjektif : tidak tersedia
objektif : kulit merah, kejang, takikardi, sakitnya kulit terasa hangat.
e. Resiko Infeksi
Pengertian
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme pathogenic
Penyebab
1) penyakit kronis (misal diabetes mellitus),
2) efek prosedur invasive
3) malnutrisi
4) peningkatan paparan organisme
5) patogen lingkungan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
a) gangguan peristaltick
b) erusakan integritas kulit
c) perubahan sekresi PH
d) penurunan kerja siliaris
e) ketuban pecah
f) ketuban pecah sebelum waktunya
g) merokok
h) statis cairan tubuh
6) ketidakadekuatan bertahan tubuh sekunder :
a) penurunan hemoglobin
b) imununosupresi
c) leukopenia
d) supresi respon inflamasi
e) vaksinasi tidak adekuat
3. Intervensi Keperawatan
a. Latihan Batuk Efektif
1) Observasi :
a) Identifikasi kemampuan batuk
Rasional : Untuk mengetahui kemampuan batuk apakah efektif
atau tidak.
b) Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Rasional : Sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka
bronkhial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
Rasional : Untuk mengetahui masalah pada saluran nafas.
2) Teraupetik :
a) Atur posisi semi-fowler atau fowler
Rasional : Untuk meningkankan ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan.
b) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Rasional : Agar memudahkan pasien buang secret dan tidak
mengkontaminasi daerah sekitarnya.
c) Buang sekret pada tempat sputum
Rasional : Untuk mencegah penyebaran agen infeksius
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Rasional : Agar pasien paham dan mampu melakukan batuk efektif.
b) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik.
Rasional : Ventilasi maksimal membuka area atelaksis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga tiga kali
Rasioanal : Meningkatkan kemampuan otot-otot pernapasan.
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Rasional : Untuk membantu ekspektorasi dengan mengurangi
viskositas sputum
b. Manajemen jalan napas
1) Observasi
a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Rasional : Kecepatan biasanya mencapai kedalam pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas
yang berhubungan dengan atelaksis dan atau nyeri dada.
b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
Rasional : Ronkhi dan wheezing menyertai obstruksi jalan
napas/kegagalan pernapasan.
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Rasional : Untuk mengetahui apakah terjadi infeksi, terdapat
bakteri dalam sputum
2) Teraupetik
a) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust) jika curiga trauma servikal)
Rasional : Untuk memungkinkan ekspansi paru dan
mempermudah pernapasan.
b) Posisikan semi-fowler atau fowler
Rasional : meningkankan ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan.
c) Berikan minum hangat
Rasional : Melarutkan dahak sehingga tidak menyumbat
tenggorokan dan saluran nafas
3) Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak kontraindikasi
Rasional : ketika batuk tenggorokan terasa sakit, akibat adanya
dahak. Harus diberi pengencer dahak
b) Anjurkan teknik batuk efektif
Rasional : agar mudah dikeluarkan.
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Rasional : Untuk melebarkan bronkus (saluran pernapasan) dan
merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan
c. Manajemen nutrisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
1) Observasi
a) Identifikais status nutrisi
Rasional : untuk mengetahui asupan nutrisi pada klien
b) Identifikasi makanan yang disukai
Rasional : agar nafsu makan klien meningkat ketika melihat
makanan yang ia sukai
c) Identifikasi kebutuhan nutrisi dan jenis nutrient
Rasional : menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi

d) Monitor berat badan


Rasional : untuk mengetahui terjadinya peningkatakn dan
penurunan berart badan psien
2) Teraupetik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Rasional : melakukan atau membantu pasien terkait dengan
perawatan mulut sebelum makan
b) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Rasional : untuk membantu dalam proses penyembuhan
c) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Rasionel : untuk menanmbah nafsu makan klien
d) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Rasional : karena klien sudah bias makan melalui mulut
3) Edukasi
a) Ajarkan diet yang diprogramkan
Rasional : untuk menjaga asupan makanan yang dibutuhkan tubuh
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jumlah nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu
Rasional : untuk membantu dalam proses penyembuhan klien
d. Manajemen Hipertermia
mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi
termoregulas
Observasi
1) dentifikasi penyebab hipertermia (misalnya dehidrasi)
2) terpapar lingkungan panas
3) penggunaan incubator
4) monitor suhu tubuh
5) monitor kadar elektrolit
6) monitor haluaran urin
7) monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1) sediakan lingkungan yang dingin
2) longgarkan atau lepaskan pakaian
3) basah dan kipasi permukaan tubuh
4) berikan cairan oral
5) ganti linen setiap hari atau lebih sering kita mengalami
hipervitaminosis (keringat berlebihan)
6) lakukan pendinginan eksternal (misalnya selimut hipotermia atau
kompres dengan kompres dingin pada dahi leher dada abdomen
aksila)
7) hindari pemberian antipiretik atau aspirin berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1) Hancurkan tirah baring
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu
e. Manajemen imunisasi/vaksinisasi
Mengidentifikasi dan mengelola pemberian pemberian kekebalan tubuh
secara aktif dan pasif
Observasi
1) identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
2) identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (misal reaksi
anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya dan atau sakit parah dengan
atau tambah demam)
3) identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik
1) berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
2) dokumentasi informasi vaksinasi nama produsen tanggal kadaluarsa
3) jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi
1) jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi jadwal dan efek
samping.
2) informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (misal Hepatitis
B, difteri, tetanus pertussis, influenza, polio, campak, rubella)
3) informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah (misal influenza, pneumonia
focus
4) informasi vaksinisasi untuk kejadian khusus (misal rabies, tetanus)
5) informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengelola
jadwal imunisasi kembali
6) informasikan penyediaan layanan pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis
4. Implementasi Keperawatn
Implementasi atau tidakan adalah mengelolaaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan(Ariga, 2020)

5. Evaluasi
a. Bersihan jalan napas tidakefektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam makan
bersih jalan meningkat nafasdengan kriteria hasil :
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi sputum menurun
3) Wheezing menurun
4) Sianosis menurun
5) Frekuensi membaik
6) Pola napas membaik
b. Gangguan Pertukaran Gas

c. Deficit nutris

d. Hipertermia

e. Resiko Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam makan
tingkat infeksi meningkat dengan kriteria hasil :
1) Kebersihan tangan meningkat
2) Kebersihan badan meningkat
3) Nafsu makan meningkat
4) Demam menurun
5) Kemerahan menurun
6) Nyeri menurun
7) Bengkak menurun
8) Sel darah putih membaik
DAFTAR PUSTAKA
Adamia, A. J., & Cervantes, J. L. (2015). The Microbiome at the Pulmonary
Alveolar Niche: How It Affects the Human Innate Response against
Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis (Edinb), 95(6), 651–658.
https://doi.org/doi:10.1016/j.tube.2015.07.004.
Adigun, R., & Singh, R. (2020). Tuberculosis. StatPearls Publishing LLC.
Ariga, R. A. (2020). Implementasi Manajemen Pelayanan Kesehatan dalam
Keperawatan (G. D. A. & A. Y. Wati (ed.); pertama). Grup Penerbitan CV
Budi Utama.
Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah 1. Pusdik SDM
Kesehatan.
Budi, I. S., Ardillah, Y., Sari, I. P., & Septiawati, D. (2018). Analisis Faktor
Risiko Kejadian penyakit Tuberculosis Bagi Masyarakat Daerah Kumuh
Kota Palembang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 17 (2), 87–94.
Harnanto, A. M., & Rahayu, S. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia II. Kementrian
Kesehatan RI.
Irawati, I., Oktarizal, H., & Haryanto, A. (2020). Hubungan Kepadatan Hunian
Dan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Penyakit Tuberculosis Paru Studi
Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Padang, Kelurahan Pecung
Kecamatan Belakang Padang Kota Batam. Dinamika Lingkungan Indonesia,
7(1), 8–12. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31258/dli.7.1.p.8-12
K, Z. (2010). Tuberculosis: A Global Health Problem. J HEALTH POPUL NUTR,
28(2), 111–113.
Kemenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016
tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Kenedyanti, E., & Sulistyorini, L. (2017). Analisis Mycobacterium Tuberculosis
Dan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Volume 5, 152–162.
Muhammad, E. Y. (2019). Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 288–291.
Rosdiana. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 8(1)(78–82). https://doi.org/10.31934/promotif.v8i1.233
Sataloff, R. T., Johns, M. M., & Kost, K. M. (2016). Keperawatan Medikal Bdah
1.
Sembiring, S. P. K. (2019). Indonesia Bebas Tuberkulosis (Resa Awahita (ed.);
pertama). CV Jejak, anggota IKAPI.
Somantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan (Edisi 2). Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Medical Book.
Yustikarini, K., & Sidhartani, M. (2015). Faktor Risiko Sakit Tuberkulosis pada
Anak yang Terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Sari Pediatri, 17(2)
(136–140).
Yusuf, R. N., & Nurleli. (2018). Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Tb Paru.
Jurnal Kesehatan Saintika Meditory, 1(1), 35–44.

Anda mungkin juga menyukai