KEPERAWATAN DEWASA
TB PARU
(Ns. Rizki Sari Utami, M.Kep) (Ns. Yuniza Betri SY, S.Kep)
I. PENGERTIAN
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah (Wijaya, 2013)
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
(Smeltzer, 2014)
II. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012) adalah sebagai mana
telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium
tuberculosis humanis).
1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang mempunyai
berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya
adalah M. tuberculosis.
2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type
humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene
peternakan makin di tingkatkan
3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam basa. Karena
itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan
Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil
Tahan Asam (BTA) yang ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi
penyebab mycobacteriosis.
5. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20 menit
untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.
6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa
menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa menit
bila terkena alcohol 70 % atau lisol 5%.
IV. PATOFISIOLOGI
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada
dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus
bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari hari pertama maka lekosit diganti oleh
magrofat (Wijaya, 2013).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala
pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limferegional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung
selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respon berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi
tuberkel (Wijaya,2013).
Lesi primer paru-paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
percairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materitubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil
dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa (Wijaya, 2013, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran
darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain(ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila
focusnekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ organ tubuh (Wijaya,
2013)
Pathway
Microbacterium
tuberkulosa Droplet infection Masuk lewat jalan nafas
Keluar dari
Mempengaruhi hipotalamus
Hipertermi
Sembuh
Melebar ke organ lain (paru lain, Sembuh sendiri
dengan bekas
saluran pencernaan, tulang melalui tanpa
fibrosis
media bronchogen pengobatan
perontinuitum,hematogen/limfogen
Pembentukan Menurunnya
Membentuk jaringan keju
sputum permukaan efek
berlebihan paru
Sekret keluar saat batuk
Batuk produktif MK: ketidakefektifan Alveolus
MK: Gangguan
Terhirup orang Distensi abdomen
pertukaran gas
sehat
Mual,muntah
MK: Resiko
infeksi
Intake nutrisi
kurang
MK: Defisit
Nutrisi
V. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksananaan Medis
1) Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1
– 3 bulan.
Streptomisin inj 750 mg. Pas 10 mg.
Ethambutol 1000 mg.
Isoniazid 400 mg.
2) Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah
setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan
pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat dilakukan dengan minum
obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
INH.
Rifampicin. Ethambutol
Meliputi Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, Pola Nutrisi dan metabolik, Pola
Eliminasi, pola aktivitas dan latihan, Pola Istirahat dan Tidur, pola persepsi dan kognitif,
mekanisme koping dan toleransi terhadap stress, pola hubungan peran, pola reproduksi, Pola
nilai dan keyakinan.
1) Keadaan Umum
2) Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-tanda Vital
Biasanya tekanan darah pasien meningkat, suhu tubuh pasien TB paru
tinggi , pernapasan pendek dan cepat, denyut nadi meningkat
b) Pemeriksaan kepala dan leher
c) Pemeriksaan Integumen
Biasanya terjadi perubahan pada kelembapan atau turgor kulit jelek karena
keringat dingin dimalam hari
d) Pemeriksaan Thorak :
I : biasanya tidak simetris kiri dan kanan, penurunan ekspansi paru,
menggunakan otot asesori pernafasan, pernafasan dangkal.
P : biasanya fremitus kiri dan kanan sama
P : sonor kiri dan kanan
A : biasanya ada bunyi nafas tambahan ronkhi basah kasar dan nyaring
e) Pemeriksaan Jantung :
I : biasanya ictus cordis tidak terlihat.
P : biasanya ictus cordis teraba 2 jari.
P : biasanya bunyi redup
A : biasanya irama jantung cepat
f) Pemeriksaan Abdomen :
I : biasanya perut nya datar
A : biasanya terjadi penurunan bising usus.
P : tidak ada masa
P : baiasanya tidak kembung
g) Sistem Perkemihan : Biasanya keadaan dankebersihan genetalia pasien baik.
Biasanya pasien terpasang kateter.
h) Sistem Muskuloskeletal : Biasanya ada edema pada ekstermitas atas dan
bawah, dan kekuatan otot lemah.
i) Sistem Neurologi
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada
stadium aktif.
2. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA.
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10
mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan
penyakit yang sedang aktif.
4. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura.
Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrosa.
5. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta
biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis.
7. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-
paru lanjut kronis.
8. ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
9. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus
atau kerusakan paru-paru karena TB.
10. Darah: leukositosis, LED meningkat.
11. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi
parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
DIAGNOSA
NO. TUJUAN INTERVENSI
Gangguan
2. Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
Pertukaran Gas
keperawatan diharapkan
Observasi
karbodioksida pada
membran alveolus-kapiler - monitor pola napas
dalam batas normal
- monitot frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas
- monitor saturasi oksigen,
monitor nilai AGD
- monitor adanya sumbatan
jalan napas
- monitor produksi sputum
Terapeutik
- atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
Edukasi
- jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi
- monitor kecepatan aliran
oksigen
- monitor posisi alat terapi
oksigen
- monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
- bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
- berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
- ajarkan keluarga cara
menggunakan O2 di
rumah
Kolaborasi
- kolaborasi penentuan
dosis oksigen
3. Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
Hipertermi keperawatan diharapkan suhu
tubuh tetap berada pada Observasi
rentang normal dengan - identifikasi penyebab
kriteria hasil : hipertermi ( mis:
- suhu tubuh dalam rentang dehidrasi, terpapar
normal lingkungan panas,
- suhu kulit membaik penggunakan inkubator)
Brunner $ Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta :
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta : EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta : EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta