Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA TB PARU

PADA PASIEN TN. A DI RUANGAN WALET


RSUD ANUTAPURA PALU

DI SUSUN OLEH :

NAMA : INDRI RAMADHANI


NIM : WN10323015

CI LAHAN CI INSTITUSI

Fitriani, S.Kep., Ns Ns. Elin Hidayat, S.Kep., M.Kep


NIP. 19820427 200604 2 034 NIK. 20230901156

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU
A. Definsi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Myobacterium tuberculosis yang menyerang paru paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan
dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling
banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi
bakteri tersebut. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang
menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain.
B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
C. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis
terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya
lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit
dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
(lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi
primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa
pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
D. Pathway

Microbacterium Dprolet infection Masuk lewat jalan nafas


tubercolosis dan menempel pada paru

Keluar dari tracheobionchial Dibersihkan oleh Menetap dijaringan


bersama dengan sekret makrofag paru

hipertemi Terjadi proses


Sembuh tanpa
peradangan
pengobatan

Menyebar ke organ lain (paru lain, Tumbuh dan berkembang


saluran pencernaan, tulang) di sitoplasma makrofag

Radang tahunan Pembentukan Pertahanan primer


dibronkus tuberkel tidak adekuat

Berkembang menghancurkan Kerusakan membrane Menurunnya


jaringan ikat sekitar alveolar permukaan efek paru

Bagian tengah nekrosis dan Pembentukan sputum Alveolus mengalami


membentuk jaringan keju berlebihan konsolidasi &
eksudasi

Ketidak efektifan Ketidak efektifan


pola nafas bersihan jalan nafas Gangguan
pertukaran gas

Distensi abdomen Batuk berat


lemah

Mual muntah Intake nutrisi kurang


Intoleransi
Defisit nutrisi aktivitas
E. Manifiestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan.
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat
pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)
dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan
diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
G. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.(Depkes (2011))
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-
Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
1) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
H. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2011) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan
yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara
lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
e. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
f. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a) Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c) Perkusi : Suara ketuk redup.
d) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
b) Pola nafas tidak efektif (D.0005)
c) Hipertermia (D.0130)
d) Gangguan pertukaran gas (D.0003)
e) Defisit nutrisi (D0019)
f) Intoleran aktivitas (D.0056)
3. Rencana Keperawatan
N DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI
O
1 D.0001 Setelah dilakukan intervensi Observasi
Bersihan pada jalan nafas b.d sekresi keperawatan diharapkan bersihan 1. Monitor pola nafas
yang tertahan. Dibuktikan dengan : jalan nafas meningkat dengan 2. Monitor bunyi nafas
1. Sputum berlebih kriteria hasil : 3. Identifikasi Kemampuan batuk
2. Batuk tidak efektif 1. Produksi sputum menurun 4. Monitor sputum (jumlah, warna,
3. Tidak mampu batuk 2. Pola nafas membaik aroma)
4. Mengi, Wheezing, atau ronki kering 3. Dyspnea berkurang 5. Monitor tanda & gejala infeksi
5. Dispnea saluran nafas
6. Pola nafas berubah Teraupetik
7. Frekuensi nafas bertambah 1. Posisikan semi fowler
2. Berikan minum air hangat
3. Lakukan suction selama 15 detik
4. Berikan oktisgen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat

2. D0005 Setelah dilakukan intervensi Observasi


Pola nafas tidak efektif b.d deformitas keperawatan diharapkan pola 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
dinding dada. nafas membaik dengan kriteria kedalaman, usaha nafas)
Dibuktikan dengan : hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan
1. Penggunaan otot bantu pernapasan 1. Kapasitas vital membaik (Gurgling, mengi, wheezing, ronki)
2. Fase kspirasi memanjang 2. Tekanan ekpirasi meningkat 3. Auskultasi bunyi nafas
3. Tekanan inspirasi meningkat 4. Monitor saturasi oksigen
4. Dyspnea menurun Teraupetik
5. Penggunaan otot bantu nafas 1. Posisikan semi fowler
menurun 2. Lakukan fisioterapi dada
6. Frekuensi nafas membaik 3. Berikan oksigen, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator
3. D0130 Setelah dilakukan intervensi Observasi
Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi keperawatan diharapkan 1. identifikasi penyebab hipertermia
mycobacterium tuberculosis). Dibuktikan termogulasi membaik dengan 2. Monitor suhu tubuh
dengan : kriteria hasil : 3. monitor warna dan suhu kulit
1. suhu tubuh diatas nilai normal 1. menggigil membaik Teraupetik
2. kejang 2. kejang menurun 1. longgarkan atau lepaslan pakaian
3. takikardi 3. takikardi membaik 2. berikan cairan oral
4. takipnea 4. takipnea membaik 3. lakukan kompres dingin
5. kulit terasa hangat 5. suhu tubuh membaik 4. sesuaikan suhu lingkungan dengan
6. suhu kulit membaik kebutuhan pasien
7. tekanan darah membaik Edukasi
8. ventilasi membaik 1. anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian cairan
elektrolit
2. Kolaborasikan pemberian
antipiretik
4. D0003 Setelah dilakukan intervensi Observasi
Gangguan pertukaran Gas b.d keperawatan diharapkan 1. Monitor frekuensi, irama,
ketidakseimbangan ventilasi perfusi pertukaran gas meningkat dengan kedalaman dan upaya nafas
Dibuktikan dengan : kritera hasil : 2. Monitor adanya sumbatan jalan
1. Dispnea 1. Dispnea menurun nafas
2. Takikardi 2. Bunyi nafas tambahan 3. Auskultasi bunyi nafas
3. Bunyi nafas tambahan menurun 4. Monitor saturasi oksigen
4. PCO2 meningkat/menurun 3. Pusing menurun 5. Monitor kecepatan oksigen
5. P02 menurun 4. Penglihatan kabur menurun 6. Monitor kemampuan melepaskan
6. Pusing 5. Gelisah menurun oksigen saat makan
7. Penglihatan kabur 6. Nafas cuping hidung menurun Teraupetik
8. Sianosis 7. PCO2 membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
9. Gelisah 8. PO2 membaik 2. Berikan oksigen tambahan jika
10. Nafas cuping hidung 9. Takikardia membaik perlu
11. Pola nafas abnormal 10. Sianosis membaik Kolaborasi
12. Kesadaran menurun 11. Pola nafas membaik 1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
12. Warna kulit membaik 2. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan tidur
5. D.0019 Setelah dilakukan intervensi Observasi
Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan keperawatan diharapkan status 1. Identifikasi status nutrisi
metabolisme. nutrisi membaik dengan kriteria 2. Identifikasi makanan yang disukai
Dibuktikan dengan : hasil : 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan
1. Nafsu makan menurut 1. Berat badan membaik jenis makanan
2. Berat badan menurun 2. Indeks masa tubuh membaik 4. Monitor asupan makanan
3. Bising usus hiperaktif (IMT) 5. Monitor mual & muntah
4. Membrane mukosa pucat 3. Frekuensi makan membaik 6. Monitor berat badan
5. Sariawan 4. Nafsu makan membaik Teraupetik
5. Membrane mukosa membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan
2. Berikan makanan yang tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan yang tinggi
protein dan tinggi kalori
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi
1. Kolaborasikan pemberian
medikasi sebelum makan
6. D.0056 Setelah dilakukan intervensi Observasi
Intoleransi aktivitas b.d tirah baring, keperawatan diharapkan 1. monitor kelelahan fisik
kelemahan, ketidakseimbangan antara toleransi aktivitas meningkat 2. identifikasi kemampuan
suplai dan kebutuhan oksigen. Dibuktikan dengan kriteria hasil : berpartisipasi dalam aktivitas
dengan : 1. kemudahandalam melakukan tertentu
1. Mengeluh lelah aktivitas sehari-hari Teraupetik
2. Frekuensi jantung meningkat meningkat 1. latihan gerak pasif dan aktif
3. Dyspnea 2. kekuatan tubuh bagian atas 2. libatkan keluarga dalam aktivitas
4. sianosis dan bawah meningkat Kolaborasi
3. keluhan lelah membaik 1. anjurkan melakukan aktivitas
4. dispneu saat aktivitas secara bertahap
menurun
4. Implementasi
Implementasi merupakan proses untuk memastikan terlaksananya
suatu pelaksanaan yang telah direncanakan. Pada intervensi keperawatan
untuk melaksanakan rencana keperawatan terdapat 2 jenis tindakan yaitu
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Pelaksanana rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang
diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
ditetapkan, tetapi menutup kemungkinan akan menyimpang dari rencana
yang ditetapkan tergantung pada situasi dan kondisi pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan perawat menilai untuk menuntukan sejauh mana tujuan
tercapai. Yaitu terdapat 3 penilaian
a. Tujuan belum tercapai : Pasien tidak menunjukkan perubahan atau
peningkatan sama sekali.
b. Tujuan tercapai sebagian :Pasien menunjukkan perubahan perilaku
tetapi tidak sebaik yang ditentukan atau direncanakan.
c. Tujuan tercapai :Pasien telah mengalami peningkatan sesuai dengan
kriteria hasil yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, B., Panji Hadisoemarto, Lestari, B. W., Afifah, N., & Fatma, Z. H.
(2020). Diagnosis dan Pengelolaan Tubercolosis (cetakan I). Unpad
Press.https://www.google.co.id/books/edition/Diagnosis_dan_Pengelo
laan_Tuberkulosis_u/d1crEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pemeriksaan+penunjang+tb+paru&printsec=front
cover
Danusantoso, H. (2017). Buku Ilmu Penyakit Paru (Edisi 3). Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Ismaildin, Puspita, S., & Rustanti, E. (2020). Hubungan Pengetahuan Tentang
Penyakit Tb Paru Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Puskesmas
Peteronganjombang. Literasi Kesehatan Husada, 4(1), 12—17.
Mardiah, A. (2019). Skrining Tuberkulosis (Tb) Paru Di Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Kedokteran, 4(1), 694.
https://doi.org/10.36679/kedokteran.v4i1.62
Mathofani, P. E., & Febriyanti, R. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis ( TB ) Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Serang Kota Tahun 2019 The Factors Associated With
The Incidence Of Pulmonary Tuberculosis In The Working Area Of
Serang City Health Center 2019. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Masyarakat, l2, 1—10.
https://jikm.upnvj.ac.id/index.php/home/article/download/53/45/
Nuriyanto, A. R. (2018). Manifestasi Klinis, Penunjang Diagnosis dan
Tatalaksana Tuberkulosis Paru pada Anak. Jurnal Kedokteran
Nanggroe Medika, l(2), 62—70.
http://jknamed.com/jknamed/article/view/70
Pangkey, B. C. ., Hutapea, A. D., & Stanggang, I. S. Y. F. (2021). Dasar-Dasar
Dokumentasi Keperawatan. Yayasan Kita Menulis.
Pratiwi, R. D. (2020). GAMBARAN KOMPLIKASI PENYAKIT
TUBERKULOSIS BERDASARKAN KODE INTERNATIONAL
CLASSIFICATION OF DISEASE 10. Jurnal Kesehatan Al-
Irsyad Vol XIII, XIII(2), 93—101. http://e-
jurnal.stikesalirsyadclp.ac.id/index.php/jka/article/view/136
Ramadhan, N., Hadifah, Z., Manik, U. A., Marissa, N., Nur, A., & Yulidar.
(2021). Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada
Penderita TB di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Media Penelitian
& Pengembangan Kesehatan, l(1), 51—62.
Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia) (Edisi I). AR-
RUZZ Media.
https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_Berbasi
s_KKNI_ Kerangk/2UXbDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai