Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


TUBERCOLOSIS PARU

Disusun Oleh:

NAZILATUL MUNAWAROH

2211040136

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022
A. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru
melalui udara dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari
ghon (Wijaya, 2013).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim paru, yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB dapat mengenai hampir
kesemua bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah ajanan (Smeltzer & Bare, 2015).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis
yanng hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak
adalah paru-paru. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Padila, 2013).
B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3- 0,6/um. Sebagian besar
dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Setiati, 2014).
C. Tanda dan Gejala
Arif Mutaqqin (2012) Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat ) dan gejala sistematik (Arif Mutaqqin,
2012).
1. Gejala respratorik
a. Batuk
b. Batuk darah
c. Sesak nafas
d. Nyeri dada
2. Gejala sistematis
a. Demam
b. Keluhan sistemi lain : Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise.
D. Patofisiologi
Port de entry kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi melalui
udara, (air bone), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan diinhalasi biasanya
terdiri atas satu sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak memfagosit bakteri di tempat ini, namun tidak membunuh
organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk
sel tuberkel epitoloit yang 11 dikelilingi oleh foist. Reaksi ini biasanya membutuhkan
waktu 10-20 jam (Ardiansyah, 2012).
E. Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis
Alveoulus
Respon radang

Luekosit mefagosit Demam Pelepasan bahan tuberkel


bakteri dari dinding kavitas

Leukosit digantikan Trakeobronkial


makrofag
Bersihan jalan Penumpukan Sekret
Makrofag mengadakan napas tidak efektif
infiltrasi Anoreksia, mual,
Batuk muntah
Terbentuk sel tuberkel
epiteloid
Gangguan
Nekrosis kaseosa Nyeri Droplet keseimbangan
nutrisi kurang dari
Granulasi Gangguan kebutuhan
pertukaran gas Risiko tinggi
Jaringan parut kolagenosa penyebaran infeksi

Kerusakan membran alveolar

Sesak napas Gangguan pola tidur

Inadekuat oksigen
Untuk beraktivitas

Intoleransi aktivitas
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis adalah :
1. Sputum culture
2. Ziehl neelsen; positif untuk BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
4. Chest X-ray
5. Histologi atau kultur jaringan : positif untuk mycobacterium tuberculosis
6. Needle biopsi of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel – sel besar
yang mengindikasikan nekrosis
7. Elektrolit
8. Bronkografi
9. Test fungsi paru – paru dan pemeriksaan darah
G. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1. Pencegahan TB paru
a. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin, klinis, dan
radiologis. Bila tes tuberculin positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative diberikan BCG
vaksinasi.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok – kelompok populasi
tertentu, misal penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa – siswi
pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit
2. Pengobatan TB paru
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S)
- Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid
(INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid
(INH)
- Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri terhadap asam.
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino
salisilik (PAS), dan sikloserine.
- Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima
komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
c. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan
langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus
minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
3. Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV.
Kategori ini didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
H. Komplikasi
1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
6. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).
I. Focus Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan TB
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengobatan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
6. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pada
penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit. Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal
didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan TB keadaan umumnya lemah.
c. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik
otot-otot tractus degestivus. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau
kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
e. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien
dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i. Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah. Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan
seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
8. Pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan
berat badan pasien.
b. Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem pernapasan
Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup. Auskultasi : Suara napas brokial
dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
2) Sistem kordiovaskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk
menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara
jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah. Adanya takipnea, takikardia,
sianosis, bunyi P2 yang mengeras.
3) Sistem neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
4) Sistem gastrointestinal
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi
abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5) Sistem muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
6) Sistem integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-
lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
7) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret, sekret kental
2. Nyeri akut b.d batuk menetap dan inflamasi paru
3. Risiko tinggi penyebaran infeksi b.d infeksi kuman tuberkulosis
4. Gangguan pola tidur b.d sesak napas dan batuk menetap
5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas

K. Rencana Tindakan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret, sekret kental
a. Mengkaji fungsi respirasi antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman napas
serta catatan pula mengenai penggunaan otot napas tambahan.
b. Mencatat kemampuan untuk mengeluarkann secret/batuk secara efektif.
c. Mengatur posisi tidur semi atau high fowler.
d. Membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik napas dalam
e. membersihkan secret dari dalam mulut dan trachea, suction jika memungkinkan.
f. Memberikan minum kurang lebih 2.500 ml/hari, menganjurkan untuk minum
dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra indikasi.
2. Nyeri akut b.d batuk menetap dan inflamasi paru
a. Observasi karakteristik nyeri (PQRST)
b. Observasi TTV
c. Beri posisi yang nyaman
d. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
e. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk
f. Kolaborasi dalam pemebrian analgesik sesuai indikasi
3. Risiko tinggi penyebaran infeksi b.d infeksi kuman tuberkulosis
a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa
b. Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota rumah, sahabat karib dan
tetangga
c. Observasi TTV
d. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu dan
membuang dahak di tempat tertutup
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dengan rasional untuk
mempercepat penyembuhan infeksi.
4. Gangguan pola tidur b.d sesak napas dan batuk menetap
a. Observasi pola tidur pasien dan TTV
b. Identifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur
c. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
d. Berikan posisi yang nyaman
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas


a. Observasi respon pasien terhadap aktivitas
b. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan
c. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi
d. Jelaskan pentingnya istirahat
e. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat
f. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien saat beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2004. Pedoman Pengobatan Pasien TB. Jakarta : Depkes RI, 2004.
Mubarak, dkk. 2015. Buku ajar ilmu keperawatan dasar. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan klien gangguan sistem
pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Zain. 2001. Penatalaksanaan Tuberculosis. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai