Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN


DI RUANG APEL RSUD SAYANG CIANJUR
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, suatu basilus tahan asam yang biasanya menyerang paru tetapi juga
bias menyerang system tubuh lainnya.
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012)

B. ETIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet
Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam
15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor
terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.(FKUI,2005)

C. MANIFESTSI KLINIK
Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi atas
2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik adalah:
1) Badan Panas
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering kali panas
badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat
atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga
penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.
2) Menggigil
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti
pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai
suatu reaksi umum yang lebih hebat.
3) Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat
timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.
4) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak
enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit
kepala, mudah lelah.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini
berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
2) Sekret
Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam jumlah
sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hujau
sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi
pengejuan dan perlunakan.
3) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,
gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.
4) Ronchi
suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama
ekspirasi disertai adanya sekret.

D. KLASIFIKASI
Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :


b. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
c. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau biakan
kuman TB positif.
4) satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
E. PATOFISIOLOGI (PATHWAYS)

Mycrobacterium Tuberculosis

Alveolus

Respon radang

Leukosit Demam Pelepasan bahan tuberkel


memfagosit bacteri dari dinding kavitas

Leukosit digantikan
Trakeobronkial
oleh makrofag

Makrofag mengadakan Bersihan jalan


Penumpukan sekret
infiltrasi napas tidak efektif

Terbentuk Sel tuberkel Batuk Anoreksia, mual,


epiteloid muntah

Nekrosis kaseosa Nyeri droplet

Granulasi Gangguan keseimbangan


Resiko tinggi
nutrisi kurang dari
penyebaran
kebutuhan
Jaringan parut kolagenosa infeksi

Kerusakan membran Sesak


Gangguan pola tidur
alveolar nafas

Inadekuat oksigen untuk


Gangguan
pertukaran beraktivitas
Gas Intoleransi aktivitas

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
2. Pemeriksaan CT Scan
3. Radiologi TB paru militer
a. TB paru militer akut
b. TB paru militer subakut (kronis)
4. Pemeriksaan Laboratorium
G. PENATALAKSANAAN KLINIS
a. Medis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan. Obat utama yang dipakai dalam terapi Tuberculosis Paru
antara lain sebagai berikut :
1. Rifampisin

Rifampisin ; 10 mg/ kg BB, maksima l 600mg 2-3X/ minggu atau (BB > 60
kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg, Dosis intermiten
600 mg / kali)
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata,
air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang
kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

2. Isoniazid (INH)

Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg BB, maksimal 300mg,
10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau (300 mg/hari
untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali).
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih
0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT
dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
3. Pirazinamid

Obat ini digunakan pada saat fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X
semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg, BB
40-60 kg : 1 000 mg, BB < 40 kg : 750 mg
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang
lain.
4. Streptomisin

Pada obat streptomisin ini di berikan dosis 15mg/kgBB atau (BB >60kg :
1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB). Efek samping
utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
5. Etambutol

Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg /kg BB, fase lanjutan
15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
(BB >60kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000 mg, BB < 40 kg : 750 mg, Dosis
intermiten 40 mg/ kgBB/ kali).
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan
3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada
anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi subyektif
yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan masalah kesehatan
yang menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan (Niman, 2013).
Identitas pasien yang perlu untuk dikaji meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35 tahun.
d. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pendapatan, jenis
pekerjaan

1. Pengkajian Riwayat Keperawatan


a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya
kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan anggukan kepala atau gelengan.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat TB Paru.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:
secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai
faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
d. Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan
seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit seperti gizi buruk.

e. Riwayat Sosial Ekonomi:

Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang likungan atau tempat
tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yang terkena TB Paru
berasal dari likungan atau tempat tinggalnya padat dan kumuh itu.
f. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita kaji
tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan TB Paru
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti halnya berhubungan
dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa kekhawatiran akan dikucilkan dari
keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya sehingga dapat mengakibatkan
orang tersebut menjauhkan diri dari semua orang.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Keadaan umum pada klien dengan TB Paru dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu
dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari compos
mentis, apatis, somnolen, sopo, soporokoma, atau koma. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB Paru biasanya di
dapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat apabila disertai sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit seperti hipertensi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB Paru meliputi pemeriksaan fisik umum
per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital,
B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), B6
(Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B2 dengan pemeriksaan
menyeluruh sistem pernafasan.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. B1 (Breathing) : pemeriksaan fisik pada klien TB Paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien dengan
TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan
proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi
diameter lateral. Apabila ada penyulit dari Tb Paru seperti adanya
efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan
rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
TB Paru yang disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi
tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan
intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-meskipun
tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru yang
disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB Paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada saat bernafas
biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi
yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang
pohon bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
terutama pada bunyi konsonan.
Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi)
pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbicara disebut sebagai resonan vokal.
2. B2 (Blood) : pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat
meliputi :

Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan


fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
3. B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah mringis,
menangis,merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB Paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera
ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
4. B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat
dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OBAT terutama rifampisin.
5. B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan
TB Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak
teratur.

I. ANALISA DATA

Masalah
NO Data Etiologi
Keperawatan
1. DO : Ketidakefektifan Ketidakefektifan
bersihan jalan bersihan jalan
1. pasien tampak batuk nafas
nafas
2. suara terdengar serak
DS :
Spasme jalan
1. pasien mengatakan batuk
nafas
berdahak
2. pasien mengatakan dahak Perubahan
tidak bisa keluar. frekuensi nafas

3. Pasien mengatakan sesak


nafas
4. Auskultasi paru : Terdengar
suara ronkhi pada paru kanan

2. DO : Nyeri akut Nyeri akut

1. Pasien meringis kesakitan


Agen cedera
2. TTV : TD : 110/70 mmHg,
biologis
suhu: 36C, Nadi: 84x/menit,
RR: 28x/menit.
DS : Mengekspresikan
prilaku
1. pasien mengatakan nyeri
pada dada saat batuk.

Pengkajian nyeri P: batuk


menetap Q: menusuk R: dada, S:
5, T: timbul kadang-kadang saat
batuk.
3. DO : Ketidakseimbang Ketidakseimbang
an : kurang dari an : kurang dari
1. Pasien mengalami penurunan
kebutuhan tubuh. kebutuhan tubuh
berat badan
2. Pasien tampak lemah
Kurang asupan
3. Makan tampak tidak habis 1
makanan
porsi
4. Pasien mengalami penurunn
Berat badan 20%
berat badan ± 6 kg
atau lebih
dibawah rentang
berat badan ideal.
DS :

1. Pasien mengatakan nafsu


makan menurun
2. Pasien mengeluh mual
3. Pasien mengatakan badan
terasa lemas
4. DO: Risiko tinggi Risiko tinggi
1. Pasien sering batuk di depan penyebaran infeksi penyebaran infeksi
orang lain tanpa menutup
mulut. Kurangnya
2. BTA positif pengetahuan
DS: untuk
1. Pasien mengatakan sering menghindari
kontak dengan orang lain pemajanan
2. Pasien mengatakan bahwa patogen
saat batuk di depan orang lain
tidak menutup mulut
Membuang dahak pada plastik
yang diikat dan dibuang
ketempat sampah
5. DO: Gangguan Gangguan
1. klien terlihat sesak, Pertukaran Gas Pertukaran Gas
pernafasan takipnea dan
ortopnoe,menggunakan Perubahan
otot bantu pernafasan , membran
retraksi dinding dada, batuk alveolar-kapiler.
berdahak dan kental,
menggunakan nafas cuping
Pola
hidung
pernafasan
DS:
abnormal.
1. klien mengatakan nafasnya
terasa sesak
2. Klien mengeluh susah tidur.
Klien mengatakan anaknya
batuk-batuk , berdahak.
6. DO : Gangguan pola tidur Gangguan pola tidur
1. Kantong mata bawah hitam.
2. Konjungtiva anemis.
imobilisasi
3. Pasien tampak lemas.
4. Pasien sering terbangun pada
malam hari. penurunan

DS : kemampuan

1. Pasien mengatakan tidak berfungsi

dapat tidur nyenyak dan


sering terbangun karena
batuk.

Pasien tidur ± 6-7 jam sehari dan


tidur siang ± 1-2 jam
7. DO: Intoleransi Intoleransi
1. Klien tampak memanggil
Aktivitas Aktivitas
keluarga saat butuh sesuatu
2. Klien tampak lemas
DS : imobilisasi

1. Klien mengatakan badannya


lemas sehingga susah keletihan
beraktivitas.
2. Pasien mengatakan kepalanya
pusing.
3. Pasien mengatakan sesak
nafas

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan respons dari seorang
individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman, 2015). Diagnosa yang mungkin
muncul pada pasien dengan TB Paru, yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringeal.

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membran


alveolar-kapiler.

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan metabolisme tubuh.

4. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan adanya batuk, sesak nafas, dan
nyeri dada.

5. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)

6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan


(ketidakmampuan untuk bernafas) dan prognosis penyakit yang belum jelas.
7. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan
perawatan di rumah.
K. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN (SMART)
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, Penurunan bunyi napas
bersihan jalan nafas keperawatan selama …………..pasien kecepatan, irama dan kedalaman dan dapat menunjukan
menunjukkan keefektifan jalan nafas penggunaan otot aksesoris atelectasis, ronchi, mengi
dibuktikan dengan kriteria hasil : menunjukan akumulasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif secret atau
dan suara nafas yang bersih, tidak ketidakmampuan untuk
ada sianosis dan dyspneu (mampu membersihkan jalan napas
mengeluarkan sputum, bernafas yang dapat menimbulkan
dengan mudah, tidak ada pursed penggunaan otot aksesori
lips) pernapasan dan
 Menunjukkan jalan nafas yang peningkatan kerja
paten (klien tidak merasa tercekik, pernapasan.
irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada Catat kemampuan untuk mengeluarkan Pengeluaran sulit bila secret
suara nafas abnormal) mukosa/batuk efektif : catat karakter, jumlah sangat tebal, sputum
 Mampu mengidentifikasikan dan sputum adanya hemoptysis berdarah kental atau darah
mencegah faktor yang penyebab. cerah diakibatkan oleh
 Saturasi O2 dalam batas normal kerusakan paru atau luka
 Foto thorak dalam batas normal bronchial dan dapat
memerlukan evaluasi atau
intervensi lanjut
Berkan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Posisi membantu
Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas memaksimalkan ekspansi
dalam paru dan menurunkan
upaya pernapasan. Ventilasi
maksimal membuka area
atelectasis dan
meningkatkan gerakan
secret kedalam jalan napas
besar untuk dikeluarkan.
Bersihkan secret dari mulut dan trachea : Mencegah obstuksi atau
penghisapan sesuia keperluan aspirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasie tak
mampu mengeluarkan
secret
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 Pemasukan tinggi cairan
cc/hari kecuali kontraindikasi membantu untuk
mengencerkan secret
membuatnya mudah
dikeluarkan.
Lembabkan udara atau oksigen inspirasi Mencegah pengeringan
membrane mukosa
membantu pengenceran
sekret

Gangguan Pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Kaji dispneu, takhipneu, tak normal atau TB Paru menyebabkan efek
keperawatan selama …. Gangguan menurunnya bunyi napas peningkatan upaya luas pada paru dari bagian
pertukaran pasien teratasi dengan pernapasan terbatasnya ekspansi dinding kecil bronchopneumonia
kriteria hasi:
dada dan kelemahan sampai implamasi difus luas
 Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang nekrosis, efusi pleuradan
adekuat fibrosis luas efek
 Memelihara kebersihan paru paru pernapasan dapat dari
dan bebas dari tanda tanda distress ringan sampai dispneu
pernafasan berat sampai distress
pernapasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, Akumulasi secret atau
dan suara nafas yang bersih, tidak catat sianosis dan atau perubahan pada warna pengaruh jalan napas dapat
ada sianosis dan dyspneu (mampu kulit termasuk membrane mukosa dan kuku mengganggu oksigenasi
mengeluarkan sputum, mampu
organ vital dan jaringan
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
 Tanda tanda vital dalam rentang Tunjukan atau dorong bernaps bibir selama Membuat tahanan melawan
normal ekskalasi, hususnta untuk pasien dengan udara luar, untuk mencegah
 AGD dalam batas normal fibrosis atau kerusakan parenkhim kolaps atau penyemitan
Status neurologis dalam batas normal jalannapas, sehingga
membantu menyebarkan
udara melalui paru dan
menghilangkan atau
menurunkan napas pendek

Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas Menurunkan konsumsi


dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai oksigen atau kebutuhan
keperluan selama periode penurunan
pernapasann dapat
menurumkan beratnya
gejala

Awasi seri AGD atau nadi oksimetri Penurunan kandungan


oksigen (PaO2) dan atau
Saturasi atau peningkatan
Pa CO2 menunjukan
kebutuhan untuk intervensi
atau perubahan program
terapi
Berikan oksigen tambahan yang sesuai Alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat
terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau
menurunnya permukaan
alveolar paru

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, Berguna dalam
Ketidakseimbangan nutrisi selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator: catat turgor kulit, BB, dan derajat kekurangan mendefinisikan derajat atau
kurang dari kebutuhan tubuh  Albumin serum
 Pre albumin serum berat badan, integritas mukosa, oral, luasnya masalah dan pilihan
 Hematokrit kemampuan atau ketidakmampuan menelan intervensi yang tepat
 Hemoglobin adanya tonus usus riwayat mual atau muntah
 Total iron binding capacity
Jumlah limfosit atau diare

Pastikan poal diet biasa pasien yang disukai Membantu dalam


atau tak disukai mengidentifikasi kebutuhan
atau kekuatan husus,
pertimbangan keinginan
individu dapat
memperbaiki masukan diet

Awasi masukan dan pengeluaran dan BB Berguna dalam mengukur


secara periodic keefektipan nutria dan
dukungan cairan

Selediki anoreksia, mual dan muntah dan catat Dapat mempengaruhi


kemungkinan hubungan dengan obat awasi pilihan dieet dan
frekwensi, volume konsistensi faeces mengidentifikasi area
pemecahan masalah untuk
meningkatkan pemasukan
atau penggunaan nutrien

L. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai