Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS (TBC)

DISUSUN OLEH :
AULIA AYU NINGTYAS
S21130028

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Bare,
2002).
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cell-
mediated hypersensitivity).

B. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI, 2010).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan,
sinar matahari dan sinar ultraviolet, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur selama beberapa tahun (Depkes RI, 2010). Ada dua macam
mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin
berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe
human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari
penderita TBC terbuka.
C. Manifestasi Klink
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit
Dalam (2007) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410 C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan
hilang timbul secara tidak teratur.
D. Patofisiologi
Seorang penderita tuberkulosis ketika bersin atau batuk menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian
menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri
bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini dapat juga melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks
serebri) dan area lain dari paru-paru (Soemantri, 2009). Pada saat kuman
tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru,
terjadilah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu. Setelah terjadi peradangan pada paru,
mengakibatkan terjadinya penurunan jaringan efektif paru, peningkatan
jumlah secret, dan menurunnya suplai oksigen.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberke.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang
kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun
tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda
lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh (Soemantri, 2014)
Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis

Alveolus

Respon Radang

Leukosit Memfagosit Demam Pelepasan bahan tuberkel dari


Bacteri dinding kavitas

Leukosit digantikan oleh Hipertermi Trakeobronkial


Makrofag
Bersihan jalan
Penumpukan sekret
Makrofag mengadakan napas tidak efektif
infiltrasi
Anoreksia Mual - mual
Batuk muntah
Terbentuk sel tuberkel
epiteloid

Droplet Gangguan
Nekrosis kaseosa Nyeri
keseimbangan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
Granulasi Resiko tinggi
penyebaran
infeksi
Jaringan parut kolagenosa

Kerusakan membran alveolar

Gangguan Gangguan
Sesak Napas pola tidur
Pertukaran Gas

Inadekuat oksigen
untuk beraktivitas

Intoleransi
Aktivitas
E. Pemeriksan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4) Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.
5) Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
6) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air
dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
7) Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio
udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.
F. Komplikasi
Tanpa pengobatan, tuberkulosis bisa berakibat fatal. Penyakit aktif yang
tidak diobati biasanya menyerang paru-paru, namun bisa menyebar ke bagian
tubuh lain melalui aliran darah. Komplikasi tuberkulosis meliputi:
1. Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuab adalah komplikasi
tuberkulosis yang umum
2. Kerusakan sendi. Atritis tuberkulosis biasanya menyerang pinggul dan
lutut.
3. Infeksi pada meningen (meningitis). Hal ini dapat menyebabkan sakit
kepala yang berlangsung lama atau intermiten yang terjadi selama
berminggu-minggu.
4. Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal membantu menyaring limbah dan
kotoran dari aliran darah. Fungsi ini menjadi terganggu jika hati atau ginjal
terkena tuberkulosis.
5. Gangguan jantung. Meskipun jarang terjadi, tuberkulosis dapat
mengidentifikasi jaringan yang mengelilingi jantung, menyebabkan
pembengkakan kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.

G. Penatalaksanaan Medis
Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama
periode 6-12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH),
rifampin (RIF), Streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan Pirasinamid
(PZA). Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru
yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH,
RIF, PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2
bulan (totalnya 6 bulan).

H. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Umur, nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien pada saat pengkajian
biasanya mengalami batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada,
demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
malaise.
b) Riwayat kesehatan sekarang
keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan, mula-mula nonproduktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan
jaringan. Jika keluhan utama adalah sesak napas, maka pengkajian
ringkas dengan menggunakan PQRST
c) Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama,
riwayat ketegantungan terhadap makanan atau minuman, zat dan
obat- obatan.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam
rumah.
e) Riwayat alergi
Tanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi obat misal
antibiotik. Antibiotik jenis apa ditulis. Misal punya alergi terhadap
makanan tulis.
3) Diagnosa Keperawatan
a) (D.0001) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spesime jalan nafas
d.d Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak
meringis, Gelisah, Adanya rettrakasi dada, Suara, tambahan ronkhi,
RR 28x/mnt, TD 131/90, Nadi 78x/mnt,
b) (D.0005) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d
Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak meringis,
Gelisah, Adanya rettrakasi dada, Suara, tambahan ronkhi, RR
28x/mnt, RR 28x/mnt, TD 131/90, Nadi 78x/mnt,
c) (D.0003) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi d.d Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret,
Sesak, Tampak meringis, Gelisah, Adanya rettrakasi dada, Suara,
tambahan ronkhi, RR 28x/mnt, RR 28x/mnt, TD 131/90, Nadi
78x/mnt,

b. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(D.0001) Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
napas tidak efektif b.d tindakan keperawatan (I.01006)
spesime jalan nafas diharapkan bersihan 1. Observasi
jalan napas meningkat a. Idetifikasi
dengan kriteria hasil kemampuan batuk
(L.01001) b. Monitur adanya
a. Batuk efektif retensi sputum
meningkat c. Monitor tanda dan
b. Produksi sputum gejala infeksi saluran
menurun napas
c. Mengi menurun 2. Terapeutik
d. Wheezing menurun a. Atuur posisi
e. Mekonium menurun semifowler
f. Dipsnea membaik b. Pasang perlak an
g. Ortopnea membaik bengkok dipangkuan
h. Sianosis membaik pasien
i. Gelisah membaik c. Buang sekret pada
j. Frekuensi napas tempat sputum
membaik 3. Edukasi
k. Pola napas membaik a. Jelaskan ujuan dan
prosedur batuk
efektif
b. Anjurkan tarik napas
dalam melalui
hidung selama 4
detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan
bibir mencucu
selama 8 detik.
c. Anjurkan
mengulangi tarik
napas dalam hingga
3 kali
d. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
tarik napas dalam
yang ke 3
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran
(D.0005) Pola napas tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
efektif b.d hambatan Tindakan keperawatan 1. Observasi
upaya napas diharapkan pertukaran a. Monitor frekuensi,
gas meningkat dengan kedalaman, dan
kriteria hasil (L.01003) upaya napas, irama
a. Dipsneu menurun b. Monitor pola napas
b. Bunyi napas c. Monitor
tambahan menurun kemampuan batuk
c. Gelisah menurun efektif
d. Napas cuping d. Monitor adanya
hidung menurun produksi sputum
e. PCO₂ menurun e. Auskultasi bunyi
Sianosis menurun napas
f. Monitor aanya
sumbatan jalan
napas
g. Monitor saturasi
oksigen
2. Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan resirasi
sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan
Terapi oksigen
1. Observasi
a. Monitor kecepatan
aliran oksigen
b. Monitor posisi alata
oksigen
c. Monitor tana0anda
hipoventilasi
d. Moior efektivitas
terapi oksigen
e. Monitor integritas
mukosa hidung
akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
a. Bersihkan sekret
pada mulut, hidung
dan trakea.
b. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
c. Berikan oksigen
tambahan
3. Edukasi
a. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen dirumah
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen

(D.0003) Gangguan Setelah dilakukan Manajemen jalan


pertukaran gas b.d Tindakan keperawatan napas (I.01012)
ketidakseimbangan diharapkan pola napas 1. Observasi
ventilasi-perfusi membaik dengan a. Monitor posisi
kriteria hasil (L.01004) selang edo trakeal
a. Ventilasi semenit (ETT), terutama
menungkat setelah mengubah
b. Kapasitas vital posisi
meningkat b. Monitor tekanan
c. Tekaann ekspirasi balon ETT setiap 4-
meningkat 8 jam
d. Tekanan inspirasi c. Monitor kulit area
meingkat stoma trakeotomi
e. Dipsnea menurun 2. Terapeutik
f. Oenggunaan otot a. Kurangi tekana
bantu napas balon secara
menurun perlodik tiap shift
g. Ortopnea menurun b. Pasang OPA untuk
h. Pemapasan cuping mencegah ETT
hidug menurun tergigit
i. Frekuensi napas c. Cegah ET terlipat
membaik d. Berikan pre
j. Kedalam napas oksigenasi 100%
membaik selama 30 detik (3-6
k. Eksursi dada kaliventilasi)
membaik sebelum dan setelah
penghisapan
e. Berikan volume pre
oksigenasi 1,5 kali
volume tidal
f. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
jika diperlukan
g. Gnti fiksasi ETT
setiap 24 jam
h. Ubah posisi ETT
setiap 24 jam
i. Lakukan perawatan
mulu
3. Edukasi
a. Jelaskan pasien atau
keluarga tujuan dan
prosedur
pemasangan jalan
napas
4. Kolaborasi
Kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucous plug yang
tidak terdapat
dilakukan penghisapan
c. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah di rencanakan oleh perawat untuk di kerjakan
dalam membantu pasien mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
dampak atau respon yang di timbulkan oleh masalah keperawatan dan
kesehatan, pelaksanaan tindakan keperawatan. Implementasi
keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat sebelumnya.

d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi yang diharapkan antara lain :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien sudah teratasi
2. Pola napas tidak efektif pada pasien sudah teratasi
3. Gangguan pertukaran gas pada pasien sudah teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
FKUI.
Depkes RI., 2010. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberculosis. Jakarta :
Gerdunas TB. Edisi 2 hal 4-6
Chandra B, 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Soemantri A, 2008. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Kencan Prenada Media
Group

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai