Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tuberkulosis

2.1.1 Definisi

Secara umum penyakit Tuberkulosis paru merupakan

penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan dalam

masyarakat. Penyakit Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, bakteri

berbentuk batang (basil). Penularan penyakit ini melalui

perantara ludah atau dahak penderita yang mengandung basil

saat penderita batuk, butir-butir air ludah berterbangan di udara

dan terhisap oleh orang sehat, sehingga masuk kedalam paru-

parunya, yang kemudian menyebabkan penyakit Tuberkulosis

paru (Naga, 2013).

Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman batang

tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun

saprofit, (Taqiyyah,2013).

2.1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya Tuberculosis Paru adalah

Mycrobacterium Tuberculosis, yang merupakan jenis kuman

berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal

0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycrobacterium

Tuberculosis adaah berupa lemak/lipid sehingga kuman

mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan


terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah

bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen.

Oleh karena itu, Mycrobacterium Tuberculosis senang tinggal

di daerah apeks paru-paru yang kandugan oksigennya tinggi.

Daerah tersebut menjadi daerahnya kondusif untuk penyakit

tuberculosis paru (Irman, 2008).

2.1.3Patofisiologi

Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droflet nuclei dalam udara. Partikel

infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

tegantung ada atau tidaknya sinar ultraviolet dan ventilasi

yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan

lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan

berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang

sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan

berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan

atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembulu

limfe, basil berpindah kebagian paru-paru yang lain atau

jaringan tubuh yang lain (Taqiyyah, 2013).

Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang

pertama teransang adalah limfokinse yaitu akan dibentuk

lebih banyak untuk merangsang macrophage, berkurang

tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah magrofage.

Karena fungsinya adalah membunuh kuman atau basil

apabila proses ini berhasil dan


magrofage lebih banyak maka kien akan sembuh dan daya

tahan tubuhnya meningkat. Tetapi apabila kekebalan

tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang di

dalam jaringan paru- paru dengan membentuk jaringan

tuberkel. Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah besar

dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan

di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis

dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan

pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah

(Taqiyyah, 2013).
2.1.4 WEB OF CAUSATION (WOC)
M. Tuberkulosis terhirup masuk paru-
paru

Menempel bronkhiolus/alveoli

Poliferasi sel epitel di sekeliling basil dan membentuk dinding


antara basil dan organ terinfeksi

Merangsang pengeluaran bradikidin, prostaglandin d


Menyebar melalui kelenjar getah bening ke kelenjar reegional menimbulkan reaksi eksudasi

TBC Paru
Resiko Tinggi Penyebaran infeksi
Proses peradangan

Reseptor nyeri
di eferen
Panas Lesi primer menimbulkan kerusakan jaringan

hipotalamus
Hipertermi
Produksi sekret meningkat Syaraf eferen
Mengalami
pekerjaan
Meningkatkan rangsang batuk nyeri
Difuse
Tidak efektifnya bersihan jalan O2 Menurun
nafas

Sekret terdorong ke mulut


Tidak efektifnya pola nafas
Intoleransi Aktivitas

Mempengaruhi pusat sensasi di hipotalamus


Gangguan pertukaran gas

Anoreksia

Pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan

Sumber: Nurarif, 2015

2.1 SKEMA WOC TB PARU


2.1.5 Manifestasi Klinik

Secara rinci tanda dan gejala tuberculosis paru ini dapat dibagi atas :

1. Gejala sistemik

a. Demam

Demam merupakan gejala pertama dari

tuberculosis paru, biasanya timbul pada sore hari

disertai dengan keringat mirip demam influenza

yang segara mereda. Tergantung dari daya tahan

tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang

berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9

bulan. Demam seperti influenza ini hilang timbul

dan semakin lama makin panjang masa

serangannya, sedangkan masa bebas serangan

akan makin pendek. Demam dapat mencapai suhu

tinggi yaitu 400 – 410C.

b. Malaise.

Malaise karena Tuberculosis Paru bersifat

radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak

enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang,

badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah

pada wanita kadang- kadang dapat terjadi

gangguan siklus haid.


2. Gejala respiratorik adalah:

a. Batuk.

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah

melibatkan bronkhus. Batuk mula-mula terjadi oleh

karena iritasi bronkhus, selanjutnya akibat adanya

peradangan pada ronkhus, batuk akan menjadi

produktif. Batuk produktif ini berguna untuk

membuang produk-produk ekskresi peradangan.

Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.

b. Batuk Darah.

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh

darah. Berat dan ringannya batuk darah yang timbul,

tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah

yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat

pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga

dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa broncus.

Batuk darah inilah yang paling sering membawa

penderita berobat ke dokter.

c. Sesak Nafas.

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut

dengan kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal

penyakit gejala ini tidak pernah di temukan.


d. Nyeri dada.

Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan

yang terdapat di pleura terkena, gejala ini dapat

bersifat local pleuritik.

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul pada klien Tuberculosis

Paru dapat berupa: malnutrisi, empiema, efusi pleura,

hepatitis, ketulian dan gangguan gastrointestinal.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosis Tuberculosis (TBC), maka

test diasnostik yang sering dilakukan adalah:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

2. Laboratorium darah rutin ( laju endap darah (LED) normal

atau meningkat, limfositosis ).

3. Foto thoraks PA dan lateral merupakan gambaran foto

thoraks yang menunjang diagnosis Tuberculosis (TBC),

yaitu, bayangan lesi terletak di lapangan atau paru

sekmen apical lobus bawah, bayangan berawan atau

berbercak, adanya kavitas, tunggal atau ganda, kelainan

bilateral, terutama dilapangan atas paru, adanya

kalsifikasi, bayangan menetap pada foto ulang beberapa

minggu kemudian, bayangan milier Pemeriksaan sputum

bakteri tahan asam (BTA) memastikan diagnosis

Tuberculosis Paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif

karena hanya 30-70 % pasien


Tuberculosis Paru yang dapat di diagnosis berdasarkan

pemeriksaan ini.

4. Test peroksidase anti peroksidase (PAP) merupakan uji

serologi imunoperoksidase memakai alat histogen

imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya

imunoglobulin (IgG) spesifik terhadap basil Tuberculosis

Paru

5. Test Mantoux/tuberculin merupkan tehnik Polymerase

Chain Reaction Deteksi DNA kuman secara spesifik

melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat

mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme

Dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya

resistensi.

6. Becton Dicknson Diagnostic Istrument System (BACTEC)

merupakan deteksi growth index berdasarkan CO2 yang

dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh

Mycobacterium Tuberculosis

7. Enzyme linked immunosorbent Assay atau deteksi respon

humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

Pelaksanaanya rumit dan antibody dapat menetap dalam

waktu lama sehingga menimbulkan masalah.

8. Mycodot atau deteksi antibodi memakai antigen lipoarabi

nomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk

seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum

pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah

memadai maka warna


sisir akan berubah.

2.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Depkes, (2002) prinsip pengobatan TBC

diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat,

jumlah dan dosis yang tepat selama 6 – 8 bulan. Pengobatan

Tuberculosis (TBC) di Indonesia sesuai program nasional

menggunakan panduan obat anti Tuberculosis (OAT) terdiri

dari Isoniasid (H) yang dikenal dengan INH, Rifampisin (R)

Pirasinamid (Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E) diberikan

dalam bentuk kombipak, sebagai berikut :

1. Kategori I 2 RHZE/4H3 R3

Diberikan untuk, penderita baru Tuberculosis (TBC)

Paru dengan bakteri tahan asam (BTA) (+). Penderita

baru Tuberculosis (TBC) Paru, bakteri tahan asam (BTA)

(+), rontgen (RO) (+), dengan kerusakan yang luas.

Penderita baru Tuberculosis (TBC) dengan kerusakan

yang berat pada Tuberculosis (TBC) ekstra pulmons.

2. Kategori II : 2 RHZES/HRZE/ 5 R3 H3 E3.

Diberikan untuk : Penderita Tuberculosis (TBC)

bakteri tahan asam (BTA) (+) dengan riwayat pengobatan

sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan atau

pengobatan tidak selesai.

3. Kategori I 2 RHZE/4H3 R3

Diberikan untuk, penderita baru bakteri tahan asam (BTA)


(-) dan rontgen (RO) (+) sakit ringan. Penderita ekstra

paru ringan, yaitu Tuberculosis (TBC) kelenjar limfe,

pleuritis eksudatif unilateral, Tuberculosis (TBC) kulit,

Tuberculosis (TBC) tulang.

Pembedahan paru pada klien biasanya

dilakukan apabila klien mengalami resisutasi teradap

berbagai racun obat anti Tuberculosis (OAT).

Pembedahan dilakukan dengan mengangkut bagian paru

yang tertutup kavietas.

2.1.9 Konsep Asuhan Keperawatan Tb Paru

1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes &

Marilynn, 2000 ) adalah sebagai berikut:

a. Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat

timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil.

Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja,

irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai

setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang

timbul.

b. Pola nutrisi

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut,

penurunan berat badan.

Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik,


kehilangan lemak sub kutan.

c. Respirasi

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas,

sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai

batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning

atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe,

terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks

paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim

paru dan pleural), sesak napas, pengembangan

pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi

pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),

deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

d. Rasa nyaman/nyeri

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk

berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang

sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul

bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga

timbul pleuritis

e. Integritas ego

Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan,

perasaan tak berdaya/tak ada harapan.

Objektif : Menyangkal (selama tahap dini),

ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

f. Keamanan

Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS,


kanker.

Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.

g. Interaksi Sosial

Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena

penyakit menular, perubahan pola biasa dalam

tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk

melaksanakan peran.

2. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang muncul menurut

(SDKI, 2016) untuk penderita Tb yaitu:

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

dengan mokus dalam jumlah berlebihan, eksudat

dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hiperventilasi, keletihan, keletihan otot pernapasan

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membran alveolar-kapiler

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk mencerna makanan

e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju

metabolism
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

umum

h. Risiko tinggi Penyebaran infeksi berhubungan

dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia

menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat

infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi

oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi

kuman

2.2 Konsep Active cycle of breathing

2.2.1 Pengertian

Latihan pernapasan active cycle of breathing technique

dapat diartikan sebagai teknik bernapas siklus aktif yaitu

merupakan siklus pengendalian pernapasan dimana pasien

mengatur tingkat dan kedalaman pernapasannya sendiri

dengan penggunaan dada bagian bawah atau relaksasi dada

dan bahu bagian atas (Pyor & Webber, 2010).

Latihan pernapasan active cycle of breathing merupakan

salah satu latihan pernapasan untuk mengontrol pernapasan

agar menghasilkan pola pernapasan yang tenang dan ritmis

sehingga menjaga kinerja otot-otot pernapasan dan

merangsang keluarnya sputum untuk membuka jalan napas

(Guyton & Hall, 2010).

Latihan pernapasan active cycle of breathing merupakan

salah satu latihan pernapasan yang selain berfungsi untuk


membersihkan sekret juga dapat mempertahankan fungsi paru

termasuk didalamnya dalam meningkatkan aliran ekspirasi

maksimum (Peterson, 2011).

2.2.2 Teknik Active Cycle Of Breathing

Menurut Isnaini (2018) Latihan teknik bernapas active

cycle ini terdiri dari 3 cara yaitu

1. Breathing exercise

Breathing exercise atau breathing control merupakan

pengontrolan pernapasan untuk menghasilkan pola

pernapasan yang tenang dan ritmis, sehingga pasien

dapat menghemat energi untuk bernapas atau dengan

kata lain dapat membantu mengurangi kerja otot

pernapasan, mengembalikan distribusi ventilasi serta

membetulkan pertukaran gas sehingga pasien akan

terbiasa melakukan pernapasan yang teratur ketika

mengalami sesak napas

2. Thoracic expansion exercise

Thoracic expansion exercise merupakan latihan

pengembangan dada yaitu latihan yang berfungsi untuk

meningkatkan fungsi paru dan menambah jumlah udara

yang dapat dipompakan oleh paru sehingga menjaga

kinerja otot-otot bantu pernapasan dan dapat menjaga

serta meningkatkan ekspansi sangkar thoraks.

Pada saat melakukan thoracic expansion exercise


ini, tangan peneliti menekan daerah toraks pasien pada

saat inspirasi, tujuannya yaitu pada saat inspirasi

terjadinya pengaliran udara dari luar tubuh ke dalam paru

dan diberi takanan pada daerah toraks yang berfungsi

untuk memberi rangsangan atau getaran pada paru

sehingga dapat merangsang keluarnya sputum dan

membuka jalan napas pasien

3. Huffing.

Huffing yaitu manuver ekspirasi paksa yang

dilakukan dengan glotis terbuka, huffing dilakukan secara

paksa sehingga dapat membuka epiglotis dan

menyebabkan batuk. Sehingga meningkatkan volume tidal

dan membuka sistem colateral saluran napas sehingga

sputum mudah dikeluarkan. Jika sputum sudah keluar

maka jalan napas akan terbuka dan pertukaran gas dari

dalam keluar atau sebaliknya akan berjalan dengan

lancar. Sehingga pola pernapasan akan teratur dan

keluhan sesak napas pasien berkurang.

2.2.3 Manfaat active cycle of breathing

1. Membuka jalan napas

2. Membersihkan jalan napas dari sputum

3. Meningkatkan ventilasi di paru-paru

4. Mensinkronkan dan melatih kerja abdomen dan thorax

untuk menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup dan

untuk melakukan ventilasi maksimal


5. Mengurangi keluhan sesak nafas dan batuk

6. Memperbaiki pola nafas (Isnaini, 2018)

2.2.4 Langkah-langkah active cycle of breathing

1. Breathing exercise

a. Atur posisi pasien duduk rileks atau setengah duduk

(semi fowler)

b. Dada dan leher dalam keadaan rileks

c. Selanjutnya posisi tangan peneliti di atas perut pasien

d. Suruh pasien bernapas lewat hidung dan keluarkan

lewat mulut

e. Latihan pernapasan pasien dengan menggunakan

pernapasan perut (pastikan pasien melakukan

pernapasan perut dengan merasakan pergerakan

dinding perut dengan tangan peneliti)

f. Lakukan sebanyak 6x tanpa ditahan (santai)

g. Setelah itu suruh pasien merilekskan otot-otot

pernapasannya

2. Thoracix expansion exercise/TEE

a. Selanjutnya letakkan tangan peneliti di toraks

pasien (tepatnya dibawah mamae)

b. Suruh pasien menarik napas lewat hidung, waktu

inspirasi tekan toraks

c. Buang lewat mulut


d. Lakukan 3-4 kali

3. Huffing

a. Setelah itu suruh pasien tarik napas kembali lewat hidung

b. Disaat setengah inspirasi, suruh pasien untuk batuk

c. Lakukan 1-2 kali

d. Bila ketiga langkah diatas telah dilakukan

oleh pasien, selanjutnya pasien diminta

untuk merilekskan otot-otot pernapasannya

dengan tetap melakukan kontrol

pernapasan.

e. Jika pasien masih belum merasa nyaman,

lakukan siklus tersebut 3-4 kali atau sampai

pasien merasa nyaman saat bernapas.


DAFTAR PUSTAKA

Aida, N. (2009). Kekerapan Hiperaktivitas Bronkus Pada Bekas TB Paru


di RSUP Persahabatan Jakarta. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI

Alsagaff., & Mukty. (2012). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press

Brunner., & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Edisi 8 Vol.1. Jakarta: EGC

Gusti, A. (2003). Kekerapan TB Paru pada Pasangan Suami Istri


Penderita TB Paru yang Berobat di Bagian Paru RSU Adam Malik.
Skripsi tidak dipublikasikan. Medan: Universitas Sumatra Utara, hlm.
57-68.

Helmia, & Lulu. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Graha
Masyarakat Ilmiah Kedokteran Universitas Airlangga

Huriah, Titih., Dwi, W. 2017. Pengaruh Active Cycle Of Breathing


Technique Terhadap Peningkatan Nilai Vep1, Jumlah Sputum, Dan
Mobilisasi Sangkar Thoraks Pasien Ppok. Indonesian Jurnal of
Nursing Practices. Yogyakarta Vol. 1 No. 2 Juni 2017

Manurung, Santa. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Mutaqqin, Arif. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan


Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Salemba Medika. Jakarta

Putri, Isnaini. 2018. Perbedaan Active Cycle Of Breathing Technique


(Acbt) Dan Pursed Lips Breathing Technique (Plbt) Terhadap
Frekuensi Nafas Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok)
Di Poli Paru Rsud Dr. Achmad Muchtar Bukittinggi Tahun 2018.
Skripsi Program studi sarjana keperawatan sekolah tinggi ilmu
kesehatan perintis padang.

Nurarif & Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.
Publish

Anda mungkin juga menyukai