Anda di halaman 1dari 32

MATERI

EDUKASI
DIAGNOSA
MEDIS

1
DAFTAR ISI

1. DEMAM BERDARAH ……………………………….…………………… 3

2. DIARE ……………………………………….…………… 9

3. DEMAM THYPOID ………………………………………….………… 15

4. DIABETES MELITUS ………………………………………….………… 19

5. PNEUMONIA …………………………………………….……… 22

6. HIPERTENSI ………………………………………….………… 27

7. STROKE …………………………………….……………… 30

2
DEMAM BERDARAH

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
1. DHF atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebahkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegepti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan
dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak. (Nursalam,2005).
2. DHF adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan
manifestasi perdarahan Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue
Family Flaviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. (Suharti.2001).
3. Demam dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan
remaja atau orang dewasa dengan tanda-tanda klimis demam,(Kapita
Selekta.2001).

B. Epidemiologi
Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersama di
Asia,Afrika dan Amerika Utara. Penyakit ini dikenali dan dinamai pada
tahun 1779. Kasus DBD di Indonesia termasuk terbesar di dunia setelah
Thailand. Setiap tahunnya penyakit ini ditemukan pada tahun 1968 hingga
1998, Rata-rata 18 ribu penderita dirawat dan dari jumlah tesebut sekitar
700 sampai 750 penderita meninggal.
KLB demam berdarah terjadi di Indonesia,tepatnya di Jakarta, pada
tahun 1998 yang mencapai 15.452 dan angka kematian 134 orang.
Penyakit ini adalah siklus 5 tahun dan penderita utamanya dadalah anak-
anak.
C. Klasifikasi
Berdasarkan derajat penyakitnya.DHF dibedakan menjadi 4 yaitu:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain dan uji tourniket positif,
trombositopenia dan hemokonsentrasi.

3
2. Derajat II
Manifestasi klinik pada derajat I, dengan manifestasi perdarahan
spontan di bawah kulit seperti pteki, hematoma, dan perdarahan dilain
tempat.
3. Derajat III
Manifestasi kilik pada derajat II, ditambah dengan ditemukannva
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV
Manifestasi klinik pada derajat III, ditambah dengan ditemukannya
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak teratur dan
andi tak teraba.
D. Etiologi
Etiologi penyakit DHF dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Virus dengue sejenis arbovirus.
2. Virus dengue yang tergolong dalam family Flaviridae dan dikenal
dengan 4 serotif:
a. Dengue 1 :ditemukan di irian ketika herlangsungnya Perang Dunia II
b. Dengue 2: ditemukan di irian ketika berlangsungnya Perang Dunia II
dan lebih dominan di Thailand dan Indonesia.
c. Dengue 3: ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954,
merupak serotif yang menjadi penyebab terbanyak.
d. Dengue 4: ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954
dan berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitive
terhadapinaktivitas oleh diatiter dan natrium diaksioksalat, stabil
pada suhu 70oC.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis bervariasi diantaranya:
1. Demam ringan atau demam tinggi > 37 0C yang tiba-tiba dan
berlangsung antar2-7 hari
2. Terjadinya bintik- bintik perdarahan pada kulit, pharynx,dan konjungtiva

4
3. Hepatomegali
4. Trombositopenia ( l00.000/mm3 atau lebih rendah)
5. Terjadi tanda - tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin
tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari 2 detik, ndi
cepat dan lemah.
6. Epistaksis, Henatemisis, melena, hematuri.
7. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
8. Nyeri abdomen (ulu hati/ diafragma)
9. Pembesaran hati
F. Pemeriksaan Penunjang
Terdiri dari 4 tes yaitu:
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Trombosit menurun
b. HB meningkat lebih dari 20 %
c. HT meningkat lebih dari 20%
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
e. Protein darah rendah
f. Ureum pH dapat meningkat.
g. Na dan Cl rendah.
2. Pemeriksaan serologi: uji HI (Hemogiutination Inhibition Test)
3. Rongent Thorax. : efusi pleura
4. Uji test tourniket : positif.
G. Komplikasi
Adapun komplikasinya:
1. Pendarahan luas
2. Shock atau rejatan
3. Elusi pleura
4. Penurunan kesadaran
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit DHF terdiri dari :
1. Pencegahan

5
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk virus
Flavivirus demam berdarah. Pencegahan mama demam berdarah
terietak pada penghapusan faktor nyamuk DBD.
Cara pencegahan DBD:
a. Bersihkan tempat penyimpanan air.
b. Tutup rapat tempat penampungan air
c. Kubur dan buang barang bekas pada tempatnya terutama harang
yang dapat menampung air.
d. Tutuplah lubang pagar bamboo dengan tanah.
e. Lipat pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar
nyamuk tidak hinggap di sana.
2. Terapi
a. Bagian terpenting adalah terapi suportif. Pasien disarankan agar
menjaga penyerapan makanan terutama dalam bentuk cairan.
b. Jika hal di atas tidak dapat dilakukan penambahan cairan dapat
dilakukan dengan IV untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang berlebihan.
c. Tirah baring.
d. Transfuse platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.
e. Pengobatan alternative dengan jus jambu biji.
f. Minum yang hanyak; 1.5-2 liter/24 jam (susu, air gulathe,sirup atau
air tawar yang ditambah garam).
g. Penderita sebaiknya dirawat di RS, dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya shock yang dapat terjadi tiba-tiba.
I. Pengobatan
Pengobatan DPD dibedakan berdasarkan tingkat keparahan:
1. Pada pasien DBD tanpa penyulit (derajat 1 dan 11)
a. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberi kompres, antipiretik golongan asetaminotèn,eukinin,atau
dipiron dan jangan diberikan asetosal karena bahaya perdarahan.
b. Antibiotic diberikan apabila terdapat kemungkinan terjadi infeksi
sekunder.

6
c. Pemasangan infuse NaCl atau RL sesuai kebutuhan.
2. Pada pasien DBD dengan tanda shock
a. Pemasanan infuse dipertahankan selana 12- 48 jam dan setelah
shock teratasi
b. Dapat diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran alau
preparat hemasel sejumlah 15 - 29 ml/kg BB.
c. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka
diberikan transfusi darah.
J. Prognosis
Infeksi dengan umumnya mempunyai prognosis baik,DF dan DHF tidak
ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada perdarahan yang berati
syok yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites berat serta kejang.
Kematian juga bisa disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan
bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus berat
yaitu pada muncul komplikasi pada system saraf, kardiovascular,
pernafasan, darah, dan orang lain.
Kematian juga dapat disebabkab oleh banyak faktor:
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis dan penanganan shock yang tak teratasi
3. Kebocoran yang hebat.
4. Pendarahan massif
5. Kegagalan
6. Encefalopati
7. Sepsis
8. Kegawatan karena tindakan

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta


Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjoknonegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar
& Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan
Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.

8
DIARE

1. Definisi / Pengertian
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari
(WHO, Mansjoer dkk, 2000).
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi
lebih daribiasanya(>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi
tinja(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lender(Suraatmaja
Sudaryat, 2007 : 1).
Diare Akut adalah buang air hesar lebih dari 3 kali dalam 24 jam,
dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu (IDAI,
2005 : 49).
Diare akut adalah diare awalnya mendadak dan berlangsung
singkatdalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Diare kronis adalah
diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu pada orang dewasa dan
dua minggu pada bayi anak-anak (Mansjoer dkk. 2000).

2. Epidemiologi Penyakit
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral melalui makanan atau
minuman yang tercemar. Di negara berkembang tingginya prevalensi
penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,
kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan
tubuh.
Dalam penelitian di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur 1993 -
1994) terhadap 123 pasien diare dewasa yang di rawat di bangsal diare
akut didapatkan hasil isolasi dengan E. coli (38,29%). V cholerae
(18,29%), Aeromonas sp (14.29%) sebagai tiga penyebab terbanyak.

3. Penyebab Diare
Penyebab diare yang utama adalah infeksi parasit virus maupun
bakteri. Penyebab lain diare antara lain efek samping obat-obatan
bertemu, pemberian makan per selang gangguan metabolik dan endokrin

9
gangguan nutrisi dan malabsorpsi paralitik ileus dan obstruksi usus.
Ditinjau dari sudut patofisiologinya, diare dibedakan menjadi diare sekresi
dan diare osmotik.
a. Diare sekresi disebabkan oleh :
1) Infeksi (virus, bakteri dan parasit).
2) Hiperperistastik usus (akibat bahan-bahan kimia makanan gangguan
psikis. gangguan saraf hawa dingin alergi dan sebagainya).
3) Defisiensi imun terutarna SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan berilipat gandanya bakteri/flora usus dan jamur
terutama candida.
b. Diare osmotik disebabkan oleh:
1) Malabsorpsi makanan (karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
mineral).
2) Kekurangan kalori protein (KKP).

4. Patofisiologi (Woe Diare Terlampir)


Diare sekresi merupakan diare dengan volume banyak yang
disebabkan oleh peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh
mukosa usus ke dalam lumen usus. Diare osmotik terjadi bila air
terdorong ke dalam lumen usus oleh tekanan osmotik dan partikel yang
tidak dapat diahsorpsi, sehingga reahsorpsi air menjadi lambat.
Sebagai akibat dan diare baik akut maupun kronik akan terjadi:
a. Kehilangan air (dehidrasi), Dehidrasi terjadi akibat pengeluaran air lebih
banyak dan pemasukan air, merupakan penyebab kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), terjadi
karena kehilangan natrium bikarbonat bersama tinja penimbunan asam
laktat karenaanoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat
asammeningkat karena tidak dapat dikeluarkan ginjal (oligouria/anuria)
pemindahan ion natrium dan ekstrasel kedalam intrasel. Secara klinis
asidosis dapat dilihat dan pernapasan Kussmaul.
c. Gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare dengan atau tanpa rupiah,
dapat terjadi gangguan sirkulasi berupa renjatan (shock) hipovolemik.

10
Akibatnya perfusihipksia, sidosis bertambah berat dan dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak
ditangani segera akan terjadi kematian.
d. Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah
keperawatan dapat dilihat pada lampiran.

5. Manifestasi Klinis
a. Frekuensi defekasi meningkat dengan konsistensi cair.
b. Pasien mengeluh nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut,
distensi, gemuruh usus (borborigimus), dan demam.
c. Kekurangan cairan dapat menyebabkan rasa haus, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak.
d. Pernapasan Kussmaul sebagai tanda asidosis metabolik.
e. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif
pada anus (tenesmus) dapat terjadi setiap defekasi.
f. Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (>120
kali per menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien
gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis.
g. Kekurangan kalium dapat menyebabkan aritmia jantung.
h. Perfusi ginjal yang menurun dapat terjadi anuria.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
1) Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
2) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).
3) Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat).
b. Berat Badan
Persentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan
saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan di lapangan, untuk
menentukan dehidrasi, cukup dengan nenggunakan penilaiankeadaan

11
anak sebagaimana yang telah dibahas pada bagian konsep dasar
diare.
c. Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan peineriksaan
turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua
ujung jari (bukan kedua kuku). Apabila turgor kembali dengan cepat
(kurang dan 2 detik). berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila
turgor kembali dengan lambat (cubitan kembali dalam waktu 2 detik). Ini
berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali
sangat lambat (cubitan kembali lebih dari 2 detik), ini termasuk diare
dengan dehidrasi berat.
d. Kepala
Anak berusia dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-
ubunnya biasanya cekung.
e. Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya cekung
(cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.
f. Mulut dan Lidah
1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).
2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).
3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).
g. Abdomen
Abdomen kemungkinan mengalami distensi, kram, dan bising usus
yang meningkat.
h. Anus
Anus, apakah ada iritasi pada kulitnya.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan biasanya adalah
pemeriksaan laboratorium. Perneriksaan laboratorium sangat penting

12
artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang tepat sehingga
pengobatan yang tepat dapat diberikan. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan:
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis.
2) Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.
3) Tes resistensi untuk mencari berbagai kuman penyebab.
4) pH dan kadar gulajika dicurigai ada intoleransi glukosa.
b. Pemeriksaan darah.
1) Darah 1enkap.
2) pH, cadangan alkali, dan elektrolit untuk menentukan ganguan
keseimbangan asam basa.
3) Kadar ureum untuk mengetahui faal ginjal.
c. Duodenal intubation.
Untuk mengetahui kuman penyehah secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Rehidrasi sehagai prioritas utama. Hal penting yang perlu diperhatikan:
1) Dehidrasi ringan diberikan oralit. Diberikan cairan Ringer Laktat, bila
tak tersedia dapat diberikan cairan NaCl isotonikditambah 1 ampul
natrium bikarbonat 7, 5 % 50 ml.
2) Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah yang
dikeluarkan. Dapat dihitung dengan cara (Metoda Pierce), dimana
kehutuhan cairan dan masing-masing derajat dehidrasi adalah :
dehidrasi ringan (5% X BB), sedang (8% X BB), berat (10% X RB).
3) Cara pemberian dapat dipilih oral atau IV.
b. Identifikasi penyebab infeksi untuk pemberian antibiotik.
c. Terapi simtomatik seperti obat antidiare diberikan dengan sangat hati-
hati dengan pertimbangan yang rasional. Anti motilitas dan sekresi usus
seperti loperamid sebaiknya jangan dipakai pada infeksi salmonella,
shigela, dan colitis pseudomembran kare akan memperburuk diare. Bila

13
pasien amat kesakitan dapat diberikan antimotilitas usus dalam jangka
pendek selama 1-2 hari saja. Pemberian antiemetik pada anak dan
remaja dapat menimbulkan kejang akibat rangsangan ekstrapiramidal.

9. Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi,
tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dan dehidrasi, kelainan
elektrolit atau pengobatan yang diberikan.
Komplikasi yang paling penting (walaupunjarang) yaitu:
a. Hipernatremia
b. Hiponatremia
c. Demam
d. Edema/Overhidrasi
e. Ileus Paralitikus
f. Kejang
g. Hipokalemia
h. Asidosis
i. Intoleransi Glukosa
j. Malabsorpsi Glukosa
k. Muntah
l. Gagal Ginjal

10. Pencegahan
Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif adalah:
a. Pemberian ASI(Air Susu Ibu).
b. Memperbaiki makanan sapihan.
c. Menggunakan air bersih.
d. Mencuci tangan.
e. Menggunakanjamban keluarga.
f. Cara membuang tinja yang baik dan benar.
g. Pemberian imunisasi campak (Suraatmaja Sudaryat, 2007:15).

14
DEMAM THYPOID

1. Pengertian
Demam Typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada system retikulo endotelia
yang bersifat difus, pembentukan mikroahses dan ulserasi nodus
peyer di distal ileum (Soegeng S, 2007).
Tifus abdominalis adalah sualu penyakit yang ditandai demam,
sakit kepala, kelesuan, anoreksia, tacikardi, kadang-kadang
pembesaran dan Limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal.D, 2002).

2. Penyebab
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai
oleh demamtoksemia, nyeri perut, konstipisi/diare. Koniplikasi yang
dapat terjadi antara lain:perforasi usus, perdarahan, toksemia dan
kematian. (Ranuh. Hariyono. dan dkk.2001)
Etiologi dcmam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi,
S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo
Tjokronegoro, 1997)

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada kebanyakan kasus demam typoid. jurnlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada dalam batas-batas normal, tetapi
kadang-kadang terdapat leukositosis walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke
normal setelah sembuhnya demam typoid.
c. Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dirnaksudkan untuk

15
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam
Tifoid.
d. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid. tetapi biakan
darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Hal ini
disebabkan karena hasil biakan adalah bergantung pada
beberapa faktor seperti: teknik pemeriksaan laboratorium, saat
pemeriksaan selama perjalanan, vaksinasi di masa lampau,
pengobatanm dengan obat anti mikroba.

4. Penatalaksanaan Medis
a. Antibiotik
1) Kloramfenikol
Merupakan obat pilahan utama demam typoid, dosis pada
anak 50-100 mg/kg RB/hari dihagi dalam 3-4 dosis lama terapi
8-10 hari setelah suhu tubuh kembali normal. Untuk mencegah
kekambuhan dapat diberikan selama 14 hari penuh. Dosis pada
bayi 25-50 mg/kg BB/hari.
2) Tiamfenikol
Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun
setelah rata-rata 5-6 hari. Efektifitas sama dengan
kloramfenikol.
3) Kotrimoksazol
Dengan Kotrimoksazol demam pada demam typoid turun rata-
rata 5-6 hari.
4) Ampisilin/Amoksisilin, dosis 50-150 mg/kg BB,diberikan selama
2 minggu.
b. Antipiretika
Tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam
typoid karena tidak banyak berguna.

16
5. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Obeservasi vital sign tiap 8 jam
b. Observasi intake dan output cairan setiap hari
c. Anjurkan pasien banyak minum ± 1300 cc/hari
d. Beri kompres air hangat hila panas diatas 380C
e. Anjurkan menggunakan pakaian yang tipis hindari penggunaan
selimut yang tebal
f. Batasi aktivitas fisik
g. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
h. Timbang berat badan setiap dua hari sekali.
i. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
j. Libatkan orang terdekat untuk mernotivasi dalam hal makan.
k. Mengobservasi KU pasien.
l. Kaji ulang kemampuan pasien untuk melakukan ADL secara
mandiri.
m. Anjurkan pasien untuk tidak berbaring terus dengan mengubah
posisi tidur sekali untuk duduk.
n. Berikan bantuan dalam pemenuhan ADL seperti makan, minum,
mandi, BAB dan BAK.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta


Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar limit Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar
& Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Soegeng Soegijanto. Limit Penyakit Anak, Diagnosa dun
Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.
5. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhah
Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto Jakarta. 2001.

18
DIABETES MELITUS (DM)

1. Pengertian
a. Beberapa pengertian:
1) Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansyur, 2000).
2) Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara
genetic dan klinis termasuk heterogen dan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2005).
b. Tipe DM:
1) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Kerusakan terjadi pada sel beta dan pancreas dimana
insulin tidak dihasilkan sehingga harus dapat terapi insulin
2) NDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Insulin tetap dihasilkan, tetapi yang tidak baik adalah
reseptornya akibat kegagalan relative sd beta pulau Langerhans
dan resusitasi insulin.
3) Diabetes Melitus tipe lain
Dapat disebabkan oleh endokrinopati, obat/ zat kimia, infeksi.
4) Diabetes Melitus Gestasional
Merupakan DM yang terjadi pada saat kehamilan.

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b. Aseton Plasma (Keton) positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas Kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum Meningkat tapi hiasanya kurang dan 330
mosm/L

19
e. Elektrolit
1) Natrium mungkin meningkat, menurun, normal
2) Kalium normal atau peningkatan semu, selanjutnya akan
menurun
3) Fosfor lebih sering menurun
f. Hemoglobin Glikosilat: Kadar meningkat 2-4x lipat dan normal
g. AGD : pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolisme)
h. Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat
i. Urine/Kreatinin munkin meningkat atau normal
j. Amilase darah mungkin meningkat
k. Insulin darah mungkin menurun atau bahkan sarnpai tidak ada
(pada DM tipe 1) atau normal sampai tinggi (DM tipe 2)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : aktifitas hormone tiroid meningkat
m.Urin: Gula aseton meningkat
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi
3. Penetalaksanaan Medis
a. PenyuluhanDM
b. Perencanaan Makanan (diet)
c. Latihan jasmani
d. Obat berkhasiat hipoglikemia
e. Transplantasi pancreas
f. Perawatan di rumah. sebagai seorang diabetes sering mengalami
gangguan sirkulasi pada kaki, sehingga muda terkena infeksi
bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki
g. Terapi insulin

20
DAFTAR PUSTAKA

Deenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC.

A. M. (2000). Kapita selecta kedokteran (Edisi 3). Jakarta: Media Aesculapius.

Price &Wilson. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit


(Edisi 6). Jakarta :EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta: EGC.

21
PNEUMONIA

1. Definisi / Pengertian
a. Pneumonia adalah suatu peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat
b. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dan bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius
dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. (Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2
edisi ketiga).

2. Epidemiologi / Insiden Kasus


Pneumonia dapat terjadi pada berbagai usia, meskipun lebih
banyak terjadi pada usia yang lebih muda. Masing-masing kelompok
umur dapat terinfeksi oleh pathogen yang herheda, yang
mempengaruhi dalam penetapan diagnosa dan terapi.
Sekitar 80% dan seluruh kasus barn praktek umum berhubungan
dengan infeksi saluran nafas yang terjadi dimasyarakat (pneumonia
komunitas / PK) atau didalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/
PN). Pneumonia yang merupakan bentukinfeksi saluran nafas bawah
akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20 %. Pneumonia
nosokomial di ICU Iehih sering daripada PN diruangan umum yaitu
42%: 13% dan sebagian besar yaitu sejumlah 47% teiadi pada pasien
yang menggunakan alat bantu mekanik. Kelompok pasien ini
merupakan bagian terbesar dan pasien yang meninggai di ICC akibat
PN.

3. Penyebab / Etiologi
Virus : virus influenza.
Bakteri : Streptokokus pneumonia, Strepiokokus aureus,Hemoflius
influenza, Stafilokokus, Pneumokokus.
Jamur : Pseudomonas, Candida albican, Aspirasi : makanan atau
benda asing.

22
4. Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh
manusia melalui udara, aspirasi organism, hematogen dapat
menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru
meradang dan berlobang. Dan reaksi inflamasi akan timbul panas.
anoreksia. mual. muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC
dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis
dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang
akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi
pam menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan
penurunan rasio ventilasi perlusi, kedua hal ini dapat menyebabkan
kapasitas difusi menurun dan selanjutnya teriadi hipoksemia.
Dari penjelasan diatas masalah yang muncul, yaitu : Risiko
kekurangan volume cairan, Nyeri (akut), Hipertermi, Perubahan nutrisi
kurang dan kebutuhantubuh, Bersihan jalan nafas tak efektif, Gangguan
pola tidur, pola nafas tak efektif dan intoleransi aktivitas.

5. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi:
a. Klasifikasi klinis
Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi
atas
1) Pneumonia tipikal,bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg
klasik antara lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist
berupa opasitas lohus, disehahkan oleh kuman yang tipikal
terutama S. pneumoniae. Klebsiella pneumoniae. H. influenzae.
2) Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg
meningkat lambat dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus,
disebabkan oleh organisme atipikal dan termasuk Mycoplasma
pneumoniae, virus, Chiarnydia psittaci.

23
Klasilikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
1) Pneumonia komunitas→sporadis atau endemic, muda dan orang
tua
2) Pneumonia nosokomial → didahului oleh perawatan di RS
3) Pneumonia rekurens → mempunyai dasar penyakit paru kronik
4) Pneumonia aspirasi → alkoholik, usia tua
5) Pneumonia pd gangguan imun → pada pasien transplantasi.
onkologi,AIDS
b. Sindrom klinis, dibagi atas
1) Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia
yang akut dgn konsolidasi paru, dapat berupa:
- Pneumonia bacterialatipikal yang terutama mengenai
parenkini paru dalam bentuk bronkopneumonia dan
pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis
atipikal yaitu perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan
jarang disertai konsolidasi paru. Biasanya pada pasien
penyakit kronik
2) Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae.
c. Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas:
1) Bakterial : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H.
influenza, Klebsiella,dll
2) Non bacterial : tuberculosis, virus, fungi, dan parasit

6. Gejala klinis
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat
penyakit
Adapun gejala klinis dan pneumonia yaitu:
a. Dispnoe
b. Hemoptisis
c. Nyeri dada

24
d. Takipnea
e. Demam, menggigil
f. Malaise
g. Kepala pusing
h. Batuk produktif berupa sputum
i. Peningkatan suhu tubuh
j. Hipoksemia

7. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda
konsolidasi paru berupa perkusi paru pekak, auskultasi terdapat ronchi
nyaring dan suara pernapasan bronchial, inspirasi rales dan terdapat
penggunaan otot aksesori.

8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) → teridentifikasi adanya
penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple
abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi
infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium (DL. Serologi, LED) → leukositosis
menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara
spesifik, LED bisanya meningkat. Elektrolit : Sodium dan Klorida
menurun. Bilirubin biasanya meningkat.
c. Analisis gas darah dan Pulse oximetry → menilai tingkat hipoksia
dan kebutuhan O2.
d. Pewarnaan Gram/Cultur Sputum dan Darah → untuk mengetahui
oganisme penyebab
e. Pemeriksaan fungsi paru-paru → volume mungkin menurun. tekanan
saluran udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan
hipoksemia.

25
9. Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi
empiris, mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan
perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikrorganisme
penyebab infeksi mengarahkan pada pemilihan antibiotic yang tepat.

10. Penatalaksanaan Medis


a. Terapi antibiotic
Merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan
manifestasi apapun, yang dimaksudkan sehagai terapi kausal
terhadap kuman penyebabnya.
b. Terapi suportif umum
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-
96 % berdasar pemeriksaan AGD
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang
kental
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran
untuk batuk dan napas dalam
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih
sensitif terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia
bilateral
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang
disertai peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest
7) Drainase empierna bila ada

26
HIPERTENSI

1. Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mm/Hg atau tekanan diastolik 90 mmHg. (WHO)
Sedangkan pada populasi manula hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner and
Suddart, 2002). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa:Penyakit
hipertensi merupakan penyakit tekanan darah tinggi yang hersifat
abnormal dan bervariasi sesuai usia dan jenis kelamin serta dinyatakan
hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dan 140/90 mmHg.

2. Etiologi
a. Hipertensi Esensial/Primer (Idiopatik), penyebab pasti tidak diketahui,
tetapi ada faktor resiko yang mempengaruhi, yaitu: genetik,
lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf simpatik, obesitas, alcohol,
merokok, serta polisemia.
b. Hipertensi Sekunder/Renal, penyebab pasti diketahui, seperti:
1) Penyakit Ginjal
2) Kelainan Endokrin
- Aldosteronnisme
- Syndrome Chusing
3) Obat-obatan
- Kontasepsi oral
- Kortikosteroid
3. KLASIFIKASI
KLASIFIKASI SISTOLIK (mmhg) DIASTOLIK (mmHg)
Normotensi < 140 < 90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan >180 >150

27
berat
Hipertensi sistolik >140 <90
terisolasi
Hipertensi sistolik 140-160 <90
perbatasan

Berdasarkan The Sixth Report of the Joint Nation Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure,
1997.
KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)
Normal <130 <85
Perbatasan 130-139 85-89
Hipertensi tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 160-179 100-109
Hipertensi tingkat 3 >180 >110

4. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah
akibatpeningkatan tekanan darah di intrakranium.
b. Sesak nafas.
c. Susah tidur.
d. Nyeri dada.
e. Perdarahan hidun.
f. Kesemutan pada kaki dan tangan.
g. Rasa berat di tengkuk.
h. Penglihatan kahur karena kerusakan retina akihat hipertensi.
i. Gangguan motorik atau gerak, karena kerusakan saraf.
j. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan flitrasi glomerulus.
k. Edema dependen dan pernbengkakan karena peningkatan tekanan
kapiler.
l. Kejang atau koma.

28
5. Kelompok BerisikoTerkena Hipertensi
a. Merokok konsumsi alkohol
b. Gaya hidup yang tidak sehat (mengkonsumsi makanan cepat saji dll)
c. Peminum kopi
d. Kegemukan
e. Riwayat hipertensi dalam keluarga
f. Stress

6. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Berobat secara berkala atau teratur
Apabila sudah didiagnosa Hipertensi, pengobatan secara berkala
guna menghindari komplikasi.
b. Kontrol Tekanan Darah
Dilakukan setiap satu minggu sekali ke pusat pelayanan terdekat atau
bisa dilakukan sccara mandiri dirumah dengan tensimeter automatic.
c. Diet

29
STROKE

1. Pengertian
Stroke adalah gangguan disfungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan
mendadak, hal itu dikarenakan adanya gangguan yang terjadi pada
pembuluh darah otak yang dapat beresiko pada kematian.

2. Jenis Stroke
Stroke dibagi menjadi 2 jenis :
a. Stroke Hemorhagic yaitu stroke yang disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah otak.
b. Stroke Ischemic atau stroke non hemorhagic yaitu stroke yang
disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah otak.

3. Penyebab Stroke
a. Pola makan yang tidak sehat dengan tinggi lemak jenuh dan trans
menyebabkan penumpukan kolesterol jahat di pembuluh darah otak,
menutup aliran oksigen yang dibutuhkan sel-sel sehingga terjadi
peningkatan resiko peyakit.
b. Merokok tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan si perokok, tetapi
juga bagi orang disekitarnya yang ikut menghirup asap rokok beracun.
Rokok mengandung kadar tinggi kadmimum yang menyebabkan
gumpalan darah pada sel yang akan menghalangi aliran darah dan
merusak pembuluh darah otak
c. Diabetes Melitus. Penderita diabetes cenderung lebuh mudah terserang
stroke diabdingkan penyakit lainnya. Karena pola diet yang tidak sehat
akan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi yang merusak saraf dan
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan komplikasi seperti penyakit
jantung dan stroke.

4. Tanda dan Gejala Stroke


a. Mati rasa tiba-tiba atau kelemahan pada wajah, lengan atau kaki
terutama pada satu sisi tubuh

30
b. Tiba-tiba terjadi kebingungan, gangguan berbicara atau kesulitan
memahami pembicaraan
c. Tiba-tiba terjadi gangguan pada penglihatan satu atau kedua mata
d. Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing dan kehilangan keseimbangan.

5. Pencegahan Stroke
Cara pencegahan penyakit stroke menjadi satu bagian penting untuk
dipahami karena stroke merupakan penyakit yang di dalam otak tersebut
mendapat serangan yang mendadak karena sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah otak. Cara pencegahannya :
a. Menjalankan pola hidup sehat, seperti mengurangi makan-makanan yang
memiliki lemak jenuh tinggi dan memicu penumpukan kolesterol sehingga
dapat menyumbat pembuluh darahh.
b. Rutin berolahraga
c. Rutin memeriksakan tekanan darah
d. Hindari stress yang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi dan memicu
stroke.

6. Penanganan Stroke dengan Terapi Fisik


a. Posisi berdiri dengan Penolong
- Penolong di depan pasien, dengan kedua tangan penolong memegang
pinggag pasien
- Tangan pasien yang kuat memegang pundak penolong lalu penolong
memberikan instruksi kepada pasien untuk berdiri dan penolong
membantu seminimal mungkin
b. Posisi Berjalan dengan Alat Bantu
Pasien menggunakan tongkat dengan berjalan menggerakkan tongkat ke
depan, baru diikuti kaki yang lemah lalu diikuti kaki yang kuat. Idealnya
berjalan tanpa menggunakan tongkat kecuali lansia, nyeri sendi dan
patah tulang.
c. Posisi Naik Turun Tangga
- Pasien menaiki anak tangga satu-satu dengan tangan yang kuat
memegang pegangan tangga

31
- Naik anak tangga dimulai kaki yang kuat lalu diikuti dengan kaki yang
lemah.
d. Cara Mengenakan Celana
Masukkan kaki yang lemah terlebih dahulu ke dalam celana setelah itu
masukkan kaki yang kuat ke dalam celana. Lalu tarik celana ke atas.

32

Anda mungkin juga menyukai