Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

DIRUANG MELATI 2

RSUD dr LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun Oleh :

Nama : Puput puji rahayu

Npm : 920173038

Prodi : S1 Keperawatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PARU

A. PENGERTIAN

Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksius, terutama menyerang


parenkim paru. TB dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Brunner & Sudart, 2013)
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis sumber penulran yaitu penyakit tb melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit (Kemenkes RI,2015).

Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis,


radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka.
Tuberkulosis tersangka yang terbagi dalam :
1. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif)
2. TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain
meragukan).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah (Maryunani anik. 2010)
B. ETIOLOGI
Mycrobacterium Tuberculosis merupakan bakteri yang berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1.4 mm dan tebal 0.3-0.6 mm. Komponen dari bakteri ini sebagian besar
merupakan lemak atau lipid sehingga bakteri ini dapat tahan terhadap asam serta tahan
terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mycrobacterium Tuberculosis merupakan bakteri
yang bersifat aerob yaitu bakteri yang menyukai daerah yang memiliki kandungan
oksigen tinggi karena bakteri ini memperoleh energi dari oksidasi beberapa senyawa
karbon sederhana. Bakteri ini mudah menyebar dari orang yang terinfeksi ke orang lain.
Seseorang dapat mendapatkan TB dengan menghirup tetesan udara dari batuk atau bersin
dari orang yang terinfeksi (Somantri, 2009)

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan
struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan
tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat
berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya
ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti
deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada
cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.

a. Gejala sistemik/umum
1. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
3. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
b. Gejala khusus
1. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

Tanda dan gejala tuberculosis menurut (Mery DiGiulio,dkk 2014) dapat bermacam-
macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang
lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga
menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat
malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
D. PATHOFISIOLOGI

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2
jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-
bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau
paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Individu berisiko yang menghirup basil tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat di mana bakteri terkumpul dan mulai
memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian
tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), serta area paru lainnya (lobus atas). Sistem
imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri,
limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan
penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah
mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa
jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami
klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon
inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam
kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri
kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi
menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut. (Smeltzer, 2009)
tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati, dan cairan paru nekrotik. Pada
waktunya material ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan
trakheobronkhial dan dibatukan. Rongga yang berisi udara tetap ada dan mungkin
terdeteksi ketika dilakukan ronsen dada.
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan
membentuk jaringan parut dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga
E. PATHWAY

Sekema Pohon Masalah Tuberkolosis Paru (Muttaqin,2009)

Mycobacterium Tuberculosis

Airway inhalasi droplet

Saluran pernafasan

Saluran pernafasan Saluran pernafasan


atas bawah

Bakteri yang besar Paru-paru


akan bertahan di
bronkus
Alveolus
Peradangan bronkus

Alveolus Penyebaran
Penumpukan sekret mengalami infeksi melalui
komplikasi sistem limfatik
dan eksudasi
Efektif Tidak Anoreksia Demam
efektif mual Rusaknya
muntah membran
Sekret Sekret tak alveolar Peningkatan
keluar keluar Perubahan Kapiler Suhu Tubuh
saat batuk saat batuk nutrisi
kurang
Gangguan Malaise,
Akumulasi dari
Batuk pertukaran Keletihan
sekret kebutuhan
terus gas
tubuh
menerus
terhadap Intoleransi
orang lain Bersihan Aktivitas
jalan nafas
tidak efektif
Resiko Hipertermi
penyebaran
infeksi Dyspnea
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan fisik :
- Pada tahap dini sulit diketahui.
- Ronchi basah, kasar dan nyaring.
- Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi
suara umforik.
- Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
- Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
b. Pemeriksaan Radiologi :
- Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak
jelas.
- Pada kavitas bayangan berupa cincin.
- Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
d. Laboratorium :
- Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
- Sputum : pada kultur ditemukan BTA
e. Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:


a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara
dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
1) Streptomisin injeksi 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis :
1) INH.
2) Rifampicin.
3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol.
4) Pyridoxin (B6).

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan
TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus
minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
H. PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2012) riwayat keperawatan yang perlu


dikaji adalah:

a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:

- Kelelelahan umum dan kelemahan

- Dispnea saat kerja maupun istirahat


- Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan
atau berkeringat
- Mimpi buruk
Tanda:

- Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja


- Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
b. Sirkulasi
Gejala:

- Palpitasi

Tanda:

- Takikardia, disritmia
- Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
- Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
- Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam
mediatinum)
- TD: hipertensi/hipotensi
- Distensi vena jugularis
c. Integritas ego:
Gejala:
- Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah
keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.
Tanda:

- Menyangkal (khususnya pada tahap dini)


- Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
- Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)

d. Makanan dan cairan:


Gejala:

- Kehilangan napsu makan


- Penurunan berat badan
Tanda:

- Turgor kulit buruk, kering, bersisik


- Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
e. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:

- Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang


- Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu,
leher atau abdomen.
Tanda:

- Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.


f. Pernapasan:
Gejala:

- Batuk (produktif atau tidak produktif)


- Napas pendek
- Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher,
retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
- Pengembangan dada tidak simetris
- Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan
di atas area yang telibat.
- Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
- Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
- Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels
posttussive)
- Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah
- Deviasi trakeal
g. Keamanan:
Gejala:

- Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.


Tanda:

- Demam ringan atau demam akut.


h. Interaksi Sosial:
Gejala:

- Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular


- Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran
i. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:

- Riwayat keluarga TB
- Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
- Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
- Tidak berpartisipasi dalam terapi.
I. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat di alveolus.

Dx 2 : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis

Dx3: Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d adanya infeksi kuman tuberkulosis

Dx4: Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

Dx 5; Hipertermi b.d penyakit

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tujuan Dan KH Intervensi


DX

1. setelah dilakukan asuhan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
keperawatan selama 2x24 jam atau jaw thrust bila perlu
diharapkan jalan nafas pasien 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
efektif dengan criteria hasil : ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat bantu pernafasan
4. keluarkan sekret dengan batuk atau
nebulizer
5. Monitor respirasi dan status O2

2. setelah dilakukan asuhan 1. .Kaji pola makan, kebiasaan makan dan


keperawatan selama 2x24 jam makanan yang disukai
diharapkan intake nutrisi klien 2. Berikan makanan sesuai diet dan berikan
terpenuhi selagi hangat
3. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
nutrisi yang adekuat
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian diet sesuai indikasi
Ukur berat badan pasien
No Tujuan dan Kiteria Hasil Intervensi
Dx
3. setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Identifikasi orang2 yang beresiko
selama 2x24 jam diharapkan: terkena infeksi penyebaran
2. Anjurkan pasien untuk menutup milut
dan membuang sputum pada tempat
penampungan yang tertutup
3. Batasi kundungan dan penggunakan
masker memberikan kesempatan
kepada pasien untuk beristirahat dan
me cegas terjadinya resiko penularan
melalui udara
4. Kolaborasikan keepada tim medis
untuk pemberian cara pencegahan
penularan
4. setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Observasi tingkat aktivitas klien
selama 2x24 jam diharapkan masalah 2. Libatkan keluarga dalam pemenuhan
intoleransi aktivitas terpenuhi adl klien
3. Anjurkan kiln untuk melakukanakivitas
sesuai dengan kemampuanna
4. Anjurkan untuk memberikan selingan
tiap periode aktivitas dengan istirahat
5. setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. monitor ttv dan warna kulit
selama 2x24 jam diharapkan 2. berikan metode pendinginan eksternal
masalahtermogulasi kh: 3.Anjurkan pasien untuk melonggarkan
1. Suhu tubuh rentang normal atau melepas pakaina
2. Nadi dan rr rentang normal 4.kolaborasikan dengan tim medis untuk
pemberian obat
K. DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Kusma. 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis ParuDiGiulio,
Mary dkk 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta: RaphaAndra, dan Yessie.
2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika.Doengos, Marylinn E.
dkk,2012. Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi 3. Jakarta :ECG

Anda mungkin juga menyukai