TB PARU
OLEH :
NIRA : 63710788850
KOTA BANJARMASIN
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU
I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Tuberkolosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterum tuberculosis. (Price dan Wilson, 2015)
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Santa, dkk, 2019).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru
(Indriani et al., 2015).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain
manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada
manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2015).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2012 ).
Fisiologi paru
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,
merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah
kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya
dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-
paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh
membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas untuk membungkus
dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium
pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah.
Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih
jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan
perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus.
Pertama adalah bronkus lobaris ( tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus
lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada
paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu
tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel
yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah
makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti
lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer &
Bare, 2012).
I.2 Etiologi
sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal
lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI,
2010).
I.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2016)
a. Demam
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non produktif). Keadaan
Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh
darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
c. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
d. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga
e. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan
keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak
teratur.
I.4 Patofisologi
terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang
cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau
bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit
organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis
bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi
nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan
membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami
pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan
dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan
jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan
dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau
lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh
penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
d. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
f. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel
g. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
h. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
a. Pemeriksaan fisik :
Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
b. Pemeriksaan Radiologi :
Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas.
tinggi.
d. Laboratorium :
a. Meningitisas
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni
I.7 Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
2. Prinsip pengobatan
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
2 bulan.
3. Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
terjadinya kekambuhan
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
b. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu
resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama, Umur, Jenis kelamin Agama, Status perkawinan , Pendidikan
Terakhir Pekerjaan , Alamat , No.Medical Record, Tanggal masuk, Tanggal
Pengkajian
C. Riwayat penyakit
Pengkajian Primer
1. Airways
- Sumbatan atau penumpukan secret
- Wheezing atau krekles
2. Breathing
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
3. Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Gelisah
- Kulit pucat, sianosis
Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama
Kelemahan, nyeri, sesak, kesadaran compos mentis sampai koma
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Nyeri tersasa menyempit, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang juga mengalami penyakit jantung
5. Genogram
D. Aktivitas sehari-hari
Tidak dapat melakukan aktifitas, mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur,
pola hidup menetap, jadwal olahraga tidak teratur, dyspnea pada istirahat atau aktifitas
E. Data psikologis
Perubahan mental, menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, , khawatir
tentang keuangan , kerja , keluarga
F . Data Sosial
Gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri
G. Data spritual
Perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan
H. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Kelemahan, nyeri, sesak, kesadaran compos mentis sampai koma
2. Sistem pernafasan
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
3. Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
Murmur (bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung)
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
4. Sistem gastrointestinal
Gejala :
Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda :
Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan,
bunyi usus menurun
5. Sistem musculoskeletal
Kelemahan otot (+) 3/4, kekakuan otot dan sendi (+), tonus otot sedang,
skala aktivitas pasien 4 (memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain dan alat
bantu)
6. Sistem neurologi
Gejala :
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda :
Perubahan mental, kelemahan.
7. Sistem endokrin
Tidak ada penyakit akibat gangguan sistem endokrin
8. Sistem Genetalia
Tidak ada gannguan pada genitalia
I. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: LED
Microbiologis: BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M.
Tuberculosis
Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6.
Pada kategori 2: spuntum BTA diulagni pada akhir bulan ke 2, 5 dan 8.
Kultur BTA spuntum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi.
Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi.
Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
Imuno-Serologis:
Uji kulit dengan tuberculin (mantoux)
Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum
Fisiologis :
Asma
Disfungsi neuromuskular
Infeksi
Jalan napas alergik
1) Definisi
Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada
membran alveolar-kapiler.
2) Batasan karakteristik
Diaforesis
Dispnea
Gangguan penglihatan
Gas darah arteri abnormal
Gelisah
Hiperkapnia
Hipoksemia
Hipoksia
Iritabilitas
Konfusi
Napas cuping hidung
Penurunan karbondioksida
pH arteri abnormal
pola pernapasan abnormal (misal : kecepatan, irama, kedalaman)
sakit kepala saat bangun
somnolen
takikardi
3) Faktor yang berhubungan
Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
Perubahan membran alveolar-kapiler
IV Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersih jalan napas
` 1.Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas pasien
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1. 1. Kaji adanya gangguan bunyi atau pola nafas1. 1. TB paru menyebabkan efek luas pada paru
dari bagian kecil bronchopneumoni sampai
2.tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas inflamasi difusi luas, nekrosis, efusi pleura.
V.Evaluasi
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2010. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2010-2011. Jakarta:
Prima Medika
Tambayong, J. 2013. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.