Anda di halaman 1dari 21

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

TB PARU

OLEH :

Miftah Rahmah, S.Kep., Ns.

NIRA : 63710788850

PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

KOTA BANJARMASIN

TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Tuberkolosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterum tuberculosis. (Price dan Wilson, 2015)

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Santa, dkk, 2019).

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru
(Indriani et al., 2015).

Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain
manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada
manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2015).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2012 ).
Fisiologi paru

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,
merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah
kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya
dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.

Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-
paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh
membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas untuk membungkus
dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium
pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah.
Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih
jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan
perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus.
Pertama adalah bronkus lobaris ( tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus
lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada
paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.

Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk


selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus
juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkiolus
kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran
transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus alveolar kemudian
alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli.

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu
tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel
yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah
makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti
lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer &
Bare, 2012).

I.2 Etiologi

Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh

micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran

sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru

merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal

lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan

terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu

melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI,

2010).
I.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2016)

dapat bermacam-macam antara lain :

a. Demam

Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh

daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang

masuk.

b. Batuk

Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non produktif). Keadaan

setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).

Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh

darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.

c. Sesak nafas

Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas

akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah

setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri dada

Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga

menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.

e. Malaise

Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan

anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan

keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak

teratur.
I.4 Patofisologi

Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis

terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-

kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang

mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang

cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak

menyebabkan penyakit.

Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau

bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit

polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh

organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag.

Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang

tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau

berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis

bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi

nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan

fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi

membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi

tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar

getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami

pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan

dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi

tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil

dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.

Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan

jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan

dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga

kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang

terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan

membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau

lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang

kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini

dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri,

penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga

banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh

(Price & Wilson, 2015).

I.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:

a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir

penyakit.

b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan

darah) positif untuk basil asam cepat.

c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau

lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen)

menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti

menunjukkan penyakit aktif.

d. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan

kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.


e. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis,

f. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel

raksasa menunjukkan nekrosis,

g. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.

h. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.

i. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,

peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen

sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan

penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doengoes, 2010).

a. Pemeriksaan fisik :

 Pada tahap dini sulit diketahui.-Ronchi basah, kasar dan nyaring.

 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan padaauskultasi

memberi suara umforik.

 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

 Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

b. Pemeriksaan Radiologi :

 Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas

tidak jelas.

 Pada kavitas bayangan berupa cincin.

 Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengandensitas

tinggi.

c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan

bronchus atau kerusakan paru karena TB.

d. Laboratorium :

 Darah : leukosit meninggi, LED meningkat

 Sputum : pada kultur ditemukan BTA

e. Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)


I.6 Komplikasi

Menurut Suriadi (2016) kompliki dari TB Paru antara lain :

a. Meningitisas
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni

I.7 Penatalaksanaan

1. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT.

2. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT)

lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

 Tahap awal (intensif)

 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.


 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam

2 bulan.

3. Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan

4. Jenis, sifat dan dosis OAT

5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:

a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

1. Kategori Anak: 2HRZ/4HR

a. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak

sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.

b. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu

tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas

dalam satu paket untuk satu pasien.


c. Paket Kombipak.

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,

Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan

program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)

pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu

(1) masa pengobatan.

 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan

resep

3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien


I.8 Pathway
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU

I. PENGKAJIAN

A. Identitas Klien
Nama, Umur, Jenis kelamin Agama, Status perkawinan , Pendidikan
Terakhir Pekerjaan , Alamat , No.Medical Record, Tanggal masuk, Tanggal
Pengkajian

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama , Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Hubungan dengan klien, Alamat

C. Riwayat penyakit
 Pengkajian Primer
1. Airways
- Sumbatan atau penumpukan secret
- Wheezing atau krekles
2. Breathing
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

3. Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Gelisah
- Kulit pucat, sianosis
 Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama
Kelemahan, nyeri, sesak, kesadaran compos mentis sampai koma
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Nyeri tersasa menyempit, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang juga mengalami penyakit jantung
5. Genogram

D. Aktivitas sehari-hari
Tidak dapat melakukan aktifitas, mengalami kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur,
pola hidup menetap, jadwal olahraga tidak teratur, dyspnea pada istirahat atau aktifitas

E. Data psikologis
Perubahan mental, menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, , khawatir
tentang keuangan , kerja , keluarga

F . Data Sosial
Gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri
G. Data spritual
Perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan

H. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Kelemahan, nyeri, sesak, kesadaran compos mentis sampai koma
2. Sistem pernafasan
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
3. Sistem kardiovaskuler
 Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
 Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
 Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
Murmur (bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung)
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
 Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

4. Sistem gastrointestinal
Gejala :
Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda :
Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan,
bunyi usus menurun

5. Sistem musculoskeletal
Kelemahan otot (+) 3/4, kekakuan otot dan sendi (+), tonus otot sedang,
skala aktivitas pasien 4 (memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain dan alat
bantu)
6. Sistem neurologi
Gejala :
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda :
Perubahan mental, kelemahan.
7. Sistem endokrin
Tidak ada penyakit akibat gangguan sistem endokrin
8. Sistem Genetalia
Tidak ada gannguan pada genitalia

I. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium: LED
 Microbiologis: BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M.
Tuberculosis
 Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6.
 Pada kategori 2: spuntum BTA diulagni pada akhir bulan ke 2, 5 dan 8.
 Kultur BTA spuntum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi.
 Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi.
 Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
 Imuno-Serologis:
 Uji kulit dengan tuberculin (mantoux)
 Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum

II. ANALISA DATA


Dari data yang didapatkan , kemudian di analisis, selanjutnya menentukan
diagnosa keperawatan yang akan muncul dan intervensi keperawatan.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersih jalan napas
1. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas.
2. Batasan karakteristik
 Batuk yang tidak efektif
 Dispnea
 Gelisah
 Kesulitan verbalisasi
 Mata terbuka lebar
 Ortopnea
 Penurunan bunyi napas
 Perubahan frekuensi napas
 Perubahan pola napas
 Sianosis
 Spurum dalam jumlah yang berlebihan
 Suara napas tambahan
 Tidak ada batuk
3. Faktor yang berhubungan
Lingkungan :
 Perokok
 Perokok pasif
 Terpanjan asap

Obstruksi jalan nafas :

 Adanya jalan napas buatan


 Benda asing dalam jalan napas
 Eksudat dalam alveoli
 Hiperplasia pada dinding brokus
 Mukus berlebihan
 Penyakit paru obstruktikronis
 Sekresi yang tertahan
 Spasme jalan napas

Fisiologis :

 Asma
 Disfungsi neuromuskular
 Infeksi
 Jalan napas alergik

Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas

1) Definisi
Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada
membran alveolar-kapiler.
2) Batasan karakteristik
 Diaforesis
 Dispnea
 Gangguan penglihatan
 Gas darah arteri abnormal
 Gelisah
 Hiperkapnia
 Hipoksemia
 Hipoksia
 Iritabilitas
 Konfusi
 Napas cuping hidung
 Penurunan karbondioksida
 pH arteri abnormal
 pola pernapasan abnormal (misal : kecepatan, irama, kedalaman)
 sakit kepala saat bangun
 somnolen
 takikardi
3) Faktor yang berhubungan
 Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
 Perubahan membran alveolar-kapiler

IV Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersih jalan napas
` 1.Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil :
 Mempertahankan jalan nafas pasien
 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan

2. Intervensi keperawatan dan rasional

Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyinafas, 1. Penurunan bunyi napas dapat


kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot menunjukkan atelektasis
aksesori
2. Pengeluaran sulit bila sekret sangat
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / tebal. Sputum berdarah kental atau
batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum, darah cerah diakibatkan oleh kerusakan
adanya emoptisis paru atau luka bronkal dan dapat
memerlukan evaluasi
3. Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi.
Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam 3. Posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : pernapasan
penghisapan sesuai keperluan
4. Mencegah obstruksi / aspirasi
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat-obatan

Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas

1.Tujuan dan kriteria hasil


Tujuan : Pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil
 Permukaan paru kembali efektif
 Penurunan dispneu
 BB meningkat
2. Intervensi keperawatan dan rasional

Intervensi Rasional

1. 1. Kaji adanya gangguan bunyi atau pola nafas1. 1. TB paru menyebabkan efek luas pada paru
dari bagian kecil bronchopneumoni sampai
2.tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas inflamasi difusi luas, nekrosis, efusi pleura.

2. 2. Menurunkan kinsumsi oksigen

3.Kolaborasi : berikan tambahan oksigen


yang sesuai 3.

4. 3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang


dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi/ menurunnya alveolar paru

V.Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan,


dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri dan menilai
sejauh mana masalah dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan
balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka
dalam hal ini proses peawatan dapat di modifikasi.
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau gejala
sesuai dengan kreteria hasil yang di tetapkan.
2. Tujuan sebagian yaitu jika pasien menunjukan tanda dan gejala sebagian dari
kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai, jika pasien tadak menunjukan tanda dan gejala sesuai
dengan kreteria hasil yang sudah ditetapkan
VII. Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2010. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2010-2011. Jakarta:
Prima Medika
Tambayong, J. 2013. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai