A. Definisi
Beberapa pengertian tuberkulosis paru dari berbagai sumber, sebagai berikut :
1. Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronik menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai
paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan ditubuh.
2. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningitis, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama
Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet . Mycobaterium
Bovis dan Mycobacterium Avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan
dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit (Price dan Wilson, 2006).
4. Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru-paru, tetapi tidak
menutup kemungkinan juga dapat ditularkan ke organ lain seperti otak, ginjal,
tulang dan lainya.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Saluran pengantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Ketika udara masuk ke dalam rongga
hidung, udara tersebut disaring, dilembabkan dan dihangatkan oleh mukosa
respirasi, udara mengalir dari faring menuju ke laring, laring merupakan
rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung
pita suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti
sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci.
Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon oleh karena itu
dinamakan Pohon trakeabronkial. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris,
bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari
trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan
lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih
tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan bronkus segmentalis, percabangan sampai kesil sampai akhirnya
menjadi bronkus terminalis. Setelah bronkus terminalis terdapat asinus yang
terdiri dari bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantng udara atau
alveolus, duktus alveoli seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris
terminalis merupakan struktur akhir paru. Alveolus hanya mempunyai satu lapis
sel saja yang diameternya lebih kecil dibandingkan diameter sel darah merah,
dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus (Price dan
Wilson,2006).
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu
diafragma. Bagian terluar paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, yang
meluas membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian,
mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali
paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura. Setiap paru dibagi menjadi lobus-
lobus. Paru kiri terdiri dari lobus bawah dan atas, sementara paru kanan
mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi
menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan
pleura. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama
adalah bronkus lobaris yaitu tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri.
Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental terdiri dari 10 pada paru
kanan dan 8 pada paru kiri, bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi
subsegmental, bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik dan saraf. Bronkus segmental membentuk percabangan menjadi
bronkiolus yang tidak mempunyai kartilago pada dindingnya, bronkus dan
bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut”
pendek yang disebut silia.
2. Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2006) proses pernafasan dimana oksigen
dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida
dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga proses . Proses yang
pertama yaitu ventilasi, adalah masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke
luar paru-paru. Proses kedua, transportasi yang terdiri dari beberapa aspek yaitu
difusi gas-gas antar alveolus dan kapiler (respirasi eksternal), distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonal. Proses ketiga yaitu reaksi kimia dan fisik dari oksigen
dan karbondioksida dengan darah.
a. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru karena
terdapat perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan intraalveoli dan
tekanan intrapleura) dengan tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan
atmosfir maka udara akan masuk menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila
tekanan intapulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfir maka udara akan
bergerak keluar dari paru ke atmosfir disebut ekspirasi Transportasi oksigen.
Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi di dalam paru
terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat di alveoli kapiler
paru, oksigen mempunyai konsentrasi yang tinggi di alveoli dibanding di
kapiler paru, sehingga oksigen akan berdifusi dari alveoli ke kapiler paru.
Sebaliknya, karbondioksida mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler
paru dibanding di alveoli, sehingga karbondioksida akan berdifusi dari
kapiler paru ke alveoli. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh
sistem peredaran dara, dari paru ke jaringan dan sebaliknya, disebut
transportasi dan pertukaran oksigen dan karbondioksida darah. Pembuluh
darah kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan disebut difusi. Respirasi dalam
adalah proses metabolik intrasel yang terjadi di mitokondria, meliputi
penggunaan oksigen dan produksi karbondioksida selama pengambilan
energi dari bahan- bahan nutrisi.
Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi,
yaitu saat dimana metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan
karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan
dikeluarkan oleh paru-paru.
C. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacerium tuberkulosis, sejenis kuman batang
dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um, sebagian besar kuman
terdiri atas lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut Bakteri Tahan Asam
(BTA), kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin, hal ini karena kuman bersifat dormant, yaitu kuman dapat aktif kembali dan
menjadikan tuberkulosis ini aktif lagi. Sifat lain adalah aerob, yaitu kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya (Sudoyo, 2007).
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu
terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan
droplet besar (lebih besar dari 100 µ) dan kecil ( 1- 5 µ ). Droplet yang besar
menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu
yang rentan. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang TB aktif, mempunyai
resiko untuk tertular tuberkulosis, hal ini juga tergantung pada banyaknya
organisme yang terdapat di udara (Smeltzer dan Bare, 2002)
D. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan
mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan
aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area
paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan
reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;
limfosit spesifik- tuberkulosis menghancurkan basil-basil dan jaringan normal
sehingga mengakibatkan peumpukan eksudat dalam alveoli menyebabkan
bronkopneumonia (Smeltzer dan Bare, 2002).
Bronkopneumonia ini dapat sumbuh dengan sendirinya, sehingga tidak
meninggalkan sisa atau proses dapat berjalan terus dan menyebabkan nekrosis yang
relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Jaringan granulomas menjadi
lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Bagian sentral dari lesi primer
paru disebut fokus Ghon. Kebanyakan infeksi TB paru, kompleks ghon yang
mengalami pengapuran ini tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi. Jika
terjadi nekrosis kaseosa yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar
melalui bronkus dan meninggalkan kavitas. Kavitas dapat sembuh total tanpa
meninggalkan bekas atau meluas dan menimbulkan perkijuan penuh. Keadaan ini
dapat membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif. Penyakit menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah dan
menimbulkan lesi pada organ lain, penyebaran ini disebut limfohematogen yang
biasanya sembuh sendiri. Sedangkan penyebaran hematogen merupakan penyebab
TB milier, ini terjadi apabila nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk dan tersebar ke organ-organ lain (Price dan Wilson, 2006).
E. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam- macam atau bahkan
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Menurut Sudoyo (2007) keluhan yang terbanyak adalah demam,
batuk/batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, dan malaise. Berikut penjelasan dari
masing-masing keluhan tersebut :
1. Demam
Biasanya subfebril meyerupai demam influenza. Tetapi kadang- kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
2. Batuk/Batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan,
badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
Pada stadium dini penyakit tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya
tanda atau gejala yang khas. Tuberkulosis paru dapat didiagnosis hanya dengan
tes tuberkulin, pemeriksaan radiogram dan pemeriksaan bakteriologik
F. Komplikasi
Menurut Sudoyo (2007) penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas ; Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis (SOFT), kerusakan parenkim berat ; SOPT / fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS),
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
G. Pengkajian Fokus/Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (2000) dasar data pengkajian pasien tergantung pada tahap
penyakit dan derajat yang terkena. Pada pasien dengan tuberkulosis paru pengkajian
pasien meliputi:
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena
kerja ,kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil
dan/atau berkeringat.
Tanda : Takikardi, takipnea/dispnea pada saat kerja , kelelahan otot, nyeri,
sesak (tahap lanjut).
2. Integritas Ego
Gejala : Adanya faktor stres lama, masalah keuangan, perasaan tidak
berdaya/putus asa.
Tanda : Menyangkal (khususnya pada tahap dini), ansietas, ketakutan,mudah
terangsang.
3. Makanan dan cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat
badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan
4. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah
5. Pernafasan
Gejala : Batuk, produktif atau tidak produktif , nafas pendek, riwayat
tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan Penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleura), Pengembangan pernafasan tak simetris (effusi
pleural). Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau
penebalan pleural). Bunyi nafas menurun / tak ada secara bilateral atau
unilateral (effusi pleural/pneumotorak). Bunyi nafas tubuler dan / atau
bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekel tercatat diatas apek pru selama
inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels pasttussic)..
6. Keamanan
Gejala: Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV
positif.
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi Sosial
Gejala : Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan
pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB , ketidakmampuan umum/status kesehatan
buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam
terapi.
Rencana Pemulangan : Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam terapi
obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharaan / perawatan rumah
H. Pathway
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut
Doenges (2007), Carpenito (2007), Muttaqin (2008) dan Nanda (2007) adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan
upaya batuk buruk.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental dan tebal
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
5. Nyeri berhubungan dengan peradangan bronkus, peradangan alveolus dan batuk
terus menerus.
6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen
untuk aktivitas
7. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses
inflamasi, mal nutrisi.
8. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan kecepatan metbolisme sekunder
terhadap infeksi paru.
9. Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur yang berhubungan dengan adanya batuk,
sesak nafas, dan nyeri.
10. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas) dan prognosis penyakit yang
belum jelas.
11. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan rumah.
J. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan
upaya batuk buruk.
Ds : Klien sulit bicara
Do :
- Batuk tiak efektif
- Tidak mampu batuk
- Mengi, wheezing, atau ronkhi kering
Intervensi
Intervensi
Do :
- Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
- Merasa lemah
- Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
- Mengeluh lelah
Tujuan : Agar aktivitas kembali efektif
Kriteria hasil : pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan tidak
kelelahan setelah beraktivitas
Intervensi
a. Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.
Rasional : Mempertahankan pernafasan lambat,sedang dan latihan yang
diawasi memperbaiki kekuatan aotot asesori dan fungsi pernafasan.
b. Memberi dukungan emosional dan semangat.
Rasional : Rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghamabat
peningkatann aktivitas
c. Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.
Rasional : Intoleransi aktivitas dapat di kaji dengan mengevaluasi jantung
sirkulasi dan status pernafasan setelah beraktivitas
d. Kaji kemampuan pasien untuk belajar.
Rasional : Belajar tergantung emosi dari kesiapan fisik dan ditingkatkan
pada tahapan individu
7. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses inflamasi,
mal nutrisi.
Tujuan: Tidak terjadi ifeksi terhadap peyebaran
Kriteria hasil: Pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi
a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi
program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau komplikasi
serta membantu pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah dalam
mencegah infeksi ke orang lain
b. Identifikasi orang lain yang beresiko, misalnya anggota keluarga , sahabat,
karib/teman.
Rasional : Orang-orang yang terpajan ini perlu progam terapi obat untuk
mencegah penyebaran/terjadinya infeksi
c. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, misalnya masker atau isolasi
pernafasan.
Rasional: Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d. Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
e. Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional: Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi
pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan
f. Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan sering,
makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : Adanya anoreksia
(malnutrisi sebelumnya, merendahkan tahapan terhadap proses infeksi dan
mengganggu penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan pemasukan
semua.
8. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan kecepatan metabolisme sekunde
terhadap infeksi paru.
Ds : -
Do :
- Suhu diatas normal
- Kulit merah
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal dan tidak muncul tanda-tanda inflamasi
lainnya
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal ≤ 37,5oC , nadi dan RR dalam
rentang normal, Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Intervensi
a. Monitar tanda-tanda vital sesering mungkin, terutama suhu tubuh minimal 2
jam sekali.
Rasional : Mengidentifikasi peningkatan suhu secepat mungkin
b. Monitor tingkat kesadaran
Rasional : mengetahui adanya penurunan kesadaran
c. Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang tipis
Rasional : Mencegah adanya evaporasi
d. Melakukan tapid sponge
Rasional : untuk menrurunkan suhu tubuh
e. Menganjurkan pasien untuk banyak minum air putih (intake yang adekuat)
Rasional : Untuk mencegah adanya dehidrasi.
f. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : untuk membantu penurunan suhu tubuh.
9. Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur yang berhubungan dengan adanya batuk,
sesak nafas, dan nyeri.
Ds :
- Mengeluh sering terjaga
- Mengeluh istirahat kurang cukup
Do : -
Tujuan : Agar kebutuhan tidur terpenuhi
Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa mudah terbangun.
Intervensi
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih
bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medikal Bedah, (Volume 2), Penerjemah: Karnaen,
Adam
Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all.
Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River Patrick Davay, 2002, At A Glance Medicine, Jakarta, EMS Santosa, Budi.
2007.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit,
Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p.,
Mahanani, D. A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.