Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterum tuberculosis. (Price dan Wilson, 2005).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru


yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia,
sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia
adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005).

Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan


bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita
batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang


parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer
& Brenda G. Bare, 2002 ).

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan
tekanan. Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru
mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak di dalam mediastinum.

1
2

Fisiologi paru

Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua


bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur
toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian
terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut
pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan
permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-
paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura
yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan
bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah.
Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh
fisurel yang merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat
beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris ( tiga pada
paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus
segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus
segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini
3

dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.

Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang


membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas.
Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi
oleh silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing
menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk
percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar
lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran transisional
antara kalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus alveolar
kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam
alveoli.

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel
alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar
tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan,
suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja
sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare, 2002).

I.2 Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang
dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang
menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2000).

I.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam
(2006) dapat bermacam-macam antara lain :
4

a. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
c. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada
pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan
jarang ditemukan.
e. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan
hilang timbul secara tidak teratur.

I.4 Patofisologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi
tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya
diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung
atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.

Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-
paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit
5

namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa


leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau
proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang
biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di
sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon
berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya


kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon
dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus
dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus.

Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan


meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan
perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.


Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila
6

fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk


ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price &
Wilson, 2005).

I.5 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap
akhir penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas
simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium
tuberculosis,
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis,
h. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi.
i. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas)
(Doengoes, 2000).
a. Pemeriksaan fisik :
 Pada tahap dini sulit diketahui.-Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan
padaauskultasi memberi suara umforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
7

 Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan


suara pekak)
b. Pemeriksaan Radiologi :
 Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan
dengan batas tidak jelas.
 Pada kavitas bayangan berupa cincin.
 Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi.
c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
d. Laboratorium :
 Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
 Sputum : pada kultur ditemukan BTA
e. Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

I.6 Komplikasi
Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
a. Meningitisas
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni

I.7 Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
8

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan


pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
 Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
3. Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
4. Jenis, sifat dan dosis OAT

5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
9

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)


1. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
a. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
b. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
c. Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu
(1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
  KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien
10

I.8 Pathway
11

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan tuberculosis paru


II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan sekarang : meliputi keluhan atau gangguan
yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan
adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu
makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita
untuk mencari pengobatan.
b. Riwayat keperawatan dahulu : Adanya riwayat hipertensi, riwayat
stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
c. Riwayat keperawatan keluarga : Mencari diantara anggota keluarga
pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga
sehingga diteruskan penularannya
II.1.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan paru
Prinsipnya IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi, persuasi)
a) Inspeksi (melihat)
Melihat pada bagian hidung (simetris atau tidak, polip(speculum
hidung), secret (darah pd hidung), pernapasan cepling hidung.
Daerah paru simetris atau tidak ada jaringan parut atau tidak (luka)
ada RETERASI INTERCOSTA (pengembangan) atau tidak.
b) Palpasi (meraba)
Meraba pengenbangan dada kana dan kiri menggunakan 2 telapak
tangan Pemeriksaan TAUTIL FREMIKUS (mereba anatar paru)
dengan cara posisi pasien dudk tangan kita ditempatkan pada
punggung pasien dan pasienn disuruh mengucapkan angka 7799.
12

c) Pekusi (mengetuk)
Mengetuk untuk menentukan letak paru Bunyi normal paru pada
saat perkusi adalah SONOR
d) Auskultasi (mendengarkan)
Bunyi paru pada auskultasi normalnya adalah VASKULAR (aliran
tanpa hambatan) Pada titik-titik superior, interior, medial.
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
 Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
 Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
 Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
 Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
 Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
 Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur
dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
 Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
 Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

II.1.3 Pemeriksaan penunjang


 Laboratorium: LED
13

 Microbiologis: BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M.


Tuberculosis
 Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,4
dan 6.
 Pada kategori 2: spuntum BTA diulagni pada akhir bulan ke 2, 5 dan 8.
 Kultur BTA spuntum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi.
 Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir
terapi.
 Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
 Imuno-Serologis:
 Uji kulit dengan tuberculin (mantoux)
 Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersih jalan napas
II.2.1 Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
II.2.2 Batasan karakteristik
 Batuk yang tidak efektif
 Dispnea
 Gelisah
 Kesulitan verbalisasi
 Mata terbuka lebar
 Ortopnea
 Penurunan bunyi napas
 Perubahan frekuensi napas
 Perubahan pola napas
 Sianosis
 Spurum dalam jumlah yang berlebihan
 Suara napas tambahan
 Tidak ada batuk
II.2.3 Faktor yang berhubungan
Lingkungan :
 Perokok
14

 Perokok pasif
 Terpanjan asap

Obstruksi jalan nafas :

 Adanya jalan napas buatan


 Benda asing dalam jalan napas
 Eksudat dalam alveoli
 Hiperplasia pada dinding brokus
 Mukus berlebihan
 Penyakit paru obstruktikronis
 Sekresi yang tertahan
 Spasme jalan napas

Fisiologis :

 Asma
 Disfungsi neuromuskular
 Infeksi
 Jalan napas alergik

Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas

II.2.4 Definisi
Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida
pada membran alveolar-kapiler.
II.2.5 Batasan karakteristik
 Diaforesis
 Dispnea
 Gangguan penglihatan
 Gas darah arteri abnormal
 Gelisah
 Hiperkapnia
 Hipoksemia
 Hipoksia
 Iritabilitas
 Konfusi
 Napas cuping hidung
15

 Penurunan karbondioksida
 pH arteri abnormal
 pola pernapasan abnormal (misal : kecepatan, irama, kedalaman)
 sakit kepala saat bangun
 somnolen
 takikardi
II.2.6 Faktor yang berhubungan
 Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
 Perubahan membran alveolar-kapiler

II.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersih jalan napas
II.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan  : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil :
 Mempertahankan jalan nafas pasien
 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
II.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional

Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi pernapasan contoh : 1. Penurunan bunyi napas dapat


Bunyi nafas, kecepatan, irama,  menunjukkan atelektasis
kedalaman dan penggunaan otot 2. Pengeluaran sulit bila sekret
aksesori sangat tebal. Sputum berdarah
2. Catat kemampuan untuk kental atau darah cerah
mengeluarkan mukosa / batuk diakibatkan oleh kerusakan paru
efektif : catat karakter, jumlah atau luka bronkal dan dapat
sputum, adanya emoptisis memerlukan evaluasi
3. Berikan pasien posisi semi atau 3. Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi. Bantu pasien untuk ekspansi paru dan menurunkan
batuk dan latihan napas dalam upaya pernapasan
4. Bersihkan sekret dari mulut dan 4. Mencegah obstruksi / aspirasi
trakea : penghisapan sesuai
keperluan
5. Kolaborasi dengan tim medis
16

dalam pemberian obat-obatan

Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas

II.3.3 Tujuan dan kriteria hasil


Tujuan : Pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil
 Permukaan paru kembali efektif
 Penurunan dispneu
 BB meningkat
II.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya gangguan bunyi 1. TB paru menyebabkan efek luas


atau pola nafas pada paru dari bagian kecil
2. Tingkatkan tirah baring/batasi bronchopneumoni sampai inflamasi
aktivitas difusi luas, nekrosis, efusi pleura.
3. Kolaborasi : berikan tambahan 2. Menurunkan konsumsi oksigen
oksigen yang sesuai 3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia
yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi/ menurunnya
alveolar paru
17

III. Daftar Pustaka


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Banjarmasin, 30 Januari 2017


Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(...........................................................) (......................................................)

Anda mungkin juga menyukai