Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

TUBERCULOSIS PARU

1. Pengertian
Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2003), tuberkulosis adalah infeksi
penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu
basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Menurut
(Imran Somantri, 2007) tuberkulosis paru – paru merupakan penyakit infeksi
yang menyerang parenkim paru – paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus linfe.
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan contoh
lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu
lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus, kuman juga
dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar
yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi
granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis
(tipe manusia), suatu basil tahan asam (BTA). Jenis lainnya meliputi M. Bovis
(sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M. Avium intracellulare dan M.
Kansasii.
Menurut (Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah penyakit
yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi.

2. Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
• Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
• Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

1
• Tuberkulosis Paru BTA positif.
• Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
• Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.
• Tuberkulosis non aktif .
• Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)

d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )


• Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non
kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
• Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
satu pertiga bagian satu paru.
• For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang
melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
• Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
• Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
• Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
• Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
• Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan
kasus baru dengan batuk TB berat.
• Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.

2
• Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.
• Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

3. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1 – 4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian besar
komponen M. Tuberkulosis adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di daerah
apeks paru – paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka
dari itu; disaring, dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang
kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan
silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke
superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari
sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar. Air untuk
kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay
ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan
pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa
sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati
suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring
menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang

3
rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara
pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea
dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi
fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan,
gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus
laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan
makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing
masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang mempunyai fungsi
batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran
pernapasan bagian bawah. Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang
berbentu seperti sepatu 5 inchi. Struktur kuda yang panjangnya trachea dan
bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan
pohon tracheal bronchial. Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama
bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena
banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan
batuk, kalau saraf-saraf terangsang. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan
lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal. Baliknya bronchus kiri lebih
panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut
yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau
udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka
tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang
terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang
saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.Semua saluran udara di
bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar udara ke
tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus

4
terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris
yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai
satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan
dengan tebal garis tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat
sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis. Tetapi
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu
ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di
dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru.
Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu
sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru.
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu
1.) Arteri bronkhialis.
2.) Arteri pulmonalis.

4. Manifestasi Klinis
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis.
Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala
tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut.
Bagaimanapun gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu

5
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil
proses destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit
menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau
agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan
penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah
sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.
Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan
bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi
gesekan pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan
pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu
reaksi umum dari proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

6
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses
telah lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan

7
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise.

5. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagaian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru – paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limposit spesifik
tuborkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dua sampai
sepuluh minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan
gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati di kelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif granulomas diubah menjadi
masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa fibrosa ini di sebut tuberkel
ghon. Bahan (bakteri dan makropag) menjadi nekrotik, membentuk masa
seperti keju. Masa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk sekar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh tuberkel yang memecah, membentuk jaringan

8
parut. Paru – paru yang terinfeksi lebih membengkak mengakibatkan
terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama
ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas
yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 % individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
• Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
• Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
• Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berani
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
• Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk
Mycobacterium tuberculosis.
• Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
• Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya
retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

9
• Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan
rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru
atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.

10
7. Pathway
Invasi bakteri tuberculosis
sembuh
Infeksi primer

Sembuh dengan focus ghon

Infeksi pasca primer


(reaktivitas)fibrotic Bakteri dorman

Bakteri muncul berapa


sembuh dengan
tahun kemudian fibrotik

Reaksi infeksi/inflamsi, kavitas


dan merusak parenkim paru

- Produksi secret Reaksi sistematis Ansietas

- Batuk produktif
Anoreksia, mual, BB Lemah - Tidak bs tidur
Ketidakefektifan
bersihan jalan
Intoleransi
nafas Ketidakseimbangan aktifitas
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Gangguan
pola tidur

11
8. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TBC adalah harus kombinasi, tidak boleh terputus-
putus dan jangka waktu yang lama. Di samping itu maka perkembangan
ekonomi tersebut dikenal 2 (dua) macam alternatif pengobatan.
• Paduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 – 24 bulan,
obat relatif murah.
• Pengobatan intensif : setiap hari 1 – 3 bulan INH +, Rifampicin +
Streptomicyn dan diteruskan dengan.
• Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun : INH +
Rifampicin atau Ethambutol.
• Paduan obat jangka pendek dengan lama pengobatan 6 – 9 bulan obat
relatif murah.
• Pengobtan intensif: tiap hari selama 1 – 2 bulan INH + Rifampicin +
Streptomicyn atau Pirazinamid, dan diteruskan dengan
• Pengobatan intermitten 2 – 3 kali seminggu selama 4 – 7 bulan : INH
+ Rifampicin atau Ethambutol atau Streptomycin.

12
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
 Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela
jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi
minim menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita
keluarga tidak dibiasakan imunisasi.

13
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi
penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn.
E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges,
1999).
 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan

14
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari
 Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam
hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
 Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
 Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
 Palpasi

15
badan teraba hangat (demam)

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap


aktif penyakit

 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan


cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi


10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.

 Anemia bila penyakit berjalan menahun

 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut


kembali normal pada tahap penyembuhan.

 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan


paru.

 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.

 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi

 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan

16
TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada
foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.

 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat


kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah


penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.

Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk/batuk berdarah
 Sesak bernafas
 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan
Data Obyektif
 Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal
dan sub mandibula.
 Kadang terjadi abses.

17

2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar
kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum,
dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang
tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif

3) Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.

Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan


tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.

Kriteria Hasil :
- Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko
penyebaran infeksi
- Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup
dalam melakkan lingkungan yangnyaman.

18
- TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi
program pengobatan untukmencegah pengaktifan berrulang.
Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan
kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat
untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai
dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi
demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran
infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang
stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator
adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya
dibetes militus, kanker, kalium.
7. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola
hidup dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

19
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering
makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan
terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.

Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,


diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- ronchi tidak ada
- sputum berkurang atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-24)x/menit

Intervensi
Mandiri
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan
obstruksi jalan napas
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi
derajat kelainan pernafasan
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan

20
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan
sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga
jalan nafas klien kembali efektif
7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu
pengeluaran sekret
8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi
yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga
jalan nafas klien kembali efektif
9) Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif secara mekanik
10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi

Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :
 Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang

21
 Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
 Napas teratur
 Tanda vital stabil
 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-
100 mmH
Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya
proses penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap
demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya
hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta
dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk
memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul
dan masker

22
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,
oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien

2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.


Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi
perubahan

Dx 4
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi
Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi.

23
5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Dx 5
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH:
 Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
 Pasien tampak rileks
Intervensi:
Mandiri
1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah
terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang, relaksasi/latihan nafas

24
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektifan upaya batuk.

Kloaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan

Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi :
Mandiri
1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada

25
kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus

Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu
melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentan normal.

Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan
pemilihan intervensi

2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut


sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan
istirahat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.

26
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
Dx 8
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria hasil:
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan
pengobatan.
 Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki
kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang
luberkulosis paru.
 Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
 Menerima perawatan kesehatan adekuat.

Intervensi
1. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya:
jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang
interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan

27
mencegah putus obat.
4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,
gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah. Mencegah
keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan..
Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/
kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,
pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis,

hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula bronkopleural,


Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4) Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
Dx 2 : pertukaran gas pasien efektif
Dx 3 : Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Dx 4 : Nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 : Suhu tubuh pasien kembali normal
Dx 6 : Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
Dx 7 : Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya

28
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner dan
Suddart. Jakarta : EGG

Brooker Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1 &
2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC

Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Widya Medika : Jakarta.

Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta : FKUI.

Price, S., & Wilson. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi.2.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

29
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU

DISUSUN UNTUK MELENGKAPI KENAIKAN PANGKAT


II d – III a

OLEH :
Suparman, Amd.Kep
Nip :197602102006041013

RSUD KANJURUHAN
KABUPATEN MALANG

30

Anda mungkin juga menyukai