NIM : PO53032201211328
( ) ( )
B. Konsep Tuberkulosis
1. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium
Tuberculosi yang menyerang paru-parudan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini
dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut (Sylvia A.price dalam Hardi Kusuma, dan amin Huda, 2015).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksimenular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacteriumtuberculosis. Kuman in paling sering menyerangorgan paru dengan sumber
penularan adalah pasienTB BTA positif. (Bagiada & Putri, dalam Puspitarini 2018).
2. Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer
2) Tuberculosis post primer
b. Pembagian secara ativitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberculosis minimal
2) Moderately advanced tuberculosis
3) Far advanced tubercolusis
Klasifikasi menurut American Thoracic Society:
1) Kategori O: tidak pernah terpajan, dan tidak terifeksi, riwayat kontak negative, tes
tubercullin negative.
2) Kategori I: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak
positif, tes tubercullin negative
3) Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis
dan sputum negative.
4) Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit
Klasifikasi dilndonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, biologis:
1) Tuberkulosis paru
2) Bekas tuberkulosis paru
3) Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
TB tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain positif.
TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negative dan tanda-tanda lain
juga meragukan.
Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu:
(Sudoyo dalam Hardi Kusuma, dan amin Huda, 2015)
1) Kategori 1, ditunjukan terhadap kasus batu dengan sputum positif dan kasus baru
dengan bentuk TB berat
2) Kategori 2, ditunjukan terhadap: kasus kambuh, kasus gagal dengan sputum BTA
positif.
3) Kategori, ditunjukan terhadap kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori.
4) Kategori 4 ditunjukan terhadap 1B kronik.
3. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Myobakterium tuberkulosa, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dengan tebal 0,3-0,6/Um dan tahan asam. Spesies lain
kuman in yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M.bovis, M.kansasii,
M.intracellulare, sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid) lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dam lebih than terhadap gangguan kimia dan
fisik. Kuman dapat than hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam
jaringan kuman hidup sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sito plasma magrofak. Sifat
lain kuman ini adalah aerop. Sifat in menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya (Mansjoer dalam Zither, 2016)
4. Manifestasi Klinis
a. Demam 40-41°C, serta ada batuk/batuk darah
b. Sesak napas dan nyeri dada
c. Malaise, keringat malam
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
f. Pada anak:
1) Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tapa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
2) Demam tapa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
3) Batuk kronik >3minggu, dengan atau tapa wheeze
4) Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
5. Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirupbasil M. tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat tertumpuk.
Perkembangan M. tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke arah lain dari paru-paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya,
sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neurotrofl
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik
tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri (Soemantri, dalam Puspitarini 2018).
Bila bakteri Tuberkulosis terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan
mencapai alveoli atau bagaian terminal saluran pernapasan. Jika pada proses in, bakteri
ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh
makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan
kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel.
Sebelum menghancur bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfoksin yang
dihasilkan limfosit T. Bakteri Tuberkulosis menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar
getah bening regional (hilus)
membentuk epiteloid granuloma.Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler terhadap bakteri Tuberkulosis. Hal ini terjadi sekitar 2-4
minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai
akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag. (Muttaqin, dalam Puspitarini 2018).
Peradangan terjadi di dalam alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami
berusaha melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organism itu, lalu dibawa ke sel T.
proses radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel
primer. Dibagian tengah nodul terdapat basil tuberkel.Bagian luamya mengalami fibrosis,
bagian tengahnya kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal
sebagai perkijuan. Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur atau mencair. (Puspitarini
2018).
Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi lang atau bakteri
yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami
ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus .Tuberkel yang
ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblast akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
6. Pathway
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering ditemukan pada pasien TBC atau TB antara lain
sebagai berikut, seperti dikutip dari Mayo Clinic dan Everydayhealth dalam indec diagnostic.
a. Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB
menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus, tulang iga juga bisa
terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.
b. Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau
peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan pada
membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.
c. Kerusakan hati dan ginjal
Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi ini
akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB.
d. Kerusakan jantung
Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa terjadi
cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat jantung
jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.
e. Gangguan mata
Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwara kemerahan, mengalami iritasi
dan membengkak di retina atau bagian lain.
f. Resistensi kuman
Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan
ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak
disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan
obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat. (Sources :
Detik Health dalam indiac diagnostic)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur sputum
Positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
b. Ziehl - Nelsons
Pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk asupan cairan dalaqm darah, positif
untuk basil asam
c. Test kulit ( PPD, Mantoux, potongan volmel)
Reaksi positif ( area indurasi 10 mm / lebih besar teriadi 48 - 72 jam setelah injeksi
intra dermal antigen)
d. Foto thorak
Dapat menunjukkkan infiltrasi les awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer. Perubahan menunjukkkan lebih luas TB dapat termasuk ronggga, area
fibrosa.
e. Histologi / kultur jaringan
Termasuk pembersihan gaster, urine, cairan serebrospinal, biopsi kulit.
Positip untuk mycobacterium tuberkulosis.
f. Biopsi jarum pada jaringan paru
Positip untuk granuloma TB, adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
g. Elektrosit
Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
h. GDA
Dapat norma tergantung pada lokasi dan beratnya kerusakan ruang mati
i. Pemeriksaaan fugsi paru
Penurunan kapasitas vital, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleura ( TB paru
kronis paru luas).
9. Penatalaksanaan
a. Panduan OAT dan peruntukannya
1) Kategori - 1(2 HRZE / 4H3R3) Diberikan untuk pasien baru
a) pasien baru TB paru BTA positif
b) Pasien TB paru BTA negatif thorak positif
c) Pasien TB ekstra paru
2) Kategori - 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal
c) Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus ( Default)
3)OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang
diberikan selama sebulan ( 28 hari)
b. Jenis dan dosis obat OAT
1) Isoniasid (H)
Obat in sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis harian
yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X semingggu
diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB.
2)Rifamisin (R)
Dapat m,embnunuh kuman semi dormanf yang tidak dapat dibunuh isoniasid. Dosis
10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 X seminggu.
3) Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian
dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu
4)Streptomisin (S)
Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan intermiten 3 X
seminggu diberikan dengaqn dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya
0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk berumur 60 th atau lebih diberikan 0,50 gr/ hari. (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia dalam Zither, 2016)
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien Nama:
Jenis kelamin:
Umur:
Alamat:
Tanggal masuk RS:
Tanggal pengkajian:
Diagnosa medis:
No. Medrek:
b.Identitas penanggung jawab
Nama:
Jenis Kelamin:
Umur:
Alamat:
Hub. Dengan klien:
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien pada sat pengkajian biasanya mengalami batuk,
batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise. (Muttaqin dalam Puspitarini, 2018).
2) Riwayat kesehatan sekarang
Mengutip dari Muttaqin (2008)keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula- mula nonproduktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Jika keluhan utama adalah
sesak napas, maka pengkajian ringkas dengan menggunakan PORST
3) Riwayat kesehatan masa lalu Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit
yang sama, riwayat ketegantungan terhadap makanan atau minuman, zat dan obat-obatan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan di dalam rumah. (Muttagin dalam Puspitasari, 2018)
5) Riwayat alergi
Tanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi obat misal antibiotik. Antibiotik jenis apa
ditulis. Misal punya alergi terhadap makanan tulis.
d. Aktivitas dasar
1) Aktivitas dasar
Tabel. 1 Aktivitas Dasar
Aktivitas Dasar 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Toileting √
Personal hyegiene √
Berpakaian √
Mobilisasi dari tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi √
2) Aktivitas/ Istirahat
a) Nutrisi: nutrisi terganggu kana adanya mual dan muntah, penurunan BB
b) Istirahat: tidur tidak bisa karena nyeri, sesak, batuk
c) Aktivitas: badan terasa lemah dan biasanya pasien dianjurkan untuk tirah
baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
d) Psikologis: pasien gelisah dan cemas dengan penyakitnya.e)
e.Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pasien tampak lemah, takikardi/takipneu/dispneu
2) TTV
TD 130/90 mmHg, nadi meningkat 110×/mnt, suhu meningkat (39° C),
Respirasi meningkat 24x/mnt.
3) Pemeriksaan fisik
Tabel. 2 Pemeriksaan Fisik
N Jenis Inspeksi Palpasi Auskultasi Perkusi
o
1 Kepala 1.Tampak a.Tidak ada - -
Simetris benjolan
2.Sebaran volume b. Tidak ada
rambut merata nyeri tekan
3.Kulit kepala
bersih
2 Wajah a.Tampak a. Tidak ada - -
simetris benjolan
b.Tampak
meringis
c.Tampak pucat,
bibir kering
d.Tampak lemas
Hidung a.tampak simetris a.Tidak ada - -
b.tampak bersih nyeri tekan
c.terpasang O2 b.Tidak ada
d.adanya cuping benjolan
hidung
Mata a.tampak simetris a. Tidak ada - -
b.sklera ikterik nyeri tekan
c.konjungtiva
anemis
d.pupil isokor
(+/+)
Telinga a.tampak simetris a. Tidak ada - -
b.tampak bersih nyeri tekan
pendengaran baik
c.cairan/darah/
sekret (-)
3 Leher a.tampak simetris a.pembesaran - -
b.tidak ada lesi vena jugularis
(+)
b.tidak ada
nyeri tekan
pembesaran
kelenjar tiroid
(-)
4 Dada a.tampak simetris a.tidak ada - -
b.adanya otot nyeri tekan
bantu pernapasan b.tidak ada
c.rongga dada benjolan
asimetris
(cembung pada
sis yang sakit)
d.tidak ada jejas
clavikula
5 Paru-paru a.perkembangan a.Adanya a. suara tambahan a. bunyi
paru tampak efusi pleura ronkhi redup atau
asimetris massif dan pekak
b.adanya pneumohorak
retrakasi/otot s
bantu napas
Jantung Tidak ada Denyut nadi a.Suara jantung Batas
pembesaran perifer vesikule jantung
jantung melemah b.Tidak ada suara mengalami
tambahan pergeseran
c.Irama jantung pada TB
regular paru dengan
d.Tekanan darah efusi pleura
120/80 mmHg, massif
e.BJ I dan BJ II mendorong
terdengar normal kesisi sehat.
6 Abdomen a.tampak bulat a. tidak ada a. peristaltik a.hyperthpan
b.tidak tampak nyeri tekan menurun/meningka i
streacmark t
c.BB menurun
7 Ekstremitas
Atas a.tampak simetris - - -
b.teraba hangat
c.terpasang
selang infus
Bawah a.tampak simetris - - -
b.teraba hangat
8 Genetalia a.pasien biasanya - - -
terpasang kateter
urine
9 Integumen a.tampak kering a.turgor kulit - -
b.tidak ada lesi menurun
c.tidak ada b.tidak ada
sianosi benjolan
Sumber :Modifikasi Puspitarini (2018)
2. Analisis Data
Tabel 3. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Problem
DS : Hipersekresi jalan napas Bersihan jalan napas tidak
- Batuk efektif
- Sulit mengeluarkan
dahak/secret
- Sesak
DO :
- Tampak meringis
- Gelisah
- Adanya rettrakasi
dada
- Suara tambahan
ronkhi
- RR 28x/mnt, TD
120/80, Nadi 38,5
- Adanya cuping
hidung
DS : Hambatan upaya napas Pola napas tidak efektif
- Batuk
- Sulit mengeluarkan
dahak/secret
- Sesak
DO :
- Tampak meringis
- Gelisah
- Adanya rettrakasi
dada
- RR 28x/mnt, TD
120/80, Nadi
78x/mnt, suhu 38,5
- Suara tambahan
ronkhi
- Adanya Cuping
hidung
DS : Ketidakseimbangan Gangguan pertukaran gas
- Batuk ventilasi-perfusi
- Sulit mengeluarkan
dahak/secret
- Sesak
DO :
- Tampak meringis
- Gelisah
- Adanya rettrakasi
dada
- RR 28x/mnt, TD
120/80, Nadi 38,5
- Suara tambahan
ronkhi
- Adanya cuping
hidung
- Takipneu, dispneu
- Kesadaran menurun
DS : Ketidakmampuan Defisit nutrisi
- Mual muntah mengabsorpsi nutrient
- BB menurun
- Tidak nafsu makan
DO :
- Peristaltik
menurun/meningkat
- Membran mukosa
pucat
3. Diagnosa Keperawatan
a. (0001) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d Batuk, Sulit
mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak meringis, Gelisah, Adanya rettrakasi
dada, Suara, tambahan ronkhi, RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi 78x/mnt, suhu 38,5,
Adanya cuping hidung
b. (0005) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d Batuk, Sulit
mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak meringis, Gelisah, Adanya rettrakasi
dada, Suara, tambahan ronkhi, RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi 78x/mnt, suhu 38,5,
Adanya cuping hidung
c. (0003) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
d.d Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak meringis, Gelisah,
Adanya rettrakasi dada, Suara, tambahan ronkhi, RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi
78x/mnt, suhu 38,5, Adanya cuping hidung, takikardi, akipneu, dipsneu.
d. (0009) Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mengabsorpsi nutrien d.d mual muntah,
tidak nafsu makan, peristaltik menurun/meningkat, membran mukosa pucat, BB
menurun
4. Intervensi Keperawatan
Tabel 4. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 (0001) 1.Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
Bersihan jalan napas tidak tindakan keperawatan (01006)
efektif b.d hipersekresi diharapkan bersihan jalan 1. Observasi
jalan napas d.d Batuk, napas meningkat dengan a. Idetifikasi
Sulit mengeluarkan kriteria hasil kemampuan batuk
dahak/sekret, Sesak, (01001) b. Monitur adanya
Tampak meringis, a. Batuk efektif meningkat retensi sputum
Gelisah, Adanya b. Produksi sputum c. Monitor tanda dan
rettrakasi dada,Suara, menurun gejala infeksi
tambahan ronkhi, RR c. Mengi menurun saluran napas
28x/mnt, TD 120/80, Nadi d. Wheezing menurun 2. Terapeutik
78x/mnt, suhu 38,5, e. Mekonium menurun a. Atuur posisi
Adanya cuping hidung f. Dipsnea membaik semifowler
g. Ortopnea membaik b. Pasang perlak an
h. Sianosis membaik bengkok
i. Gelisah membaik dipangkuan pasien
j. Frekuensi napas c. Buang sekret pada
membaik
k. Pola napas membaik tempat sputum
3. Edukasi
a. Jelaskan ujuan dan
prosedur batuk
efektif
b. Anjurkan tarik
napas dalam
melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik. kemudian
keluarkan dari
mulut dengan bibir
mencucu selama 8
detik.
c. Anjurkan
mengulangi tarik
napas dalam
hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
tarik napas dalam
yang ke 3
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
mukolitik
alau ekspektoran
2 (0003) 1. Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
Gangguan pertukaran Tindakan keperawatan 1. Observasi
gas b.d diharapkan pertukaran gas a. Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan meningkat dengan kriteria irama, kedalaman,
ventilasi-perfusi d.d hasil (01003) dan upaya napas
Batuk, Sulit mengeluarkan a. Dipsneu menurun b. Monitor pola napas
dahak/sekret, Sesak, b. Bunyi napas c. Monitor
Tampak meringis, tambahan menurun kemampuan batuk
Gelisah, Adanya rettrakasi c. Gelisah menunin efektif
dada,Suara, tambahan d. Napas cuping d. Monitor adanya
ronkhi, RR 28x/mnt, TD hidung menurun produksi sputum
120/80, Nadi 78x/mnt, e. PCO, menurun e. Auskultasi bunyi
suhu 38,5, Adanya cuping f. Sianosis menurun napas
hidung, takikardi,akipneu, f. Monitor aanya
dipsneu. sumbatan jalan
napas
g. Monitor saturasi
oksigen
2. Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan
resirasi sesuai
kondisi pasien
b. Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
a. Informasikan hasil
pemantauan
Terapi oksigen
1. Observasi
a. Monitor kecepatan
aliran oksigen
b. Monitor posisi
alata oksigen
c. Monitor tana0anda
hipoventilasi
d. Moior efektivitas
terapi oksigen
e. Monitor integritas
mukosa hidung
akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
a. Bersihkan sekret
pada mulut, hidung
dan trakea.
b. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
c. Berikan oksigen
tambahan
3.Edukasi
a. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen dirumah
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012)
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Sumirah dan Budiono,
2016).
DAFTAR PUSTAKA
Andri, dkk. 2019. Standar Operasional Prosedur Fisioterapi Dada. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia Poltekkes kemenkes Bengkulu Prodi Keperawatan
Curup. Publikasi. Dalam https://www.scribd.com/document/440691446/KMB-I-
Kelompok 4- Standar-Operasional-Prosedur-Fisioterapi-Dada-docx (diakses pada
tanggal 24 Februari 2021)
Hardhi Kusuma dan Amin Huda Nuralif. Jogjakarta. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda nic-noc. Edisi revisi jilid I. Mediaction
Jogja. 2016.
http://indec-diagnostics.co.id/?q=id/tech/komplikasi-akibat-penyakit-tbc (diakses
pada tanggal 23 januari 2021)
https://www.scribd.com/doc/234081717/WOC-TB-PARU-doc (diakses pada
tanggal 23 januari 2021)
Pratiwi, Rahayu. 2018. SOP Pemeriksaan BTA. (internet).
https://www.scribd.com/document/385095339/1-Sop-Pemeriksaan-Bta
Puspitarini, Diah. 2018. Tiniauan Teoritis TBC. Dalam (internet).
http://repository.ump.ac.id/8177/3/DIAH%20PUTRI%20PUSPITARINI
%20BAB%20II.pdf (diakses pada tanggal 23 Januari 2021)
Putri H dan Soemarno S. 2013. Perbedaan Postural Drainage dan Latihan Batuk
Efektif pada Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk 11Pada
Asma Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi. Volume 13 Nomor 1,
April 2013. Hal: 7.
Sumirah dan Budiono. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Bumi Medika Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.