Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

TUBERCULOSIS (TB)

Disusun Oleh :

RHINA AYU AGUSTIN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERCULOSIS (TB)

 
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius
yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). Tuberkulosis adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI,
2007).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menular yang sebagian besar kuman
TB menyerang paru (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini
lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia,
sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus
tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular
melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan
pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan
penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ). Tuberkulosis
(TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Indonesia,
bahkan menjadi penyebab kematian utama dari golongan penyakit infeksi (Arsin, 2006).

B. Anatomi dan fisiologi


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran
di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat
kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Faring (tekak)
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
eshopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring
(laring-faringeal).
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh
pleura yaitu parietal pleura dan vi sceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan
surfaktan yang berfungsi untuk lubrikan. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus
superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan / pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-
gas ke dalam dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara
atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dan otot-otot. Stadium kedua, transportasi
yang terdiri dan beberapa aspek yaitu:
1. Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) antara darah
sistemik dan sel-sel jaringan.
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi
udara dalam alveolus.
3. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah respimi atau
respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik
dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah
proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
4. Transportasi, yaitu tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn).
Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas.
5. Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran
darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi dari unit
pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan
istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer ke
darah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari alveoli ke udara atmosfer.
2. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi.
3. Reservoir darah.
4. Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas (Tambayong, 2001).
C. Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien
klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
 Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, Yaitu Pada TB
Paru
 Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. 1
atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
 Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu:
1. Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus Kambuh (Relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3. Kasus Setelah Putus Berobat (Default )
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus Setelah Gagal (Failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6. Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Depkes 2006).
D. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah M. tuberculosae, varian asian, varian
african i, arian african ii dan M. bovis. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali
menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit
intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi
malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan
seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut (Depkes, 2006).
 Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui
udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat
masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-
organ tubuh (Corwin, EJ, 2009).
 Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Kemenkes, 2011).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat mencapai
40-41°C. Keluhan ini sangat dipengaruhi berat atau ringannnya infeksi kuman yang
masuk. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul
kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam
influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus (price dan Wilson, 2005).
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise
ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Amin dan
Bahar, 2006)
 Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005)
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis TB  menurut Depkes (2006)
Diagnosis TB paru
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu – pagi –
sewaktu (SPS).
2. 2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Diagnosis TB ekstra paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada
metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB  menurut Asril Bahar (2001)
Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru
(segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
 Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.
Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
 Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen
lainnya.
E. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai berikut:
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap intensif (awal)
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
2)  Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

F. Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita TB patu yang lain.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat
ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain.
4. Pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan,
kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
 Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
 Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi.
 Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
 Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat
 Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
 Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak
ada gangguan.
 Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir
klien tentang penyakitnya.
 Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
 Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.
Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh:
1. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
2. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi      : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring.
3. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
4. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari –
hari yang kurang meyenangkan.
7. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau
sekret darah.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
4. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis.
Patofisiologi

Mycobacterium TBC

Masuk jalan napas

Tinggal di Alveoli

Tanpa infeksi Inflamasi disebar oleh limfe

Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat


Elastik & tebal.
Kalsifikasi
- Batuk Alaveolus tidak
- Spuntum purulen Exudasi kembali saat
- Hemoptisis ekspirasi
- BB menurun Nekrosis/perkejuan
Gas tidak dapat
Kavitasi berdifusi dgn. Baik.

Sesak

Kuman

Infeksi primer

Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi


ghon - Menyebar ke seluruh
tubuh scr. Bronkhogen,
limphogen, hematogen

Infeksi post primer Kuman dormant


Muncul bertahun kemudian

Diresorpsi kembali/sembuh Membentuk jar. keju Sarang meluas


Jika dibatukkan sembuh dgn.
membentuk kavitas. Jar. Fibrotik

Kavitas meluas Memadat & membungkus diri Bersih & menyembuh


Membentuk sarang tuberkuloma

Anda mungkin juga menyukai