Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB)(Amin Z, 2006). Sebagian

besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang

berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi(Price A, 2006).

Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru akan berkembang biak

menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan

dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab

itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru,

otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,

meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru (Amin Z,

2006).

Diagnosis TB dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yaitu radiologi dan bakteriologis. Gambaran radiologi konvensional

paling sering di lakukan pada pasien TB karna biayanya yang cukup murah, dan

paling mudah dilakukan.

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah

mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun

2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun

1
2

2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk

dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah

terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di

dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000

penduduk.

Di Indonesia frekuensi penyakit tuberculosis paru masih cukup tinggi.

Hasil penelitian penulis (radiologi diasnostik) pada tahun tujuh puluhan terhadap

ribuan burub perusahaan, pegawai kantor, mahasiswa dan pelajar, yang menjalani

pemeriksaan rontgen (check-up) secara massal, menunjukkan angka yang masih

cukup tinggi, yaitu ditemui sekitar 3% adanya kelainan yang didiagnosis sebagai

proses spesifik (TB). Penelitian yang dilakukan oleh suatu team WHO di daerah

Yogyakarta dalam kurun waktu yang sama, dengan disertai pemeriksaan

baktereologik, menunjukan hasil yang kurang lebih sama. (Sjahrier R, 2005)


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paru

2.1.1 Anatomi Paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya

berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru

terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai

tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut

dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa

subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary

segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut

mediastinum (Sherwood, 2001)

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi

pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung

membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada

rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura

(Guyton, 2007). Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3

mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.

Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut

Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu

esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung


4

dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan

cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,

sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus

meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan

perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru

berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti

(Evelyn, 2009).

Gambar 3. Anatomi paru (Tortora, 2012)

Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan

pernafasan bagian bawah.

1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan

faring.
5

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan

alveolus paru (Guyton, 2007) Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua

proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke

dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer.

Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik

pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi

menjadi dua yaitu,

1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,

sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus ( Alsagaff

dkk., 2005).

Gambar 4. Otot-otot pernafasan inspirasi dan ekspirasi (Tortora,2012).


6

2.2 TB Paru

2.2.1 Definisi

Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi

kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari

keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya

merupakan tuberculosis ekstrapulmonar

2.2.2 Epidomiologi

Menurut hasil penelitian Kusnindar tahun 1990, kejadian kasus TB paru

yang paling tinggi terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio-ekonomi

lemah. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di

negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia

produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan prevalensi maka

lebih dari 65 % dari kasus-kasus TB yang baru.

2.2.3 Etiologi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculoasis. Terdapat

beberapa spesies Mycobacterium tuberculosis compleks, antara lain : M.

tuberculosis, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M. bovis, M.


7

leprase dsb. . Mycobacterium merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat

hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu

60C dalam cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki ukuran

panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um (Amin Z, 2006)

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak ( Lipid ). Lipid

inilah yang membuat kuman Jebih tahan terhadap asam sehinnga disebut bakteri

tahan asam (BTA) . Kuman dapat tahan hidup pada keadaan kering maupun

dingin, karena kuman berada dlam keadaan dormant. Dari sifat dormant ini

kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif kembali.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman

lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini

tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,

sehingga bagian apikal paru-paru merupakan tempat predileksi tuberkulosis.

Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis

yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT

(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) seperti M. kansasi, M. avium, M. intra

cellularre, M. scrofulaceum, M.malmacerse, M. xenopi yang terkadang bisa

mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu pemeriksaan

bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap Mycobacterium

tuberkulosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB.(Zulkifli, 2014).


8

2.2.4 Cara Penularan

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan

sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M.

Tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi

klinis yang paling sering dibandingkan organ lainnya. Penularan ini sebagian

besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang

didapat dari pasiem TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang

mengandung basil tahan asam (BTA).

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselullar yakni dalam

sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian di

senanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat kuman ini aerob. Sifat ini

menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan

oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih

tinggi dari bagian lain. Sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi

penyakit tuberkulosis.

Bila hinggap di slauran pernafasan yang agak besar, misalnya trakea dan

bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan cilia selaput lendir

saluran pernapasan ini. Namun, bila masuk sampai kedalam alveolus ataupun

menepel pada mukosa bronkeolus, droplet nuclei akan menatap dan basil-basil TB

akan mendapat kesempatan untuk berkembang biak. Oleh karena itu infeksi TB

berhasil.
9

2.2.5 Perjalanan Alamiah Penyakit

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi

tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang dapat dilihat

pada tabel berikut :

Perjalanan Alamiah TB
10

2.2.6 Patogenesis

1. Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan

keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat

menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar

ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan

gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi

ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan

paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman

akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari

percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman

tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru

sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau

afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,

berbeda dengan sarang reaktivasi. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah

efusi pleura. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran

kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama

dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Bersamaan dengan

terbentuknya kompleks primer terjadi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein


11

yang dapat diketahui dari uji tuberkulin. Kompleks primer ini selanjutnya dapat

menjadi :

a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

c. Menyebar dengan cara :

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya

bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga

menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat

atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang

tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada

lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan.

Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan

dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat

imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup

gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis

Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat

tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan

sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :


12

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma) atau

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis

primer.

Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer

dekat pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan

lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan

tempat predileksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada anak

dibanding orang dewasa.

Pada anak penyembuhan terutama kalsifikasi, sedangkan pada orang

dewasa terutama kearah fibrosis. Penyembuhan hematogen lebih banyak terjadi

pada bayi dan anak kecil.

2. Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis


13

postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk

dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Mayoritas

reinfeksi mencapai 90%. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi

masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.

Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di

segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Invasinya adalah ke daerah

parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini awalnya

berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti

salah satu jalan sebagai berikut :

a. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan

sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif

kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila

jaringan keju dibatukkan keluar.

c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti

awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti

sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:

Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang

pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan

di atas.
14

Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi

mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.

Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti

menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut

sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni :

a. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan

lagi.

b. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang

lengkap dan sempurna.

c. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat

sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi

kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan

penyembuhannya.
15

2.2.7 Gejala Klinis

1. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan, biasanya batuk ringan sehingga di anggap batuk biasa. Pada

proses ini menyebabkan secret berkumpul pada waktu penderita tidur dan di

keluarkan saat penderita bangun pagi.


2. Batuk berdarah
Batuk darah terjadi karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan

batuk darah pada TB terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus

pada dinding bronkus. Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa

garis atau bercak darah, gumpalan gumpalan darah, atau darah segar dalam

jumlah yang sangat banyak.


3. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.

4. Sesak napas
gejala sesak napas biasanya belum dirasakan pada penyakit yang ringan (baru

tumbuh). Gejala sesak napas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada

hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang

parenkim atau miliar.


5. Demam
Gejala demam biasamya timbul pada petang dan malam hari disertai dengan

berkeringat. Demam ini mirip dengan demam yang disebakan olef influenza

namun kadang-kadang dapat mencapai suhu 40-41C. Gejala demam bersifat

hilang timbul.
6. Malaise
16

Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan

berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan

turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise

ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.2.8 Diagnosis

Seseorang diduga menderita TB paru apabila terdapat batuk lebih dari 2

atau 3 minggu dengan produksi sputum dan penurunan berat badan. Gejala

klinis pada pasien dengan TB paru terbagi 2, yaitu gejala respirasi dan

konstitusi. Gejala respirasi diantaranya sakit dada, hemoptisis dan sesak nafas,

sedangkan gejala konstitusi (sistemik) adalah demam, keringat malam, cepat

lelah, kehilangan nafsu makan, amenore sekunder. Tidak ada kelainan spesifik

yang ditemukan pada pemeriksaan fisik TB paru. Didapatkan gejala umum

seperti demam, takikardi, jari clubbing. Pemeriksaan dada mungkin didapatkan

crackles, mengi, suara nafas bronkial dan amforik.

Penemuan pada Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pasien


Tuberkulosis
No. Penemuan Keterangan
I Anamnesis
Riwayat terpapar
tuberkulosis, riwayat Pasien dengan risiko terpapar tuberkulosis memiliki
terinfeksi risiko
1. tuberkulosis, lebih besar untuk terkena
atau riwayat tuberkulosis.
mendapat
17

tuberkulosis
Riwayat terinfeksi
HIV
atau kondisi medis Penderita HIV dengan infeksi tuberkulosis laten
lain memiliki
risiko 100 kali lebih tinggi untuk berkembang
2. yang dapat menjadi
meningkatkan risiko infeksi aktif.
terinfeksi
tuberkulosis.
Jarang terjadi pada penderita yang lanjut usia. Tidak
adanya
3. Demam
demam tidak dapat menyingkirkan tuberkulosis.
4. Lemah badan
Gejala ini hanya dapat muncul pada tuberkulosis
yang
5. Keringat malam
berlangsung lama.
Merupakan gejala yang paling sering terjadi pada
penderita
TB paru. Penderita dengan TB ekstra pulmonal saja
6. Batuk sering
kali tidak memiliki gejala ini.
II Pemeriksaan Fisik
Dapat muncul gejala demam, penurunan berat badan,
dan
1. Gejala sistemik
lemah badan
Penurunan berat badan lebih sering ditemukan pada
TB
2. Berat badan
yang telah berjalan lama.
3. Tenggorokan Dapat ditemukan suara serak.
Kelenjar Getah
4. Bening KGB dapat teraba
Dapat ditemukan adanya rales, tanda-tanda konsolidasi
atau
penemuan lain yang sejalan dengan efusi pleura
5. Paru - paru (termasuk
nyeri pleuritik)
Takikardi, peningkatan tekanan vena dan bunyi friction
rub
6. Jantung
dapat muncul pada penderita TB.
Asites, dinding abdomen seperti adonan roti, adanya
massa
7. Abdomen intraabdomen, dan hepatosplenomegali dapat
18

ditemukan
pada TB diseminata atau TB abdomen.
Pembengkakan sendi, pembentukan gibus yang
nyeri
terlokalisis dapat juga ditemukan pada
8. Muskuloskeletal penderita
tuberkulosis.
9. Neurologis Perilaku yang abnormal, nyeri kepala dan kejang.

Catatan :

Yang dimaksud dengan TB paru adalah TB pada parenkim paru. Sebab itu

TB pada pleura atau TB pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan radiologik

paru, dianggap sebagai penderita TB di luar paru.



Bila seorang penderita TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka

untuk kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat sebagai

penderita TB paru.

Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat

sebagai ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA

Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosa TB paru

pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan

bakteriologis.

Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan

mikrobiologis langsung, biakan dan tes cepat.

Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka

penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil


19

pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto

toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang terlatih TB.

Pada sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah

pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non Kuinolon)

yang tidak memberikan perbaikan klinis.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik

pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadinya overdiagnosis

ataupun underdiagnosis.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji

tuberkulin.

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung :

Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak mikroskopis

langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu

Pagi Sewaktu)

Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan

contoh uji dahak SPS hasilnya BTA pasitif.

2.2.8.1 Pemeriksaan Radiologi TB Paru

Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa
utama pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan
tanpa menunjukkan gejala.
20

1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan


kelainan pada foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto
roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan
tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada
tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang
-kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis
yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit
tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan
tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh
melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi,
proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan
perbandingan dengan foto-foto terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi
seperti Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini
bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto
roentgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu
disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak
AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai
TB, yaitu :

1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)


21

Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi
berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan
pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang
kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan
akhir inspirasi dalam.

3. Proyeksi Top Lordotik


Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto
dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat
arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan
klavikula.

Gambar. Foto thorax normal dewasa


22

Gambar. Foto thoraks normal anak

2.2.8.2 Gambaran Radiologis TB

Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :

1. Tuberkulosis Primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga

paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak,

tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien

dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus

tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan

pada foto toraks.

Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih

sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen

anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah

adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. .

Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin

timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura


23

melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis

bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun

atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer

tersembunyi dibelakangnya. (Sjahrier R, 2005)

Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA
dan lateral
24

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB

Gambar. TB Miler pada anak

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau
timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita
25

tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas


merupakan ciri dari tuberculosis sekunder (Joshua B, 2007)

Tuberculosis dengan cavitas

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas
dan segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru
yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis
sekunder jarang dijumpai.

2.2.8.3 Klasifikasi tuberkulosis sekunder

Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association


( ATA ).
26

1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi


daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang
soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang
-sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan
bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang
tersebut berupa awan - awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang
homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru .
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang
dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka
diameter semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara
lain :

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak


tegas dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas,
dengan densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
27

Gambaran bercak berawan pada kedua paru, kalsifikasi, garis fibrosis yang
menyebabkan retraksi hilus ke atas

Tuberculosis dengan cavitas


28

Tuberculosis dengan kalsifikasi

2.2.9 Panduan Pengobatan :

I. TB paru BTA + atau BTA -, lesi luas

2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE

II. Kambuh : RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2 RHZES/ 1 RHZE/

5 RHE

- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-18

ofloksasin, etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE

III. TB paru putus obat

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan

klinis, baketeriologi, dan radiologi saat ini atau 2 RHZES/ IRHZE/ 5R3H3E3

IV. TB paru BTA -, lesi minimal

2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4 R3H3

V. TB paru kronik

RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2

(pengobatan minimal 18 bulan)

VI. MDR TB

Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.


29

BAB III

KESIMPULAN

Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi

kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari

keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya

merupakan tuberculosis ekstrapulmonar.

Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosa TB paru

pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan

bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan

mikrobiologis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara

bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan

secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-


30

tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang

terlatih TB.

Roentgen thorax merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien TB


paru. Biasanya dilakukan pada posisi AP. Pada pemeriksaan roentgen thorax
ditemukan gambaran a. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak
yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah. b. Sarang produktif, berbentuk
butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang. c. Sarang
induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan densitas
tinggi. d. Kavitas atau lubang. e. Sarang kapur ( kalsifikasi)

Anda mungkin juga menyukai