Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

BRONKIEKTASIS

Disusun Oleh:

dr. Wiwit Asari

Pembimbing:

dr. Zuldi Afki, Sp.P

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

KABUPATEN ROKAN HULU

RSUD ROKAN HULU

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“BRONKIEKTASIS”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Zuldi Afki, Sp.P selaku dokter pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Pasir Pangaraian , 14 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii


DAFTAR ISI .......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 3
2.1 Definisi .................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ............................................................................ 3
2.3 Etiologi ..................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi .............................................................................. 5
2.5 Diagnosis .................................................................................. 7
2.6 Diagnosis Banding.................................................................. 15
2.7 Tatalaksana ............................................................................ 15
2.8 Prognosis ................................................................................ 17
BAB III LAPORAN KASUS ........................................................... 18
3.1 Identitas Pasien ....................................................................... 18
3.2 Anamnesis .............................................................................. 17
3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................... 18
3.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 20
3.5 Resume IGD ........................................................................... 22
3.6 Diagnosis ................................................................................ 22
3.7 Penatalaksanaan ...................................................................... 22
3.8 Follow up pasien................................................................... 225
3.9 Prognosis .............................................................................. 228
3.10 Anjuran ................................................................................. 228
BAB IV PEMBAHSASAN KASUS ................................................. 29
BAB V KESIMPULAN .................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Bronkiektasis adalah kelainan kronik yang ditandai dengan dilatasi bronkus

secara permanen, disertai proses inflamasi pada dinding bronkus dan parenkim paru

sekitarnya. Manifestasi klinis primer bronkiektasis adalah terjadinya infeksi yang

berulang, kronis, atau refrakter, dengan gejala sisa yang terjadi adalah batuk darah,

obstruksi saluran napas kronis, dan gangguan bernapas secara progresif.1,2

Pada diagnosis biasanya didasarkan pada riwayat klinis dengan adanya gejala

pernapasan kronis, seperti batuk setiap hari yang kronis dan produksi dahak kental,

selain itu penemuan radiografi. Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan diagnostik

berupa gambar dari bagian tubuh yang sulit dijangkau hanya dengan pemeriksaan

fisik saja. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat

membantu seorang dokter dalam keraguan membuat diagnostik.3

Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada negara yang kurang

berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika terbatas.

Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39 tahun,

terbanyak pada usia 60 – 80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada

bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan dari

pada laki-laki, dan yang bukan perokok. Penelitian baru- baru ini didapatkan sekitar

110.000 pasien dengan bronkiektasis di Amerika serikat dimana penyakit ini sering

terjadi pada usia tua dengan duapertiga adalah wanita. Weycker et al melaporkan

1
prevalensi bronkiektasis di Amerika Serikat 4,2 per 100.000 orang dengan usia 18-34

tahun dan 272 per 100.000 orang dengan usia 75 tahun.4 Penurunan angka Forced

Exoiratory Volume 1 (FEV1), skor gejala sesak lanjut, hasil kultur positif

Pseudomonas, indeks metabolisme basal yang rendah, laki-laki, usia lanjut, dan

PPOK telah diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk mortalitas.5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bronkiektasis adalah suatu keadaan bronkus dan bronkiolus yang melebar


akibat kerusakan dan hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat
disebabkan oleh obstruksi dan peradangan kronis.6
2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, bronkiektasis merupakan kondisi yang jarang terjadi.


Tetapi jumlah penyakit bronkiektasis di Amerika Serikat biasanya berkaitan
dengan infeksi mycobacteria atau faktor lingkungan yang lain yang dilaporkan
meningkat7. Estimasi prevalensi yang menderita bronkiektasis berkisar 4,2 per
100.000 orang dari golongan 18-24 tahun sedangkan prevalensi pada golongan
75 tahun keatas adalah 272 per 100.000 orang.8

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai


penyakit ini. Penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita
oleh laki-laki maupun wanita mulai sejak anak-anak bahkan dapat berupa
kelainan kongenital. Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun
1990 menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak, dengan 221
penderita dari 11.018 (1,01%) pasien rawat inap.7

2.3 Etiologi

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga


bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
A. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.
Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan
penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh

3
cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital
biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma
Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1

B. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
proses berikut:
a. Infeksi Paru Berulang

Infeksi saluran nafas akut, misalnya bronkopneumonia, menyebabkan


destruksi jaringan peribronkial sehingga terjadi penarikan dinding bronkus
dan menyebabkan dilatasi bronkus. Bronkiektasis pada umumnya dijumpai
pada individu yang mempunyai rekuren dan infeksi saluran pernapasan bawah
dalam jangka waktu lama. Infeksi dapat berupa campak, pertusis, infeksi
adenovirus, infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau
Pseudomonas, influenza, tuberkulosa, serta infeksi mikoplasma.7

b. Penyumbatan bronkus

Sebagian besar cabang bronkus yang kecil, akibat adanya aspirasi mukus
masuk ke dalam lumen bronkus yang menyebabkan kolaps bagian distal,
keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intraluminer proksimal dan
terjadi dilatasi bronkus. Bila terjadi infeksi pada bronkus yang mengalami
dilatasi ini serta terjadi destruksi dinding bronkus, maka akan terjadi dilatasi
bronkus yang permanen.9

Obstruksi dapat disebabkan oleh7,9 :


• Benda asing yang terisap.
• Pembesaran kelenjar getah bening di hilus yang menyebabkan
bronkiektasis pada distal bronkus.
• Tumor paru.

4
• Sumbatan oleh lender.
Kondisi tersebut menyebabkan gangguan mekanisme mucocilliary clearance
dan gangguan ini akan menyebabkan berkembangnya infeksi bakteri.
c. Cedera penghirupan6
• Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
• Menghirup getah lambung dan partikel makanan
d. Kelainan imunologik6
• Sindroma kekurangan imunoglobulin
• Disfungsi sel darah putih
• Defisiensi komplemen
• Infeksi HIV
• Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid,
• kolitis ulcerativa
e. Keadaan lain6
• Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)

2.4 Patogenesis

Bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi


bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari
destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua
komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh
pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang
dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.6
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding
bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan
nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan
nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus
yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang

5
terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan
dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.9
Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya,
sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau
saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi
mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan
akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya
bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding
bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan
nafas.9

Gambar 1: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami


kerusakan dan daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami
kerusakan6

Kelemahan dinding bronkus pada bronkiektasis dapat kongenital ataupun


didapat (acquired) yang disebabkan karena adanya kerusakan jaringan.
Bronkiektasis kongenital sering berkaitan dengan adanya dekstrokardia dan
sinusitis, jika ketika keadaan ini (bronkiektasis, dekstrokardia dan sinusitis ) hadir
bersamaan, keadaan ini disebut sebagai sindrom Kartagener. Jika disertai pula
dengan dilatasi trakea dan bronkus utama maka kelainan ini disebut
trakeobronkomegali.10

Bronkiektasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus.


Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kerusakan dinding bronkus akibat
peradangan seperti pada penyakit endobronkial tuberkulosis. Bronkiektasis non-
tuberkulosis cenderung terjadi pada bagian paru yang bergantung (dependent

6
part) yang menyebabkan aliran drainase discharge terhambat. Gaya berat
menyebabkan akumulasi sputum sehingga infeksi dan supurasi lebih mudah
terjadi.10

2.5 Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum


yang banyak sepanjang hari, terutama pagi hari, yang mukopurulen sering
berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau
hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi
akut. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari
tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas.6

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada
pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien
relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang
merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik.
Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh
peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan
sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau.6

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi


hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan
infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Sputum yang dihasilkan dapat
berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya
infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan
purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau
yang tidak sedap. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya
lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 6,9,10

7
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Hemoptisis
mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri
bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun
angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. Dyspnea terjadi
pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan
yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang
terlihat pada gambaran radiologisnya.6,7

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas


yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga
mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. Nyeri dada
pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali
observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi
juga terjadi pada eksaserbasi akut. Demam biasanya terjadi akibat infeksi
yang berulang.6,7

2. Pemeriksaan Laboratorium

Sputum ditampung dalam gelas transparan dan didiamkan akan tampak 3


lapisan, yaitu lapisan atas buih, lapisan tengah cairan jernih / saliva, dan
lapisan bawah endapan pus. Sebaiknya sputum diambil dari aspirasi
transtrakeal, kemudian dilakukan pulasan gram, biakan, serta uji resistensi.
Umumnya dijumpai H.influenza dan P.aeroginosa.9

2.6 Pemeriksaan Radiologi

a. Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat


ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

8
1. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat


mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan
cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau
‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan
yang terjadi pada bronkus. 8,11

Gambar 2. Tampak Honeycomb pada bagian bawah paru

Gambar 3. Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah

9
2. Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru.


Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal
yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini
sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline shadow
yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.
8,11

Gambar 4. Tampak Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung

3. Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat


mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang
penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran
ini khas untuk bronkiektasis.8,11

10
4. Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang


terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan.8,11

b. Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media


kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,
Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang
dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan
varikosis.12

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis


yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan
luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.12

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena


prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan
gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.9

11
Gambar 5. Bronkiektasis Kistik secara Bronkografi

Gambar 6. Bronkiektasis Silindrik secara Bronkografi

Gambar 7. Bronkiektasis Varikose secara Bronkografi

12
c. CT Scan Thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang


terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari
foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat
pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas
sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.12

CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan


penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus
mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah
diperlukan pembedahan.12

Gambar 8 . Bronkiektasis Kistik secara CT Scan (penampang melintang)

13
Gambar 9. Bronkiektasis Silindrik secara CT Scan (penampang melintang)

Gambar 10. Bronkiektasis Varikose secara CT Scan (penampang melintang)

2.7 Diagnosis Banding

• Bronchitis kronik
• TB Paru
• Abses paru
• Adenoma paru
• Karsinoma paru

2.8 Tatalaksana

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :


1. Pengobatan konservatif 9
- Pengelolaan umum, meliputi :
• Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

• Memperbaiki drainase sekret bronkus

14
• Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian
antibiotik, dimana antibiotik diberikan bila terjadi perubahan sifat
sputum dari mukoid menjadi purulen, dan pemberian disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.

- Pengelolaan khusus

• Kemoterapi pada bronkiektasis

• Drainase sekret dengan bronkoskopi

- Pengobatan simtomatik

• Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat


bronkodilator seperti golongan methylxantine, beta agonis maupun
antikolinergik. Selain itu, bronkodilator juga dapat diberikan pada
pasien dengan bronkitis kronis.

• Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.

• Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.

• Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

• Mukolitik dan Ekspektoran, diberikan guna mengencerkan sekret


serta merangsang sekresi dahak dari saluran napas.

• Steroid secara inhalasi, terbukti dalam mengurangi produksi


sputum serta menurunkan angka eksaserbasi.

2. Pengobatan Pembedahan9

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau


lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas
dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan
konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis
terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang

15
berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini
mutlak perlu tindakan operasi. Tindakan operasi bisa berupa
segmentektomi, lobektomi, atau pneumonektomi, serta bisa berupa
transplantasi paru.

2.9 Prognosis
1. Kelangsungan Hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta


luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan
secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis
penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,
survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan
lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus
biasanya disabilitasnya ringan. 8,11

2. Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran


sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular
dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri
bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah
fibrosis terutama pada daerah peribronkial. 10

16
LAPORAN KASUS

BAB III

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.: M
Usia : 64 :tahun
Jenis Kelamin :
: Perempuan
Alamat : Pandak
: Pasir
Agama :
: Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 13-08-2022
:
No. RM :
: 00042675
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dari pasien di IGD RSUD Rohul
pada hari Sabtu, 13 Agustus 2022 pada pukul 13.24
a. Keluhan Utama
Batuk berdarah sejak 2 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan batuk berdarah sejak 2 hari SMRS, darah berwarna merah
segar, volume 1 sendok makan. Pasien juga sudah mengeluhkan batuk berdahak
selama 2 bulan ini. Batuk dahak berwarna kuning kecoklatan kental. Keluhan
sesak (+), namun tidak menganggu aktivitas. 1 bulan yang lalu pasien dirawat di
RS surya insani selama 4 hari dengan infeksi paru-paru. Keluhan demam (-),
keringat malam (-), BB turun (-). Keluhan mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).
Pasien merokok sejak usia muda dengan rokok tembakau. Pasien memiliki
riwayat infeksi paru-paru berulang. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi (-)

17
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit jangtung (-)
- Riwayat TB paru (+) pada tahun 2019 sampai tuntas pengobatan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga mengeluhkan keluhan yang sama.
- Riwayat hipertensi tidak diketahui
- Riwayat diabetes melitus tidak diketahui
e. Riwayat Kebiasaan dan Sosial
- Kebiasaan merokok (+)
f. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat maupun makanan.
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda Vital :
TD : 130/86 mmHg
RR : 22 x/m
SpO2 : 98% (free air)
HR : 85 x/m
Suhu : 36,5OC
d. Berat Badan : 45 kg
e. Tinggi Badan : 160 cm
f. Status Gizi : 17,57 Gizi kurang

2. Keadaan Spesifik
a. Kepala : Simetris. Tidak ada bekas luka ataupun jahitan.
b. Mata : Konjungtiva anemis. Sklera tidak ikterik.

18
c. Telinga : Daun telinga simetris kiri dan kanan,
pendengaran kedua telinga menurun.
d. Hidung : Septum hidung simetris, hiperemia (-), lendir(-)
e. Mulut : Mukosa tidak kering, bibir sianosis (-), faring
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-), T1/T1
f. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
deviasi trakea (-)
g. Toraks :
Cor :
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, pulsasi ictus
cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di SIK V 2 jari
medial linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan: SIK IV linea parasternalis
dekstra Batas jantung kiri: SIK IV 2 jari linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR 76 kali permenit, suara tambahan: murmur
(-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : Bentuk normochest, pergerakan dinding dada
kanan dan kiri simetris
Palpasi : Vocal fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler (+/+), suara
tambahan wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
h. Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, bekas luka (-)
Auskultasi : Bunyi bising usus normal, metalic sound (-)

19
Palpasi : Supel, massa (-), nyeri tekan epigastrium (-),
hepatosplenomegaly (-)
Perkusi : Timpani pada semua kuadran abdomen
K Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 dtk, sianosis (-), ROM
aktif/tidak terbatas, clubbing finger (-), edema
(-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (14-07-2022)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Darah rutin
Hb 8,2 g/dL 12-16
Eritrosit 2,83 10^6/L 4-6
Leukosit 5,05 10^3/L 4-10
Trombosit 300 10^3/L 150-450
Hematokrit 24 % 36-48
Kimia klinik
Glukosa 96 mg/dL 60-140
sewaktu
SGOT 27 U/L <32
SGPT 34 U/L <33
Gol darah O+

20
X-ray Thorax AP (14-08-2022)

Identitas sesuai
Marker R
Foto PA
Kekerasan foto keras
Tulang klavikula, scapula dan costa intak
Jaringan lunak < 2cm
Trakea midline
Sudut kostofrenikus kanan lancip, sudut kostofrenikus kiri lancip
Diafragma kanan licin, diafragma kiri sulit dinilai
Paru: Corakan bronkovaskuler meningkat
Tampak fibrosis pada paru kanan dan kiri
Tampak honeycomb appearance pada paru kanan dan kiri
Tampak infiltrat lobus kanan bawah dan atas, kiri atas.
Jantung: Kardiomegali (CTR <50%)
Kesan :
- Cor dalam batas normal
- Pulmo :bronkiektasis, bronkopneumonia, bekas TB

21
3.5 Resume IGD
Pada anamnesis ditemukan bahwa pasien mengeluhkan batuk berdarah
sejak 2 hari SMRS, darah berwarna merah segar, volume 1 sendok makan.
Pasien juga sudah mengeluhkan batuk berdahak selama 2 bulan ini. Keluhan
sesak (+), namun tidak menganggu aktivitas. 1 bulan yang lalu pasien dirawat
di RS surya insani selama 4 hari dengan infeksi paru-paru. Keluhan demam (-
), keringat malam (-), BB turun (-). Keluhan mual (+), muntah (-), nyeri ulu
hati (+). Pasien merokok sejak usia muda dengan rokok tembakau.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dengan status gizi underweight. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan
suara nafas vesikuler disertai bunyi nafas tambahan berupa rhonki di kedua
lapang paru.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan


laboratorium darah berupa anemia. Pemeriksaan sputum BTA diperoleh hasil
(-). Pemeriksaan rontgen diperoleh gambaran honeycomb appereance dan
infiltrat dikedua lapang paru dengan kesan bronkiektasis dan pneumonia.

3.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Bronkiektasis dengan hemoptisis +
Bronkopneumonia+ Bekas TB paru
Diagnosis Banding : TB paru Relaps

3.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
- Tirah baring
Farmakologis
- Inf futrolit 14 tpm + drip crhome / 12 jam
- Inf. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam

22
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
- Inj. Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
- Inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam
- Letrofar 2 x 1
- As. Folat 2x1
- Transfusi 1 PRC
- Codein 2x1
- Tes TCM

23
3.8 Tabel Follow Pasien (SOAP):

No Tanggal SOAP

1 14 Agustus 2022 S: Sesak nafas (-), batuk berdarah (+), batuk sesekali, nyeri

dada (-), BAB tidak ada keluhan, BAK warnanya normal

O: TD=143/70 N=79 RR=22 T=36,6o C

Suara nafas: vesikuler

Suara nafas tambahan: wheezing -/-, rhonki +/+

A: -bronkiektasis dengan hemoptisis + bronkopneumonia+

bekas TB

DD: TB paru relaps

P: Tirah baring

• Inf futrolit 14 tpm + drip crhome / 12 jam


• Inj. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam
• Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
• Inj. Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
• Inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam
• Letrofar 2 x 1
• As. Folat 2x1
• Transfusi 1 PRC
• Codein 2x1
• Tes TCM
• Makan TKTP

24
2 15 Agustus 2022 S: Sesak nafas (-), batuk berdarah (+), demam (-). BAB

tidak keluar, BAK warnanya normal. Rencana tranfusi

darah PRC 1 unit

O: TD=132/61 N=88 RR=22 T=36,8o C

SpO2 : 98 %

Suara nafas: vesikuler

Suara nafas tambahan: wheezing -/-, rhonki +/+

A: - bronkiektasis dengan hemoptisis+ bronkopneumonia+

bekas TB

DD: TB paru relaps

P: Tirah baring

• Inf futrolit 14 tpm + drip crhome / 12 jam


• Inj. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam
• Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
• Inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam
• Letrofar 2 x 1
• As. Folat 2x1
• Codein 2x1
• Tranfusi PRC 1 unit
• Makan TKTP
3 16 Agustus 2022 S: Sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), nyeri dada (-),

BAB tidak ada keluhan, BAK warnanya normal. MTB not

detected

25
O: TD=136/69 N=67 RR=22 T=36,6o C

Suara nafas: vesikuler

Suara nafas tambahan: wheezing -/-, rhonki +/+

A: - bronkiektasis + bronkopneumonia+ bekas TB

DD: -

P: Tirah baring

• IVFD RL 20 TPM
• Inj. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam
• Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
• Inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam
• Letrofar 2 x 1
• As. Folat 2x1
• Makan TKTP
4 17 agustus 2022 S: Sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), nyeri dada (-),

BAB tidak ada keluhan, BAK warnanya normal

O: TD=131/82 N=67 RR=22 T=36,6o C

Suara nafas: vesikuler

Suara nafas tambahan: wheezing -/-, rhonki -/-

A: - bronkiektasis dengan perbaikan + bekas TB

DD: -

P: pasien boleh pulang

• Levofloksasin 1 x 750 mg
• Cefixim 2 x 200 mg

26
• Lansoprazole 2 x 30 mg
• Vit k 2 x 1
• Letrofar 2 x 1

27
3.9 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

3.10 Anjuran

- Berhenti merokok

- Asupan makanan dan minuman yg cukup

- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai cara batuk yang baik dan

penggunaan masker.

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien wanita, bernama Ny. M berusia 64 tahun datang ke IGD dengan


keluhan utama batuk berdarah sejak sejak 2 hari SMRS. Pasien awalnya
mengeluhkan batuk berdahak sejak 2 bulan ini, awalnya batuk dahak berwarna
kuning kecoklatan kental. Keluhan disertai dengan sedikit sesak, namun tidak
mengganggu aktivitas. 1 bulan yang lalu pasien dirawat di RS surya Insani dengan
infeksi paru. Pasien juga pernah didiagnosis TB paru dan mengkomsumsi obat
sampai tuntas pada tahun 2019. Keluhan batuk berdarah disebabkan karena dilatasi
bronkus yang menyebabkan pembuluh darah disekitarnya rapuh dan mudah ruptur.
Gejala pasien ini khas kearah Bronkiektasis. Diagnosis ini diperkuat oleh hasil
pemeriksaan penunjang Rontgen yaitu ditemukan Honeycomb Appereance dikedua
lapang paru.3

Berdasarakan teori bahwa bronkiektasis sering terjadi pada perempuan, hal ini
sesuai dengan jenis kelamin pasien ini yaitu perempuan. Faktor risiko yang
ditemukan pada pasien ini adalah adanya riwayat infeksi berulang, hal ini sesuai
dengan teori bahwa salah satu penyebab terjadinya bronkiektasis adalah infeksi paru.
Infeksi pada bronkus atau paru-paru yang berulang akan menyebabkan kerusakan
struktural pada dinding bronkus daerah infeksi, sehingga menyebabkan hilangnya
sifat elastisitas dinding otot bronkus.9

Pada pemekriksaan rontgen ditemukan adanya gambaran Honeycomb


Appereance, hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pemeriksaan radiologi ditemukan
gambran khas yaitu kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran saran
tawon.8,11 Berdasarkan teori, CT-SCAN merupakan gold standart untuk
mendiagnosis bronkiektasis, namun hal ini tidak dilakukan dikarenakan tidak
tersedianya fasilitas tersebut di RSUD ROHUL.13

29
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu IVFD futrolit + drip crhome / 12c jam,
inf. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam, inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam, inj. Asam
traneksamat 500 mg/ 8 jam, inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam, letrofar 2 x 1, asam folat
2x1, codein 2x1. Pengobatan diberikan sesuai kondisi yang dialami pasien yaitu
pemberian antibiotik kombinasi. Antibiotik memiliki peranan krusial dalam
penatalaksanaan bronkiektasis, antibiotik dapat menghambat proses lingkaran setan
infeksi, inflamasi, dan kerusakan epitel saluran napas. Penggunaan antibiotik
diperlukan sebagai terapi saat eksaserbasi maupun sebagai terapi jangka panjang.
Penggunaan antibiotik lebih awal pada eksaserbasi dapat membatasi ‘vicious circle.14
Pemberian asam traneksamat digunakan untuk mengurangi gejala batuk
berdarah. Penelitian oleh Wong dkk melaporkan bahwa asam traneksamat ini efektif
pada pasien dengan hemoptisis akibat cystic fibrosis yang gagal dengan embolisasi
arteri bronkial.15

30
BAB V

KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Pasien mengeluhkan batuk berdarah sejak 2 hari SMRS, darah berwarna


merah segar, volume 1 sendok makan. Pasien juga sudah mengeluhkan batuk
berdahak selama 2 bulan ini. Batuk dahak berwarna kuning kecoklatan kental.
Keluhan sesak (+), namun tidak menganggu aktivitas. 1 bulan yang lalu pasien
dirawat di RS surya insani selama 4 hari dengan infeksi paru-paru. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan rongki kedua lapang paru, pemeriksaaan penunjang rontgen
ditemukan honeycomb appearance, infiltrat kedua lapang paru dan fibrosis. Pasien
didiagnosis bronkiektasis, bronkopnemonia, bekas TB paru. Penatalaksanaan pada
pasien ini yaitu IVFD futrolit + drip crhome / 12c jam. Inf. Levofloksasin 750 mg/ 12
jam, inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam, inj. Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam, inj.
Omeprazole 1 vial / 12 jam, letrofar 2 x 1, asam folat 2x1, codein 2x1

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. 105-107.

2. Price AS, Wilson CML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta; EGC, 2006, 785-788

3. Rademacher J, Welte T. 2011. Bronchiectasis- Diagnosis and Treatment.

Dtsch Arztebl Int;108 (48):809

4. Syahrul.2011. Referat Bronkieextasis. Referat Bronkiektasis. Artikel

Kedokteran.www.artikelkedokteran .com/1352/bronkiektasis.html. Diakses :

22 Juli 2019

5. Pamela J, McShane I, Edward T, Naureckas I, Gregory T, Mary E. Non–

Cystic Fibrosis Bronchiectasis. American Journal Of Respiratory And

Critical Care Medicine 2013; 188: 647–656.

6. Maitra A, Kumar V. Paru dan Saluran Napas Atas. Dalam: Kumar V, Cotran

RS, Robbins SL (eds). Buku Ajar Patologi Robbins. 2007. Diterjemahkan

oleh: Pendit BU. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7. Emmons EE. Bronchiectasis. 2007. available at www.emedicine.com

(Diakses pada tanggal 4 Agustus 2018).

8. Cantin, Luce; Bankier, Alexander A.; Eisenberg, Ronald L. Bronchiectasis.

American Journal of Roentgenology, 2009, 193.3: W158-W171.

9. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. 2012.

Jakarta . 861-871.

32
10. Djojodibroto D. Respirologi. 2009. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

11. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. 2003. Churchill

livingstone. Tottenham. 45, 163, 164 & 168.

12. Goeminnie, Pieter Christian, et al. Risk factors for morbidity and death in

non-cystic fibrosis bronchiectasis: a retrospective cross-sectional analysis of

CT diagnosed bronchiectatic patients. Respiratory research, 2012, 13.1: 21.

13. Perea PL, Screaton NJ. Radiological Feature of Bronchiectasis. European

Respiratory Monograph: Bronchiectasis2011;2:44–65.

14. Haworth CS. Antibiotic treatment in adults with bronchiectasis. European

Respiratory Monograph: Bronchiectasis2011;2:211–222 15. Pasteur M C,

Bilton D, Hill A T. British Thoracic Society guideline for non-

CFbronchiectasis. 2010.

15. Reza Nugraha Yulisar RN ,Kamelia T. Diagnosis dan Tata Laksana

Terkini Hemoptisis.2016;3:59–60.

33
1

Anda mungkin juga menyukai