BRONKIEKTASIS
Disusun Oleh:
Pembimbing:
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“BRONKIEKTASIS”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Zuldi Afki, Sp.P selaku dokter pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
secara permanen, disertai proses inflamasi pada dinding bronkus dan parenkim paru
berulang, kronis, atau refrakter, dengan gejala sisa yang terjadi adalah batuk darah,
Pada diagnosis biasanya didasarkan pada riwayat klinis dengan adanya gejala
pernapasan kronis, seperti batuk setiap hari yang kronis dan produksi dahak kental,
berupa gambar dari bagian tubuh yang sulit dijangkau hanya dengan pemeriksaan
berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika terbatas.
bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan dari
pada laki-laki, dan yang bukan perokok. Penelitian baru- baru ini didapatkan sekitar
110.000 pasien dengan bronkiektasis di Amerika serikat dimana penyakit ini sering
terjadi pada usia tua dengan duapertiga adalah wanita. Weycker et al melaporkan
1
prevalensi bronkiektasis di Amerika Serikat 4,2 per 100.000 orang dengan usia 18-34
tahun dan 272 per 100.000 orang dengan usia 75 tahun.4 Penurunan angka Forced
Exoiratory Volume 1 (FEV1), skor gejala sesak lanjut, hasil kultur positif
Pseudomonas, indeks metabolisme basal yang rendah, laki-laki, usia lanjut, dan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.3 Etiologi
3
cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital
biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma
Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1
B. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
proses berikut:
a. Infeksi Paru Berulang
b. Penyumbatan bronkus
Sebagian besar cabang bronkus yang kecil, akibat adanya aspirasi mukus
masuk ke dalam lumen bronkus yang menyebabkan kolaps bagian distal,
keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intraluminer proksimal dan
terjadi dilatasi bronkus. Bila terjadi infeksi pada bronkus yang mengalami
dilatasi ini serta terjadi destruksi dinding bronkus, maka akan terjadi dilatasi
bronkus yang permanen.9
4
• Sumbatan oleh lender.
Kondisi tersebut menyebabkan gangguan mekanisme mucocilliary clearance
dan gangguan ini akan menyebabkan berkembangnya infeksi bakteri.
c. Cedera penghirupan6
• Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
• Menghirup getah lambung dan partikel makanan
d. Kelainan imunologik6
• Sindroma kekurangan imunoglobulin
• Disfungsi sel darah putih
• Defisiensi komplemen
• Infeksi HIV
• Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid,
• kolitis ulcerativa
e. Keadaan lain6
• Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
2.4 Patogenesis
5
terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan
dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.9
Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya,
sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau
saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi
mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan
akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya
bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding
bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan
nafas.9
6
part) yang menyebabkan aliran drainase discharge terhambat. Gaya berat
menyebabkan akumulasi sputum sehingga infeksi dan supurasi lebih mudah
terjadi.10
2.5 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada
pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien
relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang
merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik.
Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh
peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan
sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau.6
7
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Hemoptisis
mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri
bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun
angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. Dyspnea terjadi
pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan
yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang
terlihat pada gambaran radiologisnya.6,7
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Foto thorax
8
1. Ring shadow
9
2. Tramline shadow
3. Tubular shadow
10
4. Glove finger shadow
b. Bronkografi
11
Gambar 5. Bronkiektasis Kistik secara Bronkografi
12
c. CT Scan Thorax
13
Gambar 9. Bronkiektasis Silindrik secara CT Scan (penampang melintang)
• Bronchitis kronik
• TB Paru
• Abses paru
• Adenoma paru
• Karsinoma paru
2.8 Tatalaksana
14
• Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian
antibiotik, dimana antibiotik diberikan bila terjadi perubahan sifat
sputum dari mukoid menjadi purulen, dan pemberian disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
- Pengelolaan khusus
- Pengobatan simtomatik
2. Pengobatan Pembedahan9
15
berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini
mutlak perlu tindakan operasi. Tindakan operasi bisa berupa
segmentektomi, lobektomi, atau pneumonektomi, serta bisa berupa
transplantasi paru.
2.9 Prognosis
1. Kelangsungan Hidup
2. Kelangsungan Organ
16
LAPORAN KASUS
BAB III
17
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit jangtung (-)
- Riwayat TB paru (+) pada tahun 2019 sampai tuntas pengobatan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga mengeluhkan keluhan yang sama.
- Riwayat hipertensi tidak diketahui
- Riwayat diabetes melitus tidak diketahui
e. Riwayat Kebiasaan dan Sosial
- Kebiasaan merokok (+)
f. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat maupun makanan.
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda Vital :
TD : 130/86 mmHg
RR : 22 x/m
SpO2 : 98% (free air)
HR : 85 x/m
Suhu : 36,5OC
d. Berat Badan : 45 kg
e. Tinggi Badan : 160 cm
f. Status Gizi : 17,57 Gizi kurang
2. Keadaan Spesifik
a. Kepala : Simetris. Tidak ada bekas luka ataupun jahitan.
b. Mata : Konjungtiva anemis. Sklera tidak ikterik.
18
c. Telinga : Daun telinga simetris kiri dan kanan,
pendengaran kedua telinga menurun.
d. Hidung : Septum hidung simetris, hiperemia (-), lendir(-)
e. Mulut : Mukosa tidak kering, bibir sianosis (-), faring
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-), T1/T1
f. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
deviasi trakea (-)
g. Toraks :
Cor :
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, pulsasi ictus
cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di SIK V 2 jari
medial linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan: SIK IV linea parasternalis
dekstra Batas jantung kiri: SIK IV 2 jari linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR 76 kali permenit, suara tambahan: murmur
(-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : Bentuk normochest, pergerakan dinding dada
kanan dan kiri simetris
Palpasi : Vocal fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler (+/+), suara
tambahan wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
h. Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, bekas luka (-)
Auskultasi : Bunyi bising usus normal, metalic sound (-)
19
Palpasi : Supel, massa (-), nyeri tekan epigastrium (-),
hepatosplenomegaly (-)
Perkusi : Timpani pada semua kuadran abdomen
K Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 dtk, sianosis (-), ROM
aktif/tidak terbatas, clubbing finger (-), edema
(-)
20
X-ray Thorax AP (14-08-2022)
Identitas sesuai
Marker R
Foto PA
Kekerasan foto keras
Tulang klavikula, scapula dan costa intak
Jaringan lunak < 2cm
Trakea midline
Sudut kostofrenikus kanan lancip, sudut kostofrenikus kiri lancip
Diafragma kanan licin, diafragma kiri sulit dinilai
Paru: Corakan bronkovaskuler meningkat
Tampak fibrosis pada paru kanan dan kiri
Tampak honeycomb appearance pada paru kanan dan kiri
Tampak infiltrat lobus kanan bawah dan atas, kiri atas.
Jantung: Kardiomegali (CTR <50%)
Kesan :
- Cor dalam batas normal
- Pulmo :bronkiektasis, bronkopneumonia, bekas TB
21
3.5 Resume IGD
Pada anamnesis ditemukan bahwa pasien mengeluhkan batuk berdarah
sejak 2 hari SMRS, darah berwarna merah segar, volume 1 sendok makan.
Pasien juga sudah mengeluhkan batuk berdahak selama 2 bulan ini. Keluhan
sesak (+), namun tidak menganggu aktivitas. 1 bulan yang lalu pasien dirawat
di RS surya insani selama 4 hari dengan infeksi paru-paru. Keluhan demam (-
), keringat malam (-), BB turun (-). Keluhan mual (+), muntah (-), nyeri ulu
hati (+). Pasien merokok sejak usia muda dengan rokok tembakau.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dengan status gizi underweight. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan
suara nafas vesikuler disertai bunyi nafas tambahan berupa rhonki di kedua
lapang paru.
3.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Bronkiektasis dengan hemoptisis +
Bronkopneumonia+ Bekas TB paru
Diagnosis Banding : TB paru Relaps
3.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
- Tirah baring
Farmakologis
- Inf futrolit 14 tpm + drip crhome / 12 jam
- Inf. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam
22
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
- Inj. Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
- Inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam
- Letrofar 2 x 1
- As. Folat 2x1
- Transfusi 1 PRC
- Codein 2x1
- Tes TCM
23
3.8 Tabel Follow Pasien (SOAP):
No Tanggal SOAP
1 14 Agustus 2022 S: Sesak nafas (-), batuk berdarah (+), batuk sesekali, nyeri
bekas TB
P: Tirah baring
24
2 15 Agustus 2022 S: Sesak nafas (-), batuk berdarah (+), demam (-). BAB
SpO2 : 98 %
bekas TB
P: Tirah baring
detected
25
O: TD=136/69 N=67 RR=22 T=36,6o C
DD: -
P: Tirah baring
• IVFD RL 20 TPM
• Inj. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam
• Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
• Inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam
• Letrofar 2 x 1
• As. Folat 2x1
• Makan TKTP
4 17 agustus 2022 S: Sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), nyeri dada (-),
DD: -
• Levofloksasin 1 x 750 mg
• Cefixim 2 x 200 mg
26
• Lansoprazole 2 x 30 mg
• Vit k 2 x 1
• Letrofar 2 x 1
27
3.9 Prognosis
3.10 Anjuran
- Berhenti merokok
- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai cara batuk yang baik dan
penggunaan masker.
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarakan teori bahwa bronkiektasis sering terjadi pada perempuan, hal ini
sesuai dengan jenis kelamin pasien ini yaitu perempuan. Faktor risiko yang
ditemukan pada pasien ini adalah adanya riwayat infeksi berulang, hal ini sesuai
dengan teori bahwa salah satu penyebab terjadinya bronkiektasis adalah infeksi paru.
Infeksi pada bronkus atau paru-paru yang berulang akan menyebabkan kerusakan
struktural pada dinding bronkus daerah infeksi, sehingga menyebabkan hilangnya
sifat elastisitas dinding otot bronkus.9
29
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu IVFD futrolit + drip crhome / 12c jam,
inf. Levofloksasin 750 mg/ 12 jam, inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam, inj. Asam
traneksamat 500 mg/ 8 jam, inj. Omeprazole 1 vial / 12 jam, letrofar 2 x 1, asam folat
2x1, codein 2x1. Pengobatan diberikan sesuai kondisi yang dialami pasien yaitu
pemberian antibiotik kombinasi. Antibiotik memiliki peranan krusial dalam
penatalaksanaan bronkiektasis, antibiotik dapat menghambat proses lingkaran setan
infeksi, inflamasi, dan kerusakan epitel saluran napas. Penggunaan antibiotik
diperlukan sebagai terapi saat eksaserbasi maupun sebagai terapi jangka panjang.
Penggunaan antibiotik lebih awal pada eksaserbasi dapat membatasi ‘vicious circle.14
Pemberian asam traneksamat digunakan untuk mengurangi gejala batuk
berdarah. Penelitian oleh Wong dkk melaporkan bahwa asam traneksamat ini efektif
pada pasien dengan hemoptisis akibat cystic fibrosis yang gagal dengan embolisasi
arteri bronkial.15
30
BAB V
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta:
22 Juli 2019
6. Maitra A, Kumar V. Paru dan Saluran Napas Atas. Dalam: Kumar V, Cotran
Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. 2012.
Jakarta . 861-871.
32
10. Djojodibroto D. Respirologi. 2009. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
12. Goeminnie, Pieter Christian, et al. Risk factors for morbidity and death in
CFbronchiectasis. 2010.
Terkini Hemoptisis.2016;3:59–60.
33
1