Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan

Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bula

mana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak

adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa, denaturasi protein lensa atau akibat

kedua-duanya.1

Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami

kebutaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju

sekitar 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei depkes RI tahun

1982 pada 8 propinsi, prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh

penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh

penduduk. Berdasarkan hasil survey di Indonesia, prevalensi sebesar 1,5 %

penduduk mengalami kebutaan. 1

Katarak dapat berefek pada satu mata yang dikenal sebagai katarak

unilateral atau kedua mata dikenal sebagai katarak bilateral. Kebanyakan anak-

anak dengan katarak pada satu mata biasanya mempunyai penglihatan yang bagus

pada bagian yang lain. 2

Ada banyak macam tipe katarak, beberapa berpengaruh pada penglihatan

dan yang lainnya sama sekali tidak. Sebuah katarak yang berlokasi didaerah

sentral lensa biasanya mempengaruhi pandangan dan perkembangan sistem

penglihatan, namun demikian hal tersebut tetap tergantung dengan ukuran dan

1
tingkat kekeruhan lensa. Jika katarak berukuran kecil, berada di lensa bagian

anterior, atau pada bagian tepi, tidak akan ada gangguan penglihatan.3

Katarak unilateral biasanya jarang terjadi. Hal ini dihubungkan dengan

kelainan mata (seperti, posterior lenticonus, persistent hyperplastic primary

vitreous, anterior segment dysgenesis, posterior pole tumors), trauma, atau infeksi

intauterin, particularly rubella. Katarak bilateral sering herediter dan

dihubungkan dengan penyakit lain. Hal tersebut disebabkan oleh infeksi, sistemik

dan susunan genetik. Penyebabnya biasanya adalah hipoglikemia, trisomi (seperti,

sindrom Down, Edward,dan Patau), myotonic dystrophy, penyakit infeksi (seperti,

toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, and herpes simplex [TORCH]), dan

prematuritas. 2,3,4

Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10 % kebutaan pada

anak-anak diseluruh dunia. Frekuensi atau jumlah kejadian total katarak

kongenital di seluruh dunia belum diketahui pasti. Di Amerika Serikat disebutkan

sekitar 500-1500 bayi lahir dengan katarak kongenital tiap tahunnya dengan

insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran. Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200

bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak kongenital dengan insiden 2,46 kasus per

10.000 kelahiran. Di Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai jumlah

kejadian katarak kongenital, tetapi angka kejadian katarak kongenital pada negara

berkembang adalah lebih tinggi yaitu sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.2

Katarak yang berkembang pesat dapat mengakibatkan kebutaan pada bayi

jika dibiarkan tidak ditangani. Katarak kongenital dapat terus berkembang, namun

2
pada umumnya berkisar hitungan bulan hingga tahun. Dokter mata akan

mempertimbangkan kapan akan dilakukan tindakan . 2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus

cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan

jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan

menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. 1

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera

setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun, dapat timbul pada

satu atau kedua mata. Sebuah katarak disebut kongenital bila ada saat lahir, atau

dikenal juga sebagai “infantile cataract” jika berkembang pada usia 6 bulan

setelah lahir. Katarak kongenital bisa merupakan penyakit keturunan yang

diwariskan secara genetik atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital yang

didapat dari ibu saat kehamilan atau berhubungan dengan penyakit metabolik.2

B. Epidemiologi

Frekuensi

Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-1500 bayi lahir dengan katarak

kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran.

Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200 bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak

kongenital dengan insiden 2,46 kasus per 10.000 kelahiran. Di Indonesia sendiri

belum terdapat data mengenai jumlah kejadian katarak kongenital, tetapi angka

4
kejadian katarak kongenital pada negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu

sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.2

Mortalitas/Morbiditas

Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi, ambliopia

refraksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan), dan retinal

detachment. Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60% pada

katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya menyertai pada retardasi mental,

tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan gejala sistemik.4

Umur

Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir. 4

C. Etiologi3

Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama

membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan es. Ada

banyak alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:

1. Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau

sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.

2. Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom

multisistem.

 Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.

 Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,

Myotonic dystrophy.

 Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.

5
 Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.

 Kelainan mandibulo-facial seperti Nance-Horan cataract-dental

syndrome.

 Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, Incontinentia pigmenti7

3. Infeksi seperti toxoplasma, rubella(paling banyak), cytomegalovirus,

herpes simplex, sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat

hamil

4. Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A

5. Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti x-rays,

6. Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan,

7. Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak

diketahui penyebabnya.

Lebih dari 200 anak di Inggris lahir dengan katarak kongenital bentuk

yang sama setiap tahun. Sekitar 1 dari 5 anak tersebut mempunyai riwayat

katarak kongenital didalam keluarga. Katarak dapat menurun secara dominan

– berasal dari satu atau orang tua yang lain kepada anak karena sebuah

kesalahan gen. Orang tua mungkin tahu bahwa mereka memiliki katarak tapi

kadang mereka mungkin hanya memiliki sebuah katarak berukuran kecil yang

tidak berefek pada penglihatan dan mereka tidak menyadarinya. Inilah

sebabnya kenapa pergi ke dokter mata dapat membantu mengevaluasi mata

pada orang tua yang mempunyai anak katarak, bahkan meskipun mereka tidak

menyadari mempunyai masalah dengan mata meraka1,3

6
Banyak anak-anak yang lahir atau perkembangan katarak infantil tidak

mempunyai masalah kesehatan yang lain namun ada beberapa yang

mempunyai masalah kesehatan. Biasanya, hal ini akan terlihat bila spesialis

mata merujuk seorang anak kepada seorang spesialis anak.1

Tabel 1. Etiologi Katarak

7
Gambar 2.1 Katarak Kongenital

D. Klasifikasi

1. Katarak Lamellar atau Zonular

Merupakan tipe katarak kongenital yang paling umum dijumpai

dengan karakteristik bilateral dan simetris. Pengaruhnya terhadap fungsi

visual bervariasi tergantung ukuran dan densitas kekeruhan. Umumya

diturunkan secara genetik sebagai autosomal dominan atau merupakan hasil

dari transient toxic influence selama perkembangan embrionik lensa.3

Katarak ini biasanya berkarakter dengan kekeruhan pada lapisan

maupun zona yang spesifik. Secara klinis tampak sebagai lapisan yang keruh

yang mengelilingi daerah yang jernih dan dikelilingi korteks yang jernih juga.

Bila dilihat dari anterior seperti disk shaped configuration.3

8
Gambar 2.2 Katarak Lamellar / Zonular
2. Katarak Polar

Merupakan kekeruhan lensa yang meliputi korteks subkapsular dan

kapsul anterior atau posterior dari pole lensa. Katarak polar anterior biasanya

kecil, bilateral, simetris dan tidak progresif serta tidak mengganggu

penglihatan. Katarak polar anterior sering diturunkan secara autosomal

dominan. Katarak polar anterior ini terkadang dihubungkan dengan kelainan

okular lainnya, meliputi mikrophthalmos, persistent pupillary membrane dan

lentikonus anterior. Katarak polar anterior tidak membutuhkan penanganan

tetapi sering menyebabkan anisometropia.3

Katarak polar posterior secara umum lebih meyebabkan penurunan

fungsi visual dibandingkan katarak polar anterior karena cenderung lebih

besar dan posisinya lebih mendekati nodal point of eye. Biasanya bersifat

stabil, tetapi kadang-kadang dapat progresif. Dapat bersifat familial (bilateral

dan diturunkan secara autosomal dominant) atau sporadik (unilateral dan

9
berhubungan dengan sisa tunika vaskulosa lensa atau berhubungan dengan

kelainan kapsul posterior seperti lentikonus atau lentiglobus).3

Gambar 2.3 Katarak Polaris Anterior (kiri) dan Katarak Polaris Polaris
(kanan)
3. Katarak Sutural / Stellate

Katarak ini merupakan kekeruhan pada bentuk Y-sutures atau

inverted-Y pada nukleus fetal dimana sering terdapat cabang atau knobs.

Bilateral dan simetris, serta diturunkan secara autosomal dominan. Biasanya

tidak menyebabkan gangguan penglihatan.3

4. Katarak Coronary

Disebut coronary cataract karena terdiri dari sekelompok club-shaped

opacities pada korteks yang tersusun di sekitar ekuator lensa seperti mahkota

atau korona. Hanya terlihat saat pupil dilatasi dan biasanya tidak

mempengaruhi ketajaman penglihatan. Sering diturunkan secara autosomal

dominant.3

5. Katarak Cerulean

10
Merupakan kekeruhan yang tipis berwarna kebiruan yang berlokasi di

korteks lensa sehingga disebut blue-dot cataract. Bersifat tidak progresif dan

biasanya tidak menimbulkan gangguan penglihatan.3

6. Katarak Nuklear

Kekeruhan dapat hanya terjadi pada nukleus embrional saja atau pada

nukelus embrional dan fetal nuclei. Biasanya bersifat bilateral dengan

spektrum tingkat keparahan yang luas. Kekeruhan lensa meliputi seluruh

nukleus atau terbatas pada sebagian lapisan saja. Mata dengan katarak nuklear

kongenital cenderung mikrophthalmia.3

7. Katarak Kapsular

Merupakan kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior lensa.

Secara umum tidak menyebabkan gangguan penglihatan.3

8. Katarak Total / Complete

Kekeruhan pada seluruh serabut lensa. Pemeriksaan menggunakan

funduskopi tidak tampak red reflex dan retina tidak terevaluasi. Beberapa

katarak dapat subtotal saat lahir dan progresif dengan cepat menjadi katarak

komplit. Dapat terjadi unilateral maupun bilateral, dan menimbulkan

gangguan penglihatan.3

9. Katarak Membranosa

Suatu kondisi dimana terjadi absorbsi protein lensa yang utuh maupun

tidak, menyebabkan kapsul anterior dan posterior menyatu menjadi dense

11
white membrane. Katarak dengan bentuk ini menimbulkan gangguan

penglihatan yang signifikan.3

10. Katarak Rubella

Infeksi maternal virus rubella dapat menyebabkan fetal damage,

terutama jika infeksi terjadi pada trimester 1 kehamilan. Bentuk katarak akibat

sindroma rubella kongenital mempunyai bentuk yang khas berupa pearly

white nuclear opacification. Kadang-kadang melibatkan seluruh lensa (katarak

total/komplit) dan korteks mencair. Virus bisa tetap terdapat di lensa sampai 3

tahun setelah pasien lahir sehingga pengangkatan katarak dapat menimbulkan

komplikasi berupa inflamasi yang hebat setelah operasi.3

Walaupun sindrom kongenital rubella dapat menyebabkan katarak dan

glaukoma, kondisi tersebut biasanya tidak terjadi bersamaan pada mata yang

sama.3

E. Gambaran Klinis

Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila

pupil atau bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini

disebut dengan leukoria, pada setiap leukoria diperlukan pemeriksaan yang teliti

untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Walaupun 60 % pasien dengan

leukoria adalah katarak congenital. Leukoria juga terdapat pada retiboblastoma,

ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain.1,2

Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula

lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada

saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila

12
terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf

mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan

berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka

biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris.2,4,5

Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus,

strabismus dan fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka bayi akan mencari-cari

sinar melalui lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerak-

gerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan.2,6

Katarak kongenital sering terjadi bersamaan dengan kelainan okular atau

kelainan sistemik lainnya. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan

kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okular yang dapat ditemukan antara

lain mikroptalmos, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atofi

retina dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okular yang didapati antara lain :

retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies

mongoloid dan sebagainya.2,3

F. Diagnosa

Seharusnya dilakukan pemeriksaan mata pada seluruh bayi baru lahir sebagai

skrinning, yaitu :

 Pemeriksaan red reflex pada ruang gelap menggunakan oftalmoskop

secara simultan pada kedua mata. Pemeriksaan ini disebut juga

illumination test, red reflex test atau Brückner test. 2,3

 Retinoskop melalui pupil yang tidak berdilatasi. Dapat memprediksikan

katarak aksial pada anak-anak preverbal.2

13
a. Anamnesa

Diperlukan anamnesa yang detail tentang hambatan tumbuh kembang anak,

pola makan anak, lesi-lesi kulit, kelainan-kelainan perkembangan yang lain

serta riwayat keluarga di dalam mendiagnosa katarak kongenital.

Pemeriksaan menggunakan
slit lamp segera terhadap anggota keluarga

untuk melihat faktor-faktor inherited.2

b. Fungsi Visual

Penilaian fungsi visual dapat digunakan untuk menentukan penanganan

terhadap katarak.
Kekeruhan kapsul anterior tidak signifikan secara visual.

Kekeruhan sentral/posterior yang cukup densitasnya, diameter >3 mm,

biasanya cukup bermakna mempengaruhi visual.2

c. Pemeriksaan Okular

 Slit lamp (dengan kedua mata sudah didilatasikan terlebih dahulu) dapat

membantu melihat morfologi katarak, posisi lensa dan melihat

abnormalitas pada kornea, iris dan bilik mata depan. 2

 Funduskopi untuk menilai segmen posterior. Diamati diskus, retina dan

makula.2

G. Diagnosis Banding3,7,8

 Retinoblastoma (11% unilateral dan 7% bilateral),

14
 Ablasio retina (2.8% unilateral dan 1.4% bilateral),

 Bilateral persistent hyperplastic primary vitreous (4.2%),

 Unilateral Coats disease (4.2%)

H. Penatalaksanaan

Penanganan pada katarak kongenital sangat tergantung pada jenis katarak,

bilateral atau unilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak.

Kekeruhan lensa kongenital sering ditemui dan sering secara visual tidak

bermakna. Kekeruhan parsial atau kekeruhan diluar sumbu penglihatan atau

kekeruhan yang tidak cukup padat untuk mengganggu transmisi cahaya tidak

memerlukan terapi selan pengamatan untuk menilai perkembangan.2

Katararak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan yang

bermakna harus dideteksi secara dini. Karena prognosisnya dapat kurang

memuaskan dan mungkin sekali pada mata telah terjadi ambliopia. Bila terdapat

nistagmus, maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak

kongenital.2,3

Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :

1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan

secepatnya segera katarak terlihat.2,3

2. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk,

karena mudah sekali terjadi ambliopia, karena itu sebaiknya dilakukan

pembedahan secepat mungkin.2,3

15
3. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif shingga

sementara dapat dicoba kaca mata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan

yang progresif ditandai dengan tanda-tanda strabismus dan ambliopia

maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih

baik. 2,3

Tindakan bedah diindikasikan apabila reflek fundus tidak tampak. Tindakan

bedah yang dikenal adalah iridektomi optis, disisio lensa, ekstraksi linier dan

ekstraksi dengan aspirasi. 2,3

Pada katarak kongenital jenis katarak zonularis, apabila visus sudah sangat

terganggu, dapat dilakukan iridektomi optis, bila setelah pemberian midriatika

visus dapat menjadi lebih baik. Bila tidak dapat dilakukan iridektomi optik,

karena lensa sangat keruh maka pada anak-anak dibawah 1 tahun dikakukan disisi

lensa, sedang pada anak yang lebih besar dilakukan ekstraksi linier. Koreksi visus

pada anak dapat berarti, bila anak itu sudah dapat diperiksa tes visualnya.

Iridektomi optis mempunyai keuntungan bahwa lensa dan akomodasi dapat

dipertahankan dan penderita tidak usah menggunakan kacamata tebal sferis + 10

dioptri. 2,3,8

Pada disisio lensa, kapsul anterior dirobek dengan jarum, masa lensa

diaduk, masa lensa yang masih cair akan mengalir ke bilik mata depan.

Selanjutnya dibiarkan terjadi resorbsi atau dilakukan evakuasi massa. Lebih

jelasnya dengan suatu pisau atau jarum disisi daerah limbus dibawah konjungtiva

ditembus ke kamera okuli anterior dan merobek kapsula lensa anterior dengan

ujungnya sebesar 3-4 mm, jangan lebih besar atau lebih kecil. Maksudnya agar

16
melalui robekan tadi isi lensa yang masih cair dapat keluar sedikit demi sedikit

masuk ke COA yang kemudian akan diresorbsi. Oleh karena masa lensa pada bayi

masih cair maka resorbsinya seringkali sempurna. Kalau sayatan terlalu kecil,

sekitar 0,5-1 mm, robekan dapat menutup kembali dengan sendirinya dan harus

dioperasi lagi, sedang bila luka terlalu besar, isi lensa keluar mendadak seluruhnya

kedalam COA, kemudian dapat terjadi reaksi jaringan mata yang terlalu hebat

untuk bayi, sehingga mudah terjadi penyulit. 2,3,8

Indikasi dilakukan disisio lensa ialah umur kurang dari 1 tahun dan pada

pemeriksaan opthalmoskop, fundus tidak terlihat. Penyuli disis lensa yang

ditakutkan adalah :

- Uveitis fakoanalitik, terjadi karena masa lensa merupakan benda

asing untuk jaringan sehingga menimbulkan reaksi radang terhadap

massa lensa tubuh sendiri. 1,2

- Glaukoma sekunder, timbul karena massa lensa menyumbat sudut

bilik mata, sehingga aliran cairan bilik mata depan. 1,2

- Katarak sekunder, dapat terjadi bila massa lensa tidak dapat diserap

secara sempurna dan menimbulkan jaringan fibrosis yang dapat

menutupi pupil sehingga mengganggu penglihatan dikemudian hari

sehingga harus dilakukan disisi katarak sekunderia untuk

memperbaiki visusnya. 1,2

Disisio lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea sentralis

harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan. Kemungkinan

perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan. Syarat untuk perkembangan

17
ini fovea sentralis harus mendapat rangsangan cahaya yang cukup. Jika katarak

dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya fovea sentralis tak

dapat berkembang 100%, visusnya tidak akan mencapai 5/5 walaupun dioperasi.

Hal ini disebut ambliopia sensoris. Jika katarak ini dibiarkan sampai umur 2-3

tahun, fovea sentralis tidak akan berkembang lagi, sehingga kemampuan fiksasi

dari fovea sentralis tidak akan tercapai dan mata menjadi goyang (nistagmus),

bahkan dapat pula terjadi strabismus sebagai penyulit. Jadi sebaiknya operasi

dilakukan sedini mungkin, bila tidak didapat kontraindikasi untuk pembiusan

umum. Operasi dilakukan pada satu mata dulu, bila mata ini sudah tenang, mata

sebelahnya dioperasi pula, jika kedua mata sudah tenang , penderita dapat

dipulangkan.2,8,9

Terapi bedah untuk katarak infantil dan katarak pada masa anak-anak

adalah dengan ekstraksi lensa melalui insisi limbus dengan menggunakan

keratom, dengan ujung keratom dibuat luka pada kapsul lensa anterior selebar-

lebarnya, kemudian ujung keratom digerakan ke kanan dan ke kiri sejauh

mungkin, sehingga terdapat luka selebar-lebarnya pada kapsul lensa. Kemudian

keratom ditarik keluar. Perlu dijaga kapsul posterior jangan sampai terluka

sehingga tak ada bahaya keluarnya badan kaca. Melalui luka kapsul lensa anterior,

isi lensa mengalir keluar, terutama bila tekanan rendah sekali. Kemudian isi lensa

dikeluarkan dari COA dengan sendok Daviel sebanyak-banyaknya. Bila yakin

kapsul posterior utuh, tindakan ini dapat disusul dengan pembilasan memakai

garam fisiologis, sehingga COA menjadi bersih.2,3

18
Langkah-langkah yang dilakukan pada ekstraksi katarak kongenital yaitu

kapsulotomi anterior, lensektomi tanpa implantasi lensa intraokular atau dengan

implantasi lensa intraokular dan kapsulotomi posterior.2

Teknik kapsulotomi anterior pada kasus anak berbeda dengan dewasa.

Kapsul lensa pada anak terutama bayi lebih elastik dibandingkan usia dewasa dan

diameter lensa lebih kecil (+ 6,4 mm diameter ekuatorial, + 3,5 mm diameter

anteroposterior). Teknik 2-incision push-pull dapat membantu dalam membuat

kapsulotomi yang baik. Teknik lain yang dapat digunakan, yaitu dengan merobek

kapsul anterior menggunakan alat vitrektomi yang dikenal dengan vitrectorhexis.2

Material lensa saat lensektomi harus diaspirasi atau dikeluarkan sampai

bersih untuk mencegah terjadinya kekeruhan sekunder. Anak usia kurang dari 2

tahun akan dibiarkan afakia karena bila dilakukan pemasangan lensa intraokular

kemungkinan terjadinya komplikasi lebih tinggi, perubahan kekuatan refraksi

yang lebih cepat dan sulitnya mendapatkan kekuatan lensa tanam yang akurat.

Kekuatan lensa pada bayi baru lahir yaitu 35 dioptri. 2,3

Kekeruhan kapsul posterior terjadi pada seluruh kasus katarak kongenital

yang telah dilakukan ekstraksi katarak. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan

kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior pada saat operasi. Teknik ini dapat

membuat aksis visual jernih, hal ini penting untuk koreksi afakia post operasi.

Kapsul posterior perifer harus ditinggalkan untuk pemasangan lensa intraokular

dikemudian hari. Ekstraksi katarak pada anak usia lebih dari 8 tahun dapat

dilakukan tanpa posterior kapsulotomi. Kekeruhan pada kapsul posterior

(Posterior capsular opacity/ PCO) dapat terjadi setelah operasi katarak, yang

19
menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan. Kekeruhan kapsul posterior dapat

terjadi antara 3 bulan sampai 4 tahun setelah ekstraksi katarak. Kekeruhan kapsul

posterior dihilangkan dengan Nd:YAG laser kapsulotomi.2,3

Intra ocular lenses (IOLs)

Pada anak-anak sangatlah penting untuk mengkoreksi afakia sesegera

mungkin setelah pembedahan. Salah satu pilihan adalah untuk menanam sebuah

IOL ketika katarak di ekstraksi. Sayangnya hal tersebut bukanlah hal yang

sederhana dan masih menjadi kontroversi. Saat lahir lensa manusia lebih sferis

dibanding orang dewasa. Lensa tersebut mempunyai kekuatan sekitar 30D,

dimana mengkompensasi untuk jarak axial lebih dekat dari mata bayi. Hal ini

turun sekitar 20-22D setiap 5 tahun. Artinya bahwa sebuah IOL yang memberikan

penglihatan normal pada seorang bayi akan membuat miopia yang signifikan saat

dia lebih tua. Hal tersebut merupakan komplikasi lanjut karena perubahan

kekuatan kornea dan perpanjangan axial dari bola mata. Perubahan-perubahan ini

paling cepat terjadi bebrapa tahun pertama kehidupan dan hal ini hampir tidak

mungkin untuk memprediksi kekuatan lensa untuk bayi.2,3

Penanaman IOL implantation hampir menjadi hal yang rutin untuk anak

yang lebih besar, Koreksi penggunaan IOL pada anak-anak masih kontroversi.

Tanpa IOL, bayi akan membutuhkan lensa kontak atau kacamata afakia. Beberapa

sumber mengatakan dilakukan pemasangan IOL saat memasuki usia masuk

sekolah yaitu sekitar usia 5 tahun, ada juga yang mengatakan bahwa IOL dipasang

20
segera setelah operasi dan saat hendak memasuki usia sekolah dilakukan koreksi

kembali.1,2,3

Jika tidak dihendaki pemasangan IOL dapat dipertimbangkan pula optical

devices lainnya seperti kacamata maupun lensa kontak untuk melakukan koreksi

pada kondisi afakia. 2

Gambar 2.4. Setelah Operasi Katarak

A. Komplikasi

Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi

ambliopia. Karena gambaran retina menjadi buram oleh katarak., penglihatan

tidak berkembang sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat menangkap

sensitivitas informasi dari mata. Ekstraksi katarak dan koreksi apakia, akan

mengembalikan kejernihan gambar tetapi otak masih butuh pembelajaran untuk

melihat, dan hal ini membutuhkan waktu. Jika mata tidak pernah memiliki

penglihatan yang jernih, mereka tidak akan pernah melihat atau memandang

secara benar dan dapat menyebabkan nistagmus. Jika penglihatan diperbaiki,

21
nistagmus sering berubah, jadi nistagmus pada anak-anak bukanlah kontraindikasi

untuk pembedahan.2,3

Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain dan hal ini

akan menjadi mata yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi amblopia.

Satu-satunya cara untuk mendeteksi hal ini adalah pengukuran visus secara

reguler pada setiap mata. Jika satu mata memiliki satu atau dua derajat lebih buruk

dari mata yang lain tanpa penjelasan yang jelas, hal tersebut mungkin merupakan

amblopia dan anak tersebut membutuhkan pengobatan untuk mata yang dominan.

Risiko amblopia merupak risiko terbesar selama tahun pertama kehidupan dan

menurun secara signifikan setelah tahun kelima.2,3

Glaukoma mungkin timbul setelah lensektomi, sebagian jika di ekstraksi

pada minggu pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk diobati dan

frekuensi nya mengarah ke kebutaan. Menunda operasi sampai bayi berumur 3-4

bulan membuat visus mata tidak sampai 6/6 namun dapat menurunkan risiko

glaukoma.2,3,9

Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak kongenital. Sering

timbul sangat lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika bebrapa pasien

mengeluh tiba-tiba kehilangan penglihatan, bahkan meskipun bertahun-tahun

setelah operasi katarak kongenital, hal tersebut dianggap sebagai akibat dari

ablasio retina sampai dibuktikan terdapat penyebab yang lain.1,2

22
I. Prognosis

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak kongenital yang memperlukan

pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya

ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat

pencapaian penglihatan pada kelompok ini.1,2,3

Penglihatan yang baik setelah operasi katarak tergantung pada banyak

faktor, meliputi age of onset, tipe katarak, waktu dilakukan pembedahan, koreksi

optikal dan penanganan ambliopia. Secara umum, aphakia bilateral mempunyai

kemampuan visual yang lebih baik dibandingkan aphakia monokular. 1,2,3

BAB III

23
PENUTUP

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

lapisan yaitu sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Salah satu media

refraksi yang penting adalah lensa. Lensa mata merupakan struktur bikonveks,

avaskular, tidak berwarna dan tembus pandang. Tebalnya sekitar 5 mm dengan

diameter sekitar 9 mm terletak dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula yang

menghubungkannya dengan korpus siliare yang berfungsi sebagai media refraksi

dan alat akomodasi.1

Kelainan pada lensa dapat berupa kekeruhan lensa yang disebut katarak,

katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah

kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.1,2,3

Sekitar sepertiga kasus katarak bersifat herediter, sepertiga lainnya

sekunder terhadap penyakit metabolik atau infeksi atau berkaitan dengan berbagai

syndrome. Sepertiga yang terakhir terjadi karena sebab yang tidak ditentukan.1,2,3

Katarak kongenital yang terjadi akibat gangguan perkembangan serat lensa

di dalam kandungan berkonsistensi cair sehingga tindakan bedahnya adalah

disisio lentis atau ekstrasi linear.1,2

Pada anak-anak sangatlah penting untuk mengkoreksi apakia sesegera

mungkin setelah pembedahan. Salah satu pilihan adalah untuk menanam sebuah

IOL ketika katarak di ekstraksi, selain IOL dapat pula dengan kacamata ataupun

lensa kontak.1,2

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007

2. Vaughan & Asbury : oftalmologi umum / Paul Riordian-Eva, John P.


Whitcher ; alih bahasa, Brahm U. Pendit ; editor bahasa Indonesia, Diana
Susanto. Ed 17. Jakarta : EGC, 2009.
3. American Academy of Ophthamology. Lens and Cataract in Basic and
Clinical Science Course. Section 11. 2009-2010 : 34-39
4. Khurana AK. Disease of the Orbit. Comprehensive Ophthalmology. Fourth
Edition, page : 280-283
5. Clinical Opthalmology, an Asian Perspective, a publication of Singapore
National Eye Centre, 2007 : 687-696
6. Congenital Cataract, diunduh dari: http://emedicine.com. Diakses pada tanggal
2 Maret 2019.
7. Follow up Congenital Cataract, diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-followup#showall. Diakses
pada tanggal 2 Maret 2019.

8. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and


Strabismus in Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2008-09 : 390-
399
9. Complication in Congenital Cataract, diunduh dari :
http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/eye_defects_and_cond
itions_in_children/congenital_cataract.html. Diakses pada tanggal 2 Maret
2019.

25

Anda mungkin juga menyukai