BRONKHIEKTASIS
DISUSUN OLEH:
Tamara Ramadhan Suharto (1102015236)
PEMBIMBING :
dr. H. Edy Kurniawan Sp.P
2. ETIOLOGI
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
KELAINAN KONGENITAL
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut.
Pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua paru.
Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital
lainnya, misalnya: Mucoviscidosis (Cystic pulmonary fibrosis), Sindrom Kartegener
(Bronkiektasis kongenital, sinusistis, paranasal dan situs inversus), hipo atau
agamaglobulinemia,bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu
dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis).
Bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak adanya
tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, dan kifoskoliosis kongenital.
KELAINAN DIDAPAT
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat
proses berikut:
Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi
pertussis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru, dan
sebagainya.
Obstruksi Bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab: korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap
bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun
obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis.
Oleh karenanya diduga mungkin masih ada factor intrinsic (yang sampai sekarang
belum diketahui) ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis.
Difus Infeksi: bakteri, mikobakterium non Lapangan Kultur pewarnaan gram, BAL
tuberculosis [Mycobacterium avium tengah paru (Bronchoalverolar lavage) jika
intracellulare complex (MAC)] tidak ditemukan kuman patogen
Imunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, Lapangan DPL, Imunoglobulin, Tes HIV
HIV, Bronkiolitis setelah transplantasi paru bawah paru
Pengukuran kadar klorida dalam
Genetik: Cystic fibrosis, sindroma keringat, kadar α-1 antitripsin,
Kartegener, defisiensi α-1 antitripsin. atau biopsi saluran napas.
Autoimun atau rematalogi: artritis Daerah Pemeriksaan sendi, serologis
rematoid, sindrom sjorgen, sentral paru (factor rematoid)
inflammatory bowel disease.
Penyakit terkait imun: allergic
bronchopulmonary aspergillosis
(ABPA)
4. PATOGENESIS
Patogenesis bronkiektasis tergantung faktor penyebabnya. Apabila
bronkiektasis timbul karena kelainan kongenital patogenesisnya tidak diketahui,
diduga erat kaitannya dengan faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan
perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat
patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme.
Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain; 1) faktor obstruksi
bronkus 2) faktor infeksi pada bronkus paru 3) faktor adanya beberapa panyakit
tertentu seperti fibrosis paru 4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua
mekanisme dasar
1. Permulaanya didahului adanya faktor infeksi bakterial. Mula – mula karena
adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis.
Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dinding bronkus
daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
2. Permulaanya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus
oleh beberapa penyebab ( misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak,
karsinoma bronkus, korpus alineum dalam bronkus ) akan diikuti terbentuknya
bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan
destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.
Pada bronkiektasis didapat, dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan
kimia korosif ( biasanya bahan hidrokarbon ) ke dalam saluran napas, dan
karena terjadinya aspirasi berulang/bahan cairan lambung ke dalam paru.
Bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan sifatnya
kronik. Keluhan – keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap.
Keluhan tersebut berhubungan erat dengan; 1) luas atau banyaknya bronkus
yang terkena. 2) tingkatan beratnya penyakit. 3) lokasi bronkus yang terkena
dan 4) ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.
Pada bronkiektasis, keluhan – keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya
beberapa hal berikut : 1) adanya kerusakan dinding bronkus, 2) adanya
kerusakan fungsi bronkus, 3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau
komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan
distrosi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis, tulang rawan, otot – otot
polos, mukosa dan silia, kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum,
gangguan ekspektorasi, gangguan refleks batuk dan sesak napas.
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada
luas dan beratnya penyakit. Ciri khas penyakit ini adalah batuk kronik disertai
produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas memberikan gejala
1. Batuk Kronik
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuens mirip seperti pada bronchitis kronik
(bronchitis-like symptoms). Jumlah sputum bervariasi, umumnya
jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ad infeksi sekunder sputumnya
mucoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulent, dapat
memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ex ore). Apabila terjadi
infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat
berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau
hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder.
Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchiectasis,
sputum jumlahnya banyak sekali, purulent dan apabila ditampung
beberapa lama, tanpak terpisah menjadi 3 lapisan, yaitu:
1) Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mucus,
2) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva(ludah),
3) Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis
dari bronkus yang rusak (cellular debris).
2. Hemoptisis
Hemoptysis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis.
Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus
mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan
yang terjadi bervariasi, mulai yang paling ringan (streaks of blood) sampai
perdarahan yang cukup banyak (massif) yaitu apabila nekrosis yang
mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang
arteri bronkialis (daerah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptysis justru
merupakan gejala satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di
lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan
kurang menimbulkan refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya
minimal dapat diambil pelajaran, bahwa apabila ditemukan kasus
hemoptysis hebat tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya di ingat dry
bronchiectasis ini. Hemoptysis pada bronkiektasis walaupun kadang-
kadang hebat jarang fatal. Pada tuberculosis paru, bronkiektasis (sekunder)
ini merupakan penyebab utama komplikasi hemoptysis.
3. Sesak Nafas (dyspnea)
Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas.
Timbul dan beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya
bronchitis kronik yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru
dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang
(ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang
menimbulkan sesak napas tadi. Kadang- kadang ditemukan pula suara
mengi (Wheezing), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal
atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
4. Demam
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami
infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul
demam (demam berulang).
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik mungkin pasien sedang mengalami batuk – batuk
dengan pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda
fisik umum dapat ditemukan seperti sianosis jari tubuh.
Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan
bronkiektasis terjadi, dan kelainanya lokal ataukah difus. Pada pemeriksaan fisik
kelainannya harus dicara berdasarkan tempat predisposisi nya. Pada bronkiektasis
biasanya ditemukan rhonki basah yang jelas pada lobus bawah paru yang
terkenaapabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat
menimbulkan kelainan seperti ini: terjadi retraksi dinding dadadan berkurangnya
gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi pergerakan mediastinum ke
daerah paru yang terkena.
Sindrom Kartgener
Sindrom ini terdiri atas gejala berikut; 1) bronkiektasis kongenital, sering disertai
dengan silia bronkus imotil, 2) situs inversus atau pembalikan letak organ, dalam hal
ini terjadi dekstrokardia, 3) sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis.
Bronkolitiasis
Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala
sisa kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini sering mengakbatkan
erosi bronkus di dekatnya dan dapat masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan
dan infeksi. Selanjutnya terjadilah bronkiektasis.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Kelainan laboratorium biasanya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah
mulai ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila
penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering ditemukan anemia,
yang menunjukan adanya infeksi kronik atau ditemukannya leukositosis yang
menunjukan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi berupa amiloidosis
akan ditemukan proteiuria.
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk
menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur
sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada
kecurigaan adanya infeksi sekunder.
2. Radiologi
Gambaran foto dada pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi,
tergantung berat ringannya penyakit dan letak kelainannya. Gambaran
radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukan kista – kista kecil
dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon ( honey comb
appearance ) pada daerah yang terkena. Kadang- kadang gambaran radiologis
tampak bercak – bercak pneumonia, fibrosis atau atelektasis. Gambaran paru
akan jelas pada pemeriksaan bronkogram.
3. Faal Paru
Fungsi ventilasi masih baik apabila kelainannya ringan, pada keadaan lanjut
dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu
detik pertama ( VEP1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya
obstruksi aliran udara pernapasan. Pada pbronkiektasis terjadi perubahan gas
berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat. Penurunan PaO2 ini
menunjukan adanya abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi
ventilasi.
Bronkiektasis Ringan : batuk – batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi
sesudah demam ( ada infeksi sekunder ), produksi sputum terjadi dengan adanya
perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat.
Fungsi paru normal. Foto rontgen dada normal.
10. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dapat ditempuh melewati proses anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan radiologik (bronkografi) dan CT
scan paru.
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakan apabila telah ditemukan adanya
dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi,
melihat bronkogram yang didapatkan dan CT-scan. Computed tomography (CT) scan
paru menjadi alternatif pemeriksaan yang paling sesuai untuk evaluasi bronkiektasis,
karena sifatnya non – invasif dan hasilnya akurat bila menggunakan potongan yang
lebih tipis dan mempunyai sensitivitas dan spesifitas lebih dari 95%.
Gambar 2. CT-Scan bronkiektasis A) Dilatasi dan hilangnya (normal meruncing) dari
tengah kanan lobus bronkus (panah) atau ; B) dilatasi saccular bilateral bronkus
dengan jaringan yang rusak dan hancuranya parenkim.
Bronkitis Kronik
Tuberkulosis Paru
Abses Paru
Karsinoma Paru, Adenoma Paru
Fistula bronkopleural dengan empyema
13. TATALAKSANA
Operasi
o Tujuan: mengangkat/reseksi segmen atau lobus paru yang terkena\
o Indikasi :
Bronkiektasis terbatas dan dapat tereseksi, yang tidak berespon
terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat
Bronkiektasis terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang
atau hemoptysis yang berasal dari daerah tersebut
o Kontraindikasi:
o Bronkiektasis dengan PPOK
o Bronkiektasis Berat
o Bronkiektasis dengan komplikasi CPCD
Jenis operasi: elektif dan paliatif (pada keadaan gawat darurat dan tidak
terdapat kontraindikasi)
o Persiapan operasi:
Pemeriksaan faal paru: spirometry, AGD, bronkospirometri
CT Scan atau USG
Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi
Memperbaiki keadaan umum pasien
Pada kasus refrakter:
Operasi dengan reseksi bagian paru yang mengalami supurasi
Transplantasi paru: sesuai indikasi
Pada kasus eksaserbasi (3 episode dalam setahun):
Antibiotic oral: siprofloksasin selama 1-2 minggu/bulan
Merotasi jadwal pemberian antibiotic untuk menurunkan risiko
resistensi
Makrolid setiap hari atau 3 kali seminggu
Inhalasi antibiotic: tobramycin inhalation solution (TOBI)
dengan jadwal rotasi 30 hari pemakaian, 30 haru penghentian.
Antibiotic intravena intermitten: pada kasus bronkiektasis berat
dan/atau resistensi kuman.
14. KOMPLIKASI
Amilodosis
15. PENCEGAHAN
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada
bentuk kelainan konginetal. Terdapapt beberapa cara pencegahan bronkiektasis
didapat, yaitu :
Pengobatan dengan antibiotik atau cara cara lain dengan tepat terhadap segala bentuk
pneumonia yang timbul pada anak, dan tindakan vaksinasi terhdap pertusis dll (
influenza, pneumonia ) pada anak.
16. PROGNOSIS
Prognosis pasien bronkiektasis bergantung pada berat ringan serta luas
penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan obat secara tepat dapat
memperbaiki prognosis. Pada kasus – kasus yang berat dan tidak diobati,
prognosisnya jelek. Survivalnya tidak akan lebih dari 5 – 15 tahun. Kematian pasien
tersebut biasanya dikarenakan pneumonia, empiema, payah jantung kanan,
hemoptisis.
BAB III
PRESENTASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Nn. Nelly
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 16 Tahun
Alamat : Kliwed
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tgl. Masuk : 02-12-2019
II. Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesa
Keluhan Utama:
Sesak Nafas sejak 2 hari yang lalu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas sejak ± 2
hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak diperberat saat pasien istirahat dalam posisi
tidur. Pasien merasa sesaknya berkurang saat tidur dengan 2 bantal. Sesak tidak
diperberat dengan cuaca dingin maupun debu. Keluhan ini disertai dengan batuk
berdahak ± 1 bulan, dahak berwarna putih. Tidak terdapat darah maupun perubahan
warna dahak. Pasien mengeluh adanya bengkak pada kedua tungkai bawah dari lutut
hingga mata kaki. Bengkak terjadi hilang timbul sejak 1 minggu lalu. Pasien tidak
mengeluh adanya keringat malam. Tidak adanya penurunan berat badan yang
Riwayat Kebiasaan
Status Generalis
a. Kulit: Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,
teraba hangat.
b. Kepala: Normosefali, rambut berwarna putih.
i. Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.
ii. Hidung: Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-).
iii. Telinga: Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
iv. Mulut : bibir tidak sianosis, gusi dalam batas normal, lidah dalam batas
normal, mukosa dalam batas normal.
v. Tenggorokan: Trismus (-), arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula di
tengah.
c. Leher
i. Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
ii. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB, trakea ditengah tidak
terdapat deviasi.
d. Thoraks
Thoraks Anterior
i. Inspeksi
Bentuk pectus excavatum, pergerakan dan ukuran dinding dada kanan dan
kiri simetris, retraksi (-), otot bantu pernapasan lain (-), bekas luka (-)
deformtas (-), iktus cordis tidak tampak.
ii. Palpasi
Nyeri tekan (-), Fremitus taktil dan vokal pergerakan dinding dada
simetris, krepitasi (-), iktus cordis teraba di ICS V linea midklavikula
sinistra.
iii. Perkusi
Sonor seluruh lapang paru, peranjakan paru (+), batas paru-hepar di ICS
V, batas kanan jantung di ICS V linea parasternalis dextra, apeks jantung
di ICS VI linea midclavicula sinistra, dan pinggang jantung di ICS III line
parasternalis sinistra
iv. Auskultasi
Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-, bunyi jantung 1-2 reguler,
murmur (-), gallop (-).
Thoraks Posterior
i. Inspeksi
Bentuk normal tidak skoliosis, lordosis, kifosis, bekas luka (-).
ii. Palpasi
Nyeri tekan (-), Fremitus taktil dan vokal pergerakan dinding dada
simetris, krepitasi (-).
iii. Perkusi
Sonor seluruh lapang paru.
iv. Auskultasi
Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wheezing -/-
e. Abdomen
i. Inspeksi : Perut datar, massa (-), tidak terdapat distensi abdomen.
ii. Auskultasi : Bising usus (+) normal.
iii. Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen.
iv. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan pembesaran organ.
k. Ekstremitas
i. Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), edema (-/-)
ii. Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis
(-/-) akral hangat (+/+), edema (+/+)
Foto Thorak:
a. Corakan bronkovaskuler kasar di paracardial bilateral, air
bronchogram (+)
b. Sinus costophrenicus dextra tumpul . Diafragma lancip.
c. Cor CTR>0.5
d. Sistema tulang intact
Kesan:
Bronkhitis kronis dengan bronkhiektasis disertai secunder infection
3.1.3 Pemeriksaan Sputum BTA (Tanggal 07 Desember 2019)
Hasil BTA (-)
MTB not detected
Penatalaksanaan
Umum
Tirah baring
Oksigen
Medikamentosa
Pemeriksaan anjuran
- CT- Scan
06 S/ Batuk berdahak (+), sesak (+), badan terasa panas (+), udem
Desember ekstremitas inferior (+)
2019 O/
(Ruang Cut TD: 100/70 mmHg
Nyak Dien) HR: 114x/menit
O2 : 97%
S : 36,6oC
RR: 28x/menit
Pemeriksaan Fisik Paru
Inspeksi : simetris pergerakan dan ukuran dada kanan dan kiri
Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan kiri, tidak ada
bagian yang tertinggal
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikular (+), Rh+/+, Wh-/-
A/ Bronkitis kronis dengan bronkhektasis
P/ Infus RL 20 tpm
Omeprazole 1x40mg
Antran 3x1 tab
Cefobactam 2x1
Levofloxacin 1x750mg
Ambroxol 3x1
Meptin 0.3 ml
07 S/ Udem ekstremitas inferior (+)
Desember O/
2019 TD: 100/80 mmHg
(Ruang Cut HR: 119x/menit
Nyak Dien) O2 : 91%
S : 36,6oC
RR: 28x/menit
Pemeriksaan Fisik Paru
Inspeksi : simetris pergerakan dan ukuran dada kanan dan kiri
Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan kiri, tidak ada
bagian yang tertinggal
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikular (+), Rh+/+, Wh-/-
Hasil BTA
BTA (-)
MTB not deteced
Diagnosis Kerja:
Bronkhiektasis: Batuk kronik, sesak nafas, cubbing finger, gambaran radiologi honey
comb appearance
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brn/atrisk.html
2. Rahmatullah, P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta;EGC;II;1035-1039.
3. Maguire, M. A Guide for primary Care Bronchiectasis. Australian Physican
Family. Volume 41, No.11, November 2012 Pages 842-850.
4. http://www.nhs.uk/Conditions/Bronchiectasis/Pages/Introduction.aspx
5. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brn/printall-index.html
6. Loscalzo J, et al. 2015. Harrison’s Pulmonary and Critical Care Medicine 2nd
Edition. USA: Mc Graw Hill; 172-176