SKABIES
Disusun Oleh :
Tamara Ramadhan Suharto ( 1102015236)
Pembimbing :
dr. Yenni, Sp.KK, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN
RSUD ARJAWINANGUN – KAB. CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERODE 23 FEBRUARI – 28 MARET 2020
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya.(1)
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua
kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat
dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang
kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung
(pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(2,3)
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana
suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-
kadang vesikel.(4,5)
Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya
berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun
merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. (6)
BAB II
PRESENTASI KASUS
1.2 Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan utama: Gatal pada bagian bawah perut, didekat kelamin , telapak tangan, sela-sela
jari tangan kaki kanan dan kiri, sela-sela bokong
Adik pasien mengeluhkan gatal-gatal di hampir seluruh bagian tubuh, setelah pasien
mengalami keluhan terlebih dahulu. Adik pasien tidur sekamar dengan pasien, dan
beberapa hari berselang pasien juga mengeluhkan gatal-gatal pada bagian bokong, telapak
tangan, sela-sela jari dan kaki. Ibu dan ayah pasien yang juga menggunakan handuk yang
dipakai bersama mengeluhkan gatal yang sama. Ibu juga mengakui bahwa mencuci
pakaian pada satu wadah yang sama.
1.5. Resume
Seorang pasien laki-laki berusia 9 tahun datang ke poli kulit RSUD Arjawinangun
didampingi oleh ibunya , dengan keluhan papul eritem yang teru gatal pada daerah bagian
bawah perut, didekat kelamin , telapak tangan, sela-sela jari tangan kaki kanan dan kiri,
sela-sela bokong. Rasa gatal muncul pada malam hari. Gatal awalnya disertai Papula ,
kadang disertai pus. Sejak 1 minggu terakhir pasien mengeluh luka di kulitnya menjadi
kasar, pasien juga sering menggaruk luka tersebut jika gatal. Pasien mengaku tidak pernah
menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Adik,Ibu dan ayah pasien juga memiliki keluhan
yang sama seperti pasien, setelah pasien mengalami keluhan terlebih dahulu Riwayat
penggunaan handuk bersamaan diakui. Mencuci pakaian dilakukan di wadah yang sama
dengan seluruh anggota keluarga. Ibu pasien mengaku bahwa mengganti sprei hanya 3
minggu sekali dan jarang menjemur bantal dan kasur.Riwayat alergi tidak ada, riwayat
kontak dengan bahan kimia tidak ada.
1.8 Penatalaksanaan
- Medikamentosa
o Scabicid
o Betamethason cream
o Loratadin 2x 10mg
o Metil prednisolone 2x 16 mg
o Vit C 1x1
- Non-medikamentosa
o Memberi penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya
o Rutin meminum obat
o Semua baju, sarung, handuk, dan perlengkapan tidur direndam dengan air hangat
kurang lebih 15 menit, kemudian dicuci dengan detergen.
o Cucian baju dipisahkan dengan anggota keluarga yang sehat.
o Kasur, bantal dan guling dijemur dibawah sinar matahari 3 hari sekali.
o Mandi menggunakan sabun bayi
o Mengurangi makan makanan yang mengandung penyedap rasa
1.9 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanam : bonam
Quo ad kosmetikam : bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SKABIES
I. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya
II. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik
skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.(2,7)
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau
skabies.(6) Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada
anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi
sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah
yang padat,(7) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. (3)
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim dimana kasus
skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies
semaki n meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap
wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, (3) dan panti jompo. (8)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit
akibat Hubungan Seksual).(1)
III. ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1,4)
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil
dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar
kaki. (6)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan hanya
dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis.(3)
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa
lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai
dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan
dentikel.(9)
Gambar 1. Sarcoptes scabiei *
Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang
berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada tungau
betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau
jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan
kaki keempat.(9)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh
setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan terowongan.
* Dikutip dari Kepustakaan 6 Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4
hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali
terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu
berkembang
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu
terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu
bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita
Norwegian scabies.(3,9)
IV. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang
penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal. (9) S. Scabiei melepaskan
substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (11)
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. (7)
Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering
menular ke seluruh anggota keluarga.(11) Penularan secara tidak langsung dapat melalui
penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan
melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan manifestasi
utama dari penyakit menular seksual. (7)
V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan
subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada
infestasi skabies, yaitu (1,13) :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti
pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan
ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada
malam hari.(3,4) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu
yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.(13)
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang
padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi
oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa/carier bagi individu lain.(13)
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya
meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit
sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar
dan tipis. (13)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral
telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. (3) Bila ada
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang
dapat berakibat gagalnya pengobatan
2. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm
yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan
aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.(14,15)
3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda pada
penderita apabila penderita mengalami skabies.(13) Sehingga penderita dapat
(11)
memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi dengan penggunaan steroid,
keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan
steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respon imun seluler.(13)
* Dikutip dari Kepustakaan 21
** Dikutip dari Kepustakaan 11
*** Dikutip dari Kepustakaan 6
Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan
Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik
misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang
menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan retardasi
mental.(6,13)
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral
badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi
infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan
jari.(3)
3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering
datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya
diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (13) Beberapa cara
yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat
atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(13)
6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut
akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(13)
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang
paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yakni (13) :
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan pada
tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup
dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
* Dikutip dari Kepustakaan 6
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan
tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang
dengan keluhan gatal yang menetap.
3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler. (16)
VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi.
Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya
pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.(3)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,
genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan
scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien
harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam
dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan
penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan
kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti
histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan
ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang
lengkap.(3)
a. Permethrin
(11,18)
Merupakan sintesa dari pyrethroid, dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini
(11,19)
memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini
merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap
(11,13)
mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam
penggunaannya sangat kecil. (13) Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi
di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat
(11,13)
dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah
penggunaan obat ini.(13)
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan
(11)
setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian
kedua setelah 1 minggu. (13)
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita
hamil dan ibu menyusui.(13) Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama
sekitar 2 jam. (11) Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, (13)
namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan
terekskoriasi.(11)
b. Presipitat Sulfur 2-10%
(11,17)
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep
konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan
salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
(13,17)
Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin
merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(17)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide
dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum
sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak
enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.(13)
c. Benzyl benzoate
(17)
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru.(11) Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa
muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek
samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2
tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate
digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(17,20)
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces avermitilis,
anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas
sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara
meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk
pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal,
200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5
tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk
mengobati scabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan
toxicepidermal necrolysis.(13)
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3 bagian
air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(13)
h. Malathion
(11)
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air digunakan
selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(13) Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.(11)
f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi
pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada
orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(13)
Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak
setelah itu dibersihkan, umur 2 tahun kebawah, wanita
olesan kedua diberikan 1 selama masa kehamilan dan laktasi.
minggu kemudian.
Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi
cream berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
dalam 5 hari. lainnya.
Precipitatum Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
5-10% dibersihkan. dan wanita dalam masa kehamilan
dan laktasi, tetapi tampak kotor
dalam pemakaiannya dan data
efisiensi obat in masih kurang.
Benzyl Benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
10% lotion dibersihkan dermatitis pada wajah
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
υg/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Dapat digunakan bersama
bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus scabies berkrusta
dan scabies resisten.
Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala
pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat
diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal
tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic
topikal sering membantu pada kulit yang gatal.(20)
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan selama
2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari kekebalan terhadap
antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin karena diagnosis awal
yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan
pada pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.(17)
VIII. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(3)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan
udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain
pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).(3)
IX. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda
yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan
munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan
semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap
iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal,
penis, dan axilla.(5) Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral,
tergantung tingkat pyodermanya.(10) Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga
terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi
karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(3)
X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(3)
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati
dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.(8)
XI. KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.
Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau.
Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi,
ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Bila infeksi
sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya pustul maupun
timbulnya gejala infeksi sistemik
Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan di
kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta:
EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human and
Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.
11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.
19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online). 2007.
[cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com
20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from : URL:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies
21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14 th]:[1 screens] Available from : URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html
22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from : URL:
http://www.allrefer.com
23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1
screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus