Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama

: Sdr. R

Umur

: 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Agama / Suku : Islam / Jawa
Alamat

: Jatibarang baru

Tgl. Periksa

: 29 Oktober 2014

1.2 Anamnesis
Keluhan utama: Gatal pada telapak tangan, sela-sela jari tangan kanan dan kiri

Riwayat penyakit saat ini:


Pasien datang ke klinik kulit dan kelamin RSUD Arjawinangun diantar ibunya dengan
keluhan gatal pada daerah telapak tangan, sela-sela jari tangan kanan dan kiri sejak 2 bulan
SMRS. Gatal awalnya terjadi pada daerah selangkangan, bokong kemudian menyebar ke
kaki kiri dan kanan, telapak tangan serta sela-sela jari tangan kanan dan kiri. Gatal
dirasakan terus-menerus, memberat terutama pada saat malam hari, dan saat berkeringat.
Gatal awalnya disertai bintil kemerahan, kadang disertai nanah. Sejak 1 minggu terakhir
pasien mengeluh luka di kulitnya menjadi kasar, pasien juga sering menggaruk luka
tersebut jika gatal. Pasien juga mengaku mandi menggunakan sabun mandi lifebuoy dan
suka makan makanan ringan saat di sekolah.
Ibu dan ayah pasien juga memiliki keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat penggunaan
handuk bersamaan diakui. Mencuci pakaian dilakukan di wadah yang sama dengan seluruh
anggota keluarga. Ibu pasien mengaku bahwa mengganti sprei hanya 3 minggu sekali dan
jarang menjemur bantal dan kasur.
Riwayat alergi tidak ada, riwayat kontak dengan bahan kimia tidak ada, riwayat bermain di
sawah atau ladang tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi.

Riwayat kontak dan keluarga:


Kakak pasien yang baru pulang dari Malang mengeluhkan gatal-gatal di hampir seluruh
bagian tubuh. Kakak pasien mengaku gatal-gatal tersebut juga dialami oleh teman satu
kosannya. Saat tiba di rumah, kakak pasien tidur sekamar dengan pasien, dan 1 bulan
berselang pasien juga mengeluhkan gatal-gatal pada bagian bokong, telapak tangan, selasela jari dan kaki. Ibu dan ayah pasien yang juga menggunakan handuk yang dipakai
bersama mengeluhkan gatal yang sama. Ibu juga mengakui bahwa mencuci pakaian pada
satu wadah yang sama.

Riwayat pengobatan:
Pasien berserta ibu dan ayahnya sudah berobat ke puskesmas namun, ibu lupa nama salep
yang diberikan dokter puskesmas. Karena tak kunjung sembuh, pasien beserta ibu dan
ayahnya memutuskan untuk berobat ke klinik RSUD Arjawinangun.

Riwayat sosial dan lifestyle:


Pasien tidur bersama kakaknya dan menggunakan handuk bersamaan. Pasien mandi dua
kali sehari dan menggunkaan sabun lifebuoy. Pasien mengaku suka jajan makanan
ringan.

1.3 Pemeriksaan fisis


1.3.1 Status Dermatologis

1.3.2 Status Generalis


Keadaan umum : Kesan sakit ringan, higiene baik, gizi cukup
Kesadaraan

: GCS 456, compos mentis

Kepala

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar leher (-)

Thorax

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Alat kelamin

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstermitas

: Eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul

1.4 Diagnosis Banding


- Skabies
- Pediculosis corporis
- Dermatitis Atopik

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Scrapping dengan tetesan minyak emersi di bawah mikroskop pembesaran 40x (tidak
dilakukan)

1.6 Diagnosis
Skabies

1.7 Penatalaksanaan
-

Medikamentosa
o Permethrin lotion 5%
KIE penggunaan obat:

Krim digunakan pada malam hari sebelum tidur. Krim dioleskan seluruh tubuh
mulai dari belakang telinga kemudian merata ke seluruh tubuh.

Krim digunakan selama 8-10 jam, lalu dibilas saat pagi dengan menggunakan
air bersih.

Satu minggu kemudian pengobatan diulangi, dengan cara yang sama.

Pengobatan dilakukan oleh semua anggota keluarga yang memiliki keluhan


yang sama dengan pasien

o Cetirizine 2 dd tab 10 mg bila gatal


-

Non-medikamentosa
o Semua baju, sarung, handuk, dan perlengkapan tidur direndam dengan air hangat
kurang lebih 15 menit, kemudian dicuci dengan detergen.
o Kasur, bantal dan guling dijemur dibawah sinar matahari.
o Mandi menggunakan sabun bayi
o Mengurangi makan makanan yang mengandung penyedap rasa

1.8 Prognosis
Quo ad Vitam

: bonam

Quo ad Functionam

: bonam

Quo ad Sanam

: dubia

Quo ad kosmetikam

: bonam

TINJAUAN PUSTAKA
SKABIES

I.

PENDAHULUAN
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya.(1)
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua
kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat
dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang
kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung
(pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(2,3)
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana
suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadangkadang vesikel.(4,5)
Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya
berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun
merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. (6)

II. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik
skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.(2,7)
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau
skabies.(6) Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada
anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi

sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah
yang padat,(7) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. (3)
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim dimana kasus
skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies
semaki

n meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap

wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, (3) dan panti jompo. (8)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit
akibat Hubungan Seksual).(1)

III. ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1,4)
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil
dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar
kaki. (6)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan hanya
dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis.(3)
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa
lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai
dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan
dentikel.(9)

Gambar 1. Sarcoptes scabiei *

Terdapat

empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang

berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada tungau
betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau
jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan
kaki keempat.(9)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh
setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan
terowongan.
* Dikutip dari Kepustakaan
6 Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4
hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali
terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu
berkembang
menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur
sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari.(9,10)

Gambar 2. Siklus Hidup Skabies *

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu
terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu
bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita
Norwegian scabies.(3,9)

IV. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang
penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal.(9) S. Scabiei melepaskan
substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (11)

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV dan


tipe I. (9,11) Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel mast
yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi
peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan
gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau

(11)

dan akan memproduksi papul-papul dan

nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T banyak
pada infiltrat kutaneus. (9) Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih
luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika
dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta
hingga terjadinya infeksi sekunder. (12)
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung.(7)
Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering
menular ke seluruh anggota keluarga.(11) Penularan secara tidak langsung dapat melalui
penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan
melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan
manifestasi utama dari penyakit menular seksual. (7)

V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan
subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada
infestasi skabies, yaitu (1,13) :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti
pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan
ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada

malam hari.(3,4) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu
yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.(13)
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang
padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi
oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi
pembawa/carier bagi individu lain.(13)
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya
meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit
sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar
dan tipis. (13)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral
telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.(3) Bila ada
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)

Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada


antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti
benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada

ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan
tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari,
pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di
awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)

* Dikutip dari Kepustakaan 6


Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies *

4. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita
dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal
yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan
karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat
variatif dan tidak spesifik.(13) Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit
sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat
tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering
terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.(14)
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang
dapat berakibat gagalnya pengobatan

Bentuk-bentuk skabies antara lain : (15)


1. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat
sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.

(13)

Namun bentuk ini seringkali

salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan terowongan tungau. (15)

* Dikutip dari Kepustakaan 16


Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) *

2. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm
yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan
aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.(14,15)

Gambar 6. Skabies Nodular **

3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda pada
penderita

apabila

penderita

mengalami

memperlihatkan perubahan lesi secara klinis.

skabies.(13)
(11)

Sehingga

penderita

dapat

Akan tetapi dengan penggunaan steroid,

keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan

steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respon imun seluler.(13)

* Dikutip dari Kepustakaan 21


** Dikutip dari Kepustakaan 11
*** Dikutip dari Kepustakaan 6

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan
regimen imunosupresan ***

4. Skabies yang ditularkan oleh hewan (7)


Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan
erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah
predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan
peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan
sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas
hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.(13,15)

Gambar 8. Skabies caninum *

5. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)


Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah yang
banyak

(15)

dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga dapat

menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan. (3)


Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang
hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini.

(7)

Plak

hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi kuku
jari kaki dan tangan. (3) Lesi tersebut menyebar secara generalisata
dan kulit kepala.

(7)

(13)

seperti daerah leher

telinga, bokong, siku, dan lutut.(13) Kulit yang lain biasanya terlihat

xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit
ini.(13)

* Dikutip dari Kepustakaan 6


Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik
misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang
menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan retardasi
mental.(6,13)
6. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala
sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi.(3) Lesi skabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(13)
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral
badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi
infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan
jari.(3)

Gambar 10. Skabies pada anak *

3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering
datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya
diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (13) Beberapa cara
yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat
atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(13)
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan
yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila
positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.
Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(13)
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
* Dikutip
dari Kepustakaan
6
Identifikasi
terowongan
bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta
hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta
dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap
dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes
dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk zigzag. (16,13)
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik.
Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan
tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam
melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan
ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(3,13)

5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *

6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut
akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(13)
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang
paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yakni (13) :
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan pada
tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup
dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
* Dikutip dari Kepustakaan 6
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan
tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang
dengan keluhan gatal yang menetap.

VI. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis bandingnya adalah:
1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik. (16)

Gambar 12. Urtikaria Akut *

2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas. (16)

Gambar 13. Prurigo nodularis **

3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler. (16)

Gambar 14. Insects bite ***

4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem. (10)

*
Dikutip dari Kepustakaan 21
** Dikutip dari Kepustakaan 21
*** Dikutip dari Kepustakaan 22
**** Dikutip dari Kepustakaan 23

Gambar 15. Folikulitis ****

VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi.
Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya
pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.(3)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,
genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan
scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien
harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam
dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan
penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan
kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti
histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan
ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang
lengkap.(3)
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies :

(17)

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.


2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam
hari sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas
5. Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa
gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama

(17)

dan ikut menjaga kebersihan (13)

b. Penatalaksanaan secara khusus


Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya, mudah
diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan terjangkau
biayanya.(11) Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral.

a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid,

(11,18)

dan bekerja dengan cara mengganggu

polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini
memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. (11,19) Obat ini
merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap
mamalia sangat rendah

(11,13)

dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam

penggunaannya sangat kecil. (13) Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi
di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat
dan sebum, dan juga melalui urin.

(11,13)

Belum pernah dilaporkan resistensi setelah

penggunaan obat ini.(13)


Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan
setelah itu dicuci bersih.

(11)

Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian

kedua setelah 1 minggu. (13)


Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita
hamil dan ibu menyusui.(13) Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak
lama sekitar 2 jam.

(11)

Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan

gatal,(13) namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang
sensitive dan terekskoriasi.(11)

b. Presipitat Sulfur 2-10%


Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.

(11,17)

Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep
konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan
salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturutturut.(13,17) Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin
merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(17)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide
dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum
sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak
enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.(13)

c. Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil
bahan sintesis balsam peru.

(11)

(17)

yang merupakan

Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.

Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa
muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek
samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2
tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate
digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(17,20)
d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida
yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa
paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau
dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan

eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.

(17,20)

Lindane dimetabolisme dan diekskresikan

melalui urin dan feses. (17)


Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah
selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.

(11,13)

Hal ini untuk memusnahkan larva-

larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain
1%.(13)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan
kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP
setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor,
disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan,
koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan
pancytopenia.(11)

e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)


Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.
Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila
diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti
pakaian

(11,13)

dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi

kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.(13)
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang
tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek
sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (11)

f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces avermitilis,
anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas

sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara
meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk
pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal,
200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5
tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk
mengobati scabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan
toxicepidermal necrolysis.(13)

g.

Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3 bagian
air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(13)

h.

Malathion

Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat

(11)

dengan dasar air digunakan

selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(13) Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.(11)

c. Penatalaksanaan skabies berkrusta


Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta
berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan
skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut
dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di
bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika
dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum
terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(13)

d. Penatalaksanaan skabies nodular


Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas
terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa minggu setelah
pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid intralesi
menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari. (11,21)

(11)

atau

e. Pengobatan terhadap komplikasi


Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.(13)

f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi
pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada
orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(13)
Tabel 1. Pengobatan Skabies (3)
Jenis Obat
Permethrin
cream

Dosis

5% Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di US dan


diulangi selama 7 hari.
kehamilan kategori B

Lindane 1% lotion

Crotamiton
cream

Keterangan

Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak


setelah
itu
dibersihkan, umur 2 tahun kebawah, wanita
olesan kedua diberikan 1 selama masa kehamilan dan laktasi.
minggu kemudian.

10% Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi


berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
dalam 5 hari.
lainnya.

Precipitatum Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
5-10%
dibersihkan.
dan wanita dalam masa kehamilan
dan laktasi, tetapi tampak kotor
dalam pemakaiannya dan data
efisiensi obat in masih kurang.
Benzyl
Benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
10% lotion
dibersihkan
dermatitis pada wajah
Ivermectin
g/kg

200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
diulangi selama 10-14 hari
aman. Dapat digunakan bersama
bahan topikal lainnya. Digunakan

pada kasus-kasus scabies berkrusta


dan scabies resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala
pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat
diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal
tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic
topikal sering membantu pada kulit yang gatal.(20)
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan selama
2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari kekebalan terhadap
antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin karena diagnosis awal
yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan
pada pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.(17)
VIII. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(3)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan
udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain
pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).(3)
IX. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda
yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan
munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan

semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap
iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal,
penis, dan axilla.(5) Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral,
tergantung tingkat pyodermanya.(10) Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga
terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi
karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(3)
X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(3)
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati
dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.(8)
XI. KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.
Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau.
Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi,
ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Bila infeksi
sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya pustul maupun
timbulnya gejala infeksi sistemik
Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan di
kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatricks Dermatology
in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta:
EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human and
Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.
10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.
J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.

11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.
Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December. 6: 769777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80

16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies prevention
and Control Manual.
17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.
Januari. 1(951)/7-11.
18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.
19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online). 2007.
[cited
2010
October
19th]
:
[1
screens].
Available
from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com
20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from : URL:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies
21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html
22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from : URL:
http://www.allrefer.com
23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1
screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

Anda mungkin juga menyukai