Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama : Gatal-gatal pada tubuh

2. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Onset : Satu minggu

b. Lokasi : Lengan, paha, dada

c. Kuantitas : Hilang timbul, gatal terutama pada malam hari

d. Kualitas : Mengganggu tidur

e. Faktor Memperberat : Ketika malam hari, akan terasa semakin gatal

f. Faktor Memperingan : Ketika menggunakan obat

g. Keluhan Lain : -

h. Kronologi : Gatal dirasakan sejak seminggu yang lalu semenjak pasien memelihara
kucing

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa (-), Asma (-), Penyakit kulit lain (-), Alergj (+), Hipertensi (+)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit pada keluarga yang memiliki keluhan serupa (+)

5. Riwayat Sosial dan Ekonomi

- Pasien merupakan seorang wiraswasta

- Pasien memelihara kucing

- Pasien mandi 2 kali sehari, rajin mengganti pakaian dan tidak menggunakan handuk/
pakaian bersamaan dengan orang lain

- Pasien menggunakan BPJS


C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
● Keadaan umum : Baik
● Kesadaran : Compos mentis
● Vital sign
Tensi : 150/99
Nadi :101
Respirasi : 20x/menit; SpO2 98%
Suhu : 36,5
● Kepala : mesosefal, rambut hitam, distribusi rata
Mata : Anemis (-), ikterik (-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-)
Telinga : Hiperemis (-), edem (-)
● Leher : Tidak dilakukan
● Thorax : Tidak dilakukan
Cor : Tidak dilakukan
Pulmo : Tidak dilakukan
● Abdomen : Tidak dilakukan
● Ekstremitas: edem (-/-), sianosis (-/-), lesi papul dan kanalikuli menyebar di area
lengan dan tungkai
2. Status Dermatologis
a. Lokasi
- Regio brachialis
- Regio antebrachii
- Regia thoracalis
- Regio femoralis
- Regio cruralis
b. Efloresensi (UKK) dan Konfigurasi
- UKK: papul eritematosa multipel diskret tersebar dan kanalikuli
- Konfigurasi: diskret
c. Distribusi
- Diskret (tersebar di beberapa bagian tubuh)
D. Usulan Pemeriksaan Penunjang
- Burrow Ink test
E. Resume
1. Resume Anamnesis
2. Resume Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan generalis didapatkan keadaan umum pasien baik dengan kesadaran
compos mentis. Pemeriksaan vital sign didapatkan hasil pasien mengalami hipertensi dan
didapatkan hasil normal pada pemeriksaan generalis yang lain. Pemeriksaan dermatologis
didapatkan UKK papul eritematosa multipel diskret tersebar dan kanalikuli pada regio
brachialis, regio antebrachii, regio thoracalis, regio femoralis, dan regio cruralis.
F. Diagnosis Kerja
- Skabies
G. Diagnosis Banding
● Dermatitis atopik
● Pedikulosis korporis
H. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Krim permethrin 5% dioleskan ke seluruh tubuh, didiamkan 8 jam, kemudian dibilas
dengan air dan sabun yang biasa digunakan untuk mandi.
b. Non farmakologi
1. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
2. Membersihkan pakaian dan alas tidur dengan mencucinya menggunakan air
bersuhu minimal 60 derajat celcius. Barang-barang atau peralatan yang sering
berkontak dengan kulit dibersihkan (sebaiknya menggunakan penyedot debu) dan
dijemur di bawah terik matahari.
c. Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa skabies merupakan penyakit kulit yang
diakibatkan oleh tungau dan dapat menular sehingga seluruh anggota keluarga
diberikan terapi.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
dan lingkungan.
3. Menyarankan pasien untuk berhenti melakukan kontak dengan kucing karena
tungau dapat ditularkan dari kucing ke manusia.

I. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonamf
- Quo ad comesticam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Skabies adalah penyakit yang sangat menular yang diakibatkan oleh infestasi dan
sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei var. Hominis. Dalam taksonomi, Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda dan kelas Arachnida. Tungau ini merupakan parasit obligat
bagi manusia. Skabies bukan merupakan penyakit menular seksual namun transmisi
melalui aktivitas seksual dapat terjadi. Pada umumnya, skabies menular kepada anggota
keluarga atau tetangga yang sering berkontak erat dengan penderita atau saling bertukar
pakaian, handuk, dan barang lainnya yang melekat di tubuh. Infestasi pada manusia
biasanya berasal dari anjing dan kucing yang terinfeksi Sarcoptes scabiei. Skabies lebih
sering terjadi pada orang atau lingkungan dengan higien yang buruk, namun dapat terjadi
pada individu dengan higien baik yang berkontak langsung dengan penderita, misalnya
anak sekolah (Habif, 2016). Skabies ditandai dengan 4 tanda khas yaitu pruritus
nokturnal, menjangkiti sekelompok orang, terdapat lesi kanalikuli, dan ditemukannya
tungau Sarcoptes scabiei pada lesi (Mutiara & Syailindra, 2016).
B. Epidemiologi
Prevalensi skabies di dunia masih tergolong cukup tinggi yaitu berkisar 300 juta
kasus per tahun. Penyakit skabies endemis di wilayah beriklim tropis dan subtropis
seperti Afrika, Amerika Selatan, Karibia, Australia Tengah dan Selatan, dan Asia.5,6
Pada kawasan negara industri seperti di Negara Jerman, skabies terjadi secara sporadik
atau dalam bentuk endemik yang lama. Penelitian Baur melaporkan prevalensi skabies di
India sebesar 20,4%.7 Penelitian yang dilakukan Onayemi juga melaporkan prevalensi
skabies di Nigeria 28,6%. Kelainan skabies menempati urutan ke- 3 dari 12 penyakit kulit
tersering di Indonesia. Data Depkes RI pada tahun 2008 menunjukkan prevalensi skabies
sebesar 5,6% hingga 12,95% (Anggraeni dan Indira, 2019).
C. Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var. hominis beserta produknya. Sinonim atau nama
lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies dapat
menyebar dengan cepat pada kondisi ramai dimana sering terjadi kontak tubuh. Sarcoptes
scabies termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, dan ordo Acarina. Infeksi
skabies terjadi akibat kontak langsung kulit ke kulit atau transmisi dari tungau yang
melekat pada pakaian, selimut, atau handuk. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak
nyaman karena sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk dan mengakibatkan
infeksi sekunder terutama oleh bakteri Grup A Streptococcus dan Staphylococcus aureus
(Syailindra dan Mutiara, 2016).

D. Siklus Hidup
Secara morfologik, Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Spesies betina berukuran 300 x 350
μm, sedangkan jantan berukuran 150 x 200 μm. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang
kaki, 2 pasang kaki depan dan 2 pasang kaki belakang. Kaki depan pada betina dan jantan
memiliki fungsi yang sama sebagai alat untuk melekat, akan tetapi kaki belakangnya
memiliki fungsi yang berbeda. Kaki belakang betina berakhir dangan rambut, sedangkan
pada jantan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan alat
perekat (Syailindra dan Mutiara, 2016).
Siklus hidup Sarcoptes scabiei yang diawali oleh masuknya tungau dewasa ke
dalam kulit manusia dan membuat terowongan di stratum korneum sampai akhirnya
tungau betina bertelur. Sarcoptes scabiei tidak dapat menembus lebih dalam dari lapisan
stratum korneum. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 2-3 hari dan larva menjadi
nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah menjadi tungau dewasa dalam 4-7 hari.
Sarcoptes scabiei jantan akan mati setelah melakukan kopulasi, tetapi kadang-kadang
dapat bertahan hidup dalam beberapa hari. Pada sebagian besar infeksi, diperkirakan
jumlah tungau betina hanya terbatas 10 sampai 15 ekor dan kadang terowongan sulit
untuk diidentifikasi. (Syailindra dan Mutiara, 2016).
Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia sebagai
host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau permukaan lain pada
suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan untuk berinfestasi dan
menggali terowongan. Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak dengan obyek
terinfestasi seperti handuk, selimut, atau lapisan furnitur dan dapat pula melalui
hubungan langsung kulit ke kulit. Ketika satu orang dalam rumah tangga menderita
skabies, orang lain dalam rumah tangga tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk
terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi Sarcoptes scabiei dapat menyebarkan skabies
walaupun ia tidak menunjukkan gejala. Semakin banyak jumlah parasit dalam tubuh
seseorang, semakin besar pula kemungkinan ia akan menularkan parasit tersebut melalui
kontak tidak langsung (Syailindra dan Mutiara, 2016).

E. Patogenesis
Sarcoptes scabiei dapat menular melalui kontak langsung seperti kulit ke kulit atau tidak
langsung dengan benda benda yang sudah terkontaminasi seperti handuk, sprei, sarung
bantal, dan lain-lain. Tungau yang sudah menempel pada kulit akan melakukan
kopulasi/perkawinan diatas kulit, tungau jantan akan mati dan tungau betina yang sudah
dibuahi akan menggali trowongan dalam stratum korneum (2-3 mm/hari). Tungau betina
akan bertelur sembari menggali terowongan. Aktivitas Sarcoptes scabiei di dalam kulit
akan menimbulkan rasa gatal dan memunculkan respon imunitas selular dan humoral
serta pada serum dan kulit IgE akan meningkat. Kelainan kulit pada penderita skabies
bisa tidak hanya disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, tetapi dapat juga ditimbulkan akibat
garukan yang dilakukan di area yang gatal. Rasa gatal pada skabies disebabkan adanya
sensitisasi terhadap ekskreta dan sekreta tungau dimana memerlukan waktu 1 bulan
(Syailindra dan Mutiara, 2016).
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang timbul setelah 6-8 minggu paparan Sarcoptes scabiei yaitu ruam dan
pruritus yang kemudian menyebabkan gatal dan ruam yang bertambah dalam beberapa
hari. Gatal yang dirasakan akan cukub hebat dan pada malam hari menjadi semakin
parah. Lesi akan tampak merah, bersisik, bisa juga berkrusta (ekskoriasi), di sisi jari-jari,
pergelangan tangan, telapak tangan, siku, ketiak, skrotum, penis, labia dan areola pada
wanita. Erupsi eritematosa difus di badan dapat menunjukan reaksi hipersensitivitas dari
antigen tungau. Lesi patognomonik dari skabies adalah adanya liang yang tipis seperti
benang , struktur linier, dan panjang 1-10 mm yang merupakan terowongan akibat
pergerakan tungau di stratum korneum. Terowongan dapat dilihat dengan baik di sela-
sela jari, pergelangan tangan, dan siku. Pada anak usia kurang dari 2 tahun skabies dapat
bermanifestasi di wajah dan kulit kepala. Nodul pada kasus ini dapat bertahan
berminggu-minggu setelah pemberantasan tungau. Pada skabies dengan krusta dapat
ditemukan plak hiperkeratinosis yang berkembang secara difus pada regio plantar dan
palmar dengan penebalan dan distrofi kuku kaki dan kuku tangan. Kulit yang lain akan
tampak xerotik difus dan pruritus bervariasi dapat sesekali ada atau sama sekali tidak ada
(Kang et al, 2019)
G. Penegakan diagnosis
Pada anamnesis, penderita skabies umumnya mengeluhkan gatal terutama pada malam
hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya erupsi kulit yang khas berupa kanalikuli,
papul, vesikel, dan pustul di tempat predileksi. Diagnosis pasti skabies ditetapkan jika
telah ditemukan tungau ataupun telurnya pada pemeriksaan laboratorium. Beberapa cara
untuk menemukan tungau: adalah dengan kerokan kulit, mengambil tungau dengan
jarum, tes tinta pada terowongan (burrow ink test), membuat biopsi irisan (epidermal
shave biopsy), dan biopsi irisan dengan pewarnaan HE. Namun tungau sulit ditemukan
karena tungau yang menginfeksi manusia hanya sedikit, maka diagnosis klinis dapat
ditetapkan apabila penderita terdapat dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:
(Sungkar, 2016 ; Tan et al., 2017).
1. Pruritus nokturna.
2. Terdapat terowongan, papul, vesikel atau pustul di tempat predileksi yaitu di sela -
sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae (perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (lakilaki), dan
perut bagian bawah. Pada bayi, skabies dapat menginvestasi telapak tangan dan
telapak kaki bahkan seluruh tubuh.
3. Terdapat sekelompok orang yang menderita penyakit yang sama, misalnya dalam
satu keluarga, ataupun di asrama.
4. Menemukan tungau pada pemeriksaan laboratorium

H. Diagnosis banding

Pedikulosis Korporis Dermatitis atopik

Etiologi Pediculus humanus corporis Perubahan pada sistem imun


(imunopatologi), alergen dan
antigen, predisposisi
genetik, mekanisme pruritus,
dan faktor psikologis

Manifestasi klinis Sangat gatal Gatal berat, hingga


menganggu tidur

Efloresensi Papul, makula eritematosa. 1. Fase bayi (0-2 tahun)


Lesi akut, eritematosa,
papul, vesikel, erosi,
eksudasi/oozing dan
krusta.
2. Fase anak (2 tahun -
pubertas)
Lesi subakut, lebih kering,
plak eritematosa, skuama,
batas tidak tegas dapat
disertai eksudat, krusta dan
ekskoriasi
3. Fase dewasa
Lesi kronik, kering,
papul/plak eritematosa,
skuama dan likenifikasi

I. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Prinsip tatalaksana farmakologi skabies adalah penggunaan skabisid (zat yang
dapat membunuh Sarcoptes scabiei) pada semua stadium (telur, larva, nimfa, dan
dewasa) sehingga tungau ini tidak dapat berkembang kembali di kulit. Orang yang
berkontak atau tinggal satu atap dengan penderita perlu diberikan terapi serupa
(Perdoski, 2017). Beberapa obat yang dapat menjadi pilihan dalam terapi skabies
diantaranya :
1. Krim permetrin 5%
Permetrin merupakan obat lini pertama pada skabies karena dapat membunuh
Sarcoptes scabiei pada semua stadiumnya. Permetrin besifat neurotoksik bagi
tungau ini dengan mempengaruhi transpor natrium pada membran saraf
sehingga menyebabkan depolarisasi. Proses ini mengakibatkan paralisis
respiratori pada tungau sehingga tungau mati. Penggunaan permetrin yaitu
dengan mengoleskan krim ke seluruh tubuh dan didiamkan selama 8 jam
(digunakan malam hari sebelum tidur) kemudian dibilas dengan air dan sabun.
Pengobatan dapat diulang satu minggu kemudian jika belum ada respon terapi
(Nanda & Juergens, 2022 ; Perdoski, 2017)
2. Krim lindan 1%
Lindan merupakan senyawa organoklorida yang memicu hiperstimulasi saraf
dan paralisis parasit. Namun karena sifat neurotoksisitasnya, FDA
menggolongkan lindan sebagai obat lini kedua skabies apabila tidak tersedia
permetrin. Lindan tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi, anak kecil,
serta pasien dengan riwayat kejang, dermatitis atopik, atau psoriasis. Cara
penggunaan sama seperti permetrin (Brunton, 2011 ; Perdoski, 2017)
3. Salep sulfur 5-10%
Sulfur tidak menyebabkan iritasi namun warnanya yang mencolok sering
menjadi alasan sulfur tidak dipilih sebagai pengobatan. Sulfur aman
digunakan pada bayi dan ibu hamil. Pada terapi skabies, sulfur dioleskan ke
seluruh tubuh dan didiamkan selama 3 hari berturut-turut sebelum dibilas
(Katzung et al, 2012 ; Perdoski, 2017).
4. Krim krotamiton 10%
Krotamiton merupakan skabisid yang memiliki sedikit efek antipruritus. Krim
ini dioleskan dari dagu ke bawah dan didiamkan selama 48 jam sebelum
dibilas. Obat ini dapat menjadi alternatif apabila pasien tidak dapat diberikan
lindan. Penggunaan harus dihindari pada pasien dengan inflamasi akut
(Katzung et al, 2012 ; Perdoski, 2017).
5. Emulsi benzil benzoat 10% (Perdoski, 2017).
6. Antihistamin oral untuk mengurangi gatal (mencegah ekskoriasi akibat
garukan dan risiko infeksi sekunder akibat luka terbuka) (Perdoski, 2017).
7. Antibiotik sistemik (untuk infeksi sekunder) (Perdoski, 2017).
8. Ivermektin oral pada skabies krustosa (Perdoski, 2017).
b. Non farmakologi
1. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
2. Dekontaminasi peralatan di dalam rumah yang berkontak dengan kulit
menggunakan penyedot debu dan dicuci menggunakan air bersuhu 60 derajat
celcius. Dianjurkan juga untuk menjemur peralatan tersebut di bawah terik
matahari.
c. Edukasi
Pasien diedukasi/dijelaskan mengenai penyebab penyakitnya yaitu tungau
Sarcoptes scabiei yang dapat ditularkan dari manusia maupun hewan terutama
kucing dan anjing. Perlu dipahamkan bahwa seluruh anggota keluarga yang
tinggal satu atap dengan pasien harus mendapatkan terapi yang sama untuk
memutus rantai penularan skabies. Pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan
diri dan lingkungan serta mengikuti terapi hingga benar-benar sembuh (Perdoski,
2017 ; PPK, 2015).
J. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada pasien dengan skabies yaitu rasa gatal (pruritus) yang
persisten, insomnia karena gatal yang sangat mengganggu di malam hari, infeksi bakteri
sekunder (terutama oleh Staphylococcus aureus) akibat luka yang timbul karena terlalu
sering menggaruk kulit, dan penularan kepada orang-orang di sekitar pasien (keluarga
dan tetangga) (Gilson & Crane, 2022 ; PPK, 2015).
K. Prognosis

Prognosis skabies akan baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat. Namun, pada pasien
immunocompromised, pasien di panti asuhan atau asrama, kejadian reinfeksi tinggi, terutama
pada pasien yang kembali ke lingkungan asalnya yang masih terinfestasi dan belum dilakukan
eradikasi skabies (Trasia, 2021).

PEMBAHASAN

A. Penegakan diagnosis
● Anamnesis
Gatal terutama pada malam hari sejak satu minggu yang lalu pada lengan, paha,
dan dada. Keluhan gatal hingga mengganggu kualitas tidur terutama saat malam
hari. Gatal menjadi lebih ringan ketika menggunakan obat dan tidak ada faktor
yang memperberat. Hal ini menjadi salah satu ciri khas dari tanda kardinal skabies
yaitu nokturnal pruritus. Pasien juga mengatakan bahwa anggota keluarganya
yang tinggal serumah ada yang mengalami hal serupa, yang juga merupakan tanda
kardinal skabies sebagai suatu penyakit yang mudah menular pada orang yang
tinggal di tempat yang sama. Pasien juga memelihara kucing yang merupakan
salah satu pembawa sarcoptes scabiei yang bisa menularkan ke manusia.
● Pemeriksaan fisik ditemukan erupsi kulit berupa papul dan kanalikuli.
Ditemukan papul eritematosa multiple diskret dan kanalikuli pada regio
brachialis, antebrachialis, troracalis, femoralis, dan cruralis. Daerah kulit yang
tipis seperti pada siku bagian luar dan paha merupakan tempat predileksi
terjadinya skabies. Temuan ini juga merupakan tanda kardinal dari skabies.

Diagnosis klinis pada kasus ini ditetapkan karena pada penderita ditemukan tiga
dari empat tanda kardinal skabies yaitu:
1. Gatal saat malam (+)
2. Terdapat papul dan kanalikuli di tempat predileksi (+)
3. Terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama (+)

B. Penyingkirkan Diagnosis Banding


1. Pedikulosis korporis
Pada pedikulosis, pasien akan sangat gatal dan ditemukan lesi papul dan makula
eritematosa, sedangkan pada skabies gatal terasa sangat berat hanya pada malam
hari dan didapatkan adanya lesi kanalikuli.
2. Dermatitis Atopik
Pada dermatitis atopik dewasa, lesi yang tampak adalah lesii kronik, kering,
papul/plak eritematosa, skuama dan likenifikasi, sedangkan pada pasien ini
terdapat kanalikuli yang merupakan gambaran khas dari skabies.
C. Rencana Tatalaksana
Tatalaksana yang diberikan yaitu medikamentosa dan non-medikamentosa sesuai
landasan teori yang ada.
a. Medikamentosa
1. Krim permetrin 5% dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari kemudian
dibilas menggunakan air dan sabun 8 jam kemudian.
2. Cetirizine 10 mg 1 kali sehari peroral diminum pada malam hari jika gatal.
b. Non medikamentosa
1. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan termasuk menghentikan kontak
dengan kucing
2. Dekontaminasi peralatan rumah yang kontak dengan kulit (dicuci dan
dijemur)
c. Edukasi
Edukasi tentang penyebab dan cara penularan skabies serta pengobatan dan
pencegahannya. Dijelaskan mengenai pentingnya seluruh anggota keluarga
mengikuti terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Anggreni, P.M.D. dan Indira, I.G.A.A.E. 2019. Korelasi Faktor Prediposisi Kejadian Skabies
Pada Anak- Anak Di Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. E
jurnal medika. Vol. 8(6): 1-8.

Brunton, L. 2011. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, Twelfth
Edition. Amerika Serikat : The Mc-Graw Hill Companies.

Gilson, R., dan Crane, JS. 2022. Scabies. Treasure Island (FL) : StatPearls Publishing.

Habif, Thomas. 2016. Clinical Dermatology : A Color Guide to Diagnosis and Therapy, Sixth
Edition. China : Elsevier

Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et
al. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th ed. United States, McGraw-Hill.

Katzung, Masters, dan Trevor. 2012. Basic and Clinical Pharmacology, Twelfth Edition. New
York : The Mc-Graw Hill Companies.

Mutiara, H. Syailindra, F. 2016. Skabies. Majority. Vol 5(2) : 37-42.

Nanda, J., dan Juergens, AL. 2022. Permethrin. Treasure Island (FL) : StatPearls Publishing.
Perdoski, tim penulis. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.

PPK, tim penulis. 2015. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia.

Sungkar. 2016. Scabies. Badan Penerbit FK UI: Jakarta

Tan, Sukmawati T., Jessica A., Kristaligan. 2021. Scabies: Terapi Berdasarkan Siklus Hidup.
Jurnal CDK. Vol. 44 (7): 507 - 510.

Trasia. 2021.Scabies: Treatment, Complication, and Prognosis. Jurnal CDK. Vol. 48 (12) : 704 -
707.

Anda mungkin juga menyukai